Pengumuman program penjurusan sekolah sudah di tempel di papan pengumuman. Aula lapangan indoor penuh sesak oleh murid baru yang melihat hasil kelas mereka. Sebenarnya, Amanda sudah menduga ia akan masuk kelas MIPA dan memang benar demikian. Peringkat hasil tes Amanda cukup tinggi dan cenderung ke MIPA jadi dia masum X MIPA 2.
Setelah hari-hari orientasi yang melelahkan, akhirnya pengumuman ini menjadi hadiah yang manis sesuai harapan Amanda. Amanda punya impian untuk menjadi perawat, dan untuk jalan menuju impiannya dimulai dari jurusan MIPA. Ia pun dengan senang berbicara dengan teman yang baru ia kenal beberapa hari mengenai kelasnya.
Seorang pria yang duduk di seberang lapangan dengan beberapa orang datang menghampiri kerumuman anak kelas satu. Wajahnya cukup terkenal di sekolah dan dihormati seluruh murid walau sesaat lagi akan lengser. Ialah ketua OSIS SMAN Bakti Nusantara, Indra. Tanpa ragu ia menghampiri Amanda sehingga membuat perhatian orang lain teralihkan pada mereka.
"Nda, kamu masuk kelas apa?" Tanya Indra ramah.
"Sepulu MIPA dua, Mas," jawab Amanda cepat.
"Wah, selamat ya! Selangkah menggapai cita-cita!" Indra berseru turut senang dengan pencapaian Amanda.
Amanda hanya mengangguk. Ia dan Indra sebenarnya cukup akrab di kalangan rumah mereka. Tapi di sekolah lain cerita. Apalagi Indra termasuk siswa populer dan menjabat sebagai Ketua OSIS. Tentu ia disegani. Amanda tidak mau terlihat terlalu akrab dengannya.
Tak lama Indra pun berpamitan dan kembali ke kelompok anak OSIS-nya. Sebagian dari mereka memberikan tatapan aneh ke Amanda, terutama para wanita. Sungguh Amanda sama sekali tidak ingin mencari ribut dan membuat orang lain salah paham di hari awalnya masuk sekolah.
"Kamu kenal Mas Indra? Wah keren banget!" Ucap Mona, teman baru Amanda.
"Rumahku dan Mas Indra dekat. Jadi kami saling mengenal," jawab Amanda berusaha tidak menimbulkan salah paham.
Mona paham maksud Amanda. Ia pun mengalihkan pembicaraan mengenai kelas yang ia dapatkan. Mereka tidak sekelas, tapi kelas mereka bersebelahan. Mona dan Amanda berjanji untuk tetap berteman akrab walau tidak satu kelas.
Hari-hari pun berlalu. Untunglah setelah adegan Mas Indra menyapanya di lapangan indoor tidak terjadi apa-apa padanya. Amanda sedikit takut mengingat tatapan mata para kakak kelasnya yang saat itu seakan bertanya, 'kamu ada hubungan apa sama Indra?'.
Selain masalah Indra, Amanda juga punya masalah lain yang jelas-jelas mengganggu, yaitu teman sebangkunya. Saat ini mereka duduk sesuai absen dan tak disangka, orang yang duduk disebelahnya adalah Leo!
Alcander Leonidas dan Amanda Amalia berada di absen yang bersebelahan nomor 5 dan 6. Dan hal yang sangat mengganggu Amanda adalah Leo benar-benar sosok pendiam. Entah pendiam atau pura-pura diam, yang jelas sejak hari pertama mereka duduk di bangku yang sama, Leo tidak pernah menggubris satupun ucapan Amanda. Bahkan untuk sekedar meminjam pena!
Amanda tidak tahu apa yang Leo pikirkan selama ia diam saja. Yang jelas Leo terlihat anak yang rajin. Dia selalu memperhatikan semua pelajaran. Yang tidak ia perhatikan hanya teman-teman sekelasnya. Sebenarnya Amanda sangat kesal, tapi selama Leo tidak mengganggu, Amanda juga akan diam saja.
Leo benar-benar menarik diri dan berusaha tidak terlibat dengan orang lain jika tidak berhubungan dengan pelajaran. Bahkan petugas bendahara yang baru ditunjuk pun tidak berani mengajak Leo bicara untuk menagih uang kas. Sang bendahara sampai meminta bantuan Amanda untuk membujuk Leo agar membayar kas.
Seperti biasa, Amanda berangkat cukup pagi karena harus menitipkan dagangannya ke kantin. Pagi itu ia dikejutkan oleh permohonan sang bendahara baru, Istiqomah, untuk membujuk Leo. Bahkan Istiqomah rela berangkat lebih pagi untuk bicara dengan Amanda sebelum Leo datang. Memang sejak Amanda aktif sekolah, Amanda memutuskan untuk menitipkan jajanannya ke Ibu Kantin. Syukurlah jajanan itu diterima dengan baik.
"Manda, tolong banget! Kamu kan teman sebangkunya," Mohon Istiqomah.
"Gimana Is, aku sendiri tidak pernah dijawab saat bertanya padanya. Kamu salah minta tolong. Coba ke Bu Wali Kelas aja," saran Amanda.
"Coba dulu, Man, ya? Nanti kalau benar-benar tak tertolong aku janji laporin ke Bu Sri," ucap Istiqomah.
Amanda hanya mengangguk dengan perasaan enggan. Tak lama setelah kepergian Istiqomah ke bangkunya, Leo datang. Rambutnya yang biasa rapi terlihat agak awut-awutan.
"Leo, kamu bayar kas gih ke Istiqomah. Perminggunya sepuluh ribu," ucap Amanda saat Leo mulai duduk di bangku sebelah Amanda.
Leo hanya diam dan tetap melakukan aktivitasnya menyiapkan buku pelajaran pertama hari ini. Amanda sudah menduga, ini tidak akan berhasil.
"Sorry, Leo. Kamu budek ya?" Tanya Amanda dengan dengusan kasar. Mencoba tetap bersabar dengan Leo.
Leo menoleh ke Amanda dengan tatapan tajam.
"Oh, gak budek kayaknya. Soalnya bisa nengok," jawab Amanda sendiri.
" Kamu kenapa sih, aneh banget. Orang kaya emang penyendiri ya? Gak level ngobrol sama kita-kita," gumam Amanda. Ia berusaha memancing Leo bicara walaupun dengan kalimat yang kurang enak di dengar.
Leo yang mendengar kata-kata yang tajam itu rupanya terpancing juga, "Kamu ngomong apa sih? Jangan sok tau dan sok akrab sama aku. Jangan akting jadi pahlawan, pura-pura mau bantuin orang minta uang. Dasar miskin!"
Amanda yang terkejut dengan mulut Leo yang ternyata lebih sadis dari mulutnya. Untung teman-temannya tidak ada yang memperhatikan mereka karena bel jam pelajaran terdengar.
Bukan Amanda kalau terpancing emosi. Amanda mengucapkan mantra bersabar untuk dirinya sendiri. Ia tidak mau sama terpancingnya dengan Leo. Ia bukan anak kecil yang marah karena dikatai miskin. Kenyataannya dia memang miskin. Tapi pernyataan Leo benar-benar menyakitkan, lagipula ia hanya berusaha membantu Istiqomah.
Dengan hati yang kurang tenang, Amanda pun membalik punggung untuk berbicara dengan teman belakang bangkunya, untung guru belum masuk kelas.
"Farhan, mau tuker tempat duduk nggak hari ini atau paling nggak jam pelajaran ini, deh? Aku lagi capek nih, takut ketahuan nggak fokus karena duduk di depan," pinta Amanda. Amanda memang duduk di bangku pojokkan sebelah jendela paling depan.
Farhan yang diajak bicara itu pun diam seakan menimbang-nimbang permintaan Amanda.
Teman sebangku Farhan, Ghasani, ikut menimpali, "Pindah aja, Han, pelajarannya Bu Ike! Tenang!"
Farhan pun menyetujui ide Amanda dan Ghasani untuk bertukar tempat duduk sementara.
Setelah Amanda duduk di bangku Farhan, Ghasani cepat bertanya alasan mengapa Amanda ingin bertukar tempat duduk. Amanda sepertinya bukan tipe orang yang suka kabur karena pelajaran tidak menyenangkan.
"Hari ini agak capek aja, San. Lagian males juga ngomong sama batu. Sekali-kali aku juga mau ngerasain duduk sambil ngobrol sama teman sebangku," alasan Amanda.
Ghasani hanya menggeleng tanpa menyahuti Amanda, karena guru Bahasa Indonesia mereka yang bernama Bu Ike sudah masuk kelas.
Yah, semua teman sekelas tahu kalau Leo orang yang tidak mau berkomunikasi dengan mereka. Bahkan ketua kelas bertanya pun Leo hanya diam. Atau paling tidak, menjawab benar-benar seperlunya. Menjengkelkan.