Apa kabar semua
Semoga kalian selalu baik dan bahagia.
Malam ini aku dublee up nih🥳
Ayull vote dan comentt yang banyakk guys🌻
Happy reading All🌻
Kamu hebat!
Hebat sudah mampu mengusahakan banyak hal untuk masa depan.
---
Elfath menatap lembaran kertas putih yang tertulis universitas dan jurusan impiannya. Minggu lalu dengan penuh keyakinan, Elfath sudah berhasil mendaftarkan snmptn. Rasa takut terus menyelimuti hatinya. Takut akan gagal menwujudkan semua mimpinya.
"Gue ga yakin bisa lulus snmptn." monolog Elfath pasrah tidak yakin dengan kemampuan sendiri.
"Walaupun gue ga lulus. Setidaknya gue udah berusaha untuk menwujudkannya." Elfath berusaha menyemangati dirinya sendiri. karena jika nanti hasil yang keluar tidak sesuai dengan ekpektasinya. dirinya tidak mau menyalahkan keadaan. Elfath akan berusaha menerima semuanya dengan ikhlas.
Sosok pria paruh baya yang sejak tadi berdiri di pintu kamar Elfath mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Elfath. Dengan senyuman meremehkan, pria paruh bayah tersebut mendekati Elfath yang sedang termenung di meja belajar.
"Kamu daftar snmptn?" tanya Satria dengan nada meremehkan.
Elfath sedikit kaget mendengar suara papanya yang tiba-tiba ada di kamarnya. "Iya, Ga salah kan?" tanya Elfath balik dengan sorot mata sendu. Entah kenapa saat melihat wajah Papanya. Hatinya terasa pedih mengingat bahwa Papanya menganggap dirinya Gila.
Satria mengambil kertas putih dihadapan Elfath. Lalu tawa keras meledak saat membaca tulisan yang berasa di kertas tersebut.'UNIVERSITAS INDONESIA, FAKULTAS KEDOKTERAN'.
"Kamu ga salah kok." ucap Satria membuat senyuman terbit diwajah Elfath.
"Kalau kamu lulus baru salah. Universitas sebagus ini tidak akan mau menerima murid bodoh kayak kamu." ucap Satria dengan nada meledek sambil tertawa. Membuat senyuman Elfath luntur begitu saja. Elfath pikir, Satria akan mendukungnya. Ternyata salah. Satria malah membuat semua harapannya jatuh begitu saja.
"Lulus Sma aja bersyukur. Ga usah bermimpi terlalu jauh. Apalagi mau jadi dokter." ucap Satria meletakkan kembali kertas putih tersebut dimeja belajar Elfath. Kemudian Satria langsung pergi begitu saja meninggalkan Elfath dengan tatapan tidak percaya.
"El, akan buktikan ke Papa. Suatu saat Anak yang selalu Papa anggap bodoh ini bisa menjadi dokter terbaik." ucap Elfath dengan lantang. Elfath kembali yakin kalau dia pasti bisa.
Satria langsung menghentikan langkahnya saat mendengar perkataan Elfath yang begitu yakin."Mustahil." ucap Satria masih dengan nada meremehkan. Kemudian langsung keluar dari kamar Elfath
"Ga ada kata mustahil, selama aku mau berusaha." ucap Elfath menatap nanar punggung pria paruh baya yang sudah hilang dari hadapannya.
Elfath mengambil sebuah buku kecil yang selalu menjadi tempat dirinya mengeluarkan segala keluh kesahnya. Elfath menatap sendu pada catatan wishlist yang baru saja dibuat bulan lalu.
Senyuman kembali terukir diwajah Elfath, saat mengingat satu dari wishlist nya udah terwujud. Elfath mengambil pena, lalu memberikan tanda centang pada wishlist no empat. Besar harapan Elfath, untuk bisa mewujudkan semua wishlist tersebut
Wishlist Elfath
1. Jadi abang yang baik untuk Ara
2. Lihat Zia tanding dithomas cup 2022
3. Bahagiain Ara dan Zia
4. Dapat jajan dari Papa √
5. Dipeluk papa
6. Buat Papa bangga
7. Lulus Snmptn
8. Pengen lihat Alif jadi Arsitek
9. Cari pendonor buat Auzi
10. Pengen bahagia
Elfath menyimpan kembali buku tersebut diatas meja. Kemudian mengambil jaket dan menyambar kunci motor untuk segera pergi ke warung kopi Mirza.
Elfath mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Dinginnya malam membuat tubuhnya sedikit mengigil. Elfath tersenyum kecut saat menyadari bahwa daya tahan tubuhnya tidak seperti dulu lagi.
Elfath memarkirkan motornya di hadapan warung Mirza bersamaan dengan Alif yang baru juga datang.
"El, wajah lu pucat banget." ucap Alif saat Elfath membuka helm.
Elfath melihat wajahnya di spion motor. kemudian kekehan muncul dari bibir pucatnya. " Udah biasa, Al." ucapnya sambil tersenyum.
"Sekali-kali mikirin tentang diri sendiri El. Jangan melulu tentang orang lain." ujar Alif menatap sendu kearah sahabatnya yang masih bisa tersenyum.
Alif sudah melarang sahabatnya untuk tidak berkumpul di malam hari. Karena dirinya memikirkan penyakit Elfath yang beberapa hari ini sangat rentan kambuh. Tapi, Elfath malah tidak memikirkan dirinya sendiri. Dengan mudah Elfath memutuskan untuk berkumpul malam ini.
"Ceramahnya ditunda dulu Al. Mereka udah tungguin noh." ucap Elfath sambil menunjuk kearah Yogi dan Arya yang melambaikan tangan.
"Cape ngomong sama orang keras kepala kayak lu." tutur Alif kesal melangkah masuk duluan meninggalkan Elfath sendirian di parkiran.
"Perasaan dia deh yang keras kepala. kenapa jadi gue." monolog Elfath binggung sendiri. Kemudian menyusul Alif untuk masuk ke Warung.
Elfath, Alif, Arya, Yogi membantu Mirza untuk melayani pengunjung di sana dengan sangat ramah. Mirza yang sibuk membuat pesanan, tersenyum melihat sahabatnya yang tidak malu untuk membantunya.
Setelah semua pesanan selesai dibuat, Mirza menyusul sahabatnya yang sudah duduk disalah satu meja.
"Makasih udah bantu gue." ucap Mirza tersenyum ke pada sahabatnya.
"Pengunjungnya rame banget ya, Za" ucap Arya melihat semua meja terisi penuh oleh pengunjung berbagai kalangan.
"Ini semua juga berkat kalian." ujar Mirza menatap haru ke para pengunjung.
"Lu ga ada niat untuk buka coffe shop yang lebih luas lagi, Za." usul Yogi.
"Nah benar tuh, Nanti kita cariin tempat yang cocok untuk coffe shop lu." sahut Elfath yang setuju dengan Yogi.
"Ini aja udah lebih dari cukup." ucap Mirza menatap satu persatu wajah sahabatnya. "Kalian semua udah banyak bantuiin gue."
Mirza hanya membuka warung kecilan di angkiran. Alhamdulillah banyak pengunjung yang singgah disana. Setidaknya ekonomi keluarganya sedikit terbantu.
"Kita sahabat Za, bahkan udah kayak keluarga. Jangan pernah sungkan untuk minta bantuan kita." ucap Elfath menepuk bahu Mirza yang kebetulan duduk disampingnya.
"Gue ga tau mau ngomong apa. Intinya makasih karena udah mau sahabatan sama orang miskin kayak gue." ucap Mirza dengan nada sendu. Mirza tidak pernah menyangka bisa sahabatan dengan orang kaya yang memiliki hati mulia seperti sahabatnya sekarang.
"Za, gue mau kopi buatan Lu dong." ucap Elfath dengan mata berbinar. Kopi buatan Mirza itu rasanya sangat enak. Sepertinya hal tersebut, yang membuat pengunjung di warung Mirza bisa ramee.
"Lu ga bisa minum kopi." sahut Alif dingin.
"Sekali aja, boleh ya." ucap Elfath pelan ke pada Alif.
"Ga boleh." ujar Alif tanpa menerima penolakan lagi.
Mirza tersenyum kearah Elfath. "Ga ada yang gue buatin kopi. Semuanya minum air putih." putus Mirza yang langsung pergi untuk mengambil air putih untuk sahabatnya.
"Air putih lebih enak tau, El." ucap Arya sambil mengacungkan dua jempolnya.
"Enak dari mana. Ga ada rasa apapun." ucap Elfath kesal. Selalu begini, Elfath tidak suka ketika melihat sahabatnya harus mengalah hanya karena dirinya. Elfath tau, mereka semua pasti menginginkan kopi buatan Mirza. Tapi gara-gara dia, mereka harus rela minum air putih doang.
Suasana di meja yang berisi lima remaja tersebut mendadak hening. Elfath dengan muka cemberut seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Alif, Arya, Yogi yang hanya duduk melamun seperti memikirkan sesuatu.
"Kenapa pada diam." ujar Mirza meletakan lima gelas air putih di hadapan sahabatnya.
"Ohya, besok jadwal Elfath chek up kan." ucap Arya
"Selesai ujian, kita langsung ke rumah sakit." Sahut Yogi
"Gue udah sembuh." ucap Elfath yang terlihat serius.
Arya, Mirza, Yogi menatap wajah Elfath. Mencoba mencari kebohongan dari mata Elfath. Tapi nihil, mereka sama sekali tidak menemukan sedikit pun kebohongan.
Arya menggeleng kuat. "Gue ga percaya." ujarnya
"Gue ga perlu chek up lagi. Tanya aja sama Alif."
Elfth menatap lekat ke arah Alif. Berharap Alif mendukung ucapannya. Elfath tidak mau merepotkan sahabatnya lagi. Sudah cukup satu tahun lalu, Mereka semua menemani dirinya berobat.
Alif menghela nafas pasrah." Iya." ucapnya dingin
Arya, Mirza, Yogi menatap dua sahabatnya dengan tatapan curiga. Wajah Elfath dan Alif sangat serius, tidak ada tanda-tanda kalau ucapan mereka itu bohong.
"Kalian ingat kan, beberapa hari sebelum ujian. Gue dan Alif jarang masuk sekolah. Saat itu gue melakukan beberapa pengobatan untuk penyakit. Alhmdulillah pengobatannya berhasil." bohong Elfath saat melihat tatapan tidak percaya dari sahabatnya
"Alif larang lu minum kopi. Pasti lu bohong." seru Arya yang tidak bisa percaya dengan ucapan Elfath.
"Masih ada beberapa makanan yang harus gue hindari."
"Alif!" panggil Mirza
Alif hanya bisa mengangguk pasrah mengiyakan semua ucapan Elfath.
"Gue ga pernah bohong." ucap Elfath kemudian langsung berdiri dan menatap satu persatu wajah sahabatnya dengan tersenyum. " Ga ada yang mau peluk gue nih." ujar Elfath dengan tatapan yang sulit diartikan.
Arya, Mirza dan Yogi langsung memeluk tubuh Elfath. "Gue senang, dengar lu udah sembuh." ucap Arya dengan suara serak karena menangis. Mirza dan Yogi juga ikut mengeluarkan air mata mengingat Elfath yang selalu kesakitan karena penyakitnya.
Elfath juga ikut mengeluarkan air mata. Ternyata Sahabatnya sangat bahagia mengetahui dirinya sembuh. Ada rasa tidak tega karena sudah membohongi sahabatnya. Elfath tidak berdaya, hanya ini yang bisa dia lakukan. Untuk membuat sahabatnya bahagia tanpa kesusahan memikirkan dirinya lagi.
"Bodoh." ucap Alif tersenyum kecut melihat sahabatnya yang sedang berpelukan.
...
Elfath melangkah menyusuri koridor kelas tiga dengan tangan yang dimasukan ke dalam saku celana. Tas yang hanya tersampir di pundak kiri. Di sepanjang koridor banyak terdapat murid dua belas yang sibuk bergosip dipagi hari. Bukannya belajar dikelas karena ujian, ini malah santai berdiri di koridor.
Elfath menghentikan langkahnya saat melewati kelas mipa satu. Elfath memundurkan dua langkahnya tepat berdiri di samping jendela . Terlihat sosok gadis yang sedang berdecak kesal dengan tangan memegangi kepalanya. Membuat Elfath terkekeh, seperti gadis itu sedang belajar.
Dengan semangat Elftah memasuki ruang mipa satu. Kemudian mengambil posisi duduk di bangku depan gadis tersebut.
"Rajin banget belajarnya neng." ucap Elfath terkekeh melihat Zia yang fokus belajar
Zia tersentak kaget saat melihat wajah Elftah yang tiba-tiba muncul dihadapannya."Ngapain Kak El, disini."
"Lihatin kamu belajar." ucap Elfath santai sambio menopang dagunya.
"Jangan dilihatin doang Kak. Tapi bantuin."
Elfath membalikan buku catatan gadis itu ke arah nya. Lelaki itu membaca setiap baris catatan Zia dengan serius. Lalu menutup buku catatan tersebut.
"Kenapa ditutup?" tanya Zia
"Bikin pusing."
Zia membuka kembali catatan matematika nya. "Ihhh, Tapi aku harus belajar Kak"
"Kalau kamu belajar sekarang, yang ada bikin pusing. Belajar tuh sebelum ujian." ujar Elfath lembut.
Elfath mengambil kembali catatan Zia dan pulpen." Mendingan jawab soal dari aku." ucap Elftah yang mulai menuliskan soal di lembaran kosong buku catatan Zia.
"I(5+5) ve y(5-5)u =... " Zia membaca soal yang baru saja diberikan oleh Elfath.
Gadis itu malah mengeryit alisnya binggung."Soalnya ga jelas." protes Zia
"Jawab aja dulu. Nanti kalau udah ada jawabannya. Jangan lupa kasih tau aku." ucap Elftah yang langsung pergi dari sana karena bel masuk sudah berbunyi.
Zia mulai sibuk mencari cara untuk menjawab soal dari Elfath. Kalau dilihat soal tersebut sangatlah mudah. Tapi Zia terkecok dengan huruf yang terselip dari disoal tersebut. Zia mulai menjumlahkan dan mengurangkan angka lima.
Zia malah memukul dahinya sambil tersenyum malu. Ternyata dirinya dijebak oleh soal. Zia sudah mendapatkan jawaban dari soal Elfath.
"I 10 ve y 0 u." ucap Zia sambil tersenyum malu.
...
Sepulang sekolah Alif mampir kerumah Elfath. Untuk memastikan kalau sahabatnya itu akan pergi chek up. Alif terduduk diam memandangi setiap coretan dari tangan sahabatnya di setiap kertas putih yang berada di meja belajar Elfath. Pandangan Alif jatuh pada sebuah buku yang tersimpan rapi di atas tumpukan buku sekolah.
Tangannya tergerak membuka setiap lembaran buku kecil tersebut. Raut wajah yang mulainya datar berubah menjadi sendu saat melihat sebuah lembaran yang berisi wishlist Elfath.
Alif membaca satu persatu wishlist Elftah. Perasaan haru muncul saat membaca wishlist nomor delapan 'Pengen lihat Alif jadi Arsitek'.
"Gue akan wujudin keinginan Lu, El." monolog Alif dengan nada sendu
Kemudian wajah Alif kembali berubah datar, sedih saat membaca wishlist terakhir Elfath.
"Kenapa Lu selalu letakin kebahagian diri lu sendiri di bagian paling akhir?" tanya Alif dengan datar saat Elfath sudah keluar dari kamar mandi.
Elfth berhenti mengeringkan rambutnya saat mendengar ucapan dari Alif. Elfath menatap kaget saat melihat buku kecilnya berada pada tangan Alif.
"Ya karena kebahagiaan orang terdekat gue nomor satu." ucap Elfath santai.
"Cape gue ngomong sama Lu." ucap Alif menghelas nafas pasrah.
"Lu lupa kasih satu hal di wishlist ini."
"Apa?"
"Sembuh." ucap Alif menatap lekat kearah Elfath.
Elfath terdiam ikut menatap balik ke arah Alif. "Kalau itu nanti aja. Sekarang gue mau ajak lu kesuatu tempat." ucap Elfath mengalihkan permbicaran Alif.
"Lu harus chek up, El." cetus Alif
"Please hari ini aja. Gue janji besok bakal chekup." pinta Elfath
"Gak."
"Al." lirih Elfath dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Lagi-lagi Alif harus menghelas nafas pasrah menghadapi Elfath. " Oke." ujarnya.
...
Alif menatap nanar bangunan yang sedang di buat oleh beberapa orang di lahan samping jalan raya. Tatapannya pun meluas meneliti setiap sudut sekeliling bangunan tersebut. Banyak terdapat anak kecil yang sedang mengistirahatkan tubuhnya diatas jalanan dengan hanya di.lapisi kardus.
"Kak El." panggil sosok anak kecil dengan sebuah tong berisi minuman tersampir dilehernya mendekati Elfath.
"Hei Dafaa." ucap Elfath mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Daffa.
"Abang udah lama ga ke sini." oceh Daffa dengan muka cemberut.
Elfath mencubit pipi gembul Daffa yang menurutnya sangat gemas. "Jualannya lancar, Daf?" tanya Elfath
"Alhamdulillah lancar kak." ucap Daffa dengan kekehan
"Nanti kalau bangunannya udah selesai, kamu ga perlu jualan lagi okey. Nanti tugas kamu hanya belajar." ucap Elfath mengacak rambut rapi Daffa.
"Siap. Daffa ga sabar untuk sekolah." pekik anak kecil tersebut dengan sangat gembira.
Elfath tertawa pelan, kemudian memberikan satu kresek makanan dan minuman untuk daffa."Makan sama teman-teman lain." ucapnya lembut.
"Siap Kak" ucap Daffa sambil memberikan hormat kepada El. Kemudian berlari menuju temannya.
Alif menatap lekat ke arah sahabatnya dan sosok anak kecil yang kelihatan sangat akrab. Bagaimana Elfath bisa mengenal anak kecil itu?.
Elfath yang mengerti tatapan dari sahabatnya. Terkekeh pelan melihat rau wajah Alif yang kebinggungan.
"Lu lihat bangunan itu." ucap Elfath sambil menunjuk kearah lahan kosong disamping jalan raya yang sedang dibangun sebuah gedung.
"Sekolah gratis untuk mereka semua." Elfath menatap sendu wajah anak kecil yang sedang merebutkan makanan yang ia bawa tadi.
"Sebagian dari mereka harus putus sekolah untuk membantu ekonomi keluarga . Bahkan ada sebagian dari mereka yang tidak tau dengan jati diri mereka yang sebenarnya."Jelas Elfath sambil tersenyum.
"Ternyata banyak banget anak yang kurang beruntung. Gue jadi malu, El." ujar Alif menatap anak kecil tersebut dengan sendu.
"Gue sering banget ngeluh. Se akan-akan hidup gue itu yang paling sulit." lanjut Alif
"Makanya jangan sering ngeluh Al. Terima semua hal yang datang dalam hidup kita dengan ikhlas." sahut Elfath sambil merangkul bahu Alif.
Alif sangay sering mengeluh kepada sahabatnya. Sampai lupa bahwa banyak orang yang kesulitan daripadanya. Sedangkan Elfath sangat jarang mengeluh. Sampai semua orang mengira bahwa kehidupan Elfath sangat sempurna
"Lu dapat uang dari mana. Sampai bisa bangunin sekolah." ucap Alif memicing curiga ke Elfath. Pasti butuh biaya yang banyak untuk membuat suatu bangunan.
Elfath menyengir tak jelas."Tenang Al. Uangnya halal kok."
"Gue pakai semua tabungan gue sama ambil punya perusahan bunda ga banyak kok. Sekitar seratus jutaan doang."lanjut Elfath yang diakhiri kekehan saat melihat Alif yang kaget.
"Nyali lu besar juga. Dapat berapa pukulan dari bokap."
Elfath pura-pura menghitung berapa pukulan yang ia terima dari bokapnya saat ketauan ambil uang tersebut.
"Emm satu pukulan. Eh bukan, kayaknya banyak deh." ujar Elfath terkekehhh puasss.
Alif menoyorr kepala Elfath sedikit keras dengan tatapan tajam.
Elfath mengusap pelan kepalanya. Bukannya marah, Lelaki itu malah tersenyum kearah Alif. "Mendingan kita main bareng anak-anak." ucap Elfath yang langsung menarik tangan Alif untuk menghampiri serombolan anak jalanan di sana.
Elfath dan Alif sudah duduk di atas kardus dikelilingi oleh anak jalanan. Mereka berdua mengajari anak jalanan tersebut menghitung dan hal lain. Suara tawa yang selalu mengelegar di tempat mereka membuat penjalan kaki disana menatap kagum melihat Elfath dan Alif yang sedang bercanda gurau dengan anak jalanan tersebut.
...
Alif menatap bangunan kecil di hadapannya. Hari ini, Elfath benar-benar membawanya ke suatu tempat yang membuatnya kembali sadar akan makna kehidupan.
"Gue mau kenalin Lu keseseorang." ucap Elfath yang langsung memasuki panti asuhan di hadapannya.
"Siapa lagi, El." ujar Alif dengan raut wajah datar mengikuti langkah Elfath dari belakang.
Setelah menyapa ibu panti dan beberapa anak panti lainnya. Elfath dan Alif langsung menuju ke halaman belakang untuk menemui sosok yang Elfath masuk.
"Abang Bintang." panggil sosok anak kecil yang duduk sendiri dibalik pohon besar di halaman belakang panti.
Elfath tersenyum melihat anak kecil tersebut. Walaupun tidak bisa melihat, Anak kecil tersebut selalu bisa menyadari kehadirannya.
"Tau aja kalau abang yang datang." ucap Elfath yang langsung menduduki tubuhnya di samping Auzi, diikuti oleh Alif.
"Aku tau wangi harum tubuh abang, langkah Abang. Kecuali wajah Abang bintang." ucap Auzi sambil tersenyum membuat Elfath ikut tersenyum mendengar perkataan anak kecil tersebut.
Alif menatap lekat kearah anak kecil disamping Elfath."El, siapa." bisik Aliff
Elfath hanya menatap sekilas ke arah Alif. Kemudian kembali menatap tulus kearah Auzi. "Dek, kenalin sahabat Abang. Namanya Alif."
"Hallo abang Alif. Nama aku Auzi" sapa Auzi yang terlihat ramah.
Alif mengerakan tangannya didepan wajah Auzi. Alif menatap sendu kearah Auzi. Ternyata tebakan nya benar. Kalau sosok anak kecil dihadapannya itu tuna netra.
"Hai Auzi." ujar Alif yang masih menatap sendu kearah Auzi.
"Pasti Abang Al baik sama seperti abang bintang." oceh Auzi sambil tersenyum.
Elfath langsung meggeleng kuat, seakan Auzi bisa melihatnya "Enggak dek. Alif itu orangnya nyebelin banget. Ga ada baik-baiknya nih orang." canda Elfath sambil tertawa.
Auzi ikut tertawa mendengar nada bicara Elfath."Ga boleh gitu ih. Kan abang selalu bilang, untuk tidak menjelekan orang lain."
"Nah benarr dek. El mah suka banget jelekin abang." Adu Alif yang terlihat lucu dimata Elfath.
"Ternyata abang Bintang nakal juga." ucap Auzi mengeleng kepalanya
"Dia mah nakal banget dek. Apalagi sama diri sendiri."
Elfath hanya memutar bola matanya malas. Melihat Alif yang langsung dekat dengan Auzi membuat hatinya senang.
Elfath menyumpalkan earphone ketelinga Auzi."Seperti janji Abang kemarin. Hari ini kamu boleh dengarin lagu." ucap Elfath yang langsung menyetel lagu dari ponselnya.
Auzi tersenyum bahagiaa, akhirnya dia bisa mendengarkan lagu seperti temannya yang lain."Makasih abang." ucap Auzi tersenyum
"Gue mau cari pendonor buat Auzi." celetuk Elfath memecahkan lamunan Alif.
Alif melihat ke arah Auzi yang sedang mendengarkan musik dengan kepala disenderkan dipohon. Kelihatan sangat tenang.
"Auzi selalu bilang. Kalau dia pengen lihat dunia seperti teman-temannya. Auzi juga mau cari keberadaan keluarganya." jelas Elfath pelan.
"Nanti gue bantu cari." sahut Alif tidak tega melihat Auzi.
Alif tidak habis pikir. Anak sekecil Auzi mengalami tuna netra tapi masih bisa tersenyum bahagia. Tanpa terlihat raut sedih sedikitpun.
Suasana kembali hening tidak ada yang membuka suara. Auzi yang sudah memejamkan matanya mungkin karena terlalu menghayati lagu yang didengar. Alif dan Elfath yang sibuk dengan pikiran masing-masing.
"El, Gue bahagia banget bisa dapat sahabat sebaik lu. Gue dukung semua hal yang Lu lakuin. Tapi satu hal yang gua ga dukung. Gua paling benci sama hal tersebut." ucap Alif memecahkan keheningan diantar mereka.
Elfath menaikan alisnya."Apa?" tanyanya dengan raut wajah serius.
"Sikap lu yang terlalu jahat sama diri sendiri." ujar Alif menatap lekat kearah Elfath.
Elfath hanya diam tidak berani menjawab perkataan Alif. Elfath mengakui bahwa perkataan Alif memang benar. Elfath tidak pernah memikirkan diri sendiri. Yang ada dipikirannya hanya kebahagiaan orang lain.
"El, Menjadi egois tidak selalu buruk." ujar Alif
"Sulit buat gue jadi egois, Al. Gue ga bisa." ucap Elfath dengan tatapan yang mulai berair.
Alif tidak tau harus menyadarkan sahabatnya dengan cara apa lagi.
"Sebelum membuat orang terdekat bahagia. Cari dulu kebahagian lu." ujar Alif penuh makna. Sepertinya perkataan tersebut bisa membuat Elfath kembali berpikir tentang dirinya sendiri.
Sekali-kali kasih vitamin Elfath dan Aliff wkwkw.
Sorry kalau pratnya kurang bagus.
Coment dan votenya jangan lupa
Aceh 14 agustus 2022