•Siapa mereka?•
HOSH
HOSH
HOSH
Gila tadi gila. Ia tak pernah menduga akan melakukannya, apalagi itu menegangkan dan seru ia sangat menyukainya. 'kapan lagi bisa melakukannya' batinnya.
Cklek
Suara pintu terbuka dan muncul lah seseorang dari balik pintu tersebut. "Ngapain lo malem-malem masih diluar," serunya yang hanya dibales gelengan oleh orang yang ada didepannya. "hujan, lo kalo sakit ngerepotin."
"Stimina gue kuat kali."
"Kuat dari mana, letoy iya."
"Gue kuat as—" ucap terpotong.
"WOI!! mata lo pada buta apa gimana trus kuping kalian pada budeg," teriak orang yang di depan dapur.
"Apasih lo, tiba-tiba potong ucapan gue mana teriak lagi. Budeg gue lama-lama denger suara lo," serunya sambil teriak, tak mau kalah.
"Yoi, suara lo kan jelek," tambah orang yang itu dan di angguki temannya satu lagi.
"Sialan," umpat orang yang di depan dapur. Dan dibales ketawa oleh temanya yang ada didepan pintu sana.
"Ketawa, ketawa lo pada,"
"Cepat udah dipanggil pak bos," seru seseorang yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Anjing," umpat semua.
"Ngagetin lo asu, kayak jelangkung," ucapnya.
"Datang ga diundang, pulang tak diantar," lanjut yang lainnya.
"Ga usah bercanda, udah ditunggu pak bos," ucapnya dan meninggalkan mereka. "Gue ga mau ya kalo, gue dihukum gara-gara kalian lagi."
(っ.❛ ᴗ ❛.)っ
Mereka semua udah sampai diruang bawah tanah. Suara orang itu langsung mengarahkan penglihatan kepada orang yang dari kemarin malam ga ada dikamar nya. "Ceritakan! Gue mau mendengarkannya, mungkin kita bisa punya target baru lagi."
"Oke."
Pada saat malam itu gue denger suara pistol yang sangat-sangat jelas. Tanpa menunggu lama gue langsung saja mengikuti suara tersebut. Suara tersebut dari arah Utara.
Hutan bagian Utara. Setelah gue sampai ditempat suara tersebut berasal. Satu kata yang bisa ngungkapin itu "kaget", langsung saja gue bersembunyi dibalik pohon besar. Gue—
"Bukan itu yang mau gue denger, gue bagian itu udah tau," serunya memotong cerita. "Yang mau gue denger apa yang lo lakuin pada saat itu."
"Oke-oke, gue ulang dari awal."
"Tapi sebelum itu gue udah bunuh seseorang," ujarnya dan membuat semua orang yang ada disitu kaget. Jelas mereka kaget ini merupakan yang pertama untuk dia bunuh orang.
Jadi gini pada saat malam itu—
Mobil Jeep ada dua datang dari arah Utara. Karena posisi gue menghadap ke arah selatan gue pasti lah ketangkap. Disitu gue panik dan leher udah ada sayatan meskipun hanya tiga sayatan dan ga dalam-dalam banget. Tetap aja gue panik. Disitu masih sempat-sempatnya mikir apakah gue mati bisa makan enak-enak lagi kata di dunia.
Dan ucapan salah satu dari mereka gue tambah panik. Dia bilang "bunuh aja daripada ngerepotin, gue lagi males ngurusin kayak dia ini." Gitu ucapnya dan dia langsung saja meninggalkan tempat sama sigadis itu.
Setelah dia dan gadis itu pergi salah satu diantara mereka ada yang bicara. "Gimana kalo kita main-main dulu sama ni orang," dan ucapannya diangguki oleh semuanya.
Mereka tertawa gue cuma bisa diem tapi, disitu gue melihat celah untuk kabur. Gue berusaha melepaskan tali yang mengikat tanganku. Setelah talinya terlepas gue langsung ambil pistol yang yang ada di celah-celah sepatu mereka.
Asli gue ga mau nembak mereka, karena keadaan yang memaksa gue untuk nembak tuh orang. Kayak tangan gue bergerak tanpa aba-aba. Setalah gue rasa tu orang-orang dah ga gerak, gue langsung lari aja. Daripada urusannya tambah panjang kan.
"Udah gitu aja." Ujarnya mengakhiri cerita tersebut.
"Terus mayatnya lo tinggalin gitu aja?" Tanya orang yang lagi melihat koleksi-koleksi baru si bos. Dan dijawab dengan anggukan kepala saja.
"Goblok tolol anjing murni banget sampe bikin gue mau nglempar lo ke jurang."
Segala umpatan dan kebun binatang keluar semua. Untuk gobloknya sahabat mereka."Lo tuh bego atau goblok si, ga ketulung soalnya."
"Enggak tau," jawabnya yang membuat kesal. Yang tadi udah kesal sekarang tambah lagi kesal.
"Kok lo ga telpon kita sih," serunya yang menatap orang didepannya penuh dengan kekesalan. "Biar kita bisa bantu, lo kan ga tau masalah kek gini. Tambah bunuh orang lagi," ucapannya dan yang membuat semua tambah-tambah kesal adalah tampangnya yang ga ada rasa bersalah.
"Udah-udah, gue udah suruh kelompok 2 kesana. Kalian diem aja jangan banyak bacot," seru orang yang dari tadi melihat laptop. "Oh ya bantu cari anak-anak ingusan itu," lanjutnya dan langsung dilaksanakan.
(っ.❛ ᴗ ❛.)っ
Shena pulang kerumahnya yang menunjukkan pukul 18.30 pas banget saat keluarga Shena makan malam. Tanpa mengetuk pintu atau bahkan memberikan salam yang hanya sekedar menyapa, Shena langsung saja naik ke lantai dua menuju kamarnya.
Saat ia melewati ruang makan Shena bahkan ga mau menengok. Meskipun sekedar melihat menu makan malam ini. Dan juga pada saat itu Shena pulang juga ga ada yang menyambutnya, sekedar hanya menanyakan kabarnya.
"Gimana sekolahnya, pasti capek ya"
"Kamu sudah makan belum"
"Pasti laper, sini makan dulu"
Hanya sekadar mengucapkan kalimat itu, kayaknya sangat berat diucapkan dari mulut mereka. Kalimat yang sangat mudah diucapkan, tapi sulit juga diucapkan di keluarganya. Shena dirumahnya bagaikan orang asing, padahal mereka dulu tak seasing ini.
Selepas sampai kamarnya Shena langsung saja merebahkan tubuhnya diatas kasur. Tanpa melepas seragam yang masih melekat ditubuhnya. Shena langsung terlelap didalam tidurnya, sebelum melanjutkan belajarnya lagi.
Tiada hari, jam, detik, menit tanpa belajar. Hidupnya dipenuhi dengan belajar belajar belajar. Shena bukan hanya capek dengan belajar, tapi juga capek dengan segalanya. Capek yang harus dituntut bisa segala.
Beberapa saat kemudian terdengarlah suara ketukan pintu, dari arah luar.
Tok
Tok
Tok
Ketukan pintu itu terdengar hingga beberapa kali, tapi orang didalam tidak berniat membukanya. Aslinya masih tidur.
"Shena, makan dulu ya nih mama udah bawain makanan," panggil Dina, sambil trus mengetok pintu kamar.
Dina memegang knob handle dan memutarnya. Ternyata tidak dikunci. Dina, langsung saja masuk dan mengunci pintunya."Shen, bangun Shen. Sebelum papa mu liat," Dina masih berusaha membangunkan anaknya, dengan cara menggoyangkan tubuhnya.
Tak ada pergerakan dari Shena. Dina tak menyerah dia tetap membangunkan anaknya. Kalo tak, Dina juga bisa jadi sasaran kemarahan suaminya. Ia tak mau mau. Dina terus mencoba dan mencoba. Dan, yah akhirnya bisa. Shena bangun."akhirnya kamu bangun juga," ucapannya sambil bernafas lega.
"Maaf ma Shena ketiduran. Shena capek ma," sesal Shena dan tidak mau menatap kearah mamanya. Shena takut kalo mamanya juga menjadi sasaran kemarahan papanya. Dia tak ingin kejadian tahun lalu terulang lagi.
Dina menatap anaknya penuh dengan rasa iba. Anaknya tak mau melihat kearahnya. "Gak papa, mama tau kok kamu capek. Ga usah gitu ya," jawabnya dan mengangkat wajah anaknya agar bisa melihat wajahnya anaknya.
"Nih mama bawain kamu makan. Jangan lupa dimakan ya," setelah mengatakan itu Dina langsung keluar dari kamar Shena. Sebelum benar-benar keluar Dina melihat anaknya tersenyum. Dan, Langsung menutup pintu.
Setelah pintu ditutup senyuman yang tadi terukir sudah hilang dan digantikan wajah datar. Shena tak langsung makan, ia menaruh makanannya di meja dekat tempat kasurnya. Ia langsung mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
_QUEEN of the BULLYING_
Hai hai hai
Gimana kabarnya, sehat?
Jangan lupa vote dan komen.
Makasih yang udah mau meluangkan waktunya untuk baca ceritaku.