“Aku merasa sedih karena tidak dapat menyentuhmu. Aku Hanya bisa memandangmu. Kau yang berada tepat di hadapanku dan aku ada di belakangmu. Aku selalu berada dalam bayangmu. Dengan wajah yang muram aku menangis. Aku tidak dapat memintamu untuk kembali. Aku menangis lagi! Aku mencintaimu! Aku mencintaimu lebih dari hari kemarin. Kata yang ada dalam hatiku tidak dapat Ku ungkapkan. Cintaku yang bertepuk sebelah tangan ini, sangat menyakitkan. Dan kau seperti orang bodoh yang tidak pernah mau tahu tentang perasaanku.”
(Park Yoon Bi)
“Apakah kau baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu? Aku sangat merindukan keluh kesahmu yang menjemukan itu. Apa kau baik-baik saja tanpaku? Aku menyesal ratusan kali dalam sehari. Aku hidup tanpa merasakan kehadiranmu di hari-hariku. Rasanya aku tidak dapat hidup dan melupakanmu.
Orang yang dahulu mencintaiku sekarang tidak ada disisiku. Aku belum bisa melupakanmu. Ini sangat menyakitkan dan aku tidak bisa melupakanmu. Wajahmu yang memandangku dan dengan tersenyum kau memelukku. Aku selalu dapat tersenyum karena ada dirimu. Aku selalu merasa bahagia karenamu.”
(Lee Donghae)
“Di sini terasa sangat sakit, terus menerus sakit, obat apa pun tidak dapat menyembuhkan rasa sakit ini. Mengapa begitu? Mengapa kepadaku? kau yang mengatakan bahwa kau tidak dapat hidup dan ingin mati tanpa diriku! Setidaknya berpura-puralah menenangkanku, sedikit saja sebelum kau harus pergi. Di sini terasa sakit. Karena cinta, cinta kita yang berakhir. Hatiku terluka dan air mata ini terus mengalir. Terasa sangat sakit meskipun kau hanya menyentuh sedikit saja. Di sini terasa sakit! Kau jahat, kau dingin, kau bukanlah orang yang biasanya kukenal. Aku mencintaimu! Jika kau mendengar teriakan ini. Meskipun hanya sekali saja, peluklah aku dengan kehangatanmu.”
(Cho Jae Hyun)
“Aku terus menerus merasa takut. Takut karena mencintaimu. Kau akan menjauh jika aku semakin mendekat, aku seperti orang bodoh yang tidak bisa berkata apapun. Hatiku memanas saat memikirkanmu. Karenamu aku merasa sakit, mengeluh, tertawa dan menangis yang tidak berguna. Karenamu aku begini, karena kau yang kucintai. Karena sejak pertama aku hanya tau tentangmu.
Semua karenamu, karenamu yang aku inginkan. Aku mencintaimu! Meski pun sakit, meskipun sulit, karenamu aku baik-baik saja. Aku mencintaimu! Aku terus memandangmu, terus menunggumu, aku bersedih karenamu. Semua karenamu!”
(Cho KyuHyun)
-oOo-
Pyeongchang-Dong, Seoul 11.30 KST
“Aish, Aku bosan!” Suara erangan frustasi itu menggema di ruang tengah. Kim Yoo Ri, melemparkan remot TV dengan perasaan kesal. Sejak tadi tangannya tidak henti-hentinya menekan tombol remot itu dengan niat ingin menghilangkan rasa jenuhnya, tapi bukannya hilang justru rasa jenuh itu semakin bertambah.
“Ck! Kalian sangat keterlaluan. Teganya kalian meninggalkanku sendirian di rumah. Apa kalian tidak menghawatirkan kakak kalian yang cantik ini. Eoh? Awas saja kalau kalian pulang nanti, aku tidak akan mau memasak lagi!” omel Yoo Ri kesal, matanya menatap sebuah foto yang tergantung di dinding ruang tamu yang bercat hijau itu. Foto dirinya dan kedua adiknya –Kim Hyun Eun dan Kim Myung Soo–
“Kenapa juga kalian tidak menelponku, Eoh? Apa kalian sudah lupa kalau kalian masih punya seorang kakak?” Kali ini gadis itu bicara sambil melihat layar ponselnya, yang lagi-lagi di sana terpasang foto dirinya dan kedua adiknya.
“Ck!kalian menyebalkan...” Yoo Ri melemparkan ponselnya kesudut sofa, mangambil bantal di sampingnya kemudian memeluknya dengan erat.
“Eomma... Appa... kenapa kalian harus menitipkan kedua makluk menyebalkan itu padaku, Eoh? Kenapa kalian tidak menitipkan yang lebih manis! Aish Jinjja! Lama-lama aku bisa gila.” Gumam Yoo Ri. Mata beningnya mulai berkaca-kaca mengingat kembali kedua orang tuanya yang sudah lama meninggal.
Kim Yoo Ri adalah anak pertama dari pasangan Kim Soo Hyun dan Lee Yoo Eun, di usianya yang masih sangat muda Yoo Ri sudah harus menggantikan posisi mereka untuk menjaga kedua adiknya. Secara tidak langsung Yoo Ri sudah menjadi orang tua bagi Hyun Eun dan Myung Soo. Yoo Ri harus berperan sebagai seorang ayah sekaligus ibu untuk mereka. Memang berat pada awalnya, tapi Yoo Ri tetap berusaha untuk menjaga dan merawat kedua adiknya itu dengan penuh kasih sayang. Karena bagi Yoo Ri mereka sangat berarti, hanya mereka yang mampu menyulutkan semangat hidup dalam dirinya.
“Yaa... Eonni! Kau kenapa, Eo? Kau menangis?” suara seorang gadis yang baru saja masuk kedalam rumah itu, mengejutkan Yoo Ri.
“Yaa... Kim Ae Ra, kau tidak bisa menekan bel dulu sebelum masuk ke rumah, Eoh? Kalau aku sedang mandi atau ganti baju bagaimana, Eoh?” Yoo Ri menatap adik sepupunya itu –Kim Ae Ra– dengan perasaan semakin jengkel.
Kim Ae Ra, anak dari adik Eomma Yoo Ri itu memang sama menyebalkannya seperti Hyun Eun. Tapi biar pun bagitu Yoo Ri juga sangat menyayanginya sama seperti kedua adiknya. Karena Ae Ra lebih peduli dan lebih perhatian kepada Yoo Ri. Gadis itu selalu menyempatkan dirinya untuk mampir ke rumah, walau hanya sekedar mengecek apa Eonni-nya yang satu ini baik-baik saja atau tidak. Ae Ra anak bungsu dari dua bersaudara, gadis itu juga memiliki seorang kakak. Kim Hee Chul, yang kini tengah menjalankan kewajibannya untuk negara.
“Aish, sampai mati pun aku tidak berniat untuk melihat kau mandi, Eonni. Tubuhku lebih bagus dari tubuhmu.” Ujar Ae Ra santai sambil berjalan menuju dapur.
“Iya, kalau kau memang tidak. Tapi bagaimana dengan namja yang kau bawa ini, Eoh?” Ucapan Yoo Ri membuat Ae Ra menghentikan gerakan tangannya memegang pintu kulkas segera gadis itu menolehkan wajahnya kearah Yoo Ri.
“Yak! Oppa. Apa yang kau lakukan, Eo?” Ae Ra Menatap tajam namja yang duduk di samping Yoo Ri. Namja yang di tegur Itu hanya tersenyum polos. Memasang wajah tidak berdosanya.
“Yak! Singkirkan kepalamu, Kim Joong Wo. Kepalamu itu sangat berat, Bodoh!” omel Yoo Ri ketus sambil menyingkirkan kepala namja itu dari bahunya.
“Kau pelit sekali, Noona.” Namja itu –Kim Joong Won– memajukan sedikit bibirnya, membuat Yoo Ri gemas dengan tingkahnya itu.
“Mwoya? Noona kau bilang? Yak! Kau itu lebih tua 4 tahun dariku, bodoh.” Yoo Ri mendoromg kepala Joong Won dengan gemas.
“Tapi kan sebentar lagi kau akan menjadi Noona-ku.” Jawab Joong Won masih dengan wajah polosnya.
“Cih! Aku tidak sudi punya adik ipar sepertimu, Joong Won-ssi.” Cibir Yoo Ri sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa.
“Aigo... kenapa juga aku harus hidup di antara orang-orang aneh ini.” Gumam Yoo Ri tidak jelas.
“Ini minumanmu, Oppa.” Ujar Ae Ra, tangan kanannya menyodorkan segelas jus jeruk ke hadapan Joong Won. Dengan cepat Joong Won mengambilnya lalu meneguk jus itu hingga tandas.
“Yaa... Eonni. Ucapanmu tadi keterlaluan.” Ae Ra mengangkat kedua kaki Yoo Ri, mengambil duduk di tengah-tengah antara Yoo Ri dan Joong Won kemudian meletakan kembali kaki Yoo Ri di atas pangkuannya.
“Kau kenapa, eo? Apa kau sedang merindukan kedua adik-mu itu?” Ae Ra menatap Yoo Ri yang sedang memejamkan matanya.
“Jangan bahas mereka lagi. Mereka bukan adik-ku.” Ucap Yoo Ri kesal kemudian membalikan tubuhnya menghadap ke arah sandaran sofa.
“Apa Dia sedang merajuk, karena di tinggal pergi adik-adiknya?” tanya Joong Won.
“Nan, Molla.”
Ting-Tong
Ae Ra dan Joong Won saling menatap begitu mendengar bel pintu rumah itu berbunyi.
“Buka pintunya Oppa.” Perintah Ae Ra dengan santai.
“Shireo! Kau saja sana yang buka. Aku sedang sibuk menonton, Jagi!”Jawab Joong Won sambil memalingkan wajahnya menghindari tatapan memohon dari Ae Ra.
“Aish, kau menyebalkan, Oppa!” Ae Ra mencubit lengan Joong Won tapi namja itu sama sekali tidak menghiraukannya.
“Yak! Eonni. Bangun! di depan ada tamu.” Teriak Ae Ra.
Ting-tong
“Aish, apa kalian tidak punya kaki dan tangan, Eoh?” Yoo Ri balas berteriak tapi Ae Ra dan Joong Wo justru pura-pura tidak mendengarnya. Ae Ra menyandarkan kepala di bahu Joong Won sedangkan namja itu tetap fokus menatap kelayar datar di depannya.
“Ya Tuhan, aku rasa aku benar-benar akan gila kalau terus tinggal bersama kalian.” Gerutu Yoo Rin, gadis itu menendang kaki Joong Won sebelum beranjak dari sofa kemudian dengan malas melangkahkan kakinya menuju pintu depan.
Cklek...
“Annyeong haseyo Noona.” Yoo Ri mengerjapkan matanya berkali-kali begitu melihat wajah di balik pintu itu, gadis itu berusaha menyakinkan penglihatannya.
“Choi Minho.” Gumam Yoo Ri tertahan.
“Ne, Noona. Apa boleh aku masuk, Noona?” Tanya Minho sambil menyunggingkan senyum andalannya. Senyum yang sangat disukai Yoo Ri sejak awal pertemuan mereka kemarin.
“Eoh, tentu saja.” Yoo Ri membuka pintu rumahnya lebih lebar, mempersilakan Minho masuk. Tapi baru beberapa langkah Minho menginjakan kakinya kedalam rumah, Yoo Ri mengingat sesutu.
“Eo, tapi Myung Soo sedang tidak ada di rumah, Minho~ya. Dia ikut Hyun Eun ke pulau jeju.” Jelas Yoo Ri.
“Aku sudah tau. Tadi Dia menelponku, menyuruhku untuk menemanimu, Noona.” Jawab minho santai.
“Apa kau sendirian di rumah Noona?” sambung Minho sambil menghampiri Yoo Ri yang masih mematung di depan pintu rumah.
“E-eo... Ani, ada Ae Ra dan kekasihnya di dalam.” Jawab Yoo Ri gugup begitu Minho semakin mendekat. Yoo Ri menahan nafasnya saat minho tepat berdiri di depannya, jantungnya mulai gaduh ketika Minho mencondongkan sedikit tubuhnya dan secara otomatis Yoo Ri mendorong tubuhnya kebelakang.
“Tutup pintunya Noona, di sekitar sini tidak aman. Banyak pencuri yang berkeliaran.” Ujar minho sambil menutup pintu. Minho mengulum senyumnya melihat eksperesi wajah Yoo Ri yang menurutnya terlihat sangat lucu itu. Yoo Ri melepaskan nafasnya yang sejak tadi Ia tahan setelah Minho berlalu masuk kedalam.
“Aku rasa aku sudah gila. Ya Tuhan, kenapa bocah itu sangat mempesona, eoh? Yaa.. Kim Yoo Ri sadarlah!” Yoo Ri memukul-mukul sendiri kepalanya.
-oOo-
Hyatt Regency Hotel, Jeju Island 11.55 KST
Donghae terus manatap kedua orang yang tengah berpelukan itu dengan perasaan iri. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Ia memalingkan wajahnya kemudian tersenyum kecut.
“Akhirnya Dia kembali.” Gumam Donghae sambil melangkahkan kakinya menjauhi tempat itu.
“Eonni, Kau mau tidur sekamar denganku atau dengan namja penjahat itu, Eo?” pertanyaan gadis itu dijawab dengan tatapan tajam dari orang yang ditanyanya dan ucapan gadis itu menghentikan langkah Donghae. Namja itu memperhatikan keempat orang yang berada tidak jauh darinya. Dua orang yang sudah sangat Ia kenal ada di antara meraka.
“Yaa.. bisakah kau berhenti memanggilku namja penjahat?” ujar namja yang ada di belakang gadis itu.
“Bisakah aku tidur dengan adik-mu saja? Aku tidak mau tidur satu kamar denganmu atau pun dengan namja penjahat itu.” Ujar Jae Hyun datar.
“Yak!” tariak Hyun Eun dan KyuHyun kompak.
“Kenapa kau juga ikut-ikutan menyebutku namja panjahat, Eo?” Protes KyuHyun kesal.
“Adik-ku ini masih kecil, Eonni.” Hyun Eun mengapit lengan Myung Soo erat-erat. Namja tampan itu hanya tersenyum melihat kelakuan Noona-nya yang semakin hari semakin seperti anak kecil saja.
“Myung Soo~ya, kau tidur dengan Noona malam ini, ne?” Jae Hyun mulai jahil menggoda Hyun Eun dan Myung Soo. Saat ini perasaan Jae Hyun mulai sedikit membaik karena ada orang-orang ini di sekitarnya, setidaknya Ia tidak merasa kesepian atau merasa sendirian.
“Eonni!”
“Aku tidak akan melakukan apa-apa padanya, bodoh. Aku ini masih normal, Aku bukan Noona pedofil.” Jae Hyun mendorong pelan kening Hyun Eun.
“Noona, kalau kau seperti ini terus bisa-bisa tidak ada yeoja yang mau denganku.” Ujar Myung Soo. Hyun Eun langsung menatapnya tajam.
“Nah, Dengarkan adik-mu itu. Kajja, Myung Soo~ya kita ke kamar sekarang.” Ucap Jae Hyun sambil membalikan tubuhnya.
“Cho Jae Hyun bisa kita bicara sebentar?” Donghae yang sejak tadi hanya memperhatikan mereka akhirnya bersuara juga. Suara lembutnya bagaikan pisau yang menusuk jantung Jae Hyun. Gadis itu menatap tidak percaya kearah Donghae yang kini sudah ada di hadapannya.
“Eonni, aku ke kamar duluan, ne? Kau harus tidur sekamar denganku malam ini.” Bisik Hyun Eun, gadis itu menyeret tangan Myung Soo. Memberikan waktu untuk mereka berdua. KyuHyun hanya diam di tempatnya masih betah menatap Jae Hyun dan Donghae.
“Bisa kita bicara di taman?” Tanya Donghae sekali lagi. Jae Hyun menghela nafasnya. Ia menyesal datang ke tempat ini, menyesal karena harus bertemu lagi dengan Namja ini. Jae Hyun meruntuki dirinya sendiri.
‘Ternyata datang ke sini bukanlah pilihan yang tepat. Aku salah mengambil keputusan. Andai saja tadi aku mendengarkan dan menuruti kata-kata KyuHyun. Aku pasti tidak akan melihat wajah itu lagi. Wajah yang selalu saja muncul dalam mimpiku. Wajah yang sangat Aku rindukan.’
-oOo-
“Apa yang ingin kau bicarakan, Donghae-ssi?” Ujar Jae Hyun dengan suara bergetar. Donghae menundukan wajahnya, tersenyum pahit ketika mendengar suara Jae Hyun memanggilnya seperti itu. Hatinya terasa perih seperti tersayat benda tajam, menambah rasa sakit dan luka yang lebih dalam lagi.
‘Donghae-ssi? secepat itu kah panggilan untukku berubah? Kemana perginya panggilan Donghae Oppa? Kemana pula perginya gadis-ku yang ceria? Cho Jae Hyun-ku?’
“Mianhae!” Ucap Donghae lirih.
“Mwoga?”
“Untuk semuanya. Maafkan aku.” Ujar Donghae lagi. Mata teduhnya menatap wajah muram Jae Hyun.
“Lupakan saja. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita.” Ucap Jae Hyun tidak kalah lirihnya dari Donghae. Gadis itu menatap kosong laut lepas yang ada di hadapannya saat ini. Ingin rasanya Ia tenggelam, ikut hanyut bersama ombak pantai.
“Aku tidak yakin bisa melakukannya, Jae Hyun~ah. Kau... terlalu berarti dalam hidupku.” Ucap Donghae. Matanya ikut menatap lautan biru itu.
“Apa sebaiknya kita tenggelam bersama saja, Oppa? Melepas semua rasa sakit ini!” Setetes bulir bening meluncur dengan mulus di pipi Jae Hyun.
“Ayo kita lakukan! Kalau itu dapat membuat kita tetap bersama. Ayo kita lakukan.” Jawab Donghae. Jae Hyun tersenyum kecut mendengar jawaban Donghae.
“Ani, Aku tidak mau menyakiti hati yang lain, cukup kau dan aku saja yang merasakannya.” Jae Hyun menatap mata Donghae.
“Apa takdir kita akan berakhir sampai di sini? Tidak bisakah kita merubahnya?” Jae Hyun hanya menggelengkan kepalanya pelan, sebagai jawaban atas pertanyaan Donghae.
“Takdir kita sudah berakhir.” Ucap Jae Hyun perih, air matanya terus mengalir begitu pun dengan Donghae.
-oOo-
“Oppa...” Panggil Yoon Bi begitu melihat Donghae sedang berjalan menghampirinya.
“Appa, Eomma dan Abeoji ingin bertemu dengan kita.” Ucap Donghae, tatapan matanya tertuju pada sosok Namja yang sejak tadi ada di samping Yoon Bi.
“Arraseo.” Yoon Bi menoleh ke sampingnya, menatap wajah namja itu, namja yang setengah jam lalu masih tertawa bersamanya. Tapi sekarang wajah namja itu berubah menjadi dingin.
“Oppa, kau ikut dengan kami kan?” Tanya Yoon Bi pada Namja itu.
“Ani, aku harus pergi kesuatu tempat, Yoon~ah” Jawab Namja itu, balas menatap Yoon Bi dengan lembut.
“Hyung, Appa dan Eomma juga ingin bertemu denganmu.” Ujar Donghae datar.
“Eomma? Appa? Sejak kapan aku punya orang tua?” Jawab Namja itu dingin lalu tersenyum sinis. Ani, mungkin lebih tepatnya senyum terluka.
“Oppa...” panggil Yoon Bi pelan, gadis itu bisa melihat dan merasakan tatapan terluka dari mata dingin Namja itu –Song Joong Ki– Yoon Bi sudah sangat paham, di balik wajah dan tatapan dinginnya. Song Joong Ki terlalu banyak menyimpan luka di hatinya. Luka yang teramat dalam.
“Aku harus pergi sekarang.” Ucap Joong Ki sambil mengelus lembut puncak kepala Yoon Bi lalu mengecup pelan kening gadis itu.
“Hyung, tidak bisakah kau sopan sedikit pada mareka?” Ujar Donghae sedikit emosi.
“Tidak akan pernah. Karena mereka bukan orang tuaku.” Jawab Joong Ki. sebelum pergi Ia menatap lembut Yoon Bi lalu tersenyum. Donghae mengepalkan kedua tangannya menahan amarah dan rasa kesal di hatinya.
“Oppa...” panggil Yoon Bi begitu Joong Ki mulai menjauhi mereka.
“Kajja, kita harus pergi sekarang.” Ucap Donghae dingin sambil menarik pergelangan tangan Yoon Bi. Mengajaknya pergi dari tempat itu.
“Eo, Hyung! Kau sudah kembali?” Teriakan itu membuat wajah dingin Joong Ki kembali cerah.
“Yaa... Monkey. Kau dari mana saja, eo?” Joong Ki memukul pelan kepala Namja itu.
“Aish, kau ini. Namaku itu Lee Hyuk Jae bukan Monkey.” Gerutu namja itu sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena ulah Joong Ki barusan.
“Aigo... Namamu memang Lee Hyuk Jae tapi kelakuanmu lebih mirip Monkey.” Sahut Joong Ki sambil tertawa.
“Yak! Hyung. Sekarang mana oleh-oleh untukku, Eoh?” Namja bernama Lee Hyuk Jae itu menadahkan telapak tangannya.
“Oleh-oleh apa?” Joong Ki balik bertanya, sengaja memasang wajah polosnya.
“Aish, Kau itu pelit sekali, Hyung. Setidaknya bawakan aku gadis-gadis jepang yang cantik. Kau kan model, pasti kau punya banyak teman model wanita yang cantik-cantik kan?”
“Aigo... Kau sama sekali tidak berubah, Hyuk Jae~ya. Berhentilah mengejar-ngejar gadis cantik yang bodoh itu. Carilah gadis yang baik yang bisa mencintaimu dengan tulus.” Ujar Joong Ki menasehati Hyuk Jae.
“Aaahhh... Tapi aku tidak yakin kalau ada gadis baik yang akan jatuh cinta padamu.” Lanjut Joong Ki sambil berlalu dari hadapan Hyuk Jae.
“Yak! Hyung! Ucapanmu terlalu kejam.”
-oOo-
Hyatt Regency Restorant, Jeju Island 13.19 KST
Donghae terus saja menarik tangan Yoon Bi, melewati Lobby Hotel menuju Restorant. Namja itu terus berjalan cepat, Ia sama sekali tidak mendengarkan jeritan Yoon Bi yang kesakitan, nafas gadis itu terengah tidak beraturan karena Ia kualahan menyamai langkah besar Donghae. Dengan kasar Yoon Bi menyentakan tangannya membuat Namja itu menhentikan langkahnya.
“Wae?” Tanya Donghae tanpa rasa bersalah.
“Aku bisa jalan sendiri! Kau tidak perlu menarikku seperti ini.” Jawab Yoon Bi datar. Gadis itu melepaskan tangannya dari genggaman Donghae lalu menatap Namja itu tajam.
“Kalau kau ingin membatalkan pernikahan itu. Batalkan sakarang juga!” ucap Yoon Bi dingin kemudian gadis itu melangkahkan kakinya mendahului Donghae.
“Aish!” Donghae menggigit bibirnya dan mengacak rambutnya dengan kesal. Ia baru menyadari kesalahannya.
Yoon Bi terus berjalan meninggalkan Donghae. Air matanya mulai menggenang, semakin Ia menjauh air mata itu terus mendesak ingin segera keluar.
“Yoon Bi~ya.” Yoon Bi berusaha untuk tersenyum setelah melihat 3 orang yang tengah menunggunya itu.
“Appa!” Yoon Bi menghampiri mereka.
“Annyeong haseyo Abeonim, Eommonim.” Sapa Yoon Bi ramah.
“Yoon Bi~ya, kau sendirian? Di mana Donghae? Dia tidak bersamamu?” Tanya Nyonya Lee –Eomma Donghae–
“Ah, I-itu, Eum... tadi Donghae Oppa pergi ke toilet dulu, Eommonim.” Jawab Yoon Bi gugup, gadis itu sama sekali tidak pandai dalam hal berbohong. Jika Ia sedang gugup atau berbohong pasti Yoon Bi akan menundukan kepalanya sambil memaikan jari tangannya, yang sialnya Kebisaannya itu sudah sangat di hapal oleh Appa-nya. Tuan Park –Ayah Yoon Bi– terus menatap putrinya, Ia tau kalau putri kesayangannya itu tengah berbohong. Park Yoon Jin sudah sangat mengenal karakter putrinya itu, karena Ia sendiri yang sudah membesarkan dan mendidik Yoon Bi.
Park Yoon Bi adalah putri tunggal dari Dokter Park Yoon Jin. Eomma Yoon Bi sudah lama meninggal, wanita itu pergi meninggalkannya pada saat berjuang untuk melahirkan dirinya.
“Mianhae Aku terlambat.” Semua mata tertuju pada suara itu.
“Duduklah, ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian berdua.” Pria paruh baya itu menatap Donghae dan Yoon Bi bergantian. Mereka pun hanya bisa menuruti kata-kata Tuan Lee –Ayah Donghae– duduk dihadapan orang tua mereka.
“Aku akan memindah tugaskan gadis itu ke Rumah Sakit lain!” Suara tegas itu membuat empat pasang mata lainnya mentap Kearahnya.
“Appa!” Protes Donghae.
“Wae? Kau tidak terima? Ingat, kalau kau masih terus menemuinya dan menggagalkan pernikahan ini. Aku tidak akan segan-segan menghancurkan keluarga gadis itu!”
“Barhentilah menemuinya. Kau tidak merasa bersalah pada calon ayah mertua dan calon istri-mu, Hah?” Ucap Pria paruh baya itu setengah berteriak.
“Yeobo...” Nyonya Lee yang duduk tepat di samping Tuan Lee itu berusaha menenangkan sang suami.
“Wae? Kau mau membelanya lagi, Eoh? Berhenti terus membelanya. Dia bukan anak kecil lagi.”
“Cukup! Aku akan menuruti semua kemauanmu! Hajiman... aku tidak akan diam saja jika kau berani menyakiti gadis itu, Lee Sajangnim.” Ucap Donghae dingin dan tajam. Namja itu menatap Ayahnya tanpa rasa takut. Yoon Bi meraih tangan Donghae yang duduk di sampingnya, berusaha menenangkan emosi Namja itu, tapi dengan kasar Donghae menarik tangannya kemudian bangun dari tempat duduknya.
“Donghae~ya...” Panggil Nyonya Lee saat putra-nya itu pergi begitu saja.
“Geumanhae! Biarkan Dia pergi!”
Yoon Bi menggigit bibir bawahnya pelan, menatap Ayahnya dengan sendu. Tuan Park hanya bisa membalasnya dengan tersenyum lembut. Senyum itu seolah mengatakan ‘Gwenchana, Yoon~ah!’
‘Apa kau begitu mencintainya, Oppa? Tidak bisakah cintamu itu berpindah kepadaku? Aku juga ingin memiliki cintamu itu. Aku ingin egois, Oppa! Aku menginginkan dirimu. Hatimu juga cintamu!’
-oOo-
Hyatt Regency Hotel, Jeju Island 03 Mei 2009 08.15 KST
“Aish, Jinjja. Aku telat bangun! Apa acaranya sudah dimulai?” Gumam gadis manis itu sambil terus melangkah terburu-buru. Rambut panjang yang di sanggul sembarangan terlihat sedikit berantakan.
BRUK
“Kyaaa...” Jeritan gadis itu menggema Ketika dengan tanpa perasaan seorang Namja menabrak tubuh kecilnya hingga jatuh terduduk di lantai yang dingin itu.
“Yak! Apa yang kau lakukan, hah? Apa kau tidak punya mata, Eoh?” Teriak gadis itu tepat di wajah Namja yang menabraknya. Yang sialnya Namja itu pun ikut jatuh berasamanya. Tubuh Namja itu hampir menundih tubuh kecilnya. Namja itu hanya tertegun melihat wajah kesal di hadapannya itu.
“Mianhae! aku tidak sengaja, Agassi.” Sesal Namja itu.
“Aish, Jinjja! Aku benar-benar sial pagi ini.” Gerutu gadis itu jengkel.
“Yak! Menyingkirlah! Tubuhmu itu berat, bodoh!” Gadis itu mendorong tubuh Namja itu dengan kasar.
“Suaramu benar-benar menakutkan, Agassi.” Ujar Namja itu sambil merapikan setelan jasnya yang sedikit berantakan.
“Mwo? Menakutkan kau bilang?” Gadis itu berdiri lalu menendang kaki Namja itu dengan perasaan kesal.
“YAK!” Namja itu meringis menahan sakit di bagian kakinya
“Rasakan!”
“Noona! Kau sedang apa di sini, Eo? Acaranya akan segara di mulai.” Seorang Namja tampan menghampiri gadis itu.
“Myung Soo~ya...”
“Yaa... penampilanmu sangat berantakan Noona.” Ujar Namja itu –Kim Myung Soo– sambil merapikan rambut kakak perempuannya itu –Kim Hyun Eun–
“Aish, ini semua gara-gara Namja bodoh itu.” Hyun Eun menatap kesal Namja yang barusan menabraknya.
“Hyuk Jae~ya, kau masih di sini?” Suara lembut itu menarik perhatian 3 orang yang ada di sana.
“Hyung!”
“Yaa... Kajja, Kita harus melihat Yoon sebelum acaranya di mulai.” Namja tampan bersuara lembut itu merangkul pundak Hyuk Jae.
“Tunggu sebentar, Hyung!” Ucap Hyuk Jae.
“Agassi, Aku minta maaf karena sudah menabrakmu. Aku tidak sengaja.” Sesal Hyun Jae dengan raut wajah bersalah.
“Noona, Kau tidak apa-apakan? Apa kau terluka?” Tanya Myung Soo khawatir, Namja itu membolak-balik tubuh Hyun Eun. Memperhatikan apa Noona-nya itu terluka atau tidak.
“Gwenchana. Aku hanya jatuh tadi.” Jelas Hyun Eun menenangkan adik-nya itu.
“Kau yakin tidak apa-apa, Agassi?” Tanya Hyuk Jae memastikan.
“Ne, Aku baik-baik saja.”
“Yaa... Monkey! Kau jalan tidak menggunakan matamu, Eo? Sampai harus menabrak begitu.” Omel Namja tampan itu.
“Aish, Hyung! Aku kan tidak sengaja.” Jawab Hyuk Jae dengan muka memelas.
“Sudahlah, lagi pula aku juga tidak apa-apa.” Ujar Hyun Eun.
“Maafkan, kecerobohan adik-ku ini, agassi.” Ucap Namja tampan itu ramah sambil tersenyum.
“Ne, Gwenchana. Ah, Kalau begitu kami permisi.” Hyun Eun membungkukan sedikit badannya.
“Kajja.” Ucap Hyun Eun sambil menggandeng lengan Myung Soo.
“Kau baik-baik saja kan, Noona? Bukankah tadi kau sangat kesal dengan Namja itu?” Tanya Myung Soo penasaran, Namja itu masih tidak percaya kalau Noona-nya itu mau memaafkan Namja itu dengan mudah.
“Yaa... kau tidak lihat Namja yang di panggilnya Hyung itu?”
“Aku lihat, memangnya kenapa?” Tanya Myung Soo lagi, Tangan Namja itu masih saja sibuk merapikan rambut Noona-nya yang masih terlihat berantakan.
“Dia sangat tampan dan ramah. Aku jadi tidak enak mau memaki Adik-nya itu.” Jawab Hyun Eun sambil tersenyum aneh.
“Aish, sudah ku duga ada yang tidak beres denganmu.” Myung Soo mengacak rambut Hyun Eun yang sudah terlihat rapi, karena gemas Myung Soo malah merusaknya lagi.
“Yak!” Teriak Hyun Eun, yang di sahut dengan kekehan pelan dari Myung Soo.
-oOo-
“Kau sudah siap, sayang?” Suara berat seorang pria paruh baya itu menyejutkan Yoon Bi.
“Appa!” Yoon Bi berjalan mendekati Ayah-nya.
“Aigoo... putri Appa ternyata sangat cantik.” Ucap Tuan Park, mencubit pipi Yoon Bi dengan sayang.
“Appa, Aku kan memang cantik. Kau baru menyadarinya, Eo? Kemana saja kau selama ini, Park Seonsaeng?” Ujar Yoon Bi manja, tangan halusnya memukul-mukul pelan dada Ayah-nya.
“Ya ampun. Sekarang putri Appa sudah pintar merajuk rupanya.” Tuan Park tertawa ringan. Tangan renta itu merangkul tubuh Yoon Bi menariknya ke dalam dekapannya yang hangat. Yoon Bi menyandarkan kepalanya di dada bidang sang Ayah, menghirup aroma Ayah-nya. Aroma yang sangat Ia rindukan. Aroma dan pelukan yang sudah lama tidak Ia rasakan dari sang Ayah.
“Aku sangat merindukan pelukan ini, Appa.” Suara Yoon Bi sedikit bergetar. Gadis itu membenamkan wajah cantiknya di dada Tuan Park.
“Mianhae, sayang! Appa benar-benar minta maaf.” Ucap Tuan Park lirih, air matanya menetes membasahi pipi tuanya. Sedangkan Yoon Bi menegang dalam pelukan sang ayah, merasakan air mata Ayah tercintanya itu metes di atas kepalanya. Gadis itu menggeleng kuat.
“Aniya, ini bukan salahmu, Appa. Ini semua bukan kesalahanmu.” Yoon Bi mulai tergugu dalam pelukan Tuan Park. Semakin mempererat pelukannya di pinggang pria paruh baya itu.
“Andai saja Eomma-mu masih hidup. Andai saja Dia ada di sini...” Tuan Park tidak melanjutkan kata-katanya, karena suaranya tercekat di tenggorokan. Suara tangisan mereka memenuhi ruang pengantin itu.
“Yeobo... kau lihat? Anak kita yang cantik ini akan menikah! Tolong sampaikan kepada Tuhan, mintalah pada-NYA. Berikahlah kebahagian pada putri kita, eum? Kau mendengarnya kan?” Ujar Tuan Park, melepaskan pelukannya lalu menghapus dengan lembut air mata di pipi putrinya itu.
“Appa menyayangimu, Nak.” Sebuah kecupan hangat mendarat di kening Yoon Bi.
“Aku juga sangat menyayangimu, Appa.”
Tanpa mereka sadari ada sosok yang tengah memperhatikan mereka di balik pintu. Lee Donghae. Namja itu juga ikut meneteskan air matanya.
‘Maafkan aku, Yoon~ah. Maaf.’
-oOo-
Park Yoon Bi, gadis itu mengerjapkan matanya pelan, berusaha untuk menghilangkan air matanya sambil menghirup udara dalam-dalam, mengisi oksigen ke dalam paru-parunya kemudian menghembuskannya pelan. Ia berharap dengan cara itu dapat mengurangi sedikit rasa sesak di dadanya. Gaun putih polos yang sangat cantik yang di pakainya itu sangat pas di tubuh langsingnya.
“Kau siap, sayang?” Bisik Appa Yoon Bi lembut. Gadis itu menatap sendu wajah Ayah-nya lalu ikut tersenyum ketika melihat senyum hangat Ayah-nya. Senyum itu sedikit menenangkan hatinya yang mulai resah. Perlahan seorang gadis kecil menghampiri mereka, tangan kecilnya menyodorkan sebuah buket bunga yang sangat cantik ke hadapan Yoon Bi. Gadis kecil itu tersenyum menggemaskan, dengan senang hati Yoon Bi menerima bunga itu.
“Terima kasih, sayang.” Ucap Yoon Bi sambil mengelus kepala gadis kecil itu.
“Kajja.” Tuan Park menggenggam erat tangan Yoon Bi yang muali dingin karena gugup.
Perlahan pintu gereja itu terbuka Donghae yang sudah berdiri di depan altar menatap Yoon Bi dan Tuan Park yang tengah berjalan menghampirinya. Pikirannya tidak lagi fokus sejak pintu gereja itu terbuka. Donghae bahkan tidak bisa merasakan dan mendengar alunan piano yang mengiringi langkah Yoon Bi. Ia juga tidak dapat melihat senyuman cantik gadis itu. Pandangan terasa kosong dan hampa.
Donghae mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, mencari satu sosok yang sangat Ia inginkan. Begitu sudah menemukan sosok itu di antara para undangan, Donghae menatap lekat sosok itu. Sosok gadis yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Gadis itu menundukan wajahnya dalam, Ia sama sekali tidak berniat untuk menatap balik tatapan penuh harap dari mata teduh Donghae. KyuHyun yang duduk di sebelah gadis itu –Cho Jae Hyun– meremas pelan tangan gadis itu kemudian menggenggamnya erat.
Donghae sedikit terkejut ketika tanpa Ia sadari Yoon Bi dan Tuan Park sudah ada tepat di hadapannya dan seorang park Yoon Bi tidak bodoh, Ia tau kemana arah tatapan Donghae sejak Ia mulai memasuki gereja tadi. Yoon Bi menggigit kuat bibirnya, menahan air mata yang terus saja mendesak ingin segera tumpah. Ingin rasanya Ia berteriak ‘Hentikan pernikahan ini sekarang juga!’ tapi sayang gadis itu tidak berdaya saat sang ayah menyerahkan jemari tangannya yang ada dalam genggaman sang Ayah itu kedalam genggaman seorang Lee Donghae. Namja yang sebentar lagi akan resmi menjadi suaminya. Yoon Bi bisa merasaan tangan Donghae yang bergetar dan terasa dingin itu.
‘Aku mohon teruslah genggam tanganku, Oppa. Jangan pernah lepaskan sebelum aku memintanya.jangan lepaskan sebelum kau bisa melupakan ‘Dia’. Aku ingin kau mencintaiku juga, Oppa.’
Perlahan Donghae menuntun Yoon Bi untuk menghadap pendeta yang sejak tadi sudah menunggu mereka. Dan tanpa tersa terucaplah sumpah itu, Sumpah yang akan mengikat mereka, Sumpah yang menjadikan mereka sepasang Suami-Istri yang Sah di mata Tuhan. Air mata Jae Hyun perlahan menetes begitu mendengar suara Donghae mengucapkan sumpah itu.
‘Takdir kita benar-benar sudah berakhir, Oppa.’
Bukan hanya Jae Hyun yang merasa terluka dan tersakiti hatinya, tapi ada lima hati sekaligus yang tersakiti di sana.
Dengan hati-hati Donghae menyematkan cincin putih di jari manis Yoon Bi, tidak ada senyum di bibir kedua mempelai pengantin itu. Keduanya lebih sibuk memikirkan hati orang-orang yang telah mereka sakiti karena pernikahan ini. Setelah selesai menyematkan cincin di jari masing-masing, Donghae menatap wajah cantik Yoon Bi, mendekatkan wajahnya ke wajah Yoon Bi, kedua tangannya yang masih bergetar memegang ke dua bahu Yoon Bi dengan erat. Mata teduh Donghae memanas begitu banyangan Jae Hyun melintas dalam otaknya, dadanya terasa terhimpit. Sangat sesak. Dengan cepat Ia memejamkan mata itu, sebelum pertahanan air matanya runtuh. Yoon Bi pun mengikuti, memejamkan matanya saat bibir tipis Donghae menyapa permukaan bibirnya. Terasa dingin tidak ada kehangatan di bibir itu. Dengan perlahan Donghae menggerakan bibirnya, melumat bibir Yoon Bi pelan. Gadis itu tertegun, Ia hanya diam saja tidak merespon gerakan bibir Donghae. Yoon Bi terlalu shock, jantungnya berdetak gaduh memukul-mukul rongga dadanya. Belum sempat Ia membalas lumatan itu Donghae sudah melepaskan ciumannya, matanya berubah menjadi sendu saat tatapannya bertemu dengan tatapan terluka milik Jae Hyun. Gadis itu meremas kuat jari tangan KyuHyun yang masih menggengam tangannya. Seorang Namja yang duduk di belakang Jae Hyun juga merasakan sakit itu. Song Joong Ki terus menatap Yoon Bi tanpa henti.
‘Aku akan terus mencintaimu, Park Yoon Bi.’ (Song Joong Ki)
‘Aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku, Lee Donghae.’ (Park Yoon Bi)
‘Aku akan tetap mencintaimu, Cho Jae Hyun.’ (Lee Donghae)
‘Aku akan melupakanmu, Lee Donghae.’ (Cho Jae Hyun)
‘Aku akan selalu ada di sisimu, Cho Jae Hyun.’ (Cho KyuHyun)
Kelima hati itu saling mengucapkan keinginan mereka. Song Joong Ki menatap Park Yoon Bi dalam, sedangkan gadis itu sibuk menatap Lee Donghae dan tatapan Lee Donghae tertuju pada sosok gadis itu. Cho Jae Hyun. Ada tatapan lain juga di arahkan kepada gadis itu. Cho KyuHyun. Namja itu terus menatap lekat wajah Cho Jae Hyun.
TBC