Tittle : BULLY - For a Better Future
Genre : Dark Romance
Opening Song : NCT-U_New Dream
••
••
"Adel!" teriak seseorang dari balik pintu. "Apa kau tidak berangkat sekolah?" Tak ada respons dari dalam kamar. "Ibu tidak akan datang ke sekolahmu, jika nanti ada surat panggilan dari sekolah."
"Iya. Ini sedang bersiap-siap untuk berangkat," ucap Adel sambil menyeka buliran bening.
Adel berdiri di ambang pintu kamar mandi. Seolah dia enggan berjalan meraih tas sekolahnya.
Kenapa harus ada hari Senin lagi? batin Adel.
Adelia tampak malas melangkah mendekati ranjang. Dari raut wajahnya tampak Adel sedang bingung dan tidak tenang.
"Sebenarnya aku malas berangkat sekolah, tapi--"
"Adel!"
Teriakan nyaring itu kembali terdengar lantang dari bawah sana.
"Ah, aku benar-benar benci suara itu," gerutu Adel menarik tas sekolah dan menyeretnya di lantai.
Adel berdiri di depan pintu kamarnya, menatap pintu tersebut seolah dia sedang memikirkan sesuatu.
"Aku harus tetap berangkat," cicitnya lemah.
Adelia duduk di depan sebuah piring dengan isi roti tawar yang sudah diolesi selai stroberi oleh ibunya. Adelia hanya menatap roti itu tanpa menyentuhnya sama sekali.
"Bagaimana persiapanmu? Kau harus bisa lulus dengan baik dan masuk ke perguruan tinggi favorit."
Adel benar-benar tidak fokus dengan apa yang diucapkan oleh ibunya. Entah pikiran gadis itu sedang melayang ke mana.
Adelia sekilas melihat sang ibu yang terus mengoceh. Kata-kata yang terucap itu bagaikan sebuah kereta api yang berjalan cepat masuk ke telinga kanan Adel dan langsung keluar melewati telinga kiri. Ya, seperti lorong yang sekali terlewati tanpa berhenti.
Lantas Adelia berdiri dari kursinya. Begitu bosan dia mendengarkan ibunya setiap hari mengoceh dengan tema yang sama. Adel hanya menghabiskan segelas susu hangat tanpa memakan sarapannya.
"Ibu, aku berangkat dulu." Adel langsung berlalu meninggalkan sang ibu.
Bu Dewi berhenti seketika saat melihat putri semata wayangnya pergi begitu saja, lalu dia menoleh menatap piring sarapan milik Adel. Di sana masing tergeletak roti selai stroberi yang dia siapkan untuk Adel.
"Adel, sarapanmu," teriak Bu Dewi.
"Aku sudah kenyang," balas Adel tanpa menoleh.
"Setidaknya kau bisa membawanya untuk bekal makan siang," sambung Bu Dewi.
Ceklik!
Pintu tertutup dan tubuh Adel sudah tidak terlihat lagi. Bu Dewi menatap pintu utama dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa dengan dia? Akhir-akhir ini terlihat sangat aneh. Apa aku terlalu keras padanya?" Bu Dewi semakin khawatir dengan Adelia.
Bu Dewi melihat Adel belakangan ini sering murung dan suka menyendiri. Lebih banyak diam dan dari raut wajahnya Adel seperti tertekan.
"Apa karena ujian kelulusan semakin dekat dan aku memaksanya untuk masuk perguruan tinggi favorit?" Bu Dewi menggelengkan kepalanya.
***
Tiin ... tiin!
Bunyi suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pagi itu. Tak jarang suara klakson saling bersautan seperti irama suara konser.
Cuaca ibu kota pagi itu sangat indah. Hirup pikuk suasana jalanan yang padat dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum membelah keramaian jalanan Ibukota.
Sejuta pasang kaki berjalan meramaikan trotoar jalan, termasuk seorang gadis bernama Kayana Prameswari. Gadis berusia 18 tahun ini berjalan dengan membawa sejuta harapan untuk masa depannya.
Kayana melangkahkan kakinya dengan mantap menuju SMA Harapan. Di mana di sekolah itu Kayana menuntut ilmu.
"Ujian semakin dekat. Aku harus lebih giat belajar agar bisa masuk perguruan tinggi favorit. Aku harus bisa menunjukkan keberhasilanku ini pada ayah." Kayana mengangkat kepalanya dan menatap langit biru pagi itu. "Ayah, lihatlah anakmu ini pasti akan berhasil menjadi orang sukses." Senyuman manis dan cantik menghiasi bibir tipisnya.
Kayana kembali melangkah, menyusuri trotoar. Lalu dia memilih jalan pintas masuk ke sebuah gang dan melewati rumah susun. Hal itu Kayana lakukan untuk menghemat waktu sampai lebih cepat ke sekolahnya.
Kayana yang biasa dipanggil Kay ini hanya tinggal dengan ibunya. Sang ayah meninggal saat Kayana berumur 15 tahun. Mereka hidup sederhana dan sebab itulah Kay ingin menjadi orang sukses untuk bisa mengubah kehidupannya.
Di sisi lain, Adelia yang berjalan dengan sedikit melamun. Melangkah pelan dengan tatapan kosong, seperti sedang melamunkan sesuatu. Dari jauh tampak Kayana berteriak memanggil nama Adelia, akan tetapi gadis itu tidak mendengar teriakan Kayana.
Kayana berlari hendak mengejar Adel. Namun, mendadak langkahnya terhenti saat melihat sebuah kendaraan melaju cepat ke arah Adelia. Adelia sendiri menyeberang jalan tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Spontan Kayana berteriak memanggil nama Adel.
Dia segera berlari sekuat tenaga. Beruntung nyawa Adel selamat, Kayana menarik tangan Adel ke tepi. Kedua gadis itu jatuh bersamaan di trotoar.
"Gila! Kau mau mati?" cicit Kayana dengan bahu bergejolak naik turun. Adel sendiri terlihat syok.
"Ma-maaf ...."
"Kenapa tiba-tiba menyeberang jalan tanpa menoleh kanan dan kiri? Kalau aku tidak menarikmu ke tepi, nyawamu pasti sudah melayang."
Adelia diam dan menunduk. Dia tidak menatap sahabatnya yang sedang berceramah. Adelia memang beruntung punya sahabat seperti Kayana, tapi Kayana sendiri belum tahu yang sebenarnya.
"Ayo berdiri. Kita harus secepatnya tiba di sekolah," ajak Kayana sembari mengulurkan tangannya.
Adelia mengangkat kepalanya dan menatap telapak tangan Kayana, lalu tatapannya beralih ke wajah Kayana. Melihat senyum khas Kay yang manis membuat Adelia sedikit lega.
"Ayo, bangun." Kay menarik tangan Adelia. Gadis itu mengangguk dan membalas senyuman Kay. Keduanya berjalan beriringan dan bergandeng tangan.
Adelia adalah sahabat Kayana dari pertama masuk SMA. Adelia lebih beruntung dari pada Kayana. Dia lahir dari keluarga menengah atas, akan tetapi Adel tidak pernah memilih-milih dalam hal berteman hingga akhirnya persahabatan terjalin antara Kayana dan Adelia.
Bukan hanya Bu Dewi yang merasakan keanehan pada diri Adelia. Kayana sebagai sahabatnya sendiri pun mulai merasakan keanehan dalam diri Adel.
Adelia yang selalu periang mendadak menjadi pendiam dan suka melamun. Ya, seperti kejadian yang baru beberapa saat terjadi. Adelia berjalan tanpa memperhatikan sekitar, pandangan kosong.
Namun, Kay tidak ingin berpikir negatif thinking. Kay berpikir mungkin karena sebentar lagi ujian kelulusan dan ditambah lagi dengan ujian seleksi masuk perguruan tinggi membuat Adelia tertekan serta stres. Hal itu tidak dipungkiri juga oleh Kayana, dia juga merasa sangat stres.
Kayana menepis semua pikiran negatif tentang Adelia, bahkan Kay mencoba menghibur sahabatnya itu. Kedua berjalan berdendang ria menyanyikan sebuah lagu. Adelia pun ikut berdendang dan tersenyum.
Sampai di gerbang sekolah, tiba-tiba Adelia menghentikan langkahnya dan menarik tangannya dari genggaman tangan Kayana. Netra hitam Adelia menangkap sesuatu di depan sana. Mendadak dia menelan saliva nya sendiri.
Kayana menoleh heran. "Del, kau kenapa? Apa kau sakit? Kenapa tiba-tiba wajahmu pucat?" Begitulah reaksi Kayana saat melihat Adel.
Adel menggelengkan kepalanya merespons Kayana. "A-aku tidak apa-apa."
Kayana mengerutkan kening, dia menangkap ada sedikit ketakutan dari mimik wajah Adel.
"Yakin. Kau tidak apa-apa?"
Adelia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Kayana.
"Ayo masuk. Sebentar lagi jam pertama akan dimulai." Kayana kembali menarik tangan Adelia.
Namun, Adel seperti menolak tarikan tangan Kayana. Adel menyembunyikan tangannya ke belakang dan dia menundukkan kepalanya saat Kayana menatapnya.
Adelia seperti enggan menatap Kayana, tapi sebenarnya bukan itu yang Adel maksud. Ada sesuatu yang ingin Adel hindari.
Sebenarnya apa yang terjadi pada Adelia? Kenapa dia seperti ketakutan?
Bantu vote ya gaes ....
Jumat, 1 July 2022
©Copyright 2022