Rumah sederhana dengan desain kuno, ruang makan yang berada tepat di depan perapian, dan meja makan kayu yang dulu menjadi tempat Ellysha dan Rai makan bersama. Ya, Ellysha kembali lagi ke tempat itu, rumah lama Rai. Tak seperti waktu dulu, dimana ia dan Rai yang menikmati makan bersama ditemani suara hujan di luar rumah, kali ini Ellysha hanya duduk seorang diri. Tak ada Rai, tak ada sup hangat, pun nyanyian hujan yang menemani kegiatannya.
Seperti tujuan sebelumnya, para makhluk dunia Arsga berniat mencari tahu langsung mengenai apa yang menjadi tujuan sebenarnya sang ratu. Dan tujuan itu langsung terlaksanakan tak lama setelah mereka tiba di rumah lama Rai.
Ellysha yang merupakan seorang manusia, tentu tak akan mendapat izin untuk ikut menyelidiki. Karena selain tak memiliki kemampuan bertarung yang cukup untuk melindungi diri sendiri, kekacauan yang semakin parah juga menjadi alasan kenapa Rai dan Ara menentang keras keikutsertaan Ellysha. Dan Ellysha juga cukup sadar diri untuk itu. Karena jika ia ikut, bukannya membantu, dirinya hanya akan membebani teman-temannya yang lain.
Lagi pula, meskipun berada di wilayah kekuasaan vampir, rumah Rai cukup nyaman untuk Ellysha. Di sana juga aman karena dilindungi perisai sihir seperti yang ada di perkampungan werewolf. Jadi, tidak terlalu buruk untuk menunggu seorang diri di sana.
Tangan lentik Ellysha membuka lembar kertas buku tuan Voldes. Itu buku yang mencatat tentang garis keturunan murni dari raja vampir, pemilik sah dari kalung cahaya. Selain itu, peristiwa-peristiwa mengerikan juga tak lepas dari sejarah panjang yang tercantum di sana. Namun, bukan itu yang Ellysha cari.
Gadis dengan kulit sepucat mayat, rambut sekelam malam, dan iris hitamnya yang pekat, gadis itu tengah mencari sesuatu yang berharga. Fakta mengenai tiga kekuatan hebat di tiga dunia, yang memiliki peluang besar dalam melawan rencana sang ratu. Meski terdapat fakta tentang dirinya yang merupakan makhluk campuran, dan fakta terbaru mengenai dirinya yang memiliki kekuatan penyembuh, tapi Ellysha masih merasa belum puas akan itu.
Ellysha sadar akan keterbatasannya, juga sadar betapa hebat kekuatan yang dimiliki lawannya. Ellysha tak bermaksud meremehkan kekuatan teman-temannya, tapi jika melihat dari situasi, mulai dari pasukan, dukungan, dan rencana yang matang, jelas kemungkinan untuk menang tidaklah besar. Untuk itu, Ellysha harus menemukan sesuatu yang berguna, yang meski tak terlalu hebat tapi dapat menimbulkan efek besar.
Namun, meski sudah hampir empat jam membolak-balik kertas di buku itu, Ellysha masih belum menemukan sesuatu yang ia cari. Wajahnya mulai berubah masam. "Ini melelahkan," keluh Ellysha dengan suara pelan. Gadis itu menyandarkan tubuh ke sandaran bangku kayu yang ia duduki. Kepalanya mendongak, melihat langit-langit kayu yang berbentuk kubah. Sebuah lampu sederhana yang juga dihiasi dengan pahatan kayu, tampak menggantung di tengah-tengah kubah.
Rai bilang, untuk menyalakan lampu di dunia Arsga, mereka harus menggunakan sihir cahaya, yang meski tak semua makhluk memilikinya, tapi masih bisa didapatkan dari batu sihir. Dan dari penjelasan Ara, batu sihir adalah batu yang dapat menyimpan kekuatan sihir dengan jumlah tertentu. Lalu untuk menyimpan sihir di dalam batu tersebut, seorang penyihir haruslah memiliki sihir setidaknya di tingkat menengah. Wilayah para penyihir dulu menjadi wilayah dengan tambang batu sihir terbanyak, sebelum akhirnya tergantikan oleh bangsa elf.
Dahi Ellysha mulai berkerut halus. "Batu sihir, ya?" gumamnya dengan suara pelan dan wajah yang kini mulai tampak serius. Gadis itu terdiam untuk waktu yang cukup lama. Wajahnya semakin serius dengan jari-jari yang terus mengetuk meja secara beraturan.
Setelah cukup lama berpikir dengan tatapan yang tertuju pada langit-langit rumah, pandangan Ellysha kini mulai beralih pada objek di atas meja yang berada di samping perapian. "Pedang nogra, kalung cahaya, kalung kegelapan, dan ... batu sihir," ucapnya pelan seraya memandangi pedang nogra yang berada di atas meja.
Dahi Ellysha kembali berkerut. "Tapi, bagaimana cara mendapatkannya?" Wajah Ellysha semakin serius. Kerutan di dahinya semakin menjadi. Ketukan jari-jarinya semakin cepat. Ellysha tengah berpikir keras. "Ah!" seru gadis itu tiba-tiba. Senyum kecil perlahan terbit di bibir indahnya. "Aku tahu!"
***
Ellysha memang tak berpikir akan mendapat kabar baik setelah kepulangan teman-temannya, tapi situasi sekarang lebih buruk dari apa yang ia perkirakan. Tatapan kosong Louise dan wajah marah Luke, itu adalah sesuatu yang paling langka untuk dapat Ellysha lihat. Dan sekarang ia melihatnya, yang berarti sesuatu yang buruk baru saja terjadi. Sesuatu yang amat buru.
Setelah teman-temannya pergi ke sebuah ruangan untuk mendiskusikan rencana lanjutan. Ellysha langsung menghampiri Ara yang masih termenung di depan perapian. "Ara," panggilnya dengan suara pelan.
Ara langsung menoleh dengan senyum kecil yang dia usung. "Ya, El?"
Langkah Ellysha berhenti setengah meter di samping Ara. Gadis itu tak langsung menjelaskan tujuannya. Ia menatap Ara beberapa detik, menimang-nimang kalimat yang akan ia ucapkan. "Sebenarnya ... apa yang terjadi?" tanya Ellysha ragu-ragu.
Ara tak langsung menjawab. Senyum kecilnya langsung hilang dalam sekejap, dengan tatapan yang langsung berpaling kembali ke arah perapian. "Lebih buruk dari yang kita kira, El."
"Lalu?"
Ara kembali menoleh pada Ellysha. Wajahnya mulai serius. "Kau harus kembali ke dunia manusia."
"Apa? Tidak mau!" seru Ellysha dengan mata melotot. "Bukankah selama ini kita sudah berjuang bersama. Kalian tidak boleh seenaknya memulangkanku begitu saja!"
"Tapi situasinya diluar kendali, El."
"Jelaskan, Ara!" perintah Ellysha yang tengah menahan amarahanya. "Jika kau hanya menyuruhku tanpa memberikan penjelasan, itu sangat tidak adil untukku."
Ara menghela napas berat. "Ratu sudah meninggal."
Napas Ellysha tercekat. Irama jantungnya mulai berdebar cepat. "A-apa maksudnya itu?" tanya Ellysha tergagap. "Bukankah sang ratu ...."
"Meredian Hazlt, ibu tiri sang ratu yang dihukum mati karena melakukan percobaan pembunuhan pada sang raja. Itu terjadi sepuluh tahun yang lalu." Ara memulai penjelasannya. Ia berjalan pelan menuju bangku kayu, dan duduk di salah satu bangku itu diikuti Ellysha setelahnya. "Dan kau tahu?" Sebuah senyum miris tersungging di bibir Ara.
Ellysha yang masih syok tak memberikan responnya. Ia terus menatap Ara dengan wajah yang amat serius.
"Rupanya, Meredian juga merupakan garis keturunan murni sang raja. Yang itu artinya, dia juga dapat mengendalikan kekuatan kalung cahaya, walau bukan pemilik sah dari kalung itu."
Wajah Ellysha semakin syok mendengar fakta yang baru saja Ara sampaikan. Degub jantungnya yang sudah menggila, kini semakin menjadi. Ia menelan ludahnya kasar. "Jadi ... itulah alasan kenapa 'sang ratu' juga mengincar kalung cahaya, padahal tak semua makhluk bisa mengendalikan kekuatan yang ada di dalamnya? Karena ... Meredian juga merupakan garis keturunan sang raja," gumam Ellysha seakan baru sadar akan keganjilan yang selama ini mengusik pikirannya.
Ara menggeleng. "Tidak, El. Meredian benar-benar sudah meninggal."
Dahi Ellysha berkerut bingung, dengan tatapan yang terus terarah pada Ara, menuntut penjelasan.
"Sebelum menikah dengan ayah sang ratu, Meredian memiliki seorang putri yang seusia dengan ratu, Anhelta Hazlt. Tak seperti ibunya yang berambisi untuk menguasai dunia Arsga, Anhelta justru sebaliknya. Namun, sebagai seorang anak, tentu ia sangat menyayangi ibunya, seburuk apapun sifat ibunya itu. Dan hukuman mati yang diterima ibunya pasti membuat Anhelta sangat membenci bangsa vampir. Itulah mengapa-"
"Daripada berambisi menguasai wilayah vampir, atau berusaha menghancurkan dunia Arsga, ratu yang kita ketahui justru ingin menghancurkan wilayah kekuasaan para vampir. Dan itu menjadi masuk akal kenapa dia hanya ingin menghancurkan wilayah kekuasaan vampir. Karena yang membunuh ibunya adalah raja vampir."
Ara tersenyum tipis. Memang tak akan sulit untuk membuat seorang Ellysha memahami sesuatu. Namun, efek yang muncullah yang Ara khawatirkan. Ara masih sedikit kesulitan untuk menebak arah pikiran sahabatnya itu. Karena terkadang, pikiran Ellysha benar-benar akan diluar akal sehat makhluk normal.
"Lalu, kapan puncak rencananya akan dilakukan?" tanya Ellysha yang benar-benar diluar prediksi Ara.
"Apa yang akan kau lakukan, El?" tanya Ara balik. Ia tahu, Ellysha pasti ingin merencanakan sesuatu. Ellysha yang keras kepala dengan ego yang tinggi, pastilah tidak akan Sudi untuk berdiam diri. Namun, entah apa yang Ellysha rencanakan, Ara tetap tak bisa menebaknya. "Kau harus ingat. Bukan hanya memiliki kekuatan hebat, tapi Anhelta juga seorang keturunan murni sang raja. Ini bukan situasi yang baik untukmu, El!"
"Ara!" seru Ellysha dengan wajah kesal. "Aku tahu kau menganggapku lemah. Dan aku juga cukup sadar diri untuk menjadi beban kalian-"
"Bukan itu maksud-"
"Tapi tolong, percayalah padaku." Ellysha menatap sayu Ara. Tatapan yang amat mustahil untuk keluar dari seorang yang keras kepala seperti Ellysha. Dan ini kali pertamanya Ara melihat tatapan itu.
Ara menelan ludahnya. Ia selalu kesulitan untuk menolak permintaan Ellysha, apalagi jika Ellysha sudah sampai melakukan ini. Tapi Ara juga tak ingin Ellysha berada dalam bahaya. Situasi mereka benar-benar tidak memungkinkan untuk tetap menjaga keselamatan gadis itu.
"Kumohon." Ellysha menggenggam kedua tangan Ara. Tatapan memohonnya terus menusuk iris coklat Ara. Dan nada bicaranya yang sedikit memelas, membuat gadis itu benar-benar tampak menyedihkan di mata Ara.
Ara memalingkan wajah. Ellysha yang sekarang benar-benar sangat berbeda dengan Ellysha yang ia kenal, dan itu semakin membuat Ara tak bisa menolak Ellysha. Ara menghela napas berat. "Jadi, apa rencanamu?" ujarnya pasrah tanpa melihat sahabatnya, tak ingin semakin jatuh dalam tatapan itu.
Ellysha memekik girang mendengar ucapan Ara. Ia langsung melompat memeluk gadis itu. "Kau memang yang terbaik, Ara! Terima kasih!" serunya penuh semangat.
"Jadi ...?" tanya Ara begitu pelukan Ellysha lepas dari tubuhnya. Ia menatap tanya wajah bahagia sahabatnya itu.
Ellysha mulai menjelaskan rencananya pada Ara. Rencana tak terduga yang muncul karena lampu kuno yang tadi ia perhatikan. Ellysha juga menjelaskan bantuan ia butuhkan dalam rencananya itu. Beruntungnya, Ara tak memberikan protesan lagi, ia langsung menuruti rencana Ellysha. Namun, sayangnya tidak semua rencana yang Ellysha buat ia ceritakan pada Ara. Dan tak akan ia ceritakan, hingga rencananya mulai berjalan.