Happy Reading 🤗 Follow, vote dan komen yaa.
***
“Kenapa kamu mengkhianatiku, Maura?” tanya Khalil terisak, dia meratapi kesedihannya di balik tirai jendela yang tertutupi gorden berwarna navy.
Dadanya terasa sesak mendapati perlakuan dari sang kekasih yang begitu menyakitkan hatinya, dia memang tidak melihatnya langsung. Akan tetapi, perkataan ibunya meyakinkan dirinya bahwa Vera melihat sosoknya. Akan tetapi, terkadang pemikirannya kembali lagi mana mungkin wanita itu melakukan hal itu. Apa maksudnya mempermainkan hatinya?
Naluri memutuskan keluar kamar karena sedari tadi suaminya tidak saja kembali, padahal waktunya sudah lama. Bahkan dia juga sudah selesai berteleponan dengan Ustadz Hanif. Bukan karena khawatir, tapi ingin memastikannya jika dia tidak tidur di ruang tamu. Malam ini wanita itu hanya ingin berbagi lagi tempat tidur dengan aturan yang masih sama seperti sebelumnya, yaitu adanya pembatas di antara mereka dan jangan melewatinya jika hal itu terjadi, maka akan ada hukuman.
Namun, langkahnya terhenti kala netranya menangkap sosok pria yang tengah mematung di depan jendela. Dia mendkati berniat untuk mengajaknya kembali masuk ke dalam kamar lagi karena sepertinya sang suami telah membereskan obrolannya dengan Vera. Keberadaan mertuanya tidak ada, mungkin dia sudah kembali ke kamarnya.
“Kak ...,” panggil Naluri, menepuk bahunya pelan.
Begitu Khalil menoleh ke belakangnya, kedua matanya tampak sendu dan hal itu yang menjadi tanda tanya bagi istrinya. Tidak ingin terlihat lemah, dia mengalihkan pandangannya ke arah semula. Dia pula menyeka air matanya dengan kasar seolah menutupi kisah pilunya yang sangat menyakitkan.
Naluri tahu apa yang dikatakan Ibu mertuanya sampai pria di depannya terisak tiada henti, tangisannya seperti tengah menahan rasa sakit yang tidak diketahui apa obatnya. Dikhianati bahkan ditinggalkan memang sangat menyakitkan hati.
“Aku memang tidak berhak ikut serta dalam permasalahan kakak, tapi aku harus tahu apa yang sudah membuat Kakak merasakan adanya keganjalan.” Naluri mengusap lembut tangan suaminya dengan lembut, dia berusaha untuk memahami apa yang terjadi dalam kisah hidupnya.
Bagi Khalil, menikahi Naluri suatu kesalahan terbesar yang dia lakukan, tapi hal itu tidak dibenarkan si wanita yang kini menyodorkan beberapa lembar tissue ke arah suaminya.
“Saya tidak pernah meminta kamu ada di samping saya seperti ini.” Meskipun di saat bersedih ternyata dia masih sempat bersikap dingin. Padahal di daerah tersebut terasa panas, mungkin karena memang bawaan dari orok hingga sampai sekarang dia tetap bersikap demikian.
“Kamu memang tidak pernah memintanya, tapi saat ijab qobul itu terujar dari lisanmu pula menyebutkan namaku di dalamnya kemudian para tamu undangan bersorak ria serempak berkata sah, maka dari sanalah hatiku berjanji akan terus menemanimu dalam setiap waktu, Kak.”
Khalil tampaknya bungkam seribu bahasa, karena dia merasakan debaran pelan yang terasa di bagian dadanya. Dia terus memandangi istrinya yang kini menikmati harum kopi yang nyatanya menguarkan sensasi aroma menenangkan.
“Apa yang menjadi beban di kepalamu katakanlah padaku, Kak. Selain istrimu, aku juga teman hidup yang bersedia mendengarkan keluh kesahmu.”
Pria itu mengangguk pelan karena perkataan istrinya pantas diberikan dua jempol, banyak sekali kisah yang selama ini dia pendam tanpa adanya orang yang siap mendengarkan. Keberadaan Naluri di sampingnya memang menenangkan hatinya, dia ingin sekali menyudahi perkara kisah dengan Maura. Kalau pun dia mudah menyukai seseorang pasti sosok Naluri yang pertama disukainya.
Tanpa aba-aba Khalil mendekap tubuh mungil istrinya, lalu dia tergugu menangis tepatnya di pundak sang istri. Naluri merasakan adanya aliran hangat yang terasa saat mereka saling bersentuhan bahkan jaraknya sangat dekat. Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dalam dirinya, tapi sepertinya hal ini efek dari jatuh hati lagi?
“Terima kasih sudah menjadi pendengar yang terbaik.” Baru kali ini Khalil berkata semanis itu, karena biasanya dia sangat dingin dan sulit untuk ditakhlukan.
***
Maura merasa tidak nafsu makan setelah apa yang terjadi saat di pusat perbelanjaan, bayangan sosok Vera terus memenuhi pikirannya. Bagaimana jika wanita itu memngatakan persoalan barusan pada Khalil? Apakah pria itu akan yakin terhadap perkataan ibunya? Atau tetap berpegah teguh pada pendiriannya jika kekasihnya tidak akan mungkin sampai mengkhianatinya?
Wanita itu tidak bisa tenang karena terus memikirkan hal itu, seharusnya dia segera menyelesaikan hal itu dengan baik-baik. Meluruskannya dengan Khalil pasti akan ada jalannya jika hal tersebut dia lakukan. Dia hanya takut dengan pandangan kekasihnya yang pasti akan menilainya sebelah mata, apalagi saat mengathui segalanya. Apa Khalil akan tetap menerimanya?
“Apa aku temui saja Mas Khalil ya?” tanyanya entah pada siapa. Maura sangat ingin bertemu mereka, tapi ada ide yang hendak dilaksanakan mereka semoga saja satu persatu orang di antaranya terhempas.
Dia kembali mengangguk pelan memantapkan niatnya untuk bertemu dengan kekasihnya yang pastinya selalu menunggu kepulangannya. Meski dalam hati adanya rasa takut yang tidak bisa dia sembunyikan.
“Besok aku akan temui dia ke rumahnya.”
***
Follow Ig aku juga yuk :@cloveriestar
Gimana nih untuk bab ini gais?