Happy reading ♡
Boleh dong, votenya...
Hehehe
•
•
•
Pria dengan setelan jas hitam memasuki perkarangan mansionnya. Ia menekan bel beberapa kali. Tak lama, pintu terbuka menampilkan salah satu Maid menyapa dengan sopan.
"Selamat datang, Tuan." Sapa Maid tersebut sopan sambil sedikit membungkukkan badannya.
Pria tersebut hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Ia, pun, masuk ke dalam mansionnya. Sunny Arkana Dewangga_anak sulung Opa Ehan serta saudara lelaki tertua Arion. Pria hangat dan murah senyum pada siapapun. Ia melangkahkan kaki menaiki tangga yang menghubungkan dengan kamarnya. Tujuannya saat ini adalah mencari keberadaan sang Istri_Sunny Reani Revanya.
"SAYANG!!" Pekik Arkan saat sampai di depan pintu kamarnya. Ia membuka pintu tersebut menampilkan sosok wanita yang dicarinya. Sontak hatinya menghangat melihat wanita itu yang sedang duduk di kasur sambil bermain handphone.
Arkan menghampiri Istrinya. Tanpa aba-aba ia langsung menerjang tubuh sang istri dari samping membuat wanita itu terlonjak kaget.
"Ngagetin tau, nggak?!" Reani menatap Suaminya garang yang justru membuat pria itu tersenyum manis padanya.
"maaf, ya..." Arkan memeluk Reani erat seakan melepas rindu. "Kamu udah makan?"
Reani menggeleng, "belum. Aku nungguin kamu sama Dava pulang."
Arkan mendongak menatap Reani. "Dava belum pulang?"
"Kayanya, sih, belum. Soalnya aku nggak ngeliat dia dari tadi. Mungkin lagi di perjalanan." Reani menjeda perkataannya. "Kamu mandi dulu sana, ih! Terus turun buat makan malam."
Sebenarnya Arkan sangat malas untuk membersihkan diri. Tapi perutnya sudah keroncongan sehingga mengharuskannya menuruti perkataan sang Istri.
Sepeninggalan Arkan, Reani keluar kamar untuk turun kebawah guna mempersiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya. Sebenarnya sudah ada para Maid yang berkerja. Namun tetap saja, Reani selaku Ibu rumah tangga harus ikut melayani Suami serta Anaknya.
Di sisi lain, tepatnya di jalanan ibu kota, motor sport yang dikendarai oleh seorang lelaki itu melesat kencang. Jam sudah menunjukan pukul 17.56, sudah waktunya makan malam. Setelah mengantar Queenza pulang tadi, Dava memilih untuk berkumpul dengan teman-temannya terlebih dahulu.
Dava memasuki perkarangan mansionnya. Pagar dibuka oleh satpam yang menjaga. Motor Dava kembali melaju ke arah garasi. Setelahnya, tanpa menunggu lama Dava melanjutkan langkahnya menuju pintu utama mansion. Lelaki itu langsung membuka pintu tersebut, karena memang tidak terkunci.
Saat ingin menaiki tangga, suara lembut yang selalu membuat hatinya tenang terdengar. "Dava, setelah mandi langsung turun ke bawah, ya, sayang. Makan malam udah siap."
Dava menoleh dan tersenyum hangat kepada sang Bunda. "Iya, Bunda."
☞☜
Queenza terus menempel pada sang Mama. Bahkan saat Mamanya sedang membereskan peralatan makan, Queenza juga tak melepaskannya. Ia terus bergelayut manja.
Hal itu disebabkan karena sejak siang tadi Gerald terus mendiamkannya. Sebenarnya Queenza tak masalah didiamkan, tetapi yang menjadi masalahnya, handphone milik Queenza disita oleh lelaki itu. Bahkan, Baloo--boneka kesayangannya juga ikutan disita oleh Papa Arion saat pria itu tau bahwa Queenza pulang dengan lelaki lain.
Padahal, kan, lelaki itu Dava--sepupunya sendiri. Dan lagi, Queenza juga tak tau jika Gerald akan menjemputnya. Ia pikir, Dava sudah diutuskan untuk menjemput Queenza menggantikan Gerald.
"Queen, makan dulu, ya, Nak?" bujuk Mama Merry karena sedari tadi Queenza hanya menempel padanya dan tidak mau makan.
Queenza menggelengkan kepalanya. Justru gadis itu malah menatap Mamanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Abang sama Papa jahat, Ma!"
Merry yang melihat itu sontak terkejut dan beralih mengusap ujung mata Queenza lembut. "Sstt, jangan nangis, dong..." Mama Merry memeluk Queenza. Menyembunyikan kepala gadis itu ke dekapannya.
Papa Arion yang melihat kejadian itu sontak merasa bersalah. Ia melirik Gerald yang sibuk dengan makanannya seolah tak memperdulikan Queenza.
Opa Ehan-pun, sama kasihannya. Ia menatap cucu perempuannya yang masih di dekapan Merry.
Sebenarnya Gerald juga sempat melihat saat mata Queenza berkaca-kaca. Dari lubuk hati ia merasa kasihan dan tak tega melihat adiknya menangis karena ulahnya. Tapi di sisi lain, Gerald masih kesal karena Queenza pulang dengan lelaki itu yang tak lain ialah Davano.
Selesai makan malam, semua mulai meninggalkan meja makan satu persatu. Opa Ehan sudah lebih dulu masuk ke kamar karena sakit di punggungnya kumat. Tadi Opa Ehan juga sempat menenangkan Queenza agar tak menangis lagi.
Gerald juga sudah memasuki kamarnya. Masih dengan mengabaikan Queenza.
Saat Papa Arion juga ingin beranjak dari meja makan, pembicaraan Queenza dan Merry terdengar membuat langkahnya terhenti.
"Mama malam ini tidur bareng Queen, ya?"
Merry hendak menjawab, tetapi suara Arion memotongnya. "Nggak! Mana boleh Mama tidur bareng Queen. Terus Papa nanti tidur sama siapa?" sarkas pria itu.
Keduanya menoleh. Queenza menekuk wajahnya sebal. Ia melawan perkataan Papanya. "Apaan, sih? Papa nggak diajak. Queen lagi ngomong sama Mama!"
"Sstt, Queen nggak boleh ngomong gitu sama Papa. Iya, Mama bakalan tidur bareng Queen, kok."
Pria itu terdiam. Merry akan tidur dengan Queen? Mana boleh! Jika Istrinya tidur dengan Queenza, ia akan tidur dengan siapa?! Mana bisa ia ditinggalkan oleh orang terkasihnya. Katakan saja Arion ini bulol. Memang sejak awal pria itu sudah sangat lengket dan manja pada istrinya. Sebentar-pun tak bisa ia habiskan waktu tanpa sang Istri. Menggelikan memang, tetapi itulah faktanya.
"Sayang, kamu tidur bareng aku malam ini kaya biasanya!" Papa Arion mendekat ke arah kedua insan itu. Membuat Queenza cepat-cepat memeluk sang Mama.
"Enggak! Mama tidur bareng Queen!"
Tatapan sengit mengelilingi Merry. "Papa nggak suka kamu bantah omongan Papa, Queen."
"Queen juga nggak suka Baloo disita."
"Hei, uda--" ucapan Mama Merry terputus saat Papa Arion kembali menyahut.
"Itu juga hukuman karna kamu pulang dengan lelaki lain, Queenza!"
"Queen pulang bareng Dava, bukan sama lelaki lain."
"Dava itu lelaki---"
"Dava sepupu Queen!"
Saat Papa Arion ingin menyahut lagi, Mama Merry memotong dengan lantang dan tegas. "Berhenti!" Keduanya terdiam. "Kalian ini kenapa seperti bocah usia tiga tahun, ha?" Mama Merry menatap Anak dan Suaminya bergantian.
"Malam ini Mama bakalan tidur sendirian di kamar tamu!"
Keduanya melototkan matanya tak percaya.
Queenza melepaskan pelukannya pada Mama Merry. Kemudian ia berlari menuju arah tangga. "YAUDAH, KALO GITU QUEEN BAKALAN TIDUR BARENG OPA AJA!"
Sepeninggalan Queenza, Arion menatap Istrinya memelas. "Sayang... masa, sih, kamu tidur di kamar tamu?" ia meraih tangan Istrinya untuk digenggam. "Terus aku gimana, dong?"
"Ya, nggak gimana-mana." Jawab Merry acuh.
Pantang menyerah, pria itu kembali membujuk. Ia bertekad akan terus seperti itu sampai Istrinya luluh dan tidak akan membiarkannya tidur sendirian. Mana bisa Arion tanpa Merry.
☆☆☆
To be continue