***
Ia mengusap wajah Taehyun dan menitikan air mata.
"Kau kenapa?" tanya Taehyun yang mengusap air mata Giselle.
Giselle tidak menjawab sama sekali, tangannya terus mengusap wajah Taehyun lalu perlahan turun sampai akhirnya ia menggenggam leher Taehyun.
"Apa kau akan membunuhku?" tanya Taehyun dan ia menarik pinggang Giselle untuk duduk dipangkuannya.
"Taehyun-nim!" panggil lirih Giselle.
"Hhmm?"
Giselle terdiam sejenak dan berkata,
"Jika aku membunuhmu... apa kau akan menerimanya? Apa kau akan marah?"
Taehyun mendengus remeh mendengar perkataan Giselle. "Bunuh aku, jika itu yang kau mau.. aku tidak peduli.." menatap dalam mata Giselle.
Giselle tertegun sesaat, matanya tidak lepas memandang wajah Taehyun. "Taehyun-nim!" Giselle kembali memanggil.
"Hhmm?"
"Sejak kapan Taehyun-nim menyukaiku?" Giselle berkata dengan tatapan sendu.
"Hmpt! Sejak kapan aku menyukaimu? Apa kau sudah gila?" ucapan Taehyun merubah raut wajah Giselle 180°.
"Apa?" seketika Giselle beranjak dari pangkuan Taehyun, "Jadi, selama ini.. aku hanya dijadikan pelampiasan nafsumu, begitu?" sambungnya.
Taehyun hanya tertawa mendengarnya. "Baiklah, aku hanya bercanda... kemari! Duduk disini!" Taehyun menyuruh Giselle untuk duduk kembali di pangkuannya.
"Uggh!! Aku akan benar-benar membunuhmu.." ucapnya sambil perlahan duduk dipangkuan Taehyun.
Taehyun mengusap kepala Giselle dengan lembut, dan terus menatap mata Giselle, "Aku juga tidak tahu, sejak kapan aku mencintai wanita sepertimu.. kau ingin membunuhku? Kenapa?" tanya Taehyun.
Giselle tidak tahan menahan air matanya, ia akhirnya memeluk Taehyun dan menangis dipelukannya. Taehyun seolah tahu apa yang menimpa Giselle, dan berkata, "Jika benar membunuhku, bisa membuat seseorang yang kau sayangi selamat, silahkan saja, Giselle."
Giselle melepaskan pelukannya dan menatap mata Taehyun, "Bagaimana? Bagaimana kau bisa tahu apa yang terjadi padaku?"
"Aku tahu, karena aku bisa membaca hatimu, dan dari reaksimu, kau tidak sedang bercanda."
"Taehyun-nim..." mata Giselle berkaca-kaca.
"Lakukanlah!"
"Tidak..." lirih Giselle yang tertunduk dan menangis.
"Lakukanlah! Demi orang yang kau sayangi.."
Giselle hanya bisa menangis dan memeluk Taehyun.
.....
Karina telah sadar dan mencoba untuk duduk, rasa sakit yang luar biasa, masih terasa didiri Karina. Ia duduk bersandar dan melihat ke kanan dan ke kiri, ia tidak melihat Yeonjun disana.
Ponsel Karina berdering lalu ia mengangkatnya.
"Hallo?" sahut Karina dengan suara yang pelan.
"Hallo, Karina! Aku dengar kau masuk ke rumah sakit dan saat aku kesana kau tidak ada.. kau dimana?"
"Siapa ini?"
"Ini aku, Sunghoon."
"Aahh, Sunghoon-nim! Aku sudah dibawa pulang oleh Yeonjun.." suara Karina menurun saat mengucapkan nama Yeonjun.
"Ohh, baiklah, tapi kau tidak apa-apa, kan?"
"Ya, Sunghoon-nim, maaf aku harus pergi.."
Karina menutup panggilannya.
Karina sengaja mengakhiri panggilannya, karena ia tidak mau jika Sunghoon bertanya keadaannya sedangkan Karina baru saja keguguran.
.....
Dimarkas Yeonjun, ia sedang berlatih menembak namun, yang menjadi sasarannya adalah manusia. Ternyata Yeonjun menembak salah seorang anggotanya sendiri, orang yang telah membuat Karina keguguran. Ia menembak dengan penuh amarah.
Taehyung menghampiri Yeonjun, tapi Yeonjun malah mengarahkan pistolnya pada Taehyung. "Apa kau akan membunuh hyungmu ini?"
Yeonjun hanya diam tidak membalas pertanyaan dari kakaknya. Ia terus menembak orang itu, sampai tubuhnya tidak ada yang bisa ditembakki.
Yeonjun melempar pistolnya, lalu pergi dari sana.
"Kasian, adikku sudah gila.." ujar Taehyung.
"Kapan aku waras!" teriak Yeonjun yang berjalan keluar ruangan tersebut.
.....
Karina selalu menghabiskan waktunya diatas kasur. Ia bersandar dan selalu menangis namun, ia mencoba menahan air matanya, tiba-tiba, suara pintu terbuka membuat Karina terkejut. Seseorang masuk kedalam kamar yang ternyata itu adalah Yeonjun yang membawa makanan untuk Karina. Yeonjun meletakkan meja kecil dipangkuan Karina dan meletakkan makanannya di atas meja kecil tersebut dan ia meletakkan air minum diatas nakas beserta obat. Alis Karina mengeryit saat melihat makanan yang dibawa Yeonjun.
"Makanlah!" pinta Yeonjun.
"Apa ini?" tanya Karina yang penuh kecurigaan.
"Kau tidak lihat? Itu sup dan nasi," menunjuk kearah makanannya.
Karina malah menatap curiga pada makanannya dan juga pada Yeonjun.
"Dengar, Karina! Aku tidak akan meracunimu aku hanya memberi makan padamu, jika kau mau mati kelaparan, terserah! Dan jika kau ingin aku pergi, terserah!" Yeonjun pergi keluar kamar, sebelum ia melewati pintu, Yeonjun terhenti dan menunjuk kearah nakas disamping Karina. "Obatmu, ada diatas nakas," lalu Yeonjun pergi dari sana.
Karina hanya terdiam menatap malas dengan apa yang Yeonjun katakan. Karena Karina merasa lapar, ia memakan sup itu, ia tidak peduli jika didalam sup itu terdapat racun atau tidak. Setelah ia menghabiskan makanannya, ia mengambil air minum yang berada diatas nakas dan juga obatnya. Karina meminum obat tersebut dan menyimpan kembali obatnya.
Ia duduk bersandar dan mengusap perutnya yang sudah rata. Ujung mata Karina menitikkan air mata, ia tidak percaya jika, ia akan kehilangan bayinya yang baru menginjak 3 bulan.
"Maafkan ibu, nak! Ibu gagal menjagamu.." lirih Karina.
Karena efek dari obat, Karina merasa mengantuk lalu ia berbaring untuk tidur.
Saat Karina bangun, ia melihat makanan diatas nakas dan juga air minum. Kepalanya terasa sangat pusing, ia mencoba duduk dan memenangkan kepalanya terlebih dahulu. Saat ia melihat jam, waktu menunjukan pukul 8 pagi. Karina terkejut lalu bergegas untuk pergi bekerja namun, perutnya terasa sakit kembali. Ia rasa hari ini, ia tidak bisa pergi bekerja.
Karina mulai memakan makanannya dan kembali ia meminum obat. Ia ijin pada Sunghoon untuk tidak masuk dalam beberapa hari kedepan.
Hari-hari berlalu dan Karina hanya menghabiskan waktunya diatas kasur, saat ia terbangun, makanan sudah tersaji diatas nakas. Yeonjun tidak pernah menampakkan dirinya lagi dihadapan Karina, karena ia merasa penasaran, ia turun dari kasurnya dan keluar mencari keberadaan Yeonjun.
Namun, setelah ia mencarinya kesetiap sudut ruangan, ia tidak berjumpa dengan Yeonjun. Karina kembali ke kamarnya, entah kenapa setelah ia mengalami keguguran, ia sangat mudah merasa kelelahan. Tak lama setelah ia kembali beristirahat dikasurnya, Giselle masuk kedalam kamar Karina. "Sunbaenim...!" Giselle menyapa dengan penuh ceria.
"Giselle, kenapa kau ada disini?" tanya Karina yang heran akan kedatangan Giselle.
"Hhmm, itu.. anu, suami anda memerintahkan, ehh maksud saya.. meminta saya untuk menjaga anda, lihat, aahh.. aku membawa banyak sekali makanan dan juga buah-buahan untuk anda!"
"Waahh, terima kasih, Giselle! Aku jadi merepotkanmu.."
"Tidak apa, sunbae! Aku memang ingin menjaga anda."
Giselle mengeluarkan semua isi dari tas belanjaannya, lalu memberikan salad buah pada Karina, dan ia duduk disamping Karina, "Karina-nim!" panggil Giselle.
"Hhmm?"
"Aku... aku turut berduka cita, sunbaenim! Atas... atas.." Giselle menghentikan perkataannya.
Karina terdiam sesaat, dan tersenyum manis pada Giselle.
"Tidak apa, Giselle! Terima kasih karena kau mau datang menjengukku dan sudah bersedia merawatku."
Giselle tersenyum dengan tatapan sendu lalu ia memeluk Karina.
"Ohh, ya! Bagaimana bisa Yeonjun menghubungimu untuk merawatku?" tanya Karina.
"Aah, itu.. mungkin.. mungkin dia mencari nomorku dari handphone anda."
"Aah, iya.. mungkin."
Giselle mengurus Karina mulai dari menuntun Karina pergi ke kamar mandi, mendorong kursi roda untuk mengajaknya pergi jalan-jalan dan juga menyiapkan makanan dan obat untuk Karina.
Selama sebulan Giselle membantu kebutuhan Karina, sampai ia benar-benar sembuh. Kini Karina sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Namun, pikirannya terus menanyakan keberadaan Yeonjun. Selama 3 minggu makanan yang sudah tersedia dinakas dan setelah kedatangan Giselle, ia tidak pernah berjumpa lagi dengan Yeonjun. Namun ia mencoba untuk tidak peduli dan memikirkan kesehatannya untuk bisa sembuh dan bisa kembali bekerja.
Selama 1 bulan 4 minggu Karina beristirahat, kini Karina bisa kembali bekerja. Ia beraktivitas seperti biasa namun, tentunya dia tidak mengambil pekerjaan lapangan. Giselle memberi tahu Sunghoon akan kejadian keguguran yang Karina alami, dan memintanya untuk tidak menanyakannya pada Karina.
2 bulan berlalu setelah ia kembali masuk kerja, tidak ada informasi kejahatan yang harus melibatkan tim Alpha, jika ada berita kejahatan, Karina hanya mengandalkan Kepolisian. Tidak ada juga ancaman yang dikirim pada Karina, seolah-olah kelompok Bloodymask menghilang begitu saja. Lebih dari 3 bulan Yeonjun menghilang begitu saja, bagaikan ditelan bumi.
Karina membuka kembali kotak yang berisikan bukti dari kejahatan Yeonjun. Lalu Karina memanggil tim Alpha untuk menghadap padanya. Karina membuka ssbuah peta besar diatas mejanya.
"Dengar! Kalian pergi ke hutan ini! Disana ada subuah jalan setapak, kalian ikuti jalan tersebut! Dan jika kalian menemukan sebuah bangunan, kalian masuk kesana dan tangkap kelompok mafia disana!" titah Karina.
"Baik!" jawab semua tim secara serentak.
Mereka pergi ke tempat yang dimaksud Karina, tim Alpha memang menemukan sebuah bangunan. Akan tetapi, disana tidak ada siapapun yang menjaga di sekitar luaran bangunan. Tim Alpha mulai mengendap-endap masuk kedalam bagunan itu, semua tim bersiaga dengan senjatanya masing-masing. Mereka menyusuri setiap ruangan yang ada, sampai mereka menemukan ruangan rahasia pun tetap tidak menemukan orang sama sekali.
Lalu karena mereka tidak menemukan apapun disana, mereka memutuskan untuk kembali ke markas utama, dan melaporkannya pada Karina.
"Lapor, Ketua! Kami tidak menemukan apapun dan siapapun disana, bangunan itu kosong, tidak ada barang-barang sekecil pun yang ada disana."
Karina menghela nafas panjang, "Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya."
Tim Alpha membungkuk hormat dan pergi dari ruangan Karina.
"Yeonjun... kemana pun perginya kau, aku akan tetap mengejarmu!"
Tak lama kemudian, ayah Karina datang keruangannya. "Hai, sayang!" sapa ayahnya.
Karina berdiri dan memeluk ayahnya itu. "Kau baik-baik saja?" tanya Ayahnya.
Karina mengangguk dipelukan ayahnya,
"Tentu saja, ayah!" Karina melepaskan pelukannya.
"Ahh, sayang sekali kau tidak ikut dengan ayah!" ujar ayahnya.
"Hhm? Kenapa ayah?"
"Tadi ayah makan siang bersama dengan Yeonjun."
Mata Karina melebar mendengarnya.
"APA?"
"Kenapa, berteriak seperti itu? Apa kau marah? Hahaaa.."
"Tidak, tidak ayah, tidak apa-apa."
Karina terdiam sejenak, sampai akhirnya ayahnya menarik tangan Karina untuk di kursi.
"Kau baik-baik saja, nak? Kau terlihat sangat pucat!" tanya ayahnya yang khawatir pada anaknya.
"Tidak, tidak ayah.. aku baik-baik saja.. ohh, ya.. ayah! Bisakah ayah mengajak makan malam pada Yeonjun malam ini? Tapi, jangan bilang padanya jika aku akan ikut datang," pinta Karina.
"Kenapa?"
"Aku hanya ingin membuat kejutan padanya."
Ayahnya tertawa dan menyetujui apa yang Karina inginkan. Ia langsung menelpon Yeonjun dihadapan Karina, untuk pergi makan malam bersamanya.
"Sudah, dia setuju untuk pergi makan malam bersama ayah! Memangnya kejutan apa yang akan kau berikan?"
"Aku akan menghajarnya karena tidak mengajak makan siang bersama, heehe..."
"Haahaa... kau ini!"
Saat Karina mengobrol bersama ayahnya, Sunghoon memanggil Karina untuk pergi rapat sekarang. Karina berdiri dan membungkuk hormat pada ayahnya, lalu Karina pergi rapat.
Didalam ruangan Karina, ayahnya berkeliling melihat isi ruangan anaknya itu, ia tersenyum melihat catatan apa yang harus Karina lakukan setiap harinya. Ia terus berjalan sampai akhirnya, ia menemukan kotak yang cukup besar. Ia membukanya dan mengeluarkan isi dari kotak tersebut.
Betapa terkejutnya ia melihat catatan kriminal keluarga yang telah berurusan dengannya di masa lalu. Alisnya mengenyit melihat isi kotak tersebut, dan ia menemukan bukti-bukti yang Karina kumpulkan disana. Dadanya menjadi sesak melihat apa yang ia pegang, seketika ia menjatuhkan kotak itu.
Ternyata selama ini menantunya adalah anak dari seseorang yang ia anggap sebagai musuhnya di masa lalu.
"Tidak mungkin! Yeonjun adalah anak dari, Choi Minhyuk?"
.....