telat dikit hehe. yg penting tgl 22 kan 😁😁
42. Sekolah.
BISKA TERLUKA. HATERS DATANG KE RUMAHMYA MEMBERI ANCAMAN.
CCTV MENANGKAP PRIA TAK DIKENAL MENGINTAI RUMAH BISKA.
"Saya nggak aman di mana-mana sekarang." tutur Biska Pada Para Wartawan..
"Emang ajg tuh orang."
"WOE KEAMANANNYA GIMANA SIHHH."
"GILA BABAK BELUR."
"Full senyum gue wkwk."
"Karma gasi?"
"YANG UDAH TAU ORANGNYA KABARIN WOI ANJ."
Elia meletakkan hpnya di meja dengan tatapan bingung, bukan dia yang penasaran dengan kabar Biska tapi berita tentang orang itu selalu muncul dimana-mana. Pagi ini dia bangun masih ada Jevan yang sudah sarapan di ruang tamu sambil menonton tv, tapi Nichol sudah tidak ada di rumah.
"Papah bilang ke kamu mau kerja?"
"Aku nggak ketemu Papah dari bangun," jawab Jevan. "Ini kenapa iklannya banyak banget?"
"Aku belum langganan Youtube," Elia duduk di samping Jevan. "Nanti jadi ke sekolah kamu? Ada lomba kan?"
Jevan diam sebentar. "Nggak usah deh, nggak penting juga."
"Loh loh kenapa?"
"Nggak papa, bosen lomba terus."
Elia memicing heran. "Perasaan kemarin semangat mau ikut," ucapnya. "Aku udah prepare pake baju aja loh."
"Tante di rumah aja nggak usah kemana-mana, ini kan hari libur, kita bisa main aja di rumah sambil marathon tv,"
"Tapi aku belum beli sarapan," Elia beranjak lagi, ia hendak melangkah keluar.
Melihatnya Jevan langsung berlari. "Mau kemana???" serunya membuat Elia berbalik heran. "Masak aja di rumah."
"Beli bubur depan sini kok..."
"Nggak perlu, aku bisa buatin nasgor kalo mau, tuh tadi Jevan masak sendiri," kata anak itu sambil menarik Elia masuk lagi. "Ayo nonton."
"Ohiya buang sampah—"
"Jevan aja!" Anak itu melihat sekitar, lalu menghampiri tong besar dan mengambil plastik di dalamnya. "Buang mana??"
Elia menganga heran. "Jevan? Kamu kenapa sih?"
"Nggak papa,"
"Terus kenapa mau buang sampah?"
"Ya nggak papa,"
Elia menghembuskan napas berat, ia menghampiri anak itu dan mengambil alih plastik sampahnya. Elia membungkuk dan mengusap kedua bahu Jevan. "Nggak perlu khawatir,"
"Nggak bisa ilang gitu aja,"
"I'm fine, Jevan."
"I don't think so,"
"Masa harus di rumah terus?"
"Iya sampe penjahatnya nggak dateng ke sini lagi,"
"Tapi—"
"Maaf."
"Buat apa?"
"Aku kasih tau Papah soal kemarin," ucap Jevan sambil menunduk. "Papah minta buat awasin Tante biar nggak kemana-mana sampe dia pulang."
"Papah minta gitu?" Elia tertegun.
Jevan mengangguk. "Jadi please nurut Papah aja biar nggak ada apa-apa, aku nggak mau yang kemarin keulang."
Elia menarik sudut bibirnya. "Aaaa," Ia melihat ke atas dengan mata berkaca-kaca. "Mimpi apa kenal kalian."
"Jangan kemana-mana, ya? Nanti aku yang diomelin Papah..."
"Iya iya,"
Ting Tong!
"Aku aja," Jevan berlari kecil menuju pintu. "Siapa?! Sebut nama!" serunya membuat Elia tertawa kecil.
Nichol di luar langsung mendengus geli. "Papah," balasnya, kemudian pintu terbuka, ia menunduk sambil mengacak rambut Jevan.
"Oke aman,"
"Mana Elia?"
"Tuh di dalem,"
Nichol masuk ke dalam, bertemu tatap dengan Elia yang berdiri di depan kamar. "Sarapan," suruhnya sambil meletakkan plastik di meja dapur.
"Ih dibawaiin bubur nih," ucap Jevan sumringah.
Elia menatap Nichol yang sedang melepas jasnya. "Makasih," ucapnya penuh arti. Jadi keinget Papah yang selalu bawa makanan tiap pulang kerja.
Nichol melirik sesaat, lalu mengangguk. "Hm,"
"Abis dari mana?" Elia datang menghampiri Nichol.
"Hm?"
"Abis dari mana,"
"Keluar tadi, cek kantor," jawab Nichol. "Makan dulu tuh."
"Saya nggak papa kok,"
Nichol menoleh.
"Jadi nggak enak kalian harus nginep sini lagi," ucapnya serius. "Biar digantiin sama Anara atau Egi aja."
Nichol melengos pelan. "Jangan jadi ceroboh dulu baru nyuruh kita pergi,"
"Saya yakin Biska mau hapus videonya kok, kalo udah mastiin itu saya bakal laporin dia ke polisi sama klarifikasi di sosmed," ucap Elia. "Jadi nggak ada ancaman."
Nichol mengulum bibirnya. "Ada berapa video?"
"Satu,"
"Yakin?"
"Hm, saya cuma pernah mandi di rumah Biska sekali," jawabnya jujur.
Nichol mendengus. "Nekat banget kamu mandi di rumah cowok," tukasnya.
"Saya mandi di rumah kamu tiap hari,"
Nichol berdeham. "Ya beda,"
"Apanya?"
"Saya nggak gabut naroh kamera di kamar mandi,"
Elia mencibir. "Ya kalo dulu tau nggak bakal ceroboh, dulu peran dia kan pacar saya, mau curiga aja nggak sempet."
"Dijadiin pelajaran itu, jangan gampang percaya sama orang termasuk cowok."
"Iya iya,"
"Pacar sekalipun."
Elia mengangguk pasrah. "Next time saya cari pacar yang bener deh," katanya membuat Nichol melirik. "Kalo ada mending langsung nikah aja kali ya?"
"Kenapa nanya saya? Pikir sendiri," jawab Nichol sambil melangkah menuju kamar mandi.
Elia langsung mengerjap heran. "Kok sewot??"
❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹
"Jevan! Ayo udah siap belom???" Elia keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi. Tak lupa touchup ulang blush on di pipinya agar merona.
"Mau kemana??" Nichol yang sedang bekerja di ruang tamu menegakkan badannya.
"Kan Jevan ada lomba," ucap Elia. "Kamu tumben jam segini belum kerja?"
"Jevan nggak jadi lomba,"
Elia mengernyit. "Kok??"
"Dia nya nggak mau,"
"Sekarang anaknya di mana??"
"Di kamar,"
"Astaga," Elia masuk ke kamar mendapati Jevan tiduran sambil bermain Ipad. "Gimana sih? Katanya pengen ikut lomba?"
"Nggak jadi,"
"Kenapa??"
"Nggak papa,"
Elia menghela napas berat. "Yaudah aku keluar sendiri," ucapnya sambil melangkah pergi membuat Jevan mendelik panik.
"Papahhhh," Jevan bangun dari kasur dan berlari kecil menghampiri Nichol. "Tuh liat mau kabur!" serunya.
Nichol langsung berdiri. "Lia!"
Elia di depan pintu berhenti, ekspresinya ditekuk karena kesal. "Ayolah... aku tau Jevan pengen banget ikut lombanya, jangan nurut sama Papah Van,"
"Kemauan aku sendiri kok,"
"Dibilangin aku nggak papa kok, cepet siap-siap sekarang kita berangkat atau aku keluar sendiri, terserah nanti di jalan dibegal—"
"Mulutnya kalo ngomong," decak Nichol.
"Kamu temenin kita ke sekolah," suruh Elia. "Dah? Aman kan?"
"Nggak bisa,"
"Saya nggak suka masalah saya ganggu urusan orang,"
"Geer kamu, emang Jevan yang nggak mau," balas Nichol. Anak itu hanya mengangguk-angguk saja.
"Oh? Yaudah saya pergi sendiri aja," ucap Elia sambil membuka pintu. Namun tangan Nichol menahan lengannya. "Apa??"
Nichol menghembuskan napas berat, ia memijit alisnya. Melirik Jevan yang menatapnya dalam diam. "Jevan bisa dijemput Hendry,"
Elia menatap Nichol tak habis fikir. "Dia butuh support orang tuanya loh... Jevan, masuk kamar mandi siap-siap atau nggak boleh nginep di sini lagi."
Jevan menatap Papahnya meminta persetujuan.
"Nurut sama aku bukan Papah," omel Elia. "Cepet siap-siap!"
"Kok jadi kamu yang ngatur anak saya?"
"Ini rumah siapa?"
Mereka diam.
❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹❤️🩹
"JEVANNNN SEMANGATTT!!!"
Nichol langsung mengusap telinganya begitu suara nyaring Elia terdengar. Sampai semua orang menoleh ke belakang. Di sini Jevan yang lomba tapi dia yang histeris.
"Sekalian aja bawa toak,"
Elia melirik. "OKEE," teriaknya di samping Nichol.
"Astaga," Nichol langsung menjauh membuat Elia tertawa puas. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi malas.
Elia meliriknya heran. "Ini anak kamu mau lomba loh, serius nggak ada apresiasinya sama sekali??"
Nichol langsung diam.
"Nggak mau sok nasehatin karena nggak tau apa-apa, tapi asal kamu tau Jevan seneng banget karena Papahnya mau dateng," bisik Elia. "Liat tuh mukanya sampe berseri seri."
Nichol langsung menatap putranya yang sedang melambaikan tangan, tapi ia segera memalingkan wajah membuat Elia menatapnya heran.
"Nichol... astaga,"
"Saya cuma nggak sanggup liatnya," ucap Nichol pelan.
Elia pun terdiam.
"Dia bahagia banget, takut harus ngadepin kenyataan kalo suatu saat senyumnya bisa hilang," kata pria itu menundukkan kepalanya. Ia kemudian mendongak sambil mengusap hidung.
"Cara kamu agak salah,"
Nichol menoleh. "Salah apa?"
"Nggak tau takdir kamu nanti kayak gimana, tapi jangan sia-siaiin waktu sedetikpun sama orang yang nggak rela kamu tinggalin," ucap Elia. "Waktu kamu kebuang sia-sia."
Nichol tak bisa mengelak kalimat tersebut. Ia terlalu pengecut malah menghindar dari masalah dan pasrah dengan keadaan bahwa suatu saat dirinya akan berakhir.
"Kapan lagi bisa liat senyum lebar Jevan? Kapan lagi bisa nunjukin kalo kamu Papah yang bangga sama anaknya?"
Nichol diam menatap Elia yang melemparkan senyum padanya. Memandang lamat wajah yang tak pernah dendam atau marah setelah perbuatannya selama ini. Bahkan masih mau berdiri mendukung anaknya setelah ia membuat cewek ini pergi dari rumah.
Nichol kesal karena harus bertemu orang setulus ini.
"JEVANNNN LIAT SINI FOTOOO!" Elia mengangkat kameranya tinggi-tinggi. "Misi Bu misi ya mau foto anak saya, Van liat sini sayangkuuuu! Nah iya senyum senyummmm!"
Nichol melipat kedua tangannya di depan dada, mengusap hidungnya sambil menahan senyum. Malah tertawa saat melihat Ibu-Ibu menggosipi cewek itu tapi Elia hanya bersikap acuh sambil mengibaskan rambutnya sombong.
Ting!
Nichol merogoh saku jasnya, agak mundur agar manjauh dari kerumunan. "Halo, Hen?"
"Lah? Di mana?? Ada rapat ini?"
"Iya,"
"Malah iya? Pada nungguiin soalnya," katanya. "Urusan polisi udah gue atur juga tinggal lo mau ke kantor kapan."
"Tar gue urus,"
"Ini gimana? Lagi di mana emang kok rame bener,"
"NICHOL SINI!" teriak Elia melambaikan tangannya.
"Hen, lo handle aja dulu rapatnya tar siang gue dateng,"
"Lah??? Woi mana bisa—"
Nichol mematikan secara sepihak. Ia kemudian melangkah menuju sana, beberapa orang langsung menoleh dan memberinya jalan.
"Cielah giliran gue disinisin tadi," cibir Elia. "Pada nggak inget udah punya suami."
"Jangan mulai," Nichol mengusap wajah Elia dan memutar kepalanya agar menghadap depan. Cewek itu berusaha menoleh untuk memelototi mereka tapi Nichol memutar kepalanya lagi.
"Saya salah apa coba? Mereka doang yang bisa ngerekam anaknya,"
"Iya udah,"
"Gue post liat tar like nya banyakan siapa,"
"Iya iya,"
"Iya nggak??"
Nichol mengangguk pasrah. "Hmm,"
"BAIK ANAK-ANAK IBU TERCINTA WAKTU LOMBA SUDAH BERAKHIR YAAA! UNTUK PEMENANG KITA UMUMIM HARI INI JUGA JADI JANGAN PULANG DULU YAA TERIMA KASIHHH."
"Demi apa ayo doa," Elia menarik kedua tangan Nichol agar mengadah. Cewek itu memejamkan matanya sambil berkomat-kamit.
"Doa apasih?"
"Diem ssstttt!"
"LIMA BELAS MENIT LAGI PEMENANG KAMU UMUMKAN YAAA!"
Jevan duduk di kursi peserta setelah mengumpulkan hasil gambarnya, ia kemudian menoleh mencari keberadaan orang tuanya. Ternyata ada papah yang berdiri sambil tersenyum dan mengacungkan jempol agar ia tenang.
Jevan langsung tersenyum lebar, tambah tertawa saat melihat Elia berkomat-kamit tidak jelas. Ia menepuk bahu Kia sambil menunjuk ke arah sana.
"Ini lama banget deh pengumumannya," keluh Elia.
"Sabar,"
"Katanya 15 menit?? Udah lebih 20 detik,"
"HAI IBU IBU BAPAK BAPAK DAN ADEK YANG SUDAH MENUNGGU!! KITA UDAH SIAP BERSAMA PEMENANGNYA NIH! AYO TEPUK TANGANNYA!!"
"WOAAAAA!" Elia bertepuk tangan heboh. Sesaat kemudian tertawa karena pasti kalau Anara atau Egi di sini dia udah diledekin abis-bisan karena dulu paling anti dengan anak kecil.
"SELAMAT UNTUK HAIRA TELAH MERAIH JUARA TIGA!! TEPUK TANGANNYA SEMUA!!"
Nichol masih fokus menatap putranya yang diam dengan ekspresi khawatir karena dia tau Jevan menginginkan juara 1.
"SEMANGAT UNTUK NABILA SEBAGAI JUARA 2!!!"
"Ini yang ngumumin nggak bisa asik dikit ya to the point banget," cibir Elia. "Di satu dua tiga dong biar rame."
"Protes kesana jangan di sini,"
"Ya mana bisa,"
"Nggak bisa apa takut?"
"JUARA SATU SELAMAT UNTUK NABILA!"
"Oh..." Elia menutup kedua mulutnya. "Anti basa-basi langsung ke intinya."
Nichol mengernyit. "Nabil disebut dua kali,"
"Hah apa??"
Jevan langsung dari kursinya dengan ekspresi sendu, tak menoleh saat Kia memanggilnya. Anak itu melangkah mengambil tasnya di meja depan.
"Oh maaf, ada kesalahan. NABILA SUDAH DISEBUT YA TADI?? APA JEVAN BENEDICT MASIH DI SINI???!"
"Aaa aaaa Jevan disebut," Elia mengguncang lengan Nichol sambil menahan tangis. "JEVANNN NAMA KAMU DISEBUT ITU!!"
Jevan menoleh dengan ekspresi bingung.
"KAMI ULANGIN! SELAMAT UNTUK JEVAN TELAH MERAIH JUARA SATUUUU!"
"YEAYYY!!" Elia berseru sangat histeris, sementara Nichol langsung menghampiri putranya dan membawa ke dalam gendongan.
"TEMEN AKU MENANG TEMEN AKU MENANGG!!" seru Kia dan Dhika bersamaan.
"YEAYYYYY ANAK SAYA NIH ANAK SAYAAA," Elia menghampiri mereka dan memeluk Jevan secara paksa sampai Nichol mendengus geli.
"Makasih udah dateng," ucap Jevan pada Nichol.
"Selamat," Nichol mencium kening putranya dengan sayang.
"Liat sini liat ayo selfie!" seru Elia. "Satuuuu dua TIGA!!"
Jevan langsung tersenyum lebar saat Elia mencium pipinya, di foto pertama Nichol menatap mereka berdua heran. Lalu di foto kedua Nichol memajukan wajahnya untuk mencium pipi kiri Jevan.
Krik!
Unknown Number : udah seneng"nya?
Elia langsung menurunkan hpnya dengan ekspresi kaget. Nichol yang menyadari itu tanpa basa-basi mengambil hp nya dan memanggil nomor barusan.
"Nichol jangan ngaco kamu,"
"Diem,"
"Nic!"
Nichol melirik panggilan yang sudah diangkat. "Sekali lagi ganggu dia, next time bukan cuma anceman, rumah kamu saya hancurin seisi-isinya."
Bersambung...