Happy reading sayang-sayangku. Jangan lupa kasih bintang-bintang bertaburan. 🥰🥰🥰🥰🥰
Kalau ada typo kasih tanda boleh banget yaa....
Siang yang terik karena matahari sedang ada pada puncaknya tak membuat Roland hilang semangat. Justru dia yang sejak tadi terlihat sangat aktif. Sedangkan wanita yang duduk disebelahnya, yaitu Gella terlihat malas-malasan. Gella sangat tidak tertarik dengan ide Roland kali ini.
Mereka berdua memutuskan makan siang bersama, seperti biasa Roland menjemput Gella di tempat kerja wanita itu. Dan begitu selesai makan siang nyatanya Roland membawa Gella menuju suatu tempat perbelanjaan khusus pelanggan VIP. Dan lebih gilanya lagi Roland sampai membooking tempat tersebut agar dirinya dan Gella bebas memilih.
"Itu bagus lho yang." Kata Roland saat salah satu pelayan mengeluarkan casual dress berwarna putih dan membawanya mendekat kedepan Roland dan Gella.
"Mas, aku lagi enggak minat belanja sekarang." Kata Gella, bukan tidak berminat lebih tepatnya Gella tak suka melakukan pemborosan.
"Atau kamu mau pilih sendiri. Keliling dulu aja lihat-lihat." Rayu Roland, dia tak menyerah membujuk Gella agar setidaknya Gella memilih sesuatu untuk di pakainya nanti saat bertemu teman-teman kuliahnya dulu.
"Sayang duitnya mas. Udah deh enggak perlu berlebihan..." Ucap Gella berbisik didekat telinga kekasihnya.
"Aku lebih sayang kamu dari pada uang.."
"Aku harus buru-buru balik ke kantor lagi mas...!!!" Desak Gella agar mereka lebih baik kembali ketempat kerja masing-masing.
"Tenang aja, aku udah bilang bu Ratna kok kalau kamu telat balik ke kantor." Ujar Roland bersungguh-sungguh. Memang tanpa sepengetahuan Gella, laki-laki itu menghubungi boss kekasihnya untuk meminta ijin membawa Gella pergi sebentar.
"Kamu tuh yaa mas...!!!" Gella kesal, karena lagi-lagi Roland melakukan apapun sesuka hati tanpa meminta persetujuannya.
"Make it easy honey, tinggal pilih apapun yang kamu mau. Selesai." Kata Roland tanpa beban. Bahkan dia tak menghiraukan Gella yang sebenarnya sekarang sudah ingin mengomeli dirinya.
"Jadi kita bisa cepat-cepat pulang." Lanjut Roland dengan mudahnya.
"Ayo dong. Sekali-kali kamu nyenengin aku." Kata Roland lagi. Gella menghembuskan nafas kasar saat mereka saling pandang. Tapi justru hal itu membuat Roland tersenyum puas. Karena dia sudah tahu kalau setelah ini Gella pasti menuruti kemauannya.
"Mbak tolong keluarkan lagi koleksi yang cocok buat pacar saya." Perintah Roland pada pelayan wanita tersebut.
"Baik pak." Jawabnya patuh.
Tapi buru-buru Gella berdiri, "Enggak usah mbak, biar aku pilih sendiri." Ucap Gella menghentikan perintah Roland. Dia tidak ingin merepotkan orang lain. Segera wanita itu berjalan meninggalkan Roland. Dan pelayan tersebut mengikuti dirinya dari belakang.
Tak lupa pelayan-pelayan di toko tersebut memberikan masukan untuk barang yang sedang Gella amati. Roland girang, karena setidaknya Gella memilih barang yang dia sukai. Baginya tak masalah menunggu Gella berbelanja berjam-jam atau menunggu Gella menyalon, yang terpenting semua yang Gella lakukan demi mempercantik diri adalah demi dirinya.
Gella bingung sendiri membandingkan harga yang menurutnya paling murah. Sedangkan jelas barang yang dijual disitu bukan barang sembarangan. Walaupun Gella rasa semua yang ada disitu cocok dengan seleranya. Wanita itu memilih barang yang menurutnya tak terlalu mahal dan berlebihan. Salahkan Roland yang memaksa dirinya hari ini.
"Enggak mau di coba dulu bu...!!?" Tanya sopan pelayan toko yang sedari tadi mengikuti Gella kesana kemari.
"Enggak usah mbak." Kata Gella. Dia tahu ukuran tubuhnya sendiri. Tak perlu susah-susah mencoba karena Gella yakin itu sudah pas.
Setelah memilih pakaian Gella diarahkan untuk kembali mencoba sepatu dan memilih tas. Lagi-lagi Gella dibuat geleng-geleng kepala karena ulah Roland. Sifat memaksa Roland sepertinya tidak bisa diubah. Mungkin selamanya Roland akan seperti itu.
Gella menghembuskan nafas panjang sebelum mencoba sepatu yang ternyata sudah dipilihkan khusus untuknya. Karena sudah ada beberapa sepatu yang perlu dia coba.
"Yang ini aja mbak." Kata Gella memilih flatshoes yang sudah dirinya coba. Dan dia merasa hanya itu yang paling nyaman serta paling murah.
Setelahnya Gella perlu memilih tas. Kali ini karena sudah malas Gella memilih asal yang penting warnanya cocok untuk dirinya.
"Udah tuh mas, bayar sana." Kata Gella setelah ada dihadapan Roland yang sibuk memandangi layar ponselnya.
"Cepet banget." Jawabnya, laki-laki itu kembali memasukan ponsel kedalam saku celana dan segera menuju kasir mengurus belanjaan kekasihnya.
Tak lama Roland kembali menemui Gella setelah pembayaran yang dia lakukan selesai. Roland membawa serta paper bag berisi barang pilihan Gella.
"Ayo sayang..." Kata Roland begitu sudah berada didekat Gella.
Tak menjawab apa-apa Gella berjalan terlebih dahulu meninggalkan Roland yang berada dibelakangnya. Gella tak ingin meledak jika meladeni Roland.
"Kamu beli apa aja sih...???" Tanya Roland saat dia sedang sibuk mengendarai mobilnya menuju trmpat kerja Gella. Memulangkan Gella dengan selamat sampai tujuan adalah prioritasnya sekarang.
"Kenapa, habis banyak yaa...!!!" Seru Gella.
"Mana ada. Enggak sampai 50 juta." Jawab laki-laki itu dengan tenang. Dan sikapnya dihadiahi cebikan bibir Gella.
"Jangan manyun gitu. Ini salah satu bentuk perhatian aku buat kamu." Kata Roland yang menyadari kalau Gella sebenarnya sangat ingin protes dengan sikapnya.
"Makasih sudah dikasih perhatian. Tapi enggak perlu berlebihan mas. Udah berapa kali aku bilang kalau aku enggak suka buang-buang uang buat sesuatu yang enggak terlalu penting." Kata Gella dengan tenang. Tidak bisa melawan Roland dengan cara marah-marah, sebab Roland saja paling suka melihat kekasihnya marah-marah.
"Enggak penting gimana. Kamu nanti kan mau ketemu mantan pacar." Kata Roland sarkas. Sebenarnya Roland tak ingin Gella datang di acara tersebut, atau setidaknya dia ingin ikut Gella datang di acara nanti malam. Tapi laki-laki itu sadar kalau dunia Gella tak hanya berputar pada dirinya. Kekasihnya juga butuh ruang sendiri, Gella juga memiliki kehidupan dan lingkungannya sendiri. Roland tak mau egois.
"Kamu sendiri lho yang kasih ijin aku pergi ke acara nanti. Jangan berulah deh."
"Maka dari itu, karena aku kasih ijin aku juga bertanggung jawab sama penampilan kamu nanti." Jawab Roland. Dia tak ingin disalahkan dengan segala keborosan mereka siang ini.
"Terserah lah mas. Debat sama kamu enggak bakal habis sampai besok subuh." Kata Gella, baginya lebih baik mengalah dari pada meladeni Roland yang tak ingin kalah.
"Terus terang aku lebih suka kalau yang kamu pakai barang bermerk. Aku enggak masalah keluar banyak uang, demi kamu."
"Tapi kamu tahu kan mas aku enggak suka..." Protes Gella.
"Semakin mewah dan berkelas barang yang kamu pakai, semakin takut laki-laki lain godain kamu."
"Mereka pasti mikir-mikir kalau mau deketin kamu. Dan ingat udah ada aku." Lanjut Roland menyuarakan pikirannya yang terlalu berlebihan tersebut.
"Dan semakin mewah barang yang kamu pakai makin banyak cewek yang deketin kamu, godain kamu."
Gella fikir dia bisa tenang hanya dengan mendengar kalau Roland hanya mencintai dirinya, jelas tidak. Karena Gella yakin laki-laki seperti Roland banyak yang mengincar diluar sana. Bisa saja Roland tanpa sadar lupa diri. Dan itu yang paling Gella takut kan.
Walaupun ikhlas adalah tahta tertinggi dalam mencintai, tapi mana ada orang yang mau kehilangan setelah menjatuhkan seluruh hatinya pada seseorang.
Roland terdiam, yang Gella katakan memang tak sepenuhnya salah. Sekilas Roland melirik kekasihnya. Tapi sepertinya Gella tak terlalu tertarik untuk balas menatapnya. Wanita itu justru lebih memilih memandangi jalanan yang siang ini lumayan padat dan membuat perjalanan mereka siang ini sedikit terhambat.
"Nanti aku jemput kaya biasa." Kata Roland setelah menghentikan mobilnya. Mereka sudah tiba didepan toko berlian milik bu Ratna.
"Iya." Kata Gella yang bersiap turun dan segera kembali masuk untuk bekerja. Meninggalkan Roland yang masih memandangi dirinya hingga hilang dibalik pintu kaca. Barulah Roland menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran Silver Gold Jewelry.
***
"Berasa jadi bos yaa istirahat jam segini baru balik...!!!" Seru lantang suara laki-laki yang sangat Gella hafal. Salahkan Gella yang tidak menyadari keberadaan Liam diruang tunggu.
"Siang pak..." Sapa Gella ramah. Walaupun dalam hati dia ingin mengata-ngatai Liam yang mulutnya tak bisa dikontrol tersebut.
"Sayang....!!!" Seru Liam, membuat Gella segera menengok kebelakang dan mencari tahu siapa yang Liam panggil. Dan wanita dengan tubuh sintal berambut panjang berwarna pirang datang mendekati Liam. Dress ketat yang melekat ditubuhnya membuat lekukan tubuh wanita itu sangat ketara, Gella sebagai wanita risih melihat pemandangan semacam itu.
"Udah pilih...!!?" Tanya Liam lembut pada wanita yang duduk disampingnya tersebut. Dress ketat wanita itu hanya sebatas pertengahan pahanya ditambah dia perlu duduk membuat hampir seluruh pahanya terekspos begitu saja, Gella bahkan sangat ingin mengambilkan kain untuk menutupi itu. Tapi dirinya masih menahan diri, masih berdiri mengamati interaksi mereka.
"Belum, aku bingung." Jawab wanita itu dengan manja menempelkan dadanya dilengan Liam.
Liam melempar pandangannya kearah Gella, ingin melihat reaksi Gella yang ternyata biasa saja.
"Pak Liam saya permisi naik dulu." Pamit Gella.
"Tunggu...!!!" Seru Liam menghentikan langkah Gella.
Gella menghembuskan nafas perlahan setelah memutuskan untuk tetap tinggal.
"Pilihkan cincin buat pacarku...!!!" Seru Liam begitu tahu Gella tak jadi pergi.
"Maaf pak saya masih ada pekerjaan lain. Dan masih ada rekan-rekan lain yang bisa membantu." Jawab Gella dibuat sesopan mungkin. Dia memang perlu kembali meneruskan pekerjaan yang dia tinggalkan tadi.
"Kalau maunya kamu yang layanin gimana...!!!"
Liam benar-benar ingin menguji kesabaran Gella. Dia bahkan sengaja ingin memanas-manasi Gella. Tanpa Liam sadari sebenarnya Gella merasa biasa saja.
"Sama kamu aja mbak. Mereka kayanya enggak kompeten..." Kata pacar Liam ikut memaksa. Sebenarnya bukan mereka yang tidak kompeten, mungkin wanita menor tersebut yang terlalu banyak mau.
Gella memejamkan matanya sejenak. Menarik nafas dalam dan kembali mengeluarkan secara perlahan. Bisa Gella pastikan bosnya saat ini tidak tahu tentang kedatangan Liam di tokonya.
"Baik, mari ibu. Saya bantu memilih cincin yang mungkin sesuai dengan selera anda..." Kata Gella.
"Aku belum tua mbak. Jangan panggil ibu yaa...!!!" Seru wanita itu tak terima.
"Baik kak. Mohon maaf. Mari saya bantu." Kata Gella lagi.
"Bawa kesini aja, kasihan pacarku kalau harus kesana lagi." Ujar Liam.
"Baik, mohon ditunggu sebentar..." Kata Gella, wanita itu segera mendekati meja customer care untuk menitipkan tasnya sebentar.
Dengan cekatan Gella memilihkan koleksi terbaik dan berkualitas yang dimiliki ditoko tersebut. Serta dengan rapi Gella menatanya diatas trolley kecil yang tersedia. Gella sudah menggunakan sarung tangan khusus dikedua tangannya. Dengan perlahan Gella mendorong trolley tersebut menuju Liam dan kekasihnya.
Tanpa berkata apapun Gella menata 5 cincin pilihannya diatas meja yang terletak didepan Liam dan kekasihnya. Membuat 2 orang dihadapan Gella tersebut mengamati apa saja yang dilakukan Gella.
"Jadi ini rekomendasi dari saya untuk kakaknya." Kata Gella sembari telapak tangannya dengan perlahan menunjuk deretan cincin yang sudah dia tata rapi.
"Selera kamu lumayan mbak..." Kata wanita itu girang, dia menunduk untuk mengamati satu persatu cincin dihadapannya. Hal itu membuat belahan dada wanita itu sangat ketara jika dilihat dari arah depan. Dan Gella segera menempatkan posisi berdirinya tepat didepan kekasih Liam, agar setidaknya mampu menutupi onderdil wanita itu.
"Yang paling mahal mana mbak...???" Tanya wanita itu yang kini posisi duduknya sudah kembali tegak.
"Yang ini kak." Tunjuk Gella pada cincin dengan tatanan berlian berbentuk persegi.
"Ini juga produksinya enggak banyak. Bisa dipastikan kalau kakak pakai ini jarang ada yang samaan." Lanjut Gella.
"Atau kalau lebih suka yang simple yang ini juga bagus." Kata Gella lagi sembari lebih mendekatkan cincin dengan batu berlian berwarna biru muda kehadapan kekasih Liam.
"Yang ini ring-nya kita pakai emas tua kak. Warnanya enggak bakal berubah meskipun setiap hari dipakai. Dan ukuran berlian yang tidak terlalu besar juga bagus untuk sehari-hari." Tutur Gella sopan dan sangat berhati-hati dalam memberi penjelasan. Nyatanya tak hanya kekasih Liam saja yang dengan tenang menyimak penjelasan Gella. Laki-laki itu bahkan hampir tak berkedip dan dengan fokusnya memperhatikan Gella baik-baik.
"Ohh gitu yaa. Ini juga bagus sih." Kata kekasih Liam.
"Sayang, menurut kamu yang mana yang cocok buat aku...???" Tanya wanita itu pada Liam.
"Terserah kamu, pilih aja manapun yang kamu mau." Kata Liam yang dibuat sangat lembut dan juga disertai senyuman menawannya.
"Kalau ini bagus juga enggak mbak...???" Tanya si wanita rambut pirang pada berlian berwarna merah merah muda yang pada bagian sampingnya dikelilingi batu berlian kecil-kecil.
"Yang saya bawakan kesini semuanya bagus kak. Saya merekomendasikan ini semua karena saya tahu yang saya bawa kesini semua bagus dan berkualitas." Jawab Gella.
"Duh mbak kamu malah buat aku bingung deh..." Katanya yang kemudian mengambil kotak cincin yang berisi cincin berlian yang baru saja dia tanyakan.
"Menurut kamu aku harus pilih yang mana mbak...!!?" Tanya kekasih Liam sembari meletakkan kembali cincin tersebut keatas meja.
"Semuanya bagus kak. Kenapa enggak pilih semua aja. Saya yakin kok semuanya cocok dipakai sama kakak." Rayu Gella. Sengaja Gella melakukan itu, agar Liam tahu rasa.
"Sayangg...!!!" Rengek manja si wanita sembari merangkul lengan Liam dan sengaja menempelkan di dadanya.
"Boleh enggak aku bawa pulang semua itu...!!?" Tanya si wanita. Pertanyaan itu membuat Liam mati kutu, dia yang awalnya ingin pamer pada Gella justru Gella dengan cekatan menerima semua umpan yang Liam tebar dengan benar.
"Eeeemmm gini aja sayang, pilih 2 dari 5 itu. Lain kali kita kesini lagi. Aku yakin kalau pasti kedepannya bakal ada koleksi baru disini." Kata Liam merayu agar harga dirinya tidak hancur didepan Gella. Hal itu membuat Gella menahan diri untuk tidak tersenyum. Dan kekasih Liam terlihat sedikit kecewa karena tak bisa memiliki semua barang yang ada dihadapannya.
'lain kali kapan, gue yakin habis ini juga lo putus pak...' batin Gella begitu mendenger Liam menjanjikan kekasihnya datang lagi kesini.
"Oohh gitu yaa..." Kata wanita itu, lengan liam dia lepas begitu saja.
"Ya udah deh." Katanya pasrah, dari pada dia tidak mendapat apa-apa lebih baik menuruti Liam untuk membeli 2 barang saja.
"Aku mau yang ini sama ini yaa mbak." Kata kekasih Liam memilih cincin yang Gella katakan paling mahal dan cincin dengan berlian merah muda tadi.
"Baik kak." Kata Gella yang kemudian membereskan kembali barang dagangannya.
"Mau kita urus bersama sertifikatnya atau kakak menunggu saja disini...???" Tanya Gella.
"Aku nunggu sini aja mbak." Katanya.
"Baik, bisa saya pinjam kartu identitasnya kak...!!" Pinta Gella.
"Ohh oke." Buru-buru wanita itu membuka isi tasnya dan mengeluarkan dompet untuk mencari keberadaan kartu identitasnya yang diminta Gella barusan.
"Ini mbak."
"Mohon ditunggu sebentar ya kak." Kata Gella.
"Untuk pembayarannya nanti saya bawakan mesin EDC-nya sekalian pak." Kata Gella yang melihat wajah tegang Liam. Gella tidak berniat menyebutkan totalnya sekarang, biar saja Liam kaget kalau dia perlu keluar uang banyak demi menyenangkan kekasihnya.
"Okey..." Jawab Liam yang dibuat setenang mungkin.
Gella segera meninggalkan mereka berdua untuk mengurus sertifikat kepemilikan berlian yang baru saja mereka beli. Memproses secepat mungkin semuanya agar dia segera kembali bekerja. Dia lebih baik melanjutkan pekerjaannya dari pada harus meladeni Liam dan kekasihnya.
Gella kembali lagi menemui Liam begitu dia sudah menyelesaikan semuanya. Tak lupa dia membawa mesin EDC untuk mengurus pembayaran pembelian mereka siang ini.
"Kakak ini barangnya." Kata Gella meletakkan 2 paper bag kecil didepan kekasih Liam.
"Dan ini kartu identitasnya." Lanjut Gella yang juga meletakkan KTP wanita bernama Windy tersebut. Kini Gella tahu wanita tersebut bernama Windy. Dan ternyata usia wanita tersebut lebih muda 2 tahun dibandingkan Gella. Tapi penampilannya bahkan sudah seperti wanita berusia 30an tahun.
"Mohon maaf pak Liam, bisa saya minta kartunya...??" Tanya Gella dengan sangat sopan. Dan tak perlu diminta 2 kali Liam segera menyerahkan kartu sultannya kepada Gella.
Dengan cekatan Gella memencet jumlah yang perlu Liam bayarkan untuk 2 barang tersebut.
"Mohon pin-nya pak...!!!" Kata Gella sembari menyodorkan mesin EDC tersebut didepan Liam.
"Liam bilang kalau kamu mantan pacar dia mbak. Bener...???"
Gella yang awalnya berdiri tenang menunggu Liam menyelesaikan transaksinya seketika mengalihkan pandangan langsung kearah wanita itu. Dna kemudian beralih kepada Liam yang terlihat salah tingkah.
'wah mulutnya. Ya Allah gue difitnah...' batin Gella.
"Sayang, aku enggak percaya lho kalau selera kamu karyawan gini..." Kata Windy sembari mengamati penampilan Gella dari atas hingga bawah. Tak ada yang salah dari penampilan Gella bahkan Gella memiliki selera bergaya yang tinggi demi menunjang penampilannya. Walaupun barangnya bukan barang mahal, nyatanya Gella cocok menggunakan apapun.
"Ngomong apa sih kamu." Kata Liam yang sudah selesai memencet angka pin-nya.
Gella tak ingin membela diri. Dari pada dia meledak dan malah memarahi Liam yang kelewatan lebih baik dia biarkan Liam berbuat sesuka hati. Biarkan saja laki-laki itu mengaku kalau mereka pernah berpacaran. Bagi Gella hitung-hitung memberi kesempatan bagi Liam untuk berkhayal mereka pernah menjalin hubungan. Karena nyatanya Liam tak pernah memiliki Gella.
"Pak Liam terimakasih atas kunjungannya. Dan ini kartu bapak saya kembalikan." Kata Gella seraya memberikan juga struk pembayaran yang Liam lakukan. Jumlah yang cukup menguras kantong untuk 2 buah cincin berlian pilihan Gella untuk pacarnya.
"Kak Windy semoga cocok dengan pilihan saya, kami tunggu lagi kedatangannya lain waktu." Kata Gella yang tanpa pamit lagi segera kembali menuju kasir mengembalikan mesin EDC. Dia juga segera mengambil tas yang sebelumnya dia titipkan di customer servis. Lalu segera meninggalkan lokasi lantai 1 untuk kembali menuju ruang kerjanya.
Dan Gella sudah tak sabar untuk menceritakan kejadian siang ini pada bu Ratna.
***
Tempat pertemuan malam ini yang awalnya bertempat di salah satu restoran berpindah di salah satu ruang pertemuan di salah satu hotel bintang 5. Gella tak pernah ingin tahu kesibukan acara semacam ini. Dia hanya membayar, dan jika ingin berangkat dia berangkat. Tapi jika tidak ingin berangkat Gella lebih memilih melakukan kesibukan lain. Tapi malam ini Gella datang, berangkat bersama Dihan yang datang bersama Caka dan Zora anak mereka.
"Gella datang woy...!!!" Seru Arif yang berada di depan pintu masuk ballroom dengan berteriak lumayan kencang. Ballroom berkapasitas 50 orang tersebut di sulap menjadi tempat pertemuan santai. Ada hiburan live musik akustik yang tersaji. Entah acara kali ini ada susunan panitia atau tidak. Yang Gella tahu teman-temannya lumayan niat menyiapkan acara malam ini.
"Udin, mulut lo enggak berubah ya dari dulu." Mata Gella saat dia sudah berada didepan teman lamanya yang memiliki nama lengkap Syarifuddin Hasan tersebut.
"Zora cantik...!!!" Kata Arif yang berpindah fokus pada Zora yang berada dalam gandengan ayahnya.
"Salim om dulu." Kata Caka agar anaknya mau berjabat tangan dengan teman mamanya. Bocah itu menurut, dan setelah selesai bersalaman dengan Arif laki-laki itu segera menyambar Zora menggendong bocah itu dan membawanya berjalan cepat masuk lebih dalam.
"Awas aja itu orang kalau sampai anak gue nangis." Kata Dihan.
"Masuk yuk..." Ajak Dihan yang berjalan terlebih dahulu untuk mengejar Arif yang membawa Zora. Dia hanya takut kalau Zora menangis.
Tak banyak yang datang, Gella perkirakan hanya 15 orang alumninya yang hadir. Sisanya adalah pasangan dari teman-temannya. Dan tak lupa ada Fandra dan juga Hani istrinya.
"Ge...!!!"
"Ada Fandra." Lanjut Dihan memberi tahu keberadaan mantan pacar Gella.
"Iya gue tahu." Kata Gella tak acuh.
"Temen-temen...!!!" Interupsi suara yang keluar dari mikrofon membuat semua yang ada diruangan tersebut mengalihkan pandangan pada panggung kecil yang ada di depan.
"Berhubung acara kita malam ini acara santai silahkan menikmati hidangan yang ada. Kalau ada yang mau gabung disini juga boleh banget ikut nyanyi." Kata Nanda, laki-laki pengusaha dimsum yang outletnya ada dimana-mana. Juga ada stand dimsum miliknya yang berjajar dengan stand makanan lain.
"Gella kalau mau ikut nyanyi kesini aja langsung enggak perlu malu-malu." Lanjut Nanda, dan seketika hampir semua temannya memandangi Gella yang duduk di kursi yang ada di pojok bersama Dihan dan Caka.
"Enggak deh..." Seru Gella tak terlalu kencang. Dia dan Dihan menikmati acara tersebut dengan enjoy. Bahkan mereka berdua sudah mencoba makanan-makanan yang disediakan. Mencicipi hampir semua yang ada dan mendengar lantunan suara penyanyi yang membawakan lagu dengan sangat apik.
Tak lama datang Tami, peremuan berambut bondol karena dia seorang anggota polisi mendekati Gella. Bertegur sapa dengannya dan juga Dihan.
"Ya ampun Ge. Loe enggak berubah ya dari dulu. Masih cantik." Puji wanita itu.
"Makasih..." Kata Gella dibuat sesantai mungkin dan dengan gerakan centil Gella mengedipkan kedua matanya cepat.
"Gue juga masih cantik kan Tam...!??" Tanya Dihan tak ingin kalah.
"Iya deh iyaa." Jawab Tami membuat Gella dan Dihan tertawa ringan.
"Eh Ge waktu dinikahan Fandra dulu lo dateng sama siapa...???" Tanya Tami. Gella kira temannya tak ada yang melihat dirinya. Tapi ternyata ada Tami yang tahu dan justru bertanya hal itu sekarang.
"Sama Angga adek gue." Jawab Gella.
"Enggak deh, kalau Angga gue tahu. Tapi kayanya bukan Angga." Kata Tami. Hal itu mampu memancing keingin tahuan Dihan yang kian penasaran. Karena waktu itu Gella mengatakan datang bersama Angga. Dan dulu ketika Dihan ingin menemui Gella wanita cantik itu mengatakan kalau dirinya sudah dalam perjalanan pulang.
"Serius sama adek gue." Kata Gella mengelak tentang keberadaan Roland waktu itu. Karena Gella yakin yang Tami lihat adalah Roland bukan Angga.
"Jangan bohong lo...!!!" Kata Dihan protes karena saat mendengar suara Gella yang ragu-ragu membuat dia percaya kalau Gella tidak datang bersama Angga.
"Heehehhh..." Kata Gella yang kemudian menyengir sendiri karena tak tahu harus menjawab seperti apa lagi. Dia tak bisa mengelak sekarang.
"Ge..." Kata Dihan yang bermaksud meminta penjelasan dari Gella.
"Eh gue tinggal dulu ketemu yang lain." Kata Tami yang segera meninggalkan mereka dan menuju teman yang lain.
"Jadi yang Tami lihat itu siapa Gellacia Ayu Wardhani...???" Desak Dihan butuh jawaban dari Gella.
"Anu Di-"
"Anu apa...!!!" Potong Dihan cepat karena dia sudah tak sabar ingin tahu.
"Pacar gue." Kata Gella pasrah. Lagi pula Dihan juga sepertinya harus tahu soal Roland.
"Pacar...!!!" Seru Dihan kencang yang justru mendapat teguran dari suaminya berupa tendangan pelan dikaki wanita itu.
"Eeh maaf maaf.." kata Dihan yang merasa kalau dia berlebihan kali ini.
"Tapi dulu waktu dinikahan Fandra belum pacaran Di." Kata Gella karena dia tak mau dianggap ingin menyaingi Fandra.
"Terus dulu masih PDKT gitu maksud lo...??"
"Yaa enggak gitu juga. Pokoknya rumit deh. Bingung gue jelasinnya." Ucap Gella yang justru mendapat delikan tajam dari mata Dihan.
"Siapa namanya. Kenapa loe enggak cerita apa-apa ke gue sih Ge...!!!" Hardik Dihan. Karena biasanya Gella cerita masalah apapun yang terjadi pada dirinya.
"Namanya Roland. Kapan-kapan deh gue kenalin dia ke lo." Jawab Gella, sekaligus ingin membuat Dihan tak lagi mengoceh soal hubungannya yang Dihan ketahui sangat terlambat kali ini.
"Janji ya lo...!!" Todong Dihan sembari menunjuk Gella.
"Iya..." Jawab wanita itu pasrah.
Disisi lain sesekali Fandra mencuri pandang ke arah dimana Gella berada. Tentu saja secara diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya. Fandra rasa dia sudah bisa melupakan Gella, tapi jika melihat langsung orangnya seperti malam ini membuat Fandra merasa perasaannya mudah goyah. Baginya Gella memiliki ruang tersendiri di hatinya, dan tak mudah dilupakan begitu saja kenangan mereka dulu.
Tak lama Arif datang untuk mengembalikan Zora pada Dihan. Zora yang merasa tertekan saat bersama Arif tadi hanya diam saja. Bahkan saat didekatkan dengan anak dari teman Dihan yang seumuran dengan Zora bocah itu juga tak terlihat aktif seperti biasanya.
"Anak gue lo apain...!!!" Kata Dihan pada Arif yang baru saja menurunkan Zora dari gendongannya.
"Enggak gue apa-apain Di ya Allah galak banget..."
"Ati-ati lo Ka. Bisa di kunyah istri lo kalo lo berani main api." Kata Arif pada Caka yang duduk disamping Dihan. Arif segera menempatkan diri mengambil kursi dan menempatkan disamping Gella.
"Sayang ambil es krim disana yuk...!!!" Ajak Gella yang tahu kalau Zora butuh dihibur. Dan bocah itu bersemangat seketika langsung menarik tangan Gella untuk menuju stand es krim.
"Tadi aja gue tawarin geleng-geleng doang...!!" Sungut Arif tak terima kalau ternyata secara tak langsung Zora menolaknya.
"Zora sama Gella itu udah kaya emak sama anak. Ya jelaslah dia maunya sama Gella bukan sama lo."
"Pilih kasih..." Kata Arif pura-pura nelangsa.
"Gella sendirian aja malam ini...!!?" Tanya Arif pada Dihan.
"Kan sama gue sama Caka juga tadi ke sininya."
"Enggak, maksud gue kesini enggak sama pacarnya gitu...!???"
"Ya emang kenapa...!!?"
"Dia masih single ya...???" Tanya Arif penasaran.
"Kepo lo...!!"
"Belum punya pacar ya dia Di...!??" Tanya Arif kian penasaran.
"Ya urusannya sama loe apa dia punya pacar atau enggak. Heran gue laki-laki kok kepo bener ngurusin hidup orang." Kata Dihan membela Gella. Karena pasti orang-orang yang ada disini membandingkan kehidupan asmara sahabatnya dengan Fandra yang sudah menikah.
"Bukan gitu Di. Didha pengen tahu, tapi malu tanya langsung. Makanya dia minta tolong gue buat tanyain ke Gella. Tapi ya mana berani gue tanya beginian sama Gella. Makannya gue tanya loe aja." Kata Arif menjelaskan.
"Kenapa...??"
"Naksir dia sama Gella...??!"
"Bilang sama Didha, Gella udah punya pacar jangan sembarangan deketin dia." Kata Dihan memberitahu Arif. Walaupun dia belum tahu rupa kekasih sahabatnya yang penting dia harus menjaga Gella dulu malam ini.
Sejak dulu Gella primadona, banyak yang naksir. Tapi karena sejak awal sudah berpacaran dengan Fandra sehingga banyak yang gugur sebelum berperang. Dan banyak juga yang menunggu mereka putus, tapi nyatanya hubungan mereka adem-adem saja bahkan sampai mereka lulus.
"Ehh serius Di..!!" Seru Arif memastikan lagi berita yang dia dapat.
"Iya lah."
"Tapi kenapa ke sininya bareng lo, enggak sama pacarnya...!!???"
"Ya emang diwajibkan bawa pasangan. Enggak kan...!!!"
"Iya juga sih."
"Tapi istrinya Fandra sama Gella masih cantikan Gella sih menurut gue." Kata Arif yang justru mengajak Dihan berghibah.
"Lo laki mulut gitu banget sih Rif. Dosa tahu enggak, malah ngajak gue ghibah lagi." Protes Dihan.
"Serius Di, gue sebagai laki-laki memandangnya ya seperti itu." Kata Arif terlalu jujur. Ya memang Gella jelas jauh lebih cantik.
Perghibahan mereka terhenti karena kedatangan Gella. Wanita itu membawa 2 cup es krim rasa coklat untuknya dan juga Zora.
"Sini nak sama papa aja." Kata Caka memanggil anaknya. Dan bocah itu menurut, membawa serta cup es krim miliknya mendekati Caka.
"Gue enggak dibawain...??" tanya Arif.
"Enggak, ambil sendiri sana."
"Tega lo Ge sama gue." Kata laki-laki itu. Tapi Gella cuek saja. Dengan tenang dia memasukan sedikit es krim kedalam mulutnya.
"Ehh Ge, dapet salam." Ujar Arif.
"Siapa...!??" Tanya Gella penasaran.
"Didha."
Jawaban arif membuatnya seketika mengedarkan pandangan dan mencari tahu keberadaan Didha. Nyatanya laki-laki itu juga balas memandang Gella lalu melemparkan senyum. Gella balas tersenyum sebagai etika kesopanan. Tapi justru hal itu mengundang Didha berjalan menuju kearahnya.
"Hai Ge, apa kabar..!??" Tanya lelaki itu begitu dia ada dihadapan Gella.
"Baik, lo gimana kabarnya...!??" Tanya Gella balik melempar pertanyaan yang sering terjadi antara 2 orang yang lama tak berjumpa.
"Gue sehat." Jawab laki-laki itu terlihat kikuk. Dihan ingin memperingatkan Arif karena gara-gara dia Didha justru datang kesini menemui Gella langsung.
"Duduk Dha, mau berdiri terus ngobrolnya...!!!" Ucap Dihan memperingatkan.
"Iya deh." Laki-laki itu segera menduduki kursi kosong diseberang Gella.
"Masih kerja di toko berlian itu Ge..?" Tanya Didha basa-basi.
"Iyaa Dha. Dari awal kerja sampai sekarang gue masih disana." Jawab Gella.
"Kesini sendiri aja tadi Ge...!??" Tanyanya lagi.
"Enggak kok, gue nebeng Dihan sama Caka." Ucap Gella yang kemudian memasukan sesendok penuh es krim coklat kedalam mulutnya.
"Bukan gitu, maksud gue lo enggak sama pacar lo...!??" Pertanyaan yang Didha tanyakan pada Gella membuat Dihan dan Arif saling pandang. Mereka jelas tahu maksud dari pertanyaan Didha kali ini.
"Ohh..."
"Gue sendiri kesini berartikan emang enggak sama pacar." Jawab Gella sekenanya. Tapi bagi Didha jawaban tersebut masih ambigu. Karena tidak memastikan Gella sudah punya pacar atau Gella masih single.
"Kenapa enggak ajak pacar lo...???" Didha tak mau hanya diam menunggu kepastian. Dia perlu jawaban pasti dari Gella.
Belum sempat Gella menjawab, kedatangan Fandra dan istrinya membuat Gella terdiam. Dia kira Fandra tak akan mendekati dia dan Dihan. Nyatanya laki-laki itu membawa istrinya menemui Gella dan Dihan.
"Asik banget ngobrolnya." Kata Fandra sembari menarik kursi untuk diduduki Hani. Baru kemudian laki-laki itu mengurus tempat duduknya sendiri.
"Lo juga asik banget ngobrol sama Tunggul disana." Jawab Dihan. Dia merasa wajib menjadi penengah jika terjadi sesuatu. Tapi nyatanya seluruh teman Gella bisa menempatkan diri. Mereka sama sekali tidak membahas tentang hubungan Fandra dan Gella dulu. Selain karena itu suatu kenangan pahit, ada Hani yang perlu mereka jaga perasaannya. Mungkin beda cerita kalau mereka hanya sebatas putus biasa dan Fandra belum menikah.
"Eh udah isi belum say...!??" Tanya Dihan basa-basi. Tapi pertanyaan tersebut wajar dilontarkan pada pengantin baru.
"Belum mbak." Jawab Hani pelan.
"Nggak apa-apa. Sabar dulu. Nikah juga belum lama." Kata Dihan lembut.
"Biasanya habis nikah langsung hamil dikira tetangga hamil duluan." Lanjut Dihan.
"Iyaa."
Gella tak acuh, dia tak ingin terlibat apapun lagi dengan Fandra. Bukan karena dia gagal move on, hanya saja Gella rasa memang mereka tak perlu lagi berhubungan. Wanita cantik yang malam ini menggunkan flatshoes yang siang tadi dia beli dengan Roland itu justru lebih memilih sibuk menghabiskan es krimnya.
"Udah makan Ge...!!?" Tanya Didha, mungkin dia juga mencoba mencairkan suasana yang canggung setelah kedatangan Fandra tadi.
"Udah tadi, nyicip dagangannya si Nanda juga." Kata Gella. Memang tadi dia dan Dihan sempat mengambil dimsum satu porsi dan dimakan bersama.
"Gella doang nih yang ditanyain makan...!!!" Goda Arif sengaja.
"Mentang-mentang sendiri kesini lo tancap gas enggak tanggung-tanggung Dha." Lanjut Arif kembali menggoda. Hal itu membuat Gella paham kalau Didha sengaja mendekati dirinya malam ini. Membuat dia dengan susah payah menelan es krim lembut dimulutnya tersebut. Sedangkan Didha hanya tersenyum malu-malu.
Fandra melirik Gella sekilas, tapi begitu tahu Gella tak ada respon dia beralih melihat Didha yang masih menampilkan senyum malu-malunya.
"Kelihatan banget yaa...??" Tanya Didha yang kemudian kembali tersenyum menertawakan diri sendiri.
"Gimana nih Ge...!??" Tanya si Arif terlihat sangat pro dengan Didha.
"Gimana apanya...??" Tanya Gella pura-pura tidak tahu.
"Udah di kode Didha nih...!!!" Seru Arif bersemangat. Tapi hanya tawa ringan yang Gella jadikan respon. Gella tak mungkin berani macam-macam, karena sudah ada Roland.
"Skip aja deh, Gella udah punya pacar..." Kata Dihan memberitahu. Didha yang awalnya tertunduk karena malu digoda Arif seketika langsung mengangkat kepalanya memandang Gella. Fandra juga, dia secara terang-terangan langsung menatap Gella dan dari ekspresi wajahnya seperti mengatakan kalau dia butuh klarifikasi dari Gella sendiri.
Salahkan Arif yang tak mengatakan fakta tersebut. Justru dia malah dengan sengaja ingin menjadi mak comblang untuk Gella dan Didha.
"Bener Ge...?!!" Tanya Didha memastikan.
"Hah..!!!"
"Bener udah punya pacar...!???" Ulang Didha.
Gella memandangi Dihan, lalu berpindah pada Didha. Dan Gella juga tahu kalau ada Fandra yang juga menunggu jawaban keluar langsung dari bibirnya.
"Iya..." Jawab Gella pelan dan singkat. Tapi seketika mampu merobohkan semangat Didha.
"Kenapa enggak di ajak dateng Ge kalau lo beneran punya pacar..." Seloroh Arif. Mungkin dia masih belum percaya kalau Gella memiliki kekasih jika belum melihat langsung orangnya.
Gella diam tak bisa menjawab. Memang pada awalnya dia tak mengajak Roland datang. Dia hanya meminta ijin dari Roland saja tanpa berniat mengajak laki-laki itu.
"Ya kan gue udah bilang Syarifuddiinnnnn....!!!!"
"Enggak diwajibkan datang bawa pasangan kan...!!!!" Seru Dihan menjadi garda terdepan dalam membela sahabatnya.
"Ngobrolin yang lain aja. Malah jadi canggung gini..." Kata Fandra mengikuti Dihan menjadi penengah diantara mereka.
Setelahnya memang Didha mengobrol biasa. Tak mencampur adukkan masalah hatinya pada Gella. Dan Gella yang pada awalnya memang tak merasa apa-apa juga bisa kembali menikmati acara.
"Zora mulai ngantuk tuh..." Kata Gella saat melihat si kecil itu mulai tak bersemangat.
"Iyalah udah waktunya dia tidur." Jawab Dihan.
"Habis ini pulang aja..." Usul Gella agar Zora bisa istirahat.
"Kok pulang. Belum kelar nih..." Protes Arif.
"Ya udah malem juga Rif..." Kata Gella, Gella melewatkan satu hal yaitu kedatangan Roland yang saat ini menuju kearahnya. Posisi duduknya yang membelakangi pintu masuk jelas membuat Gella tak tahu kalau Roland datang menyusul.
"Sayang...!!!" Panggil Roland lembut sembari memegang pundak Gella. Seketika membuat wanita itu melihat siapa yang menyapanya. Dan betapa terkejutnya Gella kalau Roland datang menyusulnya. Sampai-sampai matanya membulat sempurna.
"Mas..." Kata Gella yang segera berdiri.
Gella melewatkan satu hal. Yaitu seluruh mata orang-orang yang ada di sekitarnya menatapnya dan Roland bergantian.
"Malam pak Roland." Sapa Fandra ramah pada bosnya. Dia juga tidak percaya kalau Gella dan bosnya benar-benar menjalin hubungan.
"Iya..." Kata Roland tak kalah ramah.
"Gege...!!!" Seru Dihan butuh penjelasan sekarang.
"Kenalin ini mas Roland." Kata Gella yang tahu maksud dari kode yang Dihan berikan. Buru-buru wanita itu berdiri.
"Roland." Kata Roland sembari mengulurkan tangan.
"Dihan." Jawab Dihan menyambut uluran tangan Roland.
"Ini Arif mas, itu Didha." Kata Gella memperkenalkan 2 orang yang masih tak percaya kalau yang datang tersebut adalah kekasih Gella.
"Itu Caka, suaminya Dihan. Sama si kecil itu Zora anak mereka." Ucap Gella dengan lembut. Dia sama sekali tidak memperkirakan kalau Roland akan datang. Sehingga Gella yang belum mempersiapkan diri dan juga kata-kata tak bisa mengatakan banyak.
"Kenapa kesini...!??" Tanya Gella. Karena setahu Gella dia tidak meminta Roland datang.
"Tadi kamu bilang minta dijemput jam 10." Jawab Roland. Padahal Gella tak meminta itu, tapi dari gestur gerakan alis dan mata Roland yang sinkron menatapnya membuat Gella tahu itu hanya alasan Roland datang.
"Aahh iya.." jawab Gella cepat setelah dia paham.
"Gue pamit pulang duluan enggak apa-apa kan...!???" Tanya Gella sembari mengambil tas yang dia letakkan di kursi.
"Gue juga deh, anak gue udah ngantuk berat nih." Lanjut Dihan yang ternyata juga ingin pulang. Caka segera berdiri sembari membawa Zora dalam gendongannya karena istrinya sudah mengatakan untuk pulang.
"Duluan ya Rif, Dha." Pamit Gella.
"Ndra, Han duluan ya." Lanjut Gella.
"Tolong pamitin ke yang lain juga." Kata Gella lagi.
"Gue juga pamit deh. Byee...!!!" Kata Dihan
"Duluan ya semua." Pamit Caka juga.
"Mari...!!!" Kata Roland sembari menganggukkan kepala.
Gella melingkarkan tangannya di lengan Roland. Membawa segera laki-laki itu meninggalkan tempat tersebut. Gella tidak marah, hanya saja dia tidak siap dengan kedatangan Roland yang mendadak. Terlebih Roland datang atas keinginannya sendiri.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺