"Aku merindukan ibu."
"Lebih dari yang bisa ku utarakan."
22.00
Malam terasa sendu seperti biasanya, sama seperti ekspresi anak laki-laki yang baru melepas sepatunya.
Dengan langkah pelan, Dean berjalan mendekati meja di sudut ruangan.
Ia lantas meletakan setangkai bunga mawar putih yang ia beli dalam perjalanan pulang di depan sebuah bingkai foto tua. ia memejamkan matanya lalu menyatukan kedua tangannya hendak berdoa.
Meskipun tidak ada kue ulang tahun atau lilin diatasnya, Dean tidak menyesal.
"Tuhan."
"Terima kasih untuk 1 tahun yang penuh pelajaran."
"Terima kasih karena memberiku kesempatan untuk hidup dan bahagia."
13 tahun ini dia harus hidup bergantung dengan Martha, disiksa, dipukuli, dihina. Apapun itu.
Dean selalu menerima nya.
Wanita itu mungkin jahat dan kejam tapi jika tidak ada Martha mungkin saat ini dia bisa menjadi gelandangan.Selain itu ,jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasa kesepian.
Jauh dari ayah dan Jona, bukalah hal yang mudah. Dean tidak akan menyangkalnya.
Hari ini dengan mata yang berlinang Dean kembali mengangkat kepalanya yang tertunduk, menatap senyum cerah milik wanita yang ada di depannya.
"Aku merindukan ibu."
"Lebih dari yang bisa ku utarakan."
Dean merasakan dadanya begitu sesak,seperti tidak ada oksigen di sekitarnya.
"Aku harap ibu tidak khawatir."
"Karena aku baik-baik saja."
Apapun yang terjadi, dia akan menunggu ayahnya.
"Ayah, akan datang."
Tidak peduli seberapa keras Martha menyiksanya tidak peduli seberapa banyak luka lebam yang ia dapat. Dia akan tetap disini.
Dean kembali menunduk sembari memejamkan mata, "Tuhan, tolong jaga ibukku."
"Aku harap ibu tidak akan kesulitan lagi dan bahagia."
Malam begitu tenang, bulan bersinar begitu terang dan juga segala harapan yang terucap selirih hembusan nafas.
Dean menunduk dalam sembari memejamkan mata, menceritakan segalanya, pada ibunya.
"Selamat ulang tahun, tuan muda."
"Semoga tuhan memberkati anda." Lilian berujar lirih di tempatnya berada, memandang keluar jendela. pada gudang kecil dengan lampu yang masih menyala,lewat jendela yang terbuka,ia bisa melihat Dean begitu khusyuk menundukkan kepalanya merapal doa.
Kalau saja ia bisa kesana untuk mengucapkan selamat ataupun memberikan sepotong roti dengan lilin diatasnya, Lilian sudah senang tapi disisi lain ia harus berhadapan lagi dengan kemarahan martha.
Sebuah luka tersendiri saat melihat kedua kaki itu harus bejalan pincang keesokan hari. Lilian menyibakkan roknya dan mendapati lukanya masih belum sembuh, air matanya jatuh saat membayangkan seberapa seringnya Dean mendapati hal demikian.
Lebam dan goresan yang menyayat hati.
Untuk kesekian kalinya lilian bertanya bagaimana penderitaan anak itu akan berakhir, bagaimana bisa ia mematahkan harapannya selama ini dengan mengatakan bahwasanya 'orang yang selama ini anda tunggu tidak akan pernah datang' atau 'dia benar-benar membuang anda.'
13 tahun bukan waktu yang sebentar untuk menunggu. apalagi saat menjadi mainan predator buas.
2 milyar bagi Martha bukan lah uang tapi seorang anak yang seharusnya ia rawat.
Lilian masih ingat saat seorang anak laki-laki yang dulu datang kemari bersama Ayahnya, bergandengan tangan dengan wajah sumringah, Lilian menyandarkan kepalanya pada dinding sembari mengingat momen itu, 13 tahun yang lalu,saat Dean datang kemari.
"Maxi, sapalah bibimu." seorang pria berujar lembut pada makhluk kecil yang kini bersembunyi di balik kakinya,
Anak itu tersenyum malu sembari melambaikan tangan pada Martha."Hallo aunty." netra birunya menjelaskan statusnya dengan jelas, Martha menundukan tubuhnya, berusaha mensejajarkan dirinya dengan anak laki-laki di hadapannya.
"Aku tidak mengira kau akan semanis ini." bukan saja manis anak ini benar-benar tampan dan rupawan, kulitnya putih, hidung mancung, rambutnya yang hitam legam tertata rapi. dan terlebih lagi lesung pipinya yang terlihat saat tersenyum malu menarik perhatian orang-orang yang ada disana untuk tidak mengalihkan pandangan.
Bahkan baru 15 menit menginjakan kaki , anak itu sudah diperlakukan seperti malaikat kecil, kakinya di basuh oleh seorang pelayan sedangkan yang lain sibuk membawa aneka camilan terbaik, Lilian bahkan ingat wajah menggemaskan itu saat meminum susu hangat yang ia sajikan.
"pewaris" yang dibicarakan oleh semua orang di kediaman kini ada dihadapannya, kulit lembut yang memegang tangannya saat ingin sesuatu, bisa di lihat bagaimana anak itu diurus dengan baik dan hati-hati. tapi bagaimana reaksi keluarganya saat tahu jika pewaris yang mereka jaga kini ada dalam konsisi seperti ini?
Hampir mati karena dipukuli?
Dan juga untuk pria itu, yang datang lalu pergi sesuka hati, memberikan janji palsu tapi tidak pernah kembali, Lilian ingat bagaimana pria itu berjanji pada putranya sendiri.
"Ayah akan kembali."lalu pergi tanpa menoleh sedikit pun pada anak laki-laki yang menangis memanggil-nya. "DAD!" tidak peduli seberapa keras ia berteriak, sedan hitam itu nyatanya masih gigih untuk pergi.
Gerimis sore hari yang menyakitkan, Maxi tidak pernah mengira kalau mulai detik itu takdirnya akan berubah.
Selamanya.
------
"APA?!" billy melotot kearah wanita yang kini duduk tenang di hadapannya, ia benar-benar di buat marah dan kesal. anak itu meraih gelas di depannya lalu membantingnya dengan emosi.
"2 MILYAR TIDAK CUKUP UNTUKMU , NYONYA?!" Billy tidak menyangka jika akan mendapatkan keputusan sepihak seperti ini. tolong katakan jika ini hanyalah lelucon sialan yang di buat-buat. Sorot matanya yang tajam sepertinya tidak menggetarkan wanita yang ada di hadapan nya.
Martha menghela nafas lalu menyerahkan map hitam yang mereka tanda tangani sebulan yang lalu, "Aku tidak bisa." jawaban yang cukup membuat Billy frustasi. anak itu berjalan mondar-mandir sembari memijat pelipisnya.
"Aku akan memberimu 2 kali lipat."
Martha tetap kukuh dengan pendiriannya untuk menghentikan kesepakatan ini,lebih baik ia menanggung kemarahan anak itu dari pada harus mati dengan tragis karena tidak menuruti perintah Eric.
"KAU MENOLAK 4 MILYAR DEMI SEONGGOK DAGING TIDAK BERGUNA?!!"
"KALAU KAU TIDAK MAU MAKA." Billy kalang kabut dibuatnya, mainannya yang ia sukai hilang begitu saja.
"Maka apa?"
"Kau akan melaporkan ku ke polisi?" serga Martha dengan ekspresi remeh.
"Hal pertama yang kau harus tahu adalah bukan barang yang kita perjual belikan tapi seorang manusia." toh jika Billy tetap melaporkan martha dengan tuduhan penipuan , anak itu juga akan terjerat karena masalah jual beli manusia. intinya mereka berdua akan ada dalam masalah.
"Hal kedua aku tidak melanggar perjanjian karena tenggat waktu berakhir hari ini." Billy yang mendengar melihat arlojinya, pukul 00.10.yang di ucapkan martha benar.
"Kita bisa mendatangi surat yang baru untuk bulan berikutnya." yah itu adalah cara terakhir yang bisa dilakukan, tapi lebih baik jika Billy tidak berharap karena yang ia dapatkan hanyalah gelengan kepala sebagai jawaban, "APA KAU MENJUALNYA KE ORANG LAIN?!!" pekik Billy kehilangan cara, pasti ada alasan logis kenapa martha tidak ingin melanjutkan kesepakatan dengan nya lagi,
"Aku tidak menjualnya pada siapapun."
"Aku berhenti."
Tapi kenapa? bukankah memanfaatkan Dean untuk mendapatkan keuntungan berbentuk uang adalah hal yang menguntungkan, lagipula martha juga menyukainya tapi kenapa tiba-tiba seperti ini?
"Aku melakukan hal ini untuk melindungi kita berdua."
Apa?Billy yang mendengarnya mengerutkan kening bingung, melindungi? seorang billian zennet butuh perlindungan dari Martha? tidak, Billy tidak butuh itu.
"Kau lupa siapa diriku,nyonya?" sepertinya Martha perlu diingatkan lagi. otak nya mungkin bergeser karena kelelahan mengurusi sekolah.
"Aku bersumpah dia akan menghancurkan kita berdua."
dia?billy semakin bingung dibuatnya, otaknya yang tidak seberapa tidak bisa menerka siapa gerangan orang yang dimaksud oleh Martha. lagi pula untuk apa takut ayahnya adalah Mascherano Zennet.
Martha bangkit dari sofa "Turuti aku dan aku jamin keselamatanmu." wanita itu berbalik pergi dari sana meninggalkan Billy yang masih mematung kebingungan di tempatnya.
1 masalah terselesaikan, martha mungkin bisa bernafas lega kali ini. dengan membereskan sisanya dengan segera, urusan Billy berhenti sampai sini,toh jika Billy masih memaksanya, martha punya cara untuk menekan anak itu, dengan mengungkit kebiasaan nya menggunakan obat terlarang.
Martha tersenyum tipis, memuji dirinya sendiri karena pintar, urusannya tinggal dengan Eric, dia harus bergerak lebih cepat dan hati hati agar pra itu tidak berani mencekiknya hingga mati.
Malam ini dia tidak akan pulang, Martha membayangkan bagaimana cairan merah ke unguan itu masuk melewati kerongkongannya, casino mungkin adalah pemberhentiannya yang terakhir untuk hari ini.
Tapi baru saja akan meminta Mark untuk memutar arah, Martha mengingat sesuatu, wanita itu tersenyum senang. "Aku lupa hari keponakanku berulang tahun." 13 Agustus yang mengerikan,
tragedi yang telah lama berlalu, tapi tidak terlupakan oleh sebagian orang.
Martha masih ingat bagaimana wajah cantik itu tertidur di dalam peti mati yang penuh bunga.
Tepat di hari ulang tahun Dean yang kelima. hari bahagia yang berbalik penuh air mata, seharusnya Dean meniup lilin dengan gembira tapi siapa sangka anak itu harus menangis saat melihat peti mati ibunya.
"Kado apa yang harus ku berikan, Olive?" tanya Martha pada kepala asisten di sampingnya dengan senyum miring di akhir kalimat.
"Sekotak kue ulang tahun."
"Atau sebuah peti mati?"
Tidak terdengar jawaban selain tawa senang dari 3 orang itu, yah lebih baik mereka kembali saja dan merayakan ulang tahun Dean. Martha ingin sekali melihat wajah keponakannya itu malam ini, bertanya apakah luka-luka itu sudah sembuh? karena ia ingin menambahnya lagi, sebagai hadiah tentunya.
Ini gila tapi Martha menyukainya.
Waktu berlalu dengan cepat, bocah kecil yang dulu ia sumpahi untuk mati menyusul ibunya ternyata mampu bertahan sampai sejauh ini, cukup mengagumkan, Martha akan memberikan dean nilai a untuk pelajaran bertahan hidup.
Selain itu Martha telah bersumpah akan menyiksa Dean lagi dan lagi. selama ia bernafas dia tidak akan membiarkan Dean tenang sedetik pun, anak itu harus terluka, menangis atau bahkan perlahan-lahan mati. karena bagi Martha, Dean adalah bayangan menakutkan milik Marianne, adiknya mungkin telah mati tapi dia meninggalkan bibit yang akan menjadi sumber kesialan.
Kalau saja Eric tidak menahannya, mungkin sejak lama Dean sudah ia habisi. karena setiap kali melihat Dean, ia masih terbayang rupa adiknya yang selalu ia benci, wanita yang merebut orang tuanya, merenggut pria yang ia cintai.
"Sialan kau,Anne."
Sungguh Martha ingin datang ke kuburan Marianne saat ini, bukan untuk menabur bunga tapi untuk meludahinya.
"Mark bawa anak itu kemari." ujar Martha sesaat setelah sampai di rumahnya,ia melempar tasnya di atas sofa lalu meraih botol sampanye , menuangkan isinya kedalam gelas.
Dan benar, tak berapa lama Mark datang bersama anak laki-laki yang berjalan terhuyung-huyung di sampingnya.
Martha melirik sekilas kearah Dean yang hanya mengenakan celana pendek selutut dan sebuah kaus tipis.
Dengan tubuh gemetaran, anak itu menapakkan kakinya mendekati Martha, bukan tanpa sebab demikian, Dean belum makan seharian ini ,ia hanya mengisi perutnya dengan air.
"Kenapa wajahmu lesu seperti itu?"
Dean tidak menjawab dan hanya menunduk,wajahnya lesu karena kelelahan menangis.
"Harus nya kau bergembira di ulang tahunmu."
Martha meraih gelas yang disisi sampanye dan memberikannya pada Dean." Minum ini."
Dean menggeleng pelan, masih diposisi nya tanpa menyentuh sedikitpun gelas yang diberikan Martha untuknya.
"Jangan sampai aku mengatakan nya lagi." pinta Martha yang lagi-lagi tidak di gubris oleh Dean. astaga, seperti nya anak ini cari mati, tanpa di komando Martha mencengkram kuat pipi ajak laki-laki dihadapannya, memasukan cairan itu dengan paksa.
Pyaar!
Gelas sampanye pecah sesaat setelah Dean menepis benda itu dengan cepat, Martha melotot ditempatnya saat melihat sampanye mahal yang ia beli terbuang percuma.
"Dean!"
lagi-lagi anak itu hanya diam sembari menunduk, mencoba mengendalikan dirinya setelah hampir meminum sampanye, Dean tidak menyukai bau minuman itu, kepalanya pusing setengah mati.
"Kau berani melawanku?!" Martha mengambil sabuk yang tergantung di samping perapian, melepasnya dari pengait.
Mark yang melihatnya, spontan membuat anak itu berlutut. ya, Dean yang malang, bukan maksudnya bodoh. melawan Martha sama saja dengan mati. 13 tahun hidup disini seharusnya ia tahu peraturannya.
CTARR!
Dean meringis, mencengkram erat karpet bulu sembari merasakan benda tebal itu menabrak punggungnya,perih dan menyakitkan. sudah sesering ini tapi ia belum terbiasa.
CTARR!
CTARR!
"KENAPA KAU TIDAK MATI SAJA,DEAN." Martha emosi ditempatnya, sembari mengayunkan benda yang ada dalam genggaman sorot matanya tidak lepas dari anak laki-laki yang kini hanya menunduk dalam.
'aku juga berharap seperti itu.'
'tapi aku sudah menunggu.'
CTARR!
"BUKANKAH KAU MERINDUKAN IBUMU?!!
'sangat'
CTARR!
Martha sangat ingin menghabisi anak itu detik ini, mengakhiri mimpi buruknya yang menghantui nya setiap hari, sampai jumpa pil-pil sialan, dia akan tidur nyenyak tanpa mengkonsumsi benda itu lagi. tapi lagi-lagi Martha harus menekan egonya sendirinya untuk bertahan hidup, menuruti perintah Eric agar membiarkan Dean sendiri yang memilih untuk mati.
Martha melemparkan sabuknya asal, tangannya beralih mencengkram pipi keponakanya kuat, membuat sang empu yang sedari tadi menunduk terpaksa mendongak ke atas, menatap netra bibinya yang penuh amarah.
'marianne'
sial, anne , anak laki-laki ini begitu cantik dan menawan.
meskipun sudut matanya lebam sekalipun pesonanya masih sama sepertimu.
belum lagi matanya sama persis seperti milik pria yang pernah kucintai.
aku benci padamu anne , sangat.
harusnya hari itu kau tidak pernah bertemu dia.
maka anak ini juga tidak akan pernah lahir dan menyusahkan ku
apa kau tertawa diatas sana?
saat melihatku begitu menyedihkan?aku memang tidak pernah beruntung.
tapi aku punya banyak kesempatan untuk menghancurkan anak ini.
bukan saat ini tapi nanti.
dimana aku melihatnya menangis untuk membiarkannya mati ,sehingga aku bisa mengejekmu dari sini.
kukira mendengar kabar bahagia atas kematian mu menyudahi semua dendam tapi aku tidak menyangka kalau ini hanya permulaan. bahkan semuanya baru dimulai saat anak ini datang kemari.
tapi anne ,1 hal yang ingin kupastikan , aku tidak akan membiarkan kau tenang di alam sana.
bahkan jika ragamu sudah menyatu dengan tanah, kau akan lebih menderita lagi.
hallo
aku balekk lagi
hiatusnya kurang lama ya wkwkwk😂🙈❤️