🪴 Happy Reading 🪴
Sebagai salah satu mahasiswa jurusan kesenian, Xiao Zhan termasuk sosok yang berprestasi dalam hal desain. Keahliannya mendapat sorotan dari para dosen. Dia pun masuk ke dalam salah satu anggota perkumpulan mahasiswa khusus dalam pengembangan kreativitas dan inovasi. Bersama sepupunya, Paul, yang sama-sama di bidang seni ikut bergabung dalam kegiatan yang diadakan di luar kota.
Disaat itulah, Xiao Zhan mengenal Sehun yang masuk dalam daftar mahasiswa dan secara tidak terduga menjadi bagian dari tim Xiao Zhan. Karena berada dalam satu tim, mereka pun menjadi dekat. Dan itu berlangsung setelah pulang dari kegiatan yang memakan waktu selama tiga hari.
Pada awalnya mereka selalu bertiga. Pergi kemana-mana bersama. Namun tidak tahu bagaimana mulanya, Sehun selalu mengajak Xiao Zhan sendiri tanpa didampingi Paul.
Sebagai sepupu, Paul mengerti keinginan Sehun. Dia tidak pernah bermasalah dengan siapapun Xiao Zhan berhubungan asal pemuda manis itu memang menyukainya.
“Kau sekarang menjauh, Paul. Tidak pernah lagi menemaniku,” suatu hari keluhan Xiao Zhan terucap dari mulutnya.
“Kau ini,” Paul sedikit gemas dengan sikap Xiao Zhan. “Bukannya aku tidak mau. Memangnya kau tidak lihat sikapnya padamu? Dia pun pernah memintaku untuk membiarkan kalian jalan berdua. Kau mau aku jadi kambing congek di tengah-tengah kalian?”
“Memang apa yang salah? Kita hanya pergi makan, bermain, nonton. Apa yang berbeda?”
Decakan kesal tercipta dari lidah Paul. Telunjuknya kini sedikit menekan pelipis Xiao Zhan yang duduk di sebelahnya. Keduanya menikmati suasana sore di taman kampus.
“Aku heran dengan isi kepalamu,” desis Paul. “Dia menyukaimu. Masa kau tidak tahu?”
“Aku tahu,” bibir Xiao Zhan sedikit merengut.
“Sudah tahu masih bertanya?” Paul mendelikkan mata. “Aku harus pengertian memberi kalian waktu.”
“Kau setuju aku bersamanya?” tatapan Xiao Zhan tertuju pada pepohonan hijau yang bergoyang tertiup angin, menghantarkan hembusan segar yang menyapa tubuh.
“Kenapa harus meminta persetujuanku? Itu tergantung pada hatimu. Kau menyukainya atau tidak?”
“Aku tidak tahu,” desah Xiao Zhan, hanya bibirnya meniupkan udara ke atas.
“Kau pikirkan dan rasakan saja. Aku tidak akan mencampuri urusanmu. Jika kalian memang bersama, aku hanya bisa mendukungmu,” kalimat Paul saat itu mungkin menjadi hal terakhir dari kebersamaan mereka.
Setelah itu, Paul tidak banyak bertanya dan mencampuri hubungan apa yang terjalin diantara mereka. Dia hanya tahu bahwa sejak itu Xiao Zhan selalu didampingi Sehun.
Bagi Xiao Zhan sendiri, setelah pembicaraannya dengan Paul saat itu, ia tidak merasakan perubahan apapun. Pada intinya, ia tidak memiliki perasaan lebih terhadap Sehun. Semua hal biasa saja ia rasakan. Namun suatu hari, disaat malam mereka jalan bersama setelah menikmati makanan di salah satu kafe, Sehun mengungkapkan keinginannya untuk menjalin hubungan.
Duduk menghadap satu danau di dalam kota, keduanya menempati bangku diantara deretan bangku lain yang disediakan di sisi danau.
“Bagaimana kalau kita jalani sebagaimana biasanya? Aku yakin, perasaan cinta itu akan tumbuh selama kita bersama,” desakan Sehun berusaha untuk menarik hati Xiao Zhan. Ia tahu, sedikit sulit mendapatkan hati pemuda manis itu. Namun rasa suka yang ia rasakan membuatnya berani mengajak Xiao Zhan berhubungan.
“Sehun, aku – hanya menganggapmu sebagai sahabat. Saat ini, aku tidak merasakan hal lain terhadapmu,” Xiao Zhan mencoba mengungkapkan apa yang ia rasakan.
“Aku tahu,” Sehun menggenggam tangan halus sosok manis yang ia sukai. “Tapi kita bisa mencobanya. Sebulan. Dua bulan. Terserah padamu. Selama itu aku hanya menginginkan kebersamaan kita. Kita berusaha menumbuhkan perasaan satu sama lain. Kau mau? Aku akan mencoba menjadi sosok yang kau inginkan. Aku hanya ingin bersamamu, Zhan.”
Pemuda itu menatap wajah manis di sisinya dengan mata yang berkilau penuh harap. Ia terus memegang jemari Xiao Zhan, sangat berharap keinginannya diterima dengan baik meskipun ia harus bekerja keras untuk menarik perhatian Xiao Zhan.
Xiao Zhan mencoba balas menatap manik hitam yang begitu dalam menatapnya. Ia akui memang sosok itu menyenangkan untuk dijadikan sebagai sahabat dan teman bercengkerama, tetapi menjalin hubungan lebih dari itu, ia masih belum memikirkan ke arah itu. Selama bersamanya, ia belum pernah merasakan getaran apapun. Tapi saat ini, melihat harapan di wajah dan tatapannya yang teduh, meski sedikit ragu, ia memilih untuk memberi keduanya kesempatan. Pelan kepalanya mengangguk dan satu pelukan kini merangkul bahunya. Sambil tersenyum, Xiao Zhan hanya bisa balas memeluk.
“Kita bisa menjalani semuanya. Aku janji, aku akan mengikuti keinginanmu. Apapun itu,” ucap Sehun. Senyumnya terukir bahagia.
Bagi Xiao Zhan, semuanya tidak ada yang berbeda. Mereka terus bersama dan selalu tanpa kehadiran Paul. Ia tidak menceritakan apapun pada sepupunya, karena merasa hal itu hanya hubungan biasa. Bahkan sudah lewat satu bulan dari kebersamaan mereka, ia tidak merasakan hal lebih pada Sehun. Tetapi untuk kedekatannya, terkadang membuat Xiao Zhan merasa sepi jika pemuda itu tidak berada di sisinya pada saat-saat tertentu.
Duduk sendiri di bangku yang biasa ia tempati bersama Sehun, ia hanya menatap riak air danau yang diterangi cahaya lampu jalan dan lampu-lampu kafe yang berderet di sisi danau. Ia ingin mengajak Paul pada awalnya, namun akhirnya memutuskan duduk sendirian untuk merenungi semua yang terjadi. Ia masih tidak mengerti kenapa tidak bisa menumbuhkan perasaan lain terhadap Sehun. Meskipun mereka selalu bersama, berpelukan, bahkan pemuda itu sering sekali mencuri ciuman di pipinya, namun hal itu seakan-akan hal biasa baginya.
Apa yang salah?
“Kenapa melamun seorang diri?”
Satu suara diiringi kecupan singkat yang mampir di pipi membuat Xiao Zhan terlonjak kaget. Ternyata Sehun ada di sampingnya disaat ia menoleh.
“Kau mengikutiku? Dan lagi-lagi kau mencuri ciuman,” delikan mata Xiao Zhan justru menjadikan Sehun tertawa riang.
“Kalau aku tidak seperti itu, bagaimana aku bisa menciummu? Kau sangat dingin. Jangankan mengharapkan ciuman darimu, bahkan aku sendiri kesulitan untuk mencium. Atau aku harus memaksamu?” Sehun memicingkan mata, wajahnya condong ke depan seakan hendak menerkam mangsanya.
Mata bening Xiao Zhan mengerjap-ngerjap cepat. Sorot matanya nampak horor.
“Kalau kau melakukannya. Aku akan berbalik membencimu seumur hidup,” ancamannya mulai terdengar.
Bahu Sehun langsung turun, desahan pasrah keluar dari sela bibirnya.
“Lihat! Kau ketakutan seolah-olah aku ini seorang predator. Jika aku tidak mencurinya, bagaimana lagi aku mendapatkannya.”
“Maaf,” Xiao Zhan hanya bisa mengatakan itu saat ini.
“Setidaknya, bisakah kau menciumku? Sekali saja. Bagaimana?”
“Huh?”
“Ayolah, tidak akan membuatmu tiba-tiba menjadi demam, kan?” Sehun mengedipkan sebelah mata.
Sekilas senyum Xiao Zhan tersungging. Meski ragu, ia perlahan mendekat dan memberikan ciuman singkat di pipi si pemuda.
Binar di mata Sehun begitu bahagia, senyumnya merekah. Ia menarik Xiao Zhan ke dalam pelukan.
“Terima kasih. Aku yakin, kita bisa pelan-pelan menumbuhkan semuanya,” ia berbisik di telinga Xiao Zhan.
Gumaman Xiao Zhan hanya menjadi jawaban pelan dalam menanggapi perkataan Sehun.
Namun hal itu tidak berlangsung lama. Entah ada apa, mendadak Sehun kembali ke Korea beberapa bulan sebelum kelulusan. Sementara hubungan mereka baru saja berjalan beberapa bulan, hanya bisa dihitung oleh lima jari.
Hubungan mereka tanpa kejelasan apapun. Sehun hanya mengatakan bahwa ia akan kembali.
“Aku akan kembali. Walau hanya sekejap, tapi aku merasakan kebahagiaan bersamamu. Disaat kita bertemu lagi, aku harap, kesempatan itu masih ada untukku.”
Diiringi satu ciuman di pipinya, Xiao Zhan melepas kepergian Sehun. Pada awalnya ia memang merasa kehilangan, namun dengan kembali bergaul bersama Paul dan menghadapi masa-masa sulit untuk kelulusan, semuanya terlupakan dengan cepat.
🪴🪴🪴
Xiao Zhan menegakkan punggung dan kini hanya duduk meluruskan kakinya menyentuh rerumputan di bawah gazebo. Cerita itu hanya kisah singkat yang meski tanpa perasaan terdalam namun memang manis ia rasakan. Mungkin – jika Sehun kembali dalam waktu cepat, bisa saja mereka benar-benar kembali bersama.
“Di kemudian hari aku tahu, ayahnya meninggal karena sakit dan ia harus menetap disana untuk meneruskan usaha ayahnya dan menjaga ibunya yang tinggal sendiri. Itu sebabnya, kami tidak pernah bertemu lagi. Terakhir aku bertemu dengannya disaat orangtuaku meninggal. Ia datang dan mengucapkan bela sungkawa dan itu pun tidak lama. Ia pun tidak lagi membahas tentang hubungan atau perasaan. Entah mungkin karena suasana yang masih berduka atau karena hal lain, aku tidak banyak menduga atau bertanya. Beberapa tahun kembali terlewati dan aku pindah kesini, membuka usaha sendiri bersama Paul. Hanya selang beberapa bulan, aku bertemu denganmu,” senyum Xiao Zhan tersungging. Ia ikut menatap pada kolam yang beriak, wajahnya sedikit terangkat dan beralih menatap pada jendela kaca yang ia tahu itu adalah kamar Wang Yibo.
“Aku sadar sewaktu melihatmu, bahwa aku menyukaimu. Namun aku hanya bersikap biasa karena kita belum saling mengenal. Tetapi tiba-tiba kau selalu muncul dalam setiap langkahku. Aku merasa kesal dan juga senang. Tapi ternyata tujuanmu membuat kekesalanku semakin menjadi. Aku cukup menyesal kenapa bisa menyukaimu disaat justru kau berniat seperti itu terhadapku,” Xiao Zhan menggelengkan kepala diiringi senyuman tipis. “Tetapi pada akhirnya, aku tetap tidak bisa menghilangkan perasaan itu dan jatuh dalam pelukanmu setelah kau terus mengejarku bahkan kau datang ke Longhai dan membuat kakekku langsung menyukaimu. Saat itu, aku merasa tidak ada alasan lagi untuk menolakmu karena pada kenyataannya aku memang sudah jatuh hati padamu dari awal melihatmu.”
Xiao Zhan menoleh, melihat kekasihnya hanya diam sambil terus memandangi air kolam. Ia mendekatkan wajah, jemarinya yang putih kini mengusap pipi Yibo.
“Aku tahu, aku salah karena tidak pernah mengatakan hubunganku dengan Sehun. Sekali lagi, aku minta maaf. Tapi sampai kapanpun, hanya dirimu yang aku cintai. Aku tidak pernah menginginkan masalah apapun yang bisa memisahkan kita. Yibo, aku mencintaimu melebihi apapun. Aku ingin sekali kau mempercayaiku. Apapun yang terjadi diantara aku dan Sehun bukanlah hal yang aku inginkan, maafkan aku jika kau melihat semua itu. Aku pun bahkan tidak menduga akan semua yang terjadi. Aku tidak tahu apakah hal itu dilakukan Sehun dengan sengaja hanya untuk membuatmu cemburu. Aku hanya ingin kau percaya, bahwa aku tidak pernah mengkhianatimu. Jika aku salah, aku minta maaf. Jika kau tetap tak percaya padaku, aku pun tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan. Aku pun tidak berdaya jika kau ingin kita menjauh tapi kau harus tahu, perasaanku tidak pernah berubah padamu.”
Yibo menolehkan muka, berhadapan langsung dengan wajah kekasihnya yang setengah bersedih. Ia mencoba menatap dalam-dalam mata bening yang kini bertemu, saling memancarkan rasa yang terpendam di dalam hati. Rasa cinta yang terpancar itu mungkin memang hanya untuknya. Kalaupun ada kejadian seperti kemarin, ia sempat menduga kalau itu adalah cara Sehun untuk menumbuhkan kesalahpahaman diantara keduanya.
Jika ia mencerna semua cerita Xiao Zhan dan perilaku Sehun sewaktu mencium Xiao Zhan, memang bertepatan waktunya dengan ia tiba di toko bunga.
Apakah mungkin Sehun melihatnya dan sengaja mencium Xiao Zhan tepat ketika ia hendak menemui kekasihnya?
“Apa yang kau rasakan ketika dia menciummu?” suaranya kembali terdengar. Wajahnya masih berpaling menghadapi Xiao Zhan yang mengerjap cepat.
“Aku tidak merasakan apapun. Aku justru merasa kesal saat itu, tetapi ia hanya mengatakan bahwa dulu juga seperti itu. Sambil berusaha menjelaskan, aku hanya bisa menjauh dan masuk ke dalam ruang pelatihan,” jawaban Xiao Zhan diiringi desahan berat. “Aku juga tidak pernah menduga kalau ia akan bertindak seperti itu dan mengatakan kalau ia ingin menjalin lagi kedekatan seperti dulu.”
“Lalu? Kau tidak menerimanya?”
“Bagaimana mungkin? Aku sudah mengatakan padanya kalau aku sekarang memilikimu. Aku hanya mencintaimu,” Xiao Zhan sedikit merengut.
“Mungkin saja menurutku. Lagipula kau dan aku belum lama berhubungan. Sebelum semuanya terlalu jauh, kau masih bisa memutuskan semuanya dan kembali pada kekasih pertamamu,” bibir Yibo membentuk senyum miring.
“Yibo?!”
Rasanya Xiao Zhan sudah sangat kehabisan akal meluluhkan kemarahan Wang Yibo. Ia menarik kerah bathrobe sambil menancapkan tatapan kesal.
“Kata-katamu sudah sangat menyakitiku. Kau tidak menganggap perasaanku yang sudah sepenuhnya aku serahkan padamu. Sekarang aku justru tidak yakin apakah kau benar-benar mencintaiku atau tidak. Kau selalu meragukanku,” desisannya sedikit bergetar.
Lagi-lagi Yibo menyunggingkan senyum.
“Aku heran denganmu. Bahkan aku lebih heran dengan diriku sendiri. Saat ini dirimu yang bermasalah dan terus bersama dengan mantan kekasih, tapi kenapa aku yang kau jadikan pelampiasan? Kau mempertanyakan rasa cintaku, bukankah itu hanya alasan yang kau cari untuk selalu bersamanya tanpa rasa bersalah? Kenapa disini jadi aku yang jadi terdakwa?”
Kilau di mata Xiao Zhan sedikit digenangi air yang nyaris keluar. Tidak tahu kenapa ia merasa tak sanggup mendengar semua tuduhan Yibo. Ia hanya menatap manik hitam si pemuda yang balas menguncinya dalam satu tatapan penuh emosi yang tidak menentu.
Melihat ekspresi Xiao Zhan yang mulai menunjukkan keputusasaan ditambah sepasang mata beningnya yang berkaca-kaca, Yibo hanya bisa menghela nafas. Ia tidak sanggup melihat kesedihan kekasihnya. Bagaimanapun hal itu sudah berlalu. Dan seperti kata-katanya sendiri, bahwa semua itu adalah satu provokasi dan adegan yang sengaja diperlihatkan untuk membuatnya salah paham.
Rasanya ia ingin mengusir pemuda sahabat Xiao Zhan, namun saat ini, hubungan baik yang bisa diperlihatkan padanya akan menunjukkan bahwa usahanya tidak berhasil. Ia tidak ingin membuatnya puas dengan melihat hubungan mereka retak gara-gara pemuda itu. Ia pun masih ingin memberikan kesempatan pada hubungan mereka.
Sedikit mendekatkan wajah, bibirnya kini mengenai bibir tipis Xiao Zhan. Mencium sesaat untuk menunjukkan bahwa semua sudah berlalu. Ia kembali mundur dan mengusap pipi Xiao Zhan.
“Sudahlah. Lupakan semuanya. Saat ini aku akan mempercayaimu. Aku hanya berharap tidak ada lagi hal yang bisa menimbulkan perselisihan lebih jauh.”
“Kau belum sepenuhnya percaya dan memaafkanku,” Xiao Zhan setengah mengeluh.
Alis Yibo saling bertaut.
“Aku sudah menciummu. Itu tandanya aku sudah menganggap semuanya selesai. Tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.”
“Itu tidak cukup,” sebelah tangan Xiao Zhan menahan pipi Yibo dan kembali menautkan bibir mereka. Ia mencium penuh kerinduan, tidak peduli walau Yibo akan menggigitnya lebih keras.
Meski awalnya sedikit melebarkan mata, namun ciuman itu berhasil meluluhkan hati Yibo yang akhirnya membalas lumatan Xiao Zhan. Telapak tangannya kini menahan tengkuk kekasihnya dan gigitan kecilnya mulai mengenai kelembutan bibir Xiao Zhan. Tapi sekejap kemudian, ia melepaskan diri.
“Aku harus berenang,” Yibo bangkit dan melepas bathrobe. Setelah melemparnya ke kursi santai, ia melompat masuk ke dalam air kolam.
🪴🪴🪴
To be continued.