Senku tidak memiliki banyak pengalaman dengan bayi ataupun anak kecil. Bukan berarti dia benci mereka, ia tetap suka menghabiskan waktu dengan makhluk kecil itu.
Ketika (Y/N) hamil dia amat sangat bahagia, menciumi dan berbicara dengan si kecil di dalam perut setiap hari.
Saat Shin lahir, dia begitu kecil. Senku masih kagum akan adanya manusia sekecil itu yang bisa bergerak-gerak. Seperti sebuah boneka bayi yang hidup.
Boneka bayi yang menolak dirinya.
Shin selalu menangis jika tahu Senku berada di sekitarnya. Terakhir ia menyentuh bayi itu, Shin menangis hebat hingga wajahnya memerah.
Untuk pertama kalinya di wajah Senku terpatri kengerian yang tidak pernah ia tunjukan selama ini. Mata merah itu terbuka lebar, terlihat berkabut karena kaget.
Sejak itu tidak sedikit pun Senku mendekat, (Y/N) sudah mencoba mendekatkan mereka. Tetapi, Senku selalu menolak. Daripada menjaga anaknya, Senku lebih memilih membantu pekerjaan rumah.
Terpikir di dalam kepalanya saat itu.
Apa mungkin Senku sudah membenci Shin?
Tapi, ia salah. (Y/N) salah. Ketika Senku menyatakan cinta pada anak mereka, dia sadar akan sesuatu.
Aku mencintainya. Untuk pertama kalinya aku tahu ada perasaan begitu berharga seperti ini. Tetapi.. cinta ini ternyata menyakitkan.
Menyakitkan melihat seseorang yang begitu ku cintai, ketakutan ketika melihat ku. Sedangkan aku begitu ingin memeluknya..
Aku terlalu mencintai dia, hingga aku takut melukainya.
Seumur hidupnya, (Y/N) baru pertama kali mendengar pernyataan cinta seindah itu.
°°°
Boneka bayi tersebut mulai belajar berjalan. Dia selalu menempel pada Mamanya, berceloteh tiada henti.
Kala itu musim panas, si bayi terkena demam karena penumbuhan giginya. Shin terbangun dari tidurnya, memanjat turun dari ranjangnya.
Itu tengah malam. Biasanya (Y/N) akan berada di satu kamar dengannya tapi, malam itu Mamanya tidak ada.
Pintu kamar tidak tertutup rapat saat itu. Shin merangkak keluar, bayi itu mengeluarkan badannya susah payah melewati pintu.
Di samping pintu terdapat Senku yang duduk bersandar dan tidur di sana. Bagi bayi seperti Shin, dia mungkin tidak mengerti apapun.
Hanya saja ia menangis. Terduduk dan mulai menangis, membangunkan Senku yang langsung kaget.
"Maaf. Maafkan aku." Senku bergegas mundur.
Ia yang berpikir Shin menangis karena melihatnya, memilih pergi dan mencari (Y/N). Tetapi, semakin jauh ia berjalan. Semakin keras tangisan si bayi.
Senku terdiam. Perlahan maju, tangisan juga sudah mulai berkurang. Tangannya gemetar mencoba menyentuh bayi yang tidak ia sentuh selama satu tahun terakhir.
"Boleh aku memeluk mu?"
Sebisa mungkin bersikap lembut, Shin tiada menolak ketika di sentuh. Dia menggendong dan memeluknya, kali ini Senku yang menangis dan Shin yang tertawa bahagia.
Bayi itu tersenyum lebar, tawanya memenuhi malam itu. Kehangatan si Ayah menyelimutinya.
Tawa itu terhenti, sadar Senku yang masih menangis. Shin menatap Ayahnya, matanya ikut berkaca-kaca. Tangan kecil itu menggapai wajah Senku, menunjukkan rindu yang tidak ia pahami.
Senku tersenyum. Memeluk Shin, menyakinkan dia tidak sedih. Menciumi seluruh sisi wajah si kecil.
"Aku mencintai mu. Ayah mencintai mu! Sebelum kamu lahir hingga sekarang, itu tidak berubah. Tidak pernah berubah."
Di balik tembok. (Y/N) menahan isakan dengan kedua tangan, wajahnya basah oleh air mata. Matanya menunjukkan kelegaan dan kebahagiaan besar.
°°°
Keesokan paginya, Senku menggendong Shin dengan bangga pada (Y/N). Laki-laki itu lalu memeluknya dengan sangat erat, berterima kasih entah atas alasan apa.
Tidak ada yang tahu kenapa Shin baru mau menerima Senku sekarang. Kenapa ia selalu menolak dan menangis jika di dekati atau di sentuh Ayahnya.
Tetapi, satu hal yang pasti. Dia tidak pernah sedikitpun membenci Ayahnya.
END
Pernyataan cinta Senku lebih cantik waktu buat Shin. Daripada pernyataan cinta dia ke istrinya yang berantakan gara-gara gengsi..