Dear, diary

By Liepiscesha

330 110 1

Dear, diary Aku, Mikaela Picessa, menulis malam ini dengan penyesalan dan tanya. Dulu, dalam kekelaman jiwa... More

Prologue
#Chapter 1 : The story of dear
#Chapter 2 : My Tale
#Chapter 3 : Farewell in tears
#Chapter 4 : Dear bad dream
#Chapter 5 : Back then we
#Chapter 7 : The problem was me
#Chapter 8 :Seventeen
#Chapter 9 : Remember me
#Chapter 10 : Reminiscence
#Chapter 11 : Death birthday
#Chapter 12 : Beyond My Dreams
#Chapter 13 : That's Okay
#Chapter 14 : Something's Wrong
#Chapter 15 : Pink Slipper
#Chapter 16 :Friends
#Chapter 17 : Way Back Home
#Chapter 18 : The Road
#Chapter 19 : A Wolf in Sheep Clothing
#Chapter 20 : Full Stop
#Chapter 21 : Get Your Wish
#Chapter 22 : don't ever wish
#Chapter 23 : Lilac
#Chapter 24 : white dress under moonlight
#Chapter 25 : Little Little
#Chapter 26 : when this rain stops
#Chapter 27 : I'm not crying but revenge
#Chapter 28 : Good Person
#Chapter 29 : Forget me not
#Chapter 30 : FRIENDS
#Chapter 31 : On thin ice
#Chapter 32 : By My Side
#Chapter 33 : It is not in the stars to hold our destiny but in ourselves
#Chapter 34 : Hello, Good bye
#Chapter 35 : Dear, diary

#Chapter 6 : Little girl who died

13 3 0
By Liepiscesha

Pada hari di mana Karel menghilang, aku merasakan banyak hal aneh. Mungkin karena adanya ikatan batin di antara kami, aku seolah bisa merasakan dan mendengar isi hatinya. Aku hampir tak dapat menghentikan perasaan sedih, ketakutan dan rasa cemas. Aku ada di rumah ketika menunggunya kembali pulang, semuanya berjalan seperti hari biasa, namun aku terus merasa gelisah.

Anak itu tidak bisa di hubungi, dia seolah menghilang dari muka bumi. jika saja aku bisa sedikit lebih peka, seandainya aku mau berusaha lebih keras lagi, jika saja aku melakukan segala hal untuk bisa menemukan anak itu. Aku mungkin tak akan menyesali hidupku selama 16 tahun ini.

Seharusnya aku mendatangi orang itu, harusnya aku mengatakan pada Ibu bahwa mungkin orang itu tahu tentang keberadaan Karel. Aku membenci diriku karena mengabaikan firasat tersebut, aku berusaha untuk menciptakan keadaan bahwa Karel tak mungkin menemui orang itu, berharap dia akan baik-baik saja di manapun saat itu dia berada.

Jika saja aku bisa mendatanginya sedikit lebih cepat, maka mungkin dia masih memiliki kesempatan untuk hidup.

Sehari sebelum Karel menghilang, kami pergi ke wahana bermain bersama teman-temanku. Di tempat itu, aku dan Karel melihat Rama, ayah tiri kami. Orang itu datang dengan keluarga kecilnya, seorang wanita berusia 30 tahunan, dan anaknya yang berusia 5 tahun.

Ibu menikah dengan orang itu, tanpa tahu bahwa dirinya telah di khianati, orang itu tengah menjalanin rumah tangga dengan wanita lain, memiliki putra yang baru berusia 2 tahun kala itu. Mereka sengaja mendekati keluarga kami, menipu Ibu dan mengambil semua yang bisa mereka ambil. Merugikan keluarga kami, dan menyebabkan semua musibah yang terjadi sampai saat ini.

Harusnya aku tahu, Karel akan mendatangi orang itu. Harusnya aku bisa menemukannya lebih cepat dari siapapun, tapi aku terlalu bodoh, sehingga tak menyadari hal tersebut.

Aku berhasil meyakinkan Ibu dan detektif, menunjukkan keberadaan Karel, namun aku terlambat, karena anak itu pulang... dengan tubuh yang tak lagi bernyawa.

Aku masih ingat wajah pucatnya, senyumnya tak lagi merekah, matanya tak lagi berbinar. Anak itu, benar-benar berbeda dari yang ku ketahui.

Aku bangun perlahan, memeluk lututku dengan erat. Tubuhku masih gemetar ketika bangun dari mimpi buruk semalam. Aku masih terus memimpikan kejadian itu, sepertinya hal ini adalah hukuman untukku, agar aku tak melupakan kesalahanku, karena itu aku tak berhak atas mimpi indah.

Air mataku terus menetes, setetes demi setetes jatuh membasahi lengan dan lututku.

"Kenapa nangis?" tanya seorang gadis kecil di hadapanku.

Anak perempuan itu terlihat tak asing, tapi dia nampak berasal dari dunia lain. Rambutnya panjang terurai, gaun yang di pakainya juga cantik. Gadis itu bersinar, namun aura di sekitarnya begitu suram.

"Kamu siapa?" tanyaku dengan suara berbisik.

"Aku Mikaela" jawab anak itu dengan suara manisnya.

Seluruh tubuhku merinding, anak itu adalah diriku. Tapi bagaimana mungkin, aku ada di sini, aku bukan lagi anak berusia 5 tahun. Apa aku sudah mati? Atau kah aku masih berada di dalam mimpi, tapi rasa sakitku terasa begitu nyata.

Sebenarnya apa yang ada di hadapanku ini, apakah dia arwah anak yang sudah meninggal di tempat ini. Tapi... dia begitu indah.

Ada banyak kupu-kupu berterbangan di sekitar anak itu. Dia tersenyum ceria memandangi kupu-kupu tersebut. Tapi, kupu-kupu itu terus menyerangku...

"Mika?!" panggil tante Helena.

Begitu tante Helena masuk ke dalam kamar tidurku, anak perempuan itu menghilang.

"Kamu gapapa? Kamu mimpi buruk? Kenapa teriak?" cemas tante Helena, kemudian memeluk tubuhku.

"Aku gapapa," balasku dengan suara rendah.

"Kenapa banyak daun... ini bukannya sayap kupu-kupu? Kenapa banyak sayap jatuh di sini?" ujarnya, sembari membersihkan tempat tidurku.

Maka itu... aku juga merasa heran, bukankah kejadian barusan hanyalah sebuah mimpi.

Aku rasa aku terlalu lelah, mungkin beberapa kupu-kupu memang masuk melalui jendela kamarku. Mana mungkin kejadian itu benar-benar terjadi...

Melupakan mimpi buruk barusan, aku turun ke bawah. Rasanya aneh, karena tante Helena ada bersama kami pagi ini. Ibu juga nampak lebih baik, dia bersedia untuk menyantap sarapannya. Bolehkah aku merasa lega dan bahagia seperti ini.

Aku senang, karena tante Helena tinggal bersama kami. Aku harap kami tak akan terlalu kesepian seperti kemarin.

Hampir 5 Bulan yang lalu, ketika aku dan Ibu menemui jasad Karel, rasanya dunia telah runtuh. Karel meninggal dengan berbagai jejak kekerasan, anak baik itu harus mengalami akhir yang menyakitkan.

Aku pikir aku akan baik-baik saja, karena ada Ibu, Irene dan Sophia di sisiku. Tetapi, bagi Ibu tak ada satu orang pun di sisinya, dia kehilangan putranya yang berharga, anak yang dia rawat dan cintai selama hampir 17 tahun. Betapa besar rasa sakitnya, aku bisa mengerti bahwa Ibu telah kehilangan dunianya, bahwa dia benar-benar kesepian dan menderita.

Untuk 2 hari pertama, Irene dan Sophia selalu ada di samping kami. Mereka yang membantuku dan Ibu, menyiapkan pemakaman dan segala hal lainnya. Ibu begitu rapuh saat itu, Irene dan Sophia berada di samping Ibuku, kami semua berduka, menangis bersama dan saling menguatkan.

Tapi untukku, tak ada waktu untuk menjadi hancur. Karena Ibu berada dalam kondisi yang tidak stabil, maka dari itu aku adalah satu-satunya yang harus menjadi kuat. Aku masih bisa berjalan, bahkan berlari, aku masih bisa berbicara dengan orang lain dengan baik, aku bisa menerima semua ucapan bela sungkawa dari orang-orang.

Karena semua orang masih harus mengisi perut mereka, aku masih bisa pergi untuk membeli makanan. Meski Ibu membuang makanan tersebut, aku masih mampu untuk membersihkan kekacauan yang dia buat.

"Mika, biar gue yang bersihin. Lo belum makan, dari kemarin lo mundar mandir ngelakuin semuanya sendirian. Lo juga harus urus diri lo sendiri..." desak Irene.

"Iya! Lo makan dulu, biar kita yang urus ini..." tambah Sophia.

"Makasih... Kalo kalian gak ada, gue harus gimana?" ucapku di ikuti senyum pahit.

Irene dan Sophia memelukku dengan hangat. Meski dalam keadaan seperti ini, aku masih ingin bersyukur, bahwa aku memiliki teman seperti Irene dan Sophia, aku benar-benar merasa tenang karena mereka selalu ada di sisiku.

Beberapa hari kemudian, istri dari laki-laki itu datang ke rumah, memohon agar kami bersedia memaafkan perbuatan suaminya. Tapi bukankah ucapannya begitu menggelikan, suaminya telah melukai keluarga kami, tapi dia memohon agar kami mau mempertimbangkan kondisi keluarga mereka, karena pasangan tersebut memiliki seorang putra yang masih kecil.

Meski harus membiarkan wanita itu tersungkur di depan rumah kami, bahkan jika mereka harus menangis darah, kami tak akan pernah mau mendengar mereka, aku tak akan memaafkan mereka. Orang itu berhak membusuk di penjara seumur hidupnya, karena dia telah mengambil sesuatu yang paling berharga bagi keluarga kami. Mereka berhak membayar harga yang lebih mahal, karena apa yang telah mereka hancurkan adalah sebuah kehidupan yang berharga.

Meski hari-hari itu telah lama berlalu, tapi rasa sakit dari ingatan tersebut terasa seperti baru terjadi kemarin. Mungkin waktu memang berjalan lambat, atau mungkin hati kami masih berada di masa menyakitkan tersebut.

Mungkin untuk saat ini kami bisa merasa sedikit lebih tenang, karena tante Helena ada bersama kami. Tak baik jika membiarkan keluarga lainnya harus merasakan penderitaan yang sama.

Continue Reading

You'll Also Like

32.7M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
1.4M 41K 44
"Sialan Dara?!" "Si bangsat Aksa?!" Setelah kedua manusia itu saling melempar umpatan, lalu hening sekejap seolah semesta bercanda mempertemukan mere...
6.7M 499K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
1.6M 56.8K 58
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...