Aku Tokoh Utamanya : Penyesal...

By Rahmawiraa

255K 12.2K 753

Orang ketiga atau istilahnya Pelakor, merupakan salah satu dari sekian banyaknya masalah di sebuah rumah tang... More

prolog
part-1
part-2
part-3
part-4
part-5
part-6
part-7
part-8
part-9
part-10
part-11
part-12
part-13
part-14
part-15
part-16
part-17
part-18
part-19
part-20
part-21
part 22
part-23
part-24
part-25
part-26
part-27
part-28
part-30
part-31
part-32
part-33
part-34
part-35
part-36
part-37
part-38
part-39
part-40
part-41
part-42
part-43
part-44
part-45
part-46
part-47
part-48
part-49
part-50
part-51
part-52
part-53
part-54
part-55
part-56
part-57
part-58
part-59
part-60
part-61
part-62
part-63
NEW STORY.
part-64 [END]
part-65 (Epilog )
Ekstra chapter

part-29

2.4K 115 5
By Rahmawiraa

Sudah direvisi.

Kakinya yang pendek terus menelusuri jalanan sepi begitu melihat seluet seseorang yang begitu dikenalnya tadi.

Walaupun kedua orang tuanya sudah memperingati dan melarang dirinya untuk tidak berjalan sendirian, gadis kecil berseragam putih merah itu tetap bersikeras dan terus memaksakan diri agar bertemu dengan seseorang yang selama ini dirindukan.

Matanya sekali-kali melirik kanan dan kiri, mencoba memastikan diikuti hatinya yang mulai sedikit resah kala ingatan satu tahun lalu berputar dipikirannya. Otaknya yang kecil mulai berpikiran negatif begitu tidak melihat seorang pun dipinggir jalan yang dipenuhi pohon-pohon rimbung.

Bukankah ini terlihat sama seperti waktu itu?

Rasanya Rasya ingin menangis, dengan badan gemeter Rasya menarik nafas panjang guna mengurangi ketakutan didalam dirinya.

Seraya menguatkan diri, Rasya melanjutkan jalannya yang sempat tertunda untuk beberapa saat, setelah beberapa menit akhirnya ia menemukan apa yang dicari.

Terlihat seorang gadis berseragam putih biru berdiri tidak jauh darinya, gadis itu bersandar dibatang pohon sendirian, sepertinya gadis itu sedang menenangkan diri dengan mata melamun.

Binar dimata Rasya seketika bersinar, dengan semangat ia menghampiri gadis itu.

"Kak Desi!"

Gadis itu tersentak kaget begitu mendengar panggilannya. Ia menoleh kesamping dengan mata terbelalak.
"Rasya? Kamu..."

Rasya tersenyum begitu sampai didepan Desi. Akan tetapi senyuman itu luntur begitu melihat wajah Desi yang dipenuhi memar.

Desi memalingkan wajahnya seakan tidak ingin gadis kecil didepannya ini boleh melihatnya.

Melihat itu Rasya menundukkan kepalanya, ia tersenyum getir setelah paham dengan kondisi gadis didepannya.
"Apa itu ulah Kak Jody?" Tanyanya lirih.

Desi diam, batinnya menyalahkan takdir yang seolah tidak adil dengan dirinya dan Rasya. Semua orang beruntung sedangkan mereka tidak.

Rasya mencengkram rok miliknya disertai mata berkaca-kaca.
"Rasya, Rasya mau mati aja Kak." Cicitnya.

Kepala Desi sontak menoleh menatap Rasya yang tiba-tiba berucap seperti itu.
"Rasya? kamu ngomong apa!" Desi mensejajarkan tubuhnya dengan Rasya, kedua tangannya mencengkram bahu mungil yang terasa rapuh ditangannya.

"Rasya sudah cape." Tangisan Rasya tersendak-sendak menatap Desi didepannya.

Desi menghela nafas melihat tatapan putus asa milik Rasya, sepertinya gadis ini sudah menyerah dengan hidupnya.
"Dengar, walaupun dunia sama sekali nggak berpihak sama kita. Tapi kita tidak boleh menyerah sama takdir." Desi mengusap pipi Rasya yang basah.

"Kamu dengar?"
Rasya mengangguk.

"Mereka bilang apa?" Seakan terhubung, Desi seperti merasakan perasaan apa yang dirasakan Rasya sekarang.

"Mereka bilang Rasya nggak punya masa depan setelah kejadian itu, Rasya kotor. Mereka nggak mau dekat-dekat sama Rasya."

"Siapa yang bilang? Tapi setau Kak Desi itu tidak penting. Yang paling penting Rasya harus buktiin sama mereka, kalau Rasya itu bisa bangkit. Oke?" Desi tersenyum hangat.

"Tapi mental Rasya sudah rusak."

"Makanya Rasya harus rajin kedokter psikolog, supaya mental Rasya ini cepat pulih dan kita bisa main."

Rasya tersenyum mendengarnya, tidak salah jika ia mengagumi gadis didepannya. Walaupun Desi banyak masalah, Desi tetap berusaha menghiburnya.

"Umm." Rasya mengangguk semangat.

Desi tertawa melihat Rasya kembali ceria, ia ingin mengasihi dirinya tapi saat tau masalah Rasya, ia lebih kasihan kepada gadis ini.

Desi hanya anak broken home dan korban perundungan disekolah, berbeda dengan Rasya yang menjadi korban pelecehan.

Dia tidak bisa membayangkan, diumur Rasya yang ke-9 tahun. Gadis itu malah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan.

Desi sampai menangis saat melihat kondisi Rasya yang begitu mengenaskan kala itu, karena itu Rasya yang ceria berubah menjadi pendiam.

Mereka duduk bersama dibawah pohon, tidak ada pemandangan indah ataupun semacamnya, yang ada hanya jalanan sepi tanpa kendaraan.

"Tadi Kak Desi ketemu sama anak yang kamu tolongin itu." Celetuk Desi.

Rasya menatap penasaran gadis yang berbeda 6 tahun dari usianya.

"Namanya Asya, dia katanya mau ketemu sama kamu dan berterimakasih."

Rasya memalingkan wajahnya dengan tatapan datar.

"Rasya jangan dendam ya? Katanya dendam itu dosa." Peringatnya.

"Kalau Kak Desi, dendam nggak sama keluarga Kak Desi?" Tanyanya seakan-akan mengalihkan pembicaraan.

Desi melirik Rasya yang tiba-tiba bertanya masalah keluarganya.
"Tidak tau, mungkin ya mungkin tidak." Ia mengedihkan bahunya.

"Keluarga Kak Desi itu jahat, selain bunda Devi."

Desi membenarkan ucapan Rasya, Ayah dan ketiga Kakaknya memang jahat. Bahkan tanpa sadar terselip kebencian dihatinya.

"Tidak usah dibahas lagi, mendingan kita beli es cream. Kak Tasya ngasih uang tadi, kamu mau?"

Rasya mengangguk, keduanya lantas beranjak dari posisi duduk dan melangkah pergi.

Itulah adalah pertemuan terakhir yang Rasya masih ingat sampai sekarang, setelah hari itu. Desi menghilang entah kemana.

Ada yang mengatakan bahwa gadis itu dikirim keluar akibat wajahnya yang rusak, ada juga yang mengatakan bahwa Desi sudah mati.

Tentu Rasya tidak percaya, setelah beberapa tahun berlalu. Ia kembali bertemu dengan Desi ketika ia SMA, hanya saja Desi seakan tidak mengenalnya dan hari ini pun wanita itu tidak mengenalnya.

Jawabannya tentu saja karena tubuhnya, tapi Desi berkata bahwa ia mengenal Asya? Lantas kenapa tadi Desi hanya mengenal Asya sebagai mantan kekasih Ariz?

Sudahlah, jika ia mengingat masa lalu. Rasya juga teringat kejadian tragis yang ia lalui kala itu.

Kejadian saat ia berumur 9 tahun, Rasya tidak akan pernah melupakan tatapan cabul beserta tangan-tangan kotor dan menjijikkan menyentuh tubuhnya.

Menikmati dirinya.

Tubuh Asya seketika mengigil, Rasya mengelengkan kepalanya berusaha menghilangkan rasa geli disekujur tubuhnya.

Jika diingat-ingat, ia berhasil membunuh salah satu dari mereka. Yang sayangnya malah membuat para pelaku tidak dijerat oleh hukum.

Ingin rasanya Rasya kembali kemasa lalu dan membunuh mereka sekalian, tidak apa-apa.

Karena sekarang.

Rasya sudah membunuh mereka semua.

__________

Beberapa hari telah berlalu, dan beberapa hari juga Bagas sudah berada di dalam penjara. Ia belum dijatuhi hukuman sebab bukti belum terlalu kuat.

Ariz beserta Alam masih berusaha, keduanya masih menyelidiki seseorang yang memang harus disalahkan.

Sedangkan Asya dikantor berusaha mempertahankan perusahaan yang sedang terancam gulung tikar. Tiba-tiba saja para client menarik saham mereka tanpa sebab, itu membuat Asya kewalahan.

Untung saja pemilik saham tertinggi masih tetap berada disana bersamaan dengan Ariz. Asya masih bisa menghirup nafas lega.

Asya tidak bisa tidur, semuanya begitu tiba-tiba.

Dengan lesu ia berjalan menuju kantin karena sudah lapar, pikirannya berkelana kemana-mana. Ia tidak bisa fokus ditambah program games yang sedang dibuat dipaksa untuk berhenti.

Lalu? Bagaimana perusahaan ini akan berjalan?

Asya mendudukkan bokongnya diatas kursi, ia memijit kepalanya yang terasa pusing. Bahkan makanan didepannya pun seakan tidak menarik nafsu makannya.

Mata Asya mengerjap beberapa kali saat seseorang duduk didepannya.
"Ariz?"

Ariz menatap kekasihnya dengan kasihan, ia tersenyum.
"Kamu tidakk apa-apa?" Ia menanyakan kondisi Asya dengan lembut.

Asya mengeleng tanda tidak baik-baik saja.
"Masalah Kak Bagas?" Tanyanya pelan. Mungkin jika ada Bagas, Asya tidak akan sepusing ini sekarang.

"Belum ada titik terang."

Mendengar itu, Asya menghela nafas sedih.

"Tapi aku mau kamu ketemu sama seseorang." Ariz beranjak dari duduknya dan memberikan satu tangannya didepan Asya.

Asya menatap tangan itu lama, namun kemudian ia mengenggamnya, membiarkan Ariz menariknya pergi dari sana.

1052 kata.

Iya emang pendek, maapkan.

Besok-besok Author panjangin deh.

Jangan lupa voment 🤯

Continue Reading

You'll Also Like

664K 44.5K 49
Dia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.
3.1M 165K 61
Takdir itu emang kocak. Perasaan cerita tentang perjodohan itu hanya ada di film atau novel, tapi sekarang apa? Cecilia Janelle terjebak dalam sebuah...
132K 10.1K 45
Kehidupan setelah menikah itu benar-benar tidak bisa ditebak. Bahkan pasangan suami istri yang sebelumnya telah menjalin hubungan lama pun, bisa saja...
29.2K 2.3K 22
Hidup tuh jangan drama! Celine menjauhi segala kemungkinan terjadinya hubungan drama.