AGASKAR [[ SUDAH TERBIT ]]

By nazieranff

19.4M 1.1M 646K

AVAILABLE ON GRAMEDIA DAN TBO COUPLE IN PRIVACY, STRANGERS IN PUBLIC! [ PART DI UNPUBLISH SECARA ACAK ] Zeya... More

AGASKAR || PROLOG
01. || Insiden
02. || Perjodohan
03. || Akad Nikah
04. || Malam Pertama
05. || First Kiss?
06. || Couple Kissing?
07. || Jatah Bully
08. || Romantic Sunday
10. || Pembalasan
11. || Mantan atau Pasangan?
12. || Berdebat?
13. || Hotel Bareng?
14. || Mabuk
16. || Anak?
17. || Takut Pergi?
18. || Memburuk?
19. || Sakit berujung Main
20. || Memanas?
21. || Hot Situation
22. || Sweet Lies
24. || Suara Merdu
25. || Camping Bareng
26. || Romantic in the Forest
28. || Rasa jadi Ancaman?
29. || Bucin selepas Pulang?
SOMETHING!!
31. || Dia Alasannya
32. || Kita Terancam
33. || Ini Malam untuk Kita
Agaskar season 2
35. || Dia, Siapa?
36. || Keputusan Arazey
37. || Kekecewaan Agaskar
38. || Selamat Tinggal
39. || Kita sudah Berbeda
WOLVIPER 2017
41. || Agaskar untuk Zeya
42.|| I Need You, Agaskar!
44.|| Kita Sekamar Lagi
46. || Obat Rindu
47.|| Candu Secandu Candunya
48. || Holiday in Villa
50. || Terbongkar Semuanya
51. || Dia lah Orangnya
52. || Dunia VS Cinta Pertama
54. || Pengakuan Resmi Wolviper
55. || Pengkhianatan Cinta
56. || Say Goodbye and Sorry
57. || EPILOG || AGASKAR SEASON 2
EXCHAP MENUJU ASKARAZEY
AGASKAR SEASON 2 PUBLISH
GA VOTE COVER AGASKAR 2

27. || Hilang untuk Bucin?

253K 19.2K 9K
By nazieranff

Hallooo gaess, cerita AGASKAR ini udah terbitt ya. Bisa kalian beli di Gramedia terdekat atau di TBO on Shopee dan Tiktok BLACKSWAN BOOKS🫶🥰

Versi novel menghadirkan alur yang lebih fresh dan tersusun rapi, mulai dari pertemuan mereka, alasan perjodohan, permusuhan dua geng yang dendam, sampai rumah tangga mereka❤️AGASKAR memiliki 2 buku, ada AGASKAR & KARZEY.

Agaskar: Menceritakan awal pertama kali mereka ketemu, adanya perjodohan, memulai hubungan, sampai konflik antara Wolviper dan Walerus dibahas disini.
Karzey: Adalah lanjutan dari buku AGASKAR, yang mengisahkan tentang bagaimana mereka setelah semua konflik selesai. Memakai alur maju, dimana semua anak Wolvi mencoba memukai hidupnya masing-masing dengan pasangan mereka..

"Jika datangnya sebuah perpisahan dalam jangka waktu cepat, mungkin sedikit susah. Karena hati yang terlanjur nyaman dan tak ingin berpisah."
~Agaskar Vakenzo Delvan
-------------------------

Harga penulis, hanya dengan memberikan vote serta comment.
Cerita ini nanti juga mengandung beberapa unsur kekerasan yang tidak patut untuk ditiru, yang pasti tidak patut juga untuk di plagiatkan.
Kreativitas sendiri akan mencerminkan kesuksesan mu nanti.
See, happy reading❤️
WARN! JUMLAH KATA 2500+, HATI-HATI BOSAN.
.
.
.
JANGAN SIDERS YA GENGS❤️RAMEIN KOLOM KOMENTAR SETIAP PARAGRAF NYA JANGAN LUPA💸

Targe ----- bismillah 7 RIBU VOTE & 7 RIBU KOMEN
(TARGETNYA UDH DIKURANGIN BGT YA, BIAR KITA CEPET, DAN SIAPA TAU KLO UDH TEMBUS AKU BISA LANJUT UP, YUK DIMOHON JANGAN SIDERS YA GAES:( )

Yg garswolx.area ganti jadi aenmoy.ofc

ALOOO😖AKU BACKKK, MAAF YA LAMA MENGHILANG DAN CERITA INI NGGA UPDATED SETELAH BBRAPA WAKTU. KRNA HAMBATAN YG BNYAK, DAN KERJAAN DI REAL LIFE YG GABISA AKU TINGGALIN. INSYA ALLAH SETELAH INI AKU USAHAIN KEK DLU, DAN MAU RUTIN UP❤️DOAIN YA, LANCAR SEMUANYA

ABSEN DULU HAYUK. Pakai .... Warna baju yg kalian pake waktu baca Agaskar bab ini

Happy reading yaw ....

••••••••••••••

DORRRRRRRRRRRRR!!

Seperti bunyi tembakan dari arah belakang menembuskan satu peluru mengenai dadanya, hal itu membuat Zeya melepaskan permainan bibir mereka dan melihat kondisi Agaskar dengan mulut terbuka.

"KAK AGASKAR?!!"

"Zey?!"

"Zey lo denger gue, nggak?"

"Hey, babe!"

Rasanya Zeya sentak tersadar dari alam bawah sadarnya, kedua matanya mengerjap tak berhenti begitu kedua tangan Agaskar sudah bersandar di kedua pundaknya menciptakan guncangan kecil hanya sekedar membuat lamunan Zeya menghilang.

"Bisa-bisanya gue minta tolong di tengah danau, lo malah diem doang ngelamun nggak jelas. Mikirin apa, sih?" tanya Agaskar yang sudah terlihat basah kuyup itu mulai mengambil posisi dududk di sebelah sang istri.

Dahi Zeya mengernyit tak percaya, jika kejadian yang baru saja ia rasakan tadi hanyalah sebuah hayalan. "G-gue tadi nggak nolongin lo?"

Agaskar menggeleng. "Nggak, lo cuman ngelamun doang padahal gue udah butuh uluran tangan lo," sahut Agaskar terlihat kesal.

Zeya hanya tersenyum kecil dan cengengesan, satu sisi ia merasa bersalah, namun sisi lainnya ia bisa sedikit tenang, jika insiden penembakan tersebut hanyalah hayalannya. "Lo kenapa?" tanya Agaskar.

"Gue nggak papa, Kak," jawab Zeya pasti.

"Tapi muka lo pucat, lo mikirin apa?" Mendadak perhatian Agaskar kembali teralih pada Zeya. "Lo sakit?"

"Gue cuman ---"

DORRRRRRRRRRRRR!!

Pandangan Agaskar dan Zeya seketika menoleh secara bersamaan, netra mereka mengedar mencoba mengamati darimana suara menakutkan itu berasal. "Suara tembakan lagi," gumam Agaskar. "Kayaknya ada yang nggak beres disini."

"Kak?" panggil Zeya yang ikut merasakan situasi tak nyaman. "Gue ---"

"Ssssstttt!" Dengan cepat mulut Zeya dibungkam oleh jari telunjuknya. "Cukup lihat ke arah gue, sayang. Jangan kemana-mana, kita nggak akan kenapa-napa, tenang aja."

Meskipun sejujurnya ia panik dan jantungnya benar-benar dibuat tak karuan, di depan Zeya sudah pasti ia jaga image dan tak mau terlihat lemah. Lelaki itu menatap nanar gadis di depannya dengan berniat memberikan sebuah instruksi.

"Lo denger gue baik-baik, Zey."

"Dalam hitungan ketiga, kita lari secepat mungkin ngejauh dari danau ini, kita cari tempat persembunyian yang aman selama belum ketemu jalan balik ke kemah. Dan inget, jangan pernah pisah dari tangan gue."

Zeya yang ikut merasakan ketegangan itu hanya mengangguk pelan, mencoba memahami apa yang baru saja Agaskar sampaikan. Kedua tangan Agaskar berulang kali mengusap pipinya lembut, seolah ingin membuat Zeya tetap tenang.

"Satu .... "

"Dua .... "

"Tiga .... "

Diluar rencana, sialnya Agaskar dan Zeya terpisah. Dimana Agaskar mengambil arah ke kanan, sementara Zeya mengambil arah kiri. Bahkan tangan yang tadinya sempat saling menggenggam, kini sudah putus begitu saja.

"ZEYAAAA!!!" teriak Agaskar sekencang mungkin, gadis itu telah berlari entah kemana sampai akhirnya menghilang dari pandangan Agaskar tanpa menyadari jika lelaki itu tak bersamanya.

Agaskar sempat menghentikan jalannya saat melihat Zeya yang terpisah darinya, namun baru beberapa detik berselang tembakan kembali terlayangkan yang membuat Agaskar mengurungkan niatnya untuk menyusul Zeya.

DORRRRRRRRRRRRR!!

DORRRRRRRRRRRRRRRR!!

Sang penembak seolah ingin menujukan peluru mengarah padanya, namun Agaskar yang sudah diajarkan dan terlatih bagaimana cara menghindar dari sebuah tembakan, berusaha berlari sembari menunduk di tengah serangan misterius yang melayang secara membabi buta.

"SIALAN! SIAPA PELAKUNYA?!"

•••••••••••••••••

"TOLONGGGGGGGG!!"

Indera pendengaran Agaskar lantas menajam, ketika mendengar teriakan histeris yang entah darimana asalnya. Namun dirinya yakin, jika sumber suara tersebut tidak jauh tempatnya berdiri. Tanpa menunggu waktu lama, Agaskar bergegas mencari keberadaannya setelah terpisah dengan Zeya hampir tiga jam lamanya.

"ZEYA!!" jerit Agaskar memanggilnya. "KALAU ITU LO, KASIH GUE TANDA!"

"Gawat, kalau sampai si Zeya kenapa-kenapa, pasti gue lagi yang bakal disalahin sama Mamoy Papoy," gumam Agaskar di sela-sela pencarian. "Mana gelap banget lagi."

Tembakan itu telah usai, dan Agaskar sekarang berada di tengah hutan tidak tau arah jalan menuju kemana. Yang pasti, tujuan utamanya sekarang tidaklah berlekas pulang menuju camping sebelumnya, melainkan mencari sang istri yang terpisah darinya tadi. Hanya mengandalkan penerangan dari senter ponsel.

"TOLONGGGG!"

Suara teriakan itu semakin jelas terdengar, saat Agaskar mencoba menelusuri jalan lebih jauh di tengah pepohonan yang rindang. Tanpa diduga, suara seekor anjing ikut menggonggong di sekitar area tempat Agaskar berdiri.

Bahkan gonggongan itu seakan bersahutan dengan suara minta tolong yang tiada henti, sekarang ia dapat menyimpulkan bahwa gadis itu kena jejaran sang anjing liar. Hal itu kian membuat Agaskar cemas, langkahnya semakin gaduh untuk mencari darimana sumber suara itu berasal.

"PERGI, LO! GUE MAU PULANG!" terkanya mencoba memukul menghubungi bebatuan kecil.

Hewan itu terus-menerus menghadangnya, seperti ingin menyerang dan menerkam. Akan tetapi, serangan bebatuan kecil yang cukup ampuh untuk menghambat pergerakannya yang ingin mendekat. Sampai sebuah balok kayu menghantam punggung anjing itu, Zeya yang kewalahan berlari tentunya terkejut.

Zeya meneguk salivanya, saat anjing itu berlari menjauh dan masih setia dengan gonggongannya. Mungkin kedatangan Agaskar yang tiba-tiba muncul lebih mengejutkan dirinya, karena lelaki itu lah yang berhasil membuat anjing itu berlari ketakutan.

Kini keduanya serasa berada di jalan buntu, dimana sekelilingnya hanya ada pepohonan besar, dan ranting kayu yang menenuhi tanah, seakan tak ada celah jalan.

"Kenapa lo tadi nggak ngikutin gue, Zey?!" ujar Agaskar mendaratkan kedua tangnnya di pinggang.

"Coba lo bayangin, kalau lo dimakan sama anjing itu?"

"Emang ada ya, anjing makan manusia?" tanya Zeya dengan wajah lugu.

"Itu anjing liar, bangke! Bisa aja lo dicabik, diterkam, dan dimakan sama dia," balas Agaskar sudah dengan emosi yang meradang.

"Gue kira lo tadi ada di belakang gue, Kak," ucap Zeya sedikit ragu.

"Kan tadi udah gue bilang, lo harus ikutin gue ke arah kiri." Bukannya diam, Zeya justru dengan cepat menggeleng seolah membantah apa yang Agaskar katakan.

"Apanya?" tanya Agaskar lagi tak mengerti.

"Lo nggak ada bilang mau lari ke arah mana, jadi gue pikir arah yang gue lalui udah bener."

"Emang, iya?" Pertanyaan Agaskar itu langsung mendapat anggukan cepat dari Zeya.

"Dalam hitungan ketiga, kita lari secepat mungkin ngejauh dari danau ini, kita cari tempat persembunyian yang aman selama belum ketemu jalan balik ke kemah. Dan inget, jangan pernah pisah dari tangan gue."

"Y-yaudah, berarti itu bukan salah siapa-siapa," sahut Agaskar menggaruk tungkai lehernya yang tak gatal. "Kita cari jalan buat balik ke kemah sekarang."

Pelipis Zeya dipenuhi oleh keringat dingin, rambutnya pun sudah berantakan akibat kelelahan dan rasa menyerah saat ia dikejar oleh binatang liar tadi. Zeya benar-benar tak tahu nasib kedepannya seperti apa, jika Agaskar tidak datang tepat waktu kesini menyusulnya.

"Tapi, Kak ---"

"Tapi apalagi, sih, Zey?!"

"Lo lupa ya, kaki gue ada luka, masih perih banget, makanya gue tadi nyerah dan nggak bisa lari lagi dari kejaran anjing liar," cicit Zeya dengan raut wajah putus asa, berharap ada rasa iba dari suaminya itu.

Agaskar kemudian melihat luka yang dimaksud oleh Zeya, dan itu benar adanya, kaki mulus gadis itu kembali mengeluarkan sedikit cairan merah setelah sempat ia bersihkan saat di danau tadi, semacam hadir karena luka goresan. Agaskar tak menggubris, dan hanya mendecak pelan, namun ia juga tak habis akal.

Agaskar berbalik badan, dan membelakangi Zeya, lelaki itu lalu menepuk pundaknya beberapa kali selepas berjongkok dan mengikis jarak antar keduanya. "Cepetan, hari udah malem banget," ujar Agaskar.

"Maksudnya, Kak?" tanya Zeya bingung.

Agaskar menghela napas berat, entah kenapa semakin kesini sinyal otak istrinya ikut menurun seiring sinyal internet yang menghilang selama berada di hutan. "Naik ke punggung gue, sayang. Biar gue gendong, kan katanya lo nggak bisa jalan karena kaki lo luka."

"Naik, buruan. Gue gendong, kita lari dari area sini buat nyari tempat, seenggaknya gue bisa tenang lo nggak ada luka tembak."

"Lo nggak cape ya? Kan tadi ---"

"Naik, gue bilang sekali lagi. Sebelum gue buat lo beneran nggak bisa jalan karena gue masukin sesuatu, mau?!"

"GILA, LO!!"maki Zeya akhirnya mendorong pundak Agaskar yang hanya membuat sang empu menyengir tak berdosa.

"Gue nggak nerima penolakan, kalau lo nolak sekarang, berarti lo harus berhadapan sama konsekuensi kalau kita tidur sekamar lagi nanti," papar Agaskar lagi membuat Zeya tak habis pikir.

Walaupun awalnya ragu untuk mengikuti permintaan Agaskar, namun tak ada pilihan lain karena luka di kakinya yang teramat perih. Terlebih gonggongan anjing yang menghampirinya tadi, kembali terdengar dan membuat mereka panik seperti semula.

Zeya lalu bergegas naik ke atas punggung lelaki itu, keduanya sama-sama mengatur posisi senyaman mungkin. Beruntung berat badan Zeya tak seberapa, karena bagaimana pun kemampuan Agaskar juga melampaui.

"Kak! Itu kayaknya ada goa, deh," ujar Zeya menunjuk ke salah satu arah selang beberapa menit mereka berjalan dari tempat awal.

"Lo yakin?" tanya Agaskar setelah memperhatikan sebuah goa yang gelap.

"Nggak ada pilihan lain, hari udah malem banget, kita istirahat disana aja dulu. Emang Lo nggak takut kita tambah tersesat karena minim pencahayaan?"

•••••••••••••••

Hampir setengah jam, waktu mereka habiskan hanya untuk mencari Agaskar yang tidak ditemui dimana pun. Baik kelompok Wolviper maupun kiyowo girls sendiri, padahal mereka akan melakukan makan malam bersama sekarang.

Savion mendesah berat, ia mengusap perutnya yang sudah terdengar keributan. "Gila, cok, hampir setengah jam kita disini bolak-balik nyari Agaskar doang, nggak ada ketemu sama sekali lagi "

"Zeya juga," sahut Vanda langsung diangguki oleh Savion.

Ansley terlihat merenung khawatir memikirkan nasib seseorang yang ia anggap 'crush' itu. "Duh, gimana ya nasib Kak Agaskar, semoga dia baik-baik aja deh, nggak diterkam sama hewan buas atau apapun itu."

"Temen kita tuh Zeya, Sley. Bukan Kak Agaskar, kok yang lo pikirin malah Agaskar, sih?" balas spontan Vanda saat mendengar keluhan Ansley.

Bukannya langsung menjawab, Ansley justru dibuat salah fokus dengan apa yang ada di leher Vanda ketika gadis itu menoleh ke arahnya. "Van, leher lo kok ada biru-biru ungu? Luka apa gimana?"

"Astaghfirullah," ujar Javas menggigit bibir bawahnya. "Ampuni Hamba Ya Allah."

Vanda dengan cepat menepis tangan Ansley yang ingin singgah di tempat yang dicurigai. "Nggak ada apa-apa, kok. Cuman goresan biasa, nggak usah lebay deh, Sley."

"Slay aja, gitu doang diribetin. Udah tau itu tuh cupang." Suara itu sontak membuat anak-anak Wolvi menatap padanya, termasuk anak kiyowo girls sekalian.

"Goblok, apa-apaan lo bilang?" sahut Galen yang kebetulan berada di sebelah Savion.

"Lah? Bener, kan? Itu cupang yang ada di leher Vanda, di leher lo juga ada, tuh, tuh," tutur Savion menunjuk ke arah lehernya yang sudah seperti intel, karena tau banyak hal.

Pandangan Galen lalu beralih pada Javas, sebagai orang pertama yang diberitahu olehnya, sentak Javas langsung menggeleng mantap.

"Demi Allah, gue nggak ada bocorin apapun," papar Javas.

"Nggak usah sok rahasiaan, udah pada tau," ujar Arhez lagi menyambungkan obrolan seakan membuat Galen tak percaya, begitu pun dengan Vanda yang hanya bisa diam membisu di tengah perbincangan.

"Van!" panggil Galen lagi mencegah kepergian gadis itu menuju tenda nya. "Vanda!!"

Galen membungkuk, membuka tirai tenda yang sempat tertutup itu lagi. Keadaan tenda di area perempuan cukup sepi, karena semuanya berbagi tugas. Hanya ia dan Vanda yang berada disini sekarang.

"Van, sorry," ujar Galen mendekat, ia pun duduk di ambang tirai tenda tersebut.

Vanda menggeleng, ia tak menolak kedatangan Galen yang menyusulnya kesini. "Masdev nggak salah, kok. Yang salah itu aku."

Senyum Galen mengembang seketika, saat mendengar Vanda berbicara lebih dari tiga kata dengannya untuk pertama kali setelah hubungan mereka kandas. "Masdev?"

Masdev artinya adalah Mas Faldevion, nama terakhir Galen. Vanda memang manis memanggilnya dengan sebutan Masdev sebagai panggilan kesayangan mereka selama pacaran.

"M-maksud aku, Galen. Maaf," koreksi Vanda setelah sadar akan ucapannya.

Galen memggeleng cepat. "Nggak masalah, malah gue suka. Kenapa lo pergi? Permainan belum selesai, lo marah, ya?"

"Nggak, kok. Aku cuman lagi nggak mood aja."

"Nggak mood karena mereka nyorakin kita untuk balikan?" tanya Galen sekali lagi, memastikan situasi perasaan gadis yang pernah menjadi kekasihnya itu. "Maaf kalau buat lo nggak nyaman, seharusnya gue nggak bilang kaya gitu tadi."

Vanda hanya diam setelah itu, tak menggubris apapun lagi dari Galen. Ia hanya memilin jemarinya seakan sudah kehabisan kata-kata untuk menyambung obrolan. Sementara Galen masih berpikir sejenak.

"Tumben kok nggak ngepantun?"

Gaken tertawa kecil. "Yakali, ngepantun di depan cewe yang-- ya ... Gitu. Nggak mungkin lah, gue ngepantun di depan lo. Dimana harga diri seorang Galen."

Mendengar itu Vanda ikut tertawa, hati Galen menghangat seketika dapat melihat senyuman gadisnya hampir dua tahun lamanya. Karena memang kandasnya hubungan mereka bukan dalam keadaan yang baik-baik.

"AYO ANAK-ANAK SILAHKAN BERKUMPUL, KITA AKAN BERSIAP UNTUK MAKAN MALAM!!" ujar bu Lova dengan nada tinggi untuk pengumuman pada semua anak muridnya.

Mendengar suara bu Lova, refleks Vanda menarik tangan Galen yang membuat tubuhnya masuk ke dalam tenda seutuhnya. Galen sempat terkejut, sebelum Vanda terdiam sejenak, melirik bayangan orang yang akan melewati tenda mereka.

"Kenapa ditutup?" tanya Galen syok saat melihat Vanda yang mengunci tirai tenda yang mereka tempati.

"Ini tuh tenda cewe, nanti Masdev dimarahin kalau ketahuan ada disini," sahut Vanda.

Galen membeku sesaat, dia baru menyadari itu sekarang. "Aduh, gue lupa lagi kalau ini tenda area khusus cewe. Bisa mampus gue kalau ketahuan."

"Makanya untuk sementara Masdev disini dulu, kalau keadaaan di luar udah aman, baru keluar," saran Vanda langsunh diangguki oleh Galen.

Tak lama situasi dalam tenda mendadak sunyi, keduanya kembali dalam hening masing-masing. Galen merasa gerah dalam tenda tersebut, karena bahan tenda yang berbeda dari tenda milik kelompoknya.

"Gue boleh lepas jaket, nggak? Panas banget, sumpah," tanya Galen nanar.

Vanda sekilas meneguk salivanya, ia tak langsung menjawab melainkan berpikir lebih dulu. "I-iya, lepas aja."

Ternyata yang Galen lepas tidak hanya jaket kulitnya, melainkan baju kaos polosnya pun ikut terlepas dari badan kekar lelaki itu. Sejujurnya Vanda gugup, namun ia berusaha terlihat tenang saja demi menjaga image di depan mantan.

Memang benar apa yang dikatakan Galen, keadaan dalam tenda sangat panas. Karena biasanya ada pasokan jendela transparan yang dibuka agar angin dapat masuk, Vanda pun berniat mengikat rambutnya yang terurai.

Galen tertawa saat melihat Vanda mengikat rambutnya mandiri tanpa sisir. "Nggak ada berubah lo ternyata, masih berantakan kalau ngiket rambut. Sini gue bantu."

Galen pun ambil alih, dan melepaskan ikatan yang sudah mengikat rambut Vanda secara kuncir kuda. Ia lalu mengambil sisir yang berada dalam saku celana nya, sisirnya yang selalu menjadi teman setia nya. Galen tak bisa tanpa sisir kesayangan yang ia beri nama Galondon.

Dikuar dugaan, saat ingin mengikat rambut Vanda setelah rapi ia sisir, Galen justru salah fokus dengan kecantikan gadis itu bahkan dari belakang sekali pun. Punggung Vanda yang mulus bisa terlihat jelas disana.

"Tahan, Galen. Tahan! Lo jangan lemah, lo harus bisa ngelawan! Tolong jangan ambil kesempitan di tengah kesempatan!" celetuk Galen dalam hatinya, pelipisnya sudah dilumuri keringat panas dingin.

"Arghhh!!!"

"Galenh .... "

Ansley hanya memutar bola matanya malas, memahami apa yang dilakukan sahabatnya. "Dih, gue pikir apaan, ternyata ulah si Galen. Gue jadi pengen deh, digituin sama Kak Agaskar."

"Astaghfirullahaladzim .... " Javas menggeleng seraya mengelus dadanya.

"Udah-udah, biarin aja Galen sama Vanda mau ngapain, sekarang yang kita cari, dimana Agaskar?" Arhez mencoba mengubah topik pembicaraan.

"Kalau gue tau juga udah gue kasih tau, Hez," sahut Savion.

"Anak-anak, kenapa kalian masih disini? Makan malam sedang berlangsung, ini kemana Agaskar? Tumben nggak sama kalian," tegur bu Joov yang baru saja menyambangi mereka.

Lantas semuanya mendadak saling pandang satu sama lain, baik Galen, Savion, Arhez, Javas, Vanda, Sonia serta Ansley bingung harus menjawab apa.

"Ini juga si Zeya kemana, ya? Murid baru itu, bukannya satu tenda sama kelompok mu, Sonia?" tanya bu Joov lagi.

Sonia tersenyum cemas. "I-iya, Bu. Zeya satu kelompok sama kita."

"Mereka ada kok, Bu. Itu lagi ngobrol berdua, katanya lagi ada masalah serius dan nyuruh kita makan duluan, jadinya nanti mereka nyusul." Suara itu berasal dari Javas, yang membeberkan alasan palsu demi mengundang tak ada rasa curiga dari sang guru.

"Oh gitu, emang dimana mer ---"

"Ayok, Bu, kita makan malam dulu cihuy! Dengan menikmati pemandangan di dekat gunung ini," titah Savion langsung merangkul bu Joov untuk menyita perhatiannya.

Agar melupakan tentang Agaskar dan Zeya sejenak, sementara mereka masih mencari keberadaan dua orang itu ada dimana. Beruntung Savion berhasil mengalihkannya, mereka hanya tinggal mengekor di belakang mengikuti kemana bu Joov berjalan untuk melangkah.

Mereka lalu bergabung dengan kelompok yang lain, di tengah-tengah api unggun yang berkobar, sembari menikmati makan malm bersama. Galen yang biasanya selalu membuat pantun aneh itu, kali ini lebih banyak diam membisu tanpa suara semenjak bisa melihat sosok Vanda dari dekat, ralat.

Bukan hanya melihat, melainkan meninggalkan sebuah bekas di leherngadis itu. Pandangannya tak bisa teralihkan, dan selalu fokus kesana.

"Len?!" panggil Savion menyenggol lengannya beberapa kali. "Si anying, lo budeg apa gimana? Jangan ngeliatin Vanda mulu, dimakan tuh makanan yang ada di piring lo."

Galen yang tersadar dari lamunannya, hanya melirik sinis ke arah temannya. "Bangke!"

"Permisi, sebentar. Kami kehabisan persediaan selama di perjalanan, bisakah kami meminta sedikit saja bekal dari orang-orang yang tengah melangsungkan perkemahan ini?"

Seseorang tiba-tiba saja datang menyambangi area perkemahan SMA Sagitarius, membuat banyak pasang mata lantas menoleh pada sang empu.

"DADDYYY?!"

"Vanda?!"

Seorang gadis yang tadi sedang melahap makannya, tiba-tiba langsung jatuh ke dalam pelukan seorang pria gagah yang mengenakan kemeja berlapiskan rompi.

Selayaknya anak dan ayah yang baru bertemu, pria itu berpakaian seperti pemburu lengkap dengan senjata berpeluru yang tersimpan dibalik ikat pinggangnya.

"Bokapnya Vanda?" bisik Savion bertanya.

Sementara Galen sudah panas dingin begitu kengetahui itu Havie, ayah dari Vanda yang merupakan seorang pemburu hewan. "Udah, diem. Gue nggak mau ribut," sahut Galen tetap melanjutkan makannya meski sudah tak ada nafsu.

"Maaf, apa Bapak ini keluarga dari Vanda?" tanya bu Lova yang langsung mendapat anggukan dari Vanda dan Havie.

"Iya, Bu. Ini Daddy saya, hobinya emang berburu di hutan," sahut Vanda.

"Saya lupa, kalau Vanda dan teman-temannya mengikuti study tour dan perkemahan ke tempat ini. Kebetulan tadi saya lewat, dan kelelahan karena persediaan sudah habis, makanya saya berniat untuk meminta sedikit saja," tutur Havie.

"Mari, Pak. Gabung saja bersama kami untuk makan malamnya," ucap Pak Andreon yang langsung mempersilahkan Havie.

"Terima kasih, Pak," balas Havie spontan.

"Om Havie?!"

"Nah, mulai caper si kepiting," cecar Savion saat melihat sosok Liam yang muncul di depan ayah Vanda dan langsung menyalaminya, bak menantu idaman. "Len, jangan kalah juga lo, tuh calon mertua."

Galen tak menggubris, melainkan hanya memperhatikan gerak-gerik Liam yang seolah tak ada apa-apa dengan Vanda. "Om Havie apa kabar? Kebetulan kita ketemu disini, Om," sapa Liam terlihat masih menggenggam tangan pria itu.

"Baik, Liam. Kamu sendiri, gimana? Makin gagah aja kamu, saya yakin Vanda pasti jadiin kamu sebagai laki-laki idaman dia," jawab Havie yang masih merangkul sang puteri.

"Uhukkkk ... Uhukkkkkkk .... " Mendengar itu, lantas membuat Galen tersedak, Javas yang berada di satu sisinya pun langsung memberikan minuman.

"Jangan lupa, baca doa sebelum makan, biar setannya nggak menganggu," ujar Javas tertawa kecil menggeleng.

"Gimana nggak menganggu, bisa dilihat di depan mata kepala sendiri," sahut Galen kemudian meminum segelas air mineral yang disodorkan Javas tadi.

"Bokapnya Vanda suka sama Liam?" Setelah mengarungi rasa penasaran beberapa lama, akhirnya Arhez mencoba bertanya.

Galen dengan ceapt mengedikkan pundaknya. "Mungkin?"

"Kalau lo tanpa restu sama dia, gue sama dia justru tanpa rasa," ujar Savion berdalih menepuk-nepuk punggung Galen.

"Yaelah, Sav, kalau lo mah emang dia nya nggak ada perasaan kali," tegas Javas tertawa gelak untuk mengejek nasib Savion.

"Minimal berkaca, Jav!"

"Ini kita harus gimana? Temen kita hilang, hari udah tambah malem," urai Arhez terus mengupgrade topik.

Javas mulai berpikir sejenak. "Ya Allah, masa iya kita harus nunggu besok? Kita kasih tau aja kebenarannya, gimana?"

"Dua tiga miskin, apa lo yakin?" tanya Galen dengan nada penuh tekanan, hal itu diperhatikan langsung oleh Vanda yang meliriknya sekilas.

Javas mengangguk cepat. "Nggak ada cara lain, bro. Udah makin larut malem."

"Gue setuju sama Javas, dan kita nggak mungkin juga bawa cewek kalau emang bener mau cari orang hilang. Kita berangkat berempat aja biar mereka nunggu disini," usul Savion memperjelas saran Javas.

Sonia lantas menoleh mendengar pendapat itu. "Tapi kan yang hilang dan nggak keliatan disini tuh bukan cuman Kak Agaskar, jadi kita semua berhak ikut dong, karena Zeya temen kira ,x

"Iya tau, tapi kan ---"

"Kita harus ikut pokoknya!" tegas Ansley yang kembali ke posisi awal yaitu disebelah Sonia

"Kita ceritain aja sejujur-jujurnya, biar mereka tau dan cari solusi. Kita udah cari kan, kemana-mana di sekitar sini dan nggak ada hasil. Biar Kak Agaskar dan Zeya cepet ditemuin, gue takut banget terjadi sesuatu smaa mereka kalau kita telat," imbuh Vanda sebagai final keputusan mereka.

"Mumpung gue punya petanya, nih,"cetus Savion mengeluarkan seutas peta.

"Astaghfirullah, darimana lo dapat?" tanya Javas terkejut melihatnya.

"Nggak penting, yang penting kita cari mereka nanti.

•••••••••••••••

Sejak menuju goa yang dimaksud, malam kini semakin larut, entah pukul berapa. Agaskar tak bisa memeriksanya, hari benar-benar gelap, dan keduanya masih berada dalam satu tempat yang sama. Goa yang begitu gelap dan dingin, sesekali berhasil membuat mereka menggigil.

Zeya baru saja membuka matanya setelah sempat terlelap beberapa saat, suara bising yang ditimbulkan Agaskar seraya berusaha menghidupkan kayu bakar membuatnya sedikit terganggu. Namun Zeya tak bisa marah, karena lelaki itu terlihat kesulitan menghidupkannya.

"Kenapa bangun lagi, hm?" tanya Agaskar tanpa menoleh, saat menyadari sang istri terbangun.

"Gue nggak bisa tidur sebenarnya, Kak," sahut Zeya, ia merasa kakinya yang sudah ditutup oleh dedaunan yang dihancur.

"Tumben banget ya, dia baik," gumam Zeya.

"Karena laper? Sorry banget, gue nggak bisa nemuin makanan kayak buah-buahan atau ikan di sekitar sini, tanah tandus dan ladang yang kering kayaknya mustahil. Sekalipun ada, mungkin buruk karena dimakan sama hewan yang penasaran."

"Darimana lo tau silsilah alam liar yang lengkap? Bukannya lo anak IPA bukan anak IPS?" tanya Zeya merasa kagum.

"Anak IPA nggak cuman belajar gimana cara menghitung jarak dan kecepatan saat apel jatuh dari pohonnya, tapi juga harus tau berapa lama buah itu dapat bertahan dalam suhu normal, dan gimana bentuk serta rasanya yang layak untuk dimakan," jawab Agaskar dengan lancar dan begitu fasih.

"Jadi, kalau cuman ngidupin kayu bakar, apa yang buat usaha lo itu lama? Gue rasa lo udah daritadi mencobanya, mana gelap banget lagi, gue aja nggak ngeliat lo."

"Ponsel lo dan ponsel gue sama-sama mati, baterainya habis," jawab Agaskar simple.

"Yahhhhhh .... "

Agaskar lalu menggeleng dan mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Makanya, Tuhan ciptain bulan dan bintang untuk apa? Untuk menerangi alam liar yang minim penerangan buatan manusia."

"Terus ---"

"Kalau lo diciptain Tuhan, ya cuman untuk jadi istri gue."

DAMN!

Tubuh Zeya seketika merasa panas dingin, padahal ia sedang tidak melihat dimana Agaskar berada karena situasi yang gelap gulita. Namun suara beratnya, sudah mampu membuat jantung Zeya jedag-jedug karena ulahnya.

"Apaan, sih," ucap Zeya bingung harus merespon bagaimana.

"Nih, lo pegang dulu," ujar Agaskar memberikannya satu obor yang sudah berhasil di hidupkannya, Zeya pun menyambutnya cepat sebagai acuan utama penerangan mereka sementara.

"Kayu ini basah karena gue nemuinnya rata-rata dari dekat lembah, mungkin karena hujan atau lain hal. Jadi kita harus ngeringinnya pakai api kecil, biar puncaknya, bisa kering dan hidup terang benderang," imbuh Agaskar lagi dengan penjelasan yang terkesan logis dalam pikiran Zeya sendiri.

"Kayaknya lo harus tinggal di hutan, deh," papar Zeya membuat Agaskar mendelik. "Soalnya otak lo pinter pas di hutan doang."

"Anjir!" respon Agaskar, wajahnya menjadi datar yang hanya disambut gelak tawa oleh Zeya.

Agaskar masih fokus untuk menghidupkan kayu bakar yang sudah ia temukan mengginakan korek api, benda yang selalu ia bawa kemana pun kecuali di sekolah. Meskipun lelaki itu setengah frustasi karena usahanya terus gagal, sampai ia menyenggol salah satu kayu bakar yang sudah tersusun.

SSSSEEEEEEEEEETTTTTT!!!

"KAKK!!!" Kedua bola mata Zeya membulat sempurna, diiringi mulut yang terbuka lebar.

Bagaimana tidak? Terlihat dua buah pisau yang tertancap pada besi tiba-tiba muncul dari atas seakan siap untuk menusuk kepalanya dengan kedua sisi, beruntung Agaskar tak beralih tempat, mungkin jika sedikit saja maju atau mundur, bisa akan mengakibatkan nyawanya hilang.

Agaskar meneguk salivanya, begitu melihat pisau yang sangat tajam kini tepat berada di depan matanya. Ia masih menyikapinya dengan santai.

"Jangan panik, Zey. Gue rasa jebakannya nggak cuman satu," ujar Agaskar semakin membuat Zeya takut.

"Kayaknya hutan disini terlalu bahaya," simpul Zeya langsung disambut anggukan oleh Agaskar.

Perlahan lelaki itu berjalan ke arah samping, secara hati-hati dan sesekali memejamkan matanya, berharap apa yang ia injak tidak mengenai apapun dan tak ada hal semacam itu lagi untuk jebakan lainnya. Setelah berhasil, ia langsung menggenggam tangan sang istri.

"Lo nggak papa, kan?" tanya Agaskar memegangi pipi istrinya itu.

Zeya menggeleng. "Harusnya gue yang tanya sama lo, lo nggak papa? Gue nggak tau lagi, kalau posisi lo berpindah, mungkin gue udah putus asa," sahut Zeya dengan mata yang berkaca-kaca.

Agaskar langsung menarik Zeya ke dalam pelukannya sejenak, dan mengambil alih satu obor ke tangannya, mencoba menenangkan gadis itu sementara dengan memberikannya dekapan hangat di tengah situasi mencekam ini.

"Tenang aja, gue bakal lindungin lo apapun keadaannya," tutur lelaki yang mempunyai lesung pipi cukup dalam itu.

Saat membalas pelukan Agaskar, tangan Zeya tak sengaja menyentuh satu luka yang membuat kedua jarinya menimbulkan bercak merah. Zeya terkejut bukan main, saat mendapati lengan lelaki itu pun sebenarnya ikut terluka.

"Kak, kapan lo kena luka ini?"

"Kita keluar dari goa ini dulu, biar sedikit aman."

•••••••••••••••

Setelah beberapa menit berselang, mereka akhirnya sampai di aliran sungai yang cukup deras. Keduanya menempuh jarak cukup jauh dari tempat semula yaitu goa dengan jebakan yang mengerikan, sumber daya air sungai itu terlihst bersih dan nyaman, meskipun suhu di sekitar sana juga seakan menusuk kulit.

Tanpa menunggu waktu lama, Zeya menepis tangan Agaskar yang sempat merangkul di pundaknya, meminta Agaskar untuk duduk dibawah. Tak lama, Zeya terlihat merobek baju dalamnya yang membuat Agaskar sempat syok.

"Eh? Buka? Eh, salah, maksud gue, lo ngapain ngerobek baju lo disini?" ujar Agaskar gelagapan begitu melihat perut rata Zeya yang nampak disana.

"Siniin tangan lo, Kak," celetuk Zeya tanpa mau berlama-lama, ia langsung membalutkannya sebagai kain penutup di lengan Agaskar yang terluka.

Jujur, Agaskar terkejut bukan main melihat perlakuan Zeya saat ini, dan tak tau harus merespon apa.

"ANJING?! JANTUNG GUA, BANGSAT! INI BENERAN DIA APA BUKAN?!"

"Maaf ya, Kak, nggak ada kain bersih disini. Gue tau kok, ini nggak steril, tapi seenggaknya bisa deh, nutupin luka lo sementara waktu," imbuh Zeya.

"Lengan gue aja yang dikasih perban?" tanya Agaskar di sela-sela Zeya yang mengambil posisi duduk di sampingnya.

"Emang luka lo dimana lagi?"

"Disini." Agaskar menunjuk ke bagian bibirnya.

"Beneran?" tanya Zeya, ia spontan panik saat Agaskar mengatakan hal itu, dan langsung memeriksanya. "Yang mana, Kak? Gue lihat bibir lo baik aja."

"Coba lihat, lebih deket lagi," timpal Agaskar mengulum tawanya.

CUPPPPPPPPPPP!

#JUSTPICT SUPPORT

Saat Zeya mencoba untuk lebih dekat, seperti yang diinstruksikan oleh lelaki itu, Agaskar memanfaatkannya dengan langsung meraup bibir gadis itu sekilas. Membuat Zeya terdiam sejenak di tempat, kedua matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mendorong dada bidang Agaskar.

"Dasar cowok sinting!" maki Zeya kesal. "Gue udah serius ya, Kak, gue kira lo beneran luka."

"Cie khawatir," ejek Agaskar menaik-turunkan alisnya beberapa kali.

"Dih, geer banget, lo!"

"Affah iyah?!" Zeya hanya memutar bola matanya malas saat mendengar penuturan dari Agaskar.

Agaskar yang merasa rencananya berhasil, mulai menghadapkan posisi ke samping, tepat di depan Zeya saat ini, lelaki itu terus mengikis jarak antar keduanya untuk menciptakan sebuah kedekatan tak terkira, helaian rambut Zeya ia selipkan ke belakang daun telinga.

"Thanks for this," bisik Agaskar berat mendekati daun telinganya, yang membuat Zeya menggeliat begitu merasa telinganya digigit kecil oleh lelaki itu.

"I want something, Zey," bisiknya lagi membuat bulu kuduk Zeya semakin merinding mendengarnya.

Agaskar meraih tengkuk leher Zeya yang mencoba ingin menjauh, seakan tak membiarkan wajah gadis itu melirik hal lain selain dirinya.

"Gue belum tidur, tolong buat gue tidur tapi pakai cara yang gue minta, lo mau, kan?"

Zeya meneguk salivanya kasar, jantungnya sudah tak bisa dikendalikan jika Agaskar sudah mulai mengeluarkan jurus semacam ini. "Apa, Kak? Ini udah tengah malem, jangan aneh-aneh."

"Justru yang tengah malem itu enak, sayang." Suara Agaskar semakin berat, rasanya Zeya ingin menghilang detik ini juga.

"Jadi apa, yang lo mau?"

Agaskar menempelkan bibirnya tepat di dekat daun telinga Zeya, lalu berjalan mengenai pipi hingga bibirnya, mengecup benda kenyal itu sekilas. "Cuddle babe, pwease .... "

CUPPPPPPPPPPP!!

"Nikmatin aja, sebelum kita berdua ditemukan sama yang lainnya."

"Tapi .... "

Bagaimana tanggapan mu mengenai chapter ini?

WOILAH, JUJUR AJA KELEAN BOSAN NGGA SIE BACA PART SEPANJANG INI?😭AKU KEBABLASAN YA ALLAH MAAPKEUN.... NNTI AKU PENDEKIN NEXT CHAPTER.

Btw udah jelas kann ya Galen sama Vanda kenaffa😎

Nahhh lohhh, sebenarnya ada apa dalam goa itu? Terus kenapa ada tembakann di tengahhh hutan tadi tanpa ada alasan yang jelashhh? ADA APA? DAN SIAPA?

APA KALIAN MENYADARI SUATU KEJANGGALAN BESTIE? COBA KOMEN, HAL YANG ANEH DI ANTARA AGASKAR DAN ANAK WOLVIPER LAINNYA.

Apapun kondisinya, cuddle and kiss solusinya. -Agaskar

Kira-kiraaaa apa yang dilakukan oleh anak Wolviper dan Kiyowo Girls untuk menemukan Agaskar dan Zeya yang hilang? KETAHUAN NGGA YA MEREKA?

SPOILER BAB SELANJUTNYA? HANYA ADA DI @wattpadnoonaa dan @agaskarstory.ofc

Ada yang mau disampaikan sama Bunoy? 👁️👄👁️Ada pengajuan untuk part yg lebih pendek biar ga bosen?

Apa yang mau disampaikan ke Agaskar?

Apa yang mau disampaikan ke Zeya?

Apa yang mau disampaikan ke Liam?

Apa yang mau disampaikan ke Sonia, Vanda, Ansley or Liam?

Apa yang mau disampaikan ke anak Wolviper?

SIAP JIKA TAHU SIKAP AGASKAR YANG SEBENARNYA? SPAM '☹️' SEBANYAK-BANYAKNYA DISINI UNTUK LANJUT.

NEXT OR NO NIH??? CEPAT LAMBATNYA NEXT CHAPTER UPDATE TERGANTUNG TARGET YA GENGS!

NOTE: GAADA AKUN LAIN SELAIN DIBAWAH INI
Follow ig real untuk mendapatkan info menarik lainnya terkait cerita:
• @wattpadnoonaa (all about story)
• • @wolviper.ofc (Agaskar and the geng)
• @arajeejyn (new tiktok handle by admin)
• • @agaskarstory.ofc

Follow all ig rp real:
• @pangeranjavas
• • @arhezioalkanders
• @galenfaldevion
• • @savionragasvara
• @vandahavrielles

|| Jangan lupa sarankan cerita ini ke teman kamu biar berbagi baper, happy, dan sedih bersama💘 ||

Continue Reading

You'll Also Like

13.2M 1.4M 69
(SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA) Agatha terpaksa tinggal bersama Raka. murid paling teladan dan juga kebanggaan di sekolah. Manusia sedingin es y...
3.8M 450K 63
[TAMAT - LENGKAP] Demeter Ceysa Crusader, seorang model juga ceo brand terkenal di kota A. ia mengalami kecelakaan hingga membuatnya koma 3 tahun. sa...
4.1M 279K 75
[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - Sederhana saja, ini tentang Kanaya dengan segala rasa sakit dan penderitaannya - "Kanaya Belva Anastasya" Gadi...
SKALA By Hanum

Teen Fiction

11.8M 1.3M 58
Sudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal...