Keluarga ZET

By Yau_kemilau

10.2K 944 124

Lima bersaudara yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda mewarnai kisah keluarga mereka yang semakin ber... More

1. Cecunguk
2. Bukan paket dari pasar
4. Story Telling
5. Berontak
6. Putri Hanzel
7. Sakit
8. Futsal
9. Sapih
10. Setelah 8 tahun
11. Pulih
12. Dewasa

3. Janji Enggak Nakal

1.3K 148 21
By Yau_kemilau

Di pagi hari Ray dan Kay berkaca di cermin yang berbeda. Ray dengan wajah datarnya bersiap sekolah dengan berdiri tegak memasangkan kancing-kancing bajunya, juga menyisir rambut rapi mengikuti arah tumbuh rambut. Sedangkan Kay ia bernyanyi di dalam kamar sambil berjoget-joget menyisir rambutnya bergelombang ke atas dan sedikit di beri poni, memakai kemeja sambil menari.

Mereka keluar kamar bersamaan, di lihat oleh Nay yang keluar lebih awal. Sungguh saudara laki-laki kembarnya jauh berbeda bagai bumi dan langit. Kay berada di ambang pintu dengan tas yang ia selempangkan di sebelah pundak dan satu kancing kemeja atas terbuka, berkacak pinggang dengan gaya, terlihat seperti bangun tidur langsung mengenakan seragam. Sedangkan Ray dengan tubuh gagah mengenakan seragam sangat rapi, juga dasi yang terikat indah di lehernya, menjinjing tas keluar kamar. Nay menggelengkan kepala.

"Beuh.. Adek Ray kasep sekali pagi ini. Akang Kay dah mandi belum?"

"Weh macem-macem. Dah ganteng kayak gini di kira enggak mandi," balas Kay.

Mereka menuruni tangga bersamaan. Ternyata di meja makan telah berkumpul Ayah, Bunda, dan dua kakak saudaranya. Hamzi yang sudah siap bekerja dan Hanzel yang siap berangkat ke kampus. Pagi ini, Iza tidak mengomel karena si kembar semalam telah membuat masalah dan berjanji untuk berubah lebih baik, tapi janji-janji mereka tidak pernah ada yang bertahan lama.

"Pagi Ayah, ganteng." Nay mengecup pipi Reza.

"Pagi, Cantik."

Kay duduk di samping Hamzi untuk menikmati sarapan bersama, semua sarapan dengan tenang. Hingga sarapan selesai dan Hamzi membuka suara.

"Mau ngamen di mana?" tanya Hamzi melirik pakaian Kay yang tidak mencerminkan pelajar.

Kay melirik Hamzi juga anggota keluarganya yang sedang memperhatikan dia. "Cuma beda dikit," balas Kay pelan.

"Bunda sekolahin kamu buat jadi kayak gitu?"

"Enggak.."

"Kancingnya hilang? Dasinya dipakai tikus? Tadi mandi enggak?"

"Iya iya.. Kay benerin." Ia langsung mengancingkan kemejanya dengan benar mengikatkan dasi di leher, dan menurunkan rambutnya dengan rapi.

"Kan ganteng, kalau gitu baru pelajar."

"Iya."

Tiga serangkai sudah berpamit untuk pergi sekolah, melangkah keluar rumah pada arah mobil yang terdapat Pak Agus sudah menunggunya sejak tadi. Ray dan Nay masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, karena tangan Kay di cekal sang Bunda disuruh tunggu sebentar.

Wajah Kay menunduk sejak tadi di meja makan, cemberut, perasaannya tidak baik di pagi hari. Dan sekarang di hadapan Bunda masih dengan ekspresi yang sama.

"Kalau enggak senyum, namanya bukan Kay," tutur Iza yang membuat Kay mengembangkan senyum dalam wajahnya dan menatap mata sang Bunda.

Dengan senyumnya, Iza berkata, "Bunda percaya Akang udah besar bisa bedain mana yang salah dan mana yang bener. Bisa pilih juga temen yang baik dan temen yang jelek. Bisa kasih contoh yang baik ke adik-adiknya. Akang sedih, kan, kalau lihat Bunda sedih? Apalagi sedihnya karena ulah Akang yang Bunda enggak suka. Akang senang, Bunda senang."

"Iya, Akang minta maaf ya Bunda. Akang dengar dan pegang kata-kata Bunda."

"Dah berangkat, adik-adiknya nunggu."

"I love you." Kay mencium tangan sang Bunda juga mengecup pipinya.

"I love you too."

Kay masuk ke dalam mobil menyusul dua saudaranya yang sudah menunggu sejak tadi. Kay duduk di samping Pak Agus seperti biasa, merapikan rambutnya lebih rapi.

"Akang tadi di marahin Bunda dulu?"

"Enggak."

"Bunda bicara apa?"

"Pokoknya, kalau Akang ada salah-"

"Banyak," celetuk Nay.

"Belum selesai." Kay menghela napas.

"Kalau Akang salah, tolong ingetin. Ambil yang baik dari Akang, buang yang buruknya. Akang juga manusia biasa yang banyak salahnya. Kadang Akang ingin lakuin ini itu apa pun yang Akang mau baik atau buruk, tapi di belakang ada kalian yang menjadikan Akang contoh. Walaupun Akang keras kepala, kalian jangan capek ngasih tahu yang baik-baik."

"Pagi-pagi dah buat melow aja," ujar Nay.

Mendengar Kay berbicara kata-kata mutiara, sang adik bungsu hanya mengangguh-angguk saja yang padahal dalam hatinya, "Tumben bener, dikasih siraman apa dia sama Bunda? Alhamdulillah hidayah, semoga istiqomah. Amin."

Sampai sekolah, satu persatu keluar mobil dan masuk ke kelasnya masing-masing. Semua menatap Kay yang berpenampilan sangat rapi dari gerbang sampai kelas, biasanya dasi akan ia lepas dan membuka dua kancing kemeja atasnya.

"Pagi, Kay," sapa Meli dan teman-temannya.

"Tumben rapi, kagak lo buka itu dasi? Kesambet apaan?" Marko yang menjadi teman sebangku Kay merangkul pundaknya hingga duduk di kelas.

Semua aman terkendali sesuai harapan dan ekspetasi hingga jam pelajaran terakhir di sekolah, tinggal pulang merebahkan tubuh-tubuh yang lelah.

"Kay ada yang nyari lo anak 12 IPS," seru Marko dari ambang pintu kelas.

Kay yang sedang membereskan barang-barangnya menengok lantas menunjukkan jempolannya yang berarti oke. Setelah selesai, Kay menggendong tasnya di satu pundak menyusul Marko yang menunggunya sejak tadi.

"Dimana?"

"Belakang sekolah katanya."

"Ngapain?"

"Mana gue tau, gue di suruh Ucup katanya lo di panggil anak 12 IPS di kebon belakang."

Nay yang berpamitan dengan teman-temannya langsung masuk ke dalam mobil jemputan.

"Kay sama Ray mana, non?"

"Mana saya tahu pak, paling belum keluar kelas."

10 menit kemudian, Ray masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Nay.

"Akang mana?" Ray melentikkan bahunya.

Lantas Nay menelepon Kay, namun tak ada jawaban.

"Di sini, Ko?" tanya Kay memastikan saat sudah sampai belakang sekolah.

"Katanya."

"Saha anu ngaran Kay?" seru seseorang yang mengenakan sebagai luaran dan menggulung lengan kemejanya hingga atas, juga sebatang rokok yang terbakar ada di antara dua bibirnya, dengan kedua temannya dengan ciri khas yang hampir sama, membuat Kay dan Marko menoleh ke arah mereka.
Si ketua namanya Kris, dengan dua anak buahnya. Kay yang memang tak kenal tak mengerti apa maksud ketiga manusia asing itu.

Marko menunjuk Kay dan Kay mengacungkan tangan.

"Ooh maneh Kay?" Seseorang itu melangkah mendekati Kay. Kay mengerutkan dahi bertanya-tanya mengenai situasi dan keadaan sekarang.

"Ada apa ya, Kang, panggil saya?"

"Tong sok pura-pura teu apal lah maneh!" Ia meremas dasi Kay dan menyeretnya hingga terantup pada batang pohon.

"Eh.. Kay." Marko ketakutan, hendak menolong Kay namun kedua tangannya sudah di pegang oleh dua orang yang memusuhi Kay.

"Tong belaga kasep maneh!"

BUGH! Kris memukul perut Kay dengan emosinya.

"Agh Maksud apa ya, Kang?"

"Gara-gara maneh pacar aing Meli mutuskeun Aing!"

BUGH BUGH! Dengan seenaknya Ia memukuli Kay di segala area ia suka.
Kay yang ingat kata-kata Bunda, tapi untuk saat ini ia tak bisa tinggal diam, emosinya sudah memuncak.

"Belegug maneh!" Kay berbalik menoyor Kris sangat keras hingga kepalanya terhuyung hampir jatuh, dan akhirnya jatuh. Badan Kris terkena tanah, saat akan bangun Kay sudah menginjak kaki dan tangannya yang membuat lemas, hingga terakhir Kay menginjak perutnya.

Kedua teman Kay yang memegang Marko, melepas Marko dan hendak menolong sang Kapten, baru beberapa langkah Kay berteriak, "cicing TOMPEL! Hayang MAOT DI TEMPAT!!"

"Meli saha?? Saha Meli?? Belegug pisan!" Kay semakin menginjak Kay dengan wajah emosinya yang membuat Kris tak dapat bergerak. "Maneh we GORENG PATUT! Aing ngan cicing oge loba nu bogoh! Naon maksud maneh ujug-ujug ngagelutan!! BEUNGET GORENG, BEUNGET HINDENG, BEUNGET BAU oge sok loba ka wani!! MODAL BOLOT! NGACA!"

"Ampun suhu," ujar kedua teman Kris dengan memohon pada Kay tak tega melihat sang ketua.

Kay melepas pijakkannya. Mendekat, menatap sang Kakak Kelas sangat pekat. "Sadar bolot!" PLAK! Kay menamparnya.

Lantas pergi meninggalkan kebun belakang sekolah sambil menarik Marko yang masih tertohok dengan aksi heroik temannya tadi.

30 menit saudaranya menunggu di mobil. Sudah beberapa kali di telepon tidak di jawab. "Parah bocah kemana dulu sih, kagak tau apa kalau kita nungguin." Nay terus mengomel sejak tiada henti. Saat Ray hendak keluar mencari Kay, Kay malah masuk ke dalam mobil dengan masker yang ia pakai.

"Kemana aja? Setengah jam nih nunggu," omel Nay.

"Jalan pak."

"Kenapa pakai masker?" tanya Ray dengan kening mengerut.

"Iya, ngartis lo! Ganteng aja kagak!"

"Shuut! Nay ngomel mulu."

"Lagian dia datangnya lama."

"Maaf."

Hingga sampai rumah, Kay langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Semua melirik Kay dengan gelagat aneh tidak seperti biasanya.

"Kenapa Akang?"

"Enggak tahu, setengah jam bel pulang baru sampe mobil." Iza menggeleng mendengar laporan.
Dengan jalannya yang sedikit berloncat karena senang, Nay bergabung ke meja makan untuk makan malam bersama, semua sudah berkumpl, kecuali Kay yang sejak pulang sekolah tidak keluar kamar.

"Akang mana?" tanya Reza, yang di jawab menggeleng juga melentikkan bahu.

Reza memundurkan kursi, berdiri dan keluar dari meja makan menyusul Kay ke kamarnya.

"Kenapa dia?" tanya Hamzi.

"Gak tahu. Marah kali."

"Soal tadi pagi?"

"Enggak tahu iih kakak.. nanya terus, tanya ke orangnya atuh."

Reza mengetuk pintu kamar sang anak. "Kay.. makan malam."

"Kay enggak ikut dulu Ayah."

"Buka pintunya, Ayah mau lihat."
Kay membuka pintu kamarnya dengan masker yang sudah ia gunakan.

"Buka maskernya," perintah Reza yang tidak ada seorang anak pun berani melawannya. Dengan terpaksa, Kay membuka maskernya yang menampakkan lebam berwarna ungu di bagian pipi dan luka di ujung bibir.

"Makan malam, lapar, kan?" Kay mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

"Ayaah.." bak kembali kecil Kay memeluk sang Ayah dan menangis.

"Maafin, Kay. Ayah marah kan sebenernya punya anak kayak Kay? Tadi Kay berantem sama kakak kelas di belakang sekolah, Kay udah tahan Ayah, tapi dia buat Kay emosi terus kelepasan. Ayah maafin Kay, Ayah jangan benci punya anak Kay."

"Ayah mana yang bakal benci anaknya sendiri? Lihat Ayah, hapus air matanya, anak laki harus kuat jangan cengeng. Kayak anak kecil, dah yuk makan udah pada nunggu di bawah." Reza merangkul sang anak lelakinya membuatnya semakin tenang.

Hingga semua mata tertuju pada Kay yang berjalan di belakang sang Ayah menuju meja makan.

"Astaghfirullah.. laillahaillah..," ujar Iza sang Bunda yang melihat wajah anaknya. Reza memberi isyarat agar semua diam seolah tak ada yang terjadi.

Hanzel mencolek Nay untuk pindah tempat duduk, agar Kay duduk di samping Ayah dan di depan Bunda. Semua saudara saling menatap satu sama lain, menaikkan alis juga bermain mata mengobrol tanpa bicara.

"Kay mau makan sama apa, nak? Sup iya?"

"Tidak, Bunda. Itu saja." Kay menunjuk pada sayur bayam.

"Bunda ambil, kan. Hati-hati kena yang luka."

Tak ada yang bersuara saat makan, semua makan sangat tenang dengan sesekali mereka melirik Kay yang terus menunduk hingga makan malam selesai.

Semua meninggalkan meja makan kecuali Iza dan Kay yang masih duduk di kursinya. Reza mengacak rambut Kay sebelum bergabung dengan anak-anaknya di ruang keluarga, tidak biasanya mereka serempak kumpul selesai makan, biasanya beberapa sudah kabur ke kamar masing-masing.

Continue Reading

You'll Also Like

227K 17.4K 28
Ratu Azzura, anak ketua mafia pecinta kedamaian yang hobinya menolong orang-orang dengan cara membully nya balik. Protagonis atau Antagonis? Entahlah...
1.2M 35.4K 44
"Sialan Dara?!" "Si bangsat Aksa?!" Setelah kedua manusia itu saling melempar umpatan, lalu hening sekejap seolah semesta bercanda mempertemukan mere...
2.4M 237K 58
📌Spin off "Kiblat Cinta". Disarankan untuk membaca Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengenal masing-masing karakter tokoh di dalam cerita Muara Kiblat...
654K 38K 31
Aku, Neta Fiama, seorang mahasiswi semester akhir dengan jurusan Bimbingan Konseling yang sedang menunggu waktu wisuda. Mimpi dan harapan sudah di de...