Dokter menuliskan resep obat-obatan dalam kertas berukuran kecil. Dua perempuan berbeda usia duduk di seberang meja kerja dengan gusar. Wajah Sela pucat pasi semenjak masuk ke dalam ruangan hingga saat ini.
Siapa yang tidak sedih dan takut ketika kita tiba-tiba menderita penyakit gagal ginjal ketika tubuh kita selalu sehat selama bertahun-tahun?
Sela pun tidak pernah mengkonsumsi hal-hal yang berakibat membahayakan ginjalnya sendiri. Dia sangat sayang pada kesehatannya, namun akhir-akhir ini sejak kenaikan kelas, dia memang sering terserang demam tinggi dan mudah lelah.
Tubuhnya menjadi lebih muda sakit-sakitan. Awalnya dia dan Lestari berpikir bahwa kondisinya sedang dalam fase lemah karena terlalu banyak kegiatan dan beban pikiran.
Tetapi ketika Sela sudah tak sanggup lagi menahan lelah dan letih, dia jatuh pingsan dalam kondisi tubuh panas. Lestari cemas kemudian membawa Sela ke rumah sakit, lalu hasil dari penyebab tubuh Sela sering jatuh sakit dan mudah lelah akhirnya diketahui.
Sela terlambat mendapatkan penanganan dan penyakit dibiarkan selama tiga bulan tanpa ada pengobatan, gagal ginjal ini kemungkinan adalah karena faktor genetika sesuai dengan kata-kata Dokter dan ginjalnya sudah rusak dan tidak bisa kembali normal. Sekarang dia harus hidup dibantu obat-obatan dan terapi.
"Ibu, dari mana kita bisa dapat uang lagi dengan nominal sebegitu banyak? Adik-adik pasti juga butuh uang," Sela berujar takut setelah keluar dari ruangan periksa. Kini dia berjalan bersama Lestari, keluar dari area rumah sakit.
"Masalah itu biar Ibu urus, terpenting saat ini adalah kamu bisa selalu sehat dan melanjutkan masa depan. Kamu masih punya banyak tujuan dan cita-cita yang belum bisa digapai. Lagi pula hari ini ada seseorang yang mau bertemu kamu, orang itu nantinya akan menjadi penanggung jawab segala biaya yang dihabiskan untuk pengobatan kamu."
Kesedihan Sela berhasil mereda usai mendengar kalimat Lestari. Dia memang punya banyak impian yang selalu ingin dia gapai di masa depan nanti. Sepertinya Tuhan masih sayang padanya dengan mendatangkan orang baik yang mau menanggung semua beban biaya pengobatan Sela yang tidak hanya dua atau lima juta.
"Siapa dia, Bu?"
"Dia perempuan yang dimasa kecilmu pernah bertemu kamu juga, Ibu rasa dia sayang padamu setelah pertemuan pertama kali waktu itu. Tetapi karena dia sudah memiliki suami dan seorang anak, dia tidak bisa membawamu pergi."
"Benarkah?" Sela mengingat-ingat kembali siapa saja yang pernah dia temui saat masih kecil. Saat dia mengingat beberapa wajah dari perempuan yang sempat menyukai dia, Sela bingung sendiri. Yang mana satu diantara semuanya?
"Sudah jangan dipikirkan, sebentar lagi kalian bertemu, jadi sabarlah sedikit. Itu dia taksinya."
"Bu," Sela menahan lengan Lestari. Menggelengkan kepala ketika Lestari menoleh padanya, "Jangan pakai taksi lagi, kita berangkat sudah pakai taksi, sekarang kita naik angkot aja. Biayanya lebih murah."
Lestari mencubit pelan lengan putri angkatnya penuh kasih sayang, "Bodoh, taksi online ini yang pesan orang itu juga. Semua biaya sudah ditanggung, kita tinggal naik dan memakainya. Ayo cepet, kasihan orangnya kalau harus nunggu lama-lama."
Ragu-ragu mampir sejenak dalam benak Sela, selang dua detik, perempuan muda tersebut setuju dan mengikuti kemana Lestari pergi. Mereka berdua naik taksi dan pergi menuju restoran terdekat yang siang ini tidak terlalu ramai, malah sedikit pengunjung datang.
Restoran dibangun dengan dua lantai, nuansa serba hijau dan dikelilingi tanaman menciptakan suasana asri dan nyaman bagi setiap pengunjung yang datang kemari untuk mampir sebentar sekalian beristirahat.
Lestari membayar taksi, baru kemudian membawa Sela masuk ke dalam restoran. Keduanya berjalan mendekati meja kasir. Lestari bertanya sopan, "Permisi, mbak, bolah tahu dimana meja nomer empat puluh atas nama Yuwi Arsania?"
Penjaga kasir tersenyum ramah, menjawab, "Di lantai atas, Bu. Tolong tunggu sebentar, saya panggilkan teman saya supaya mengantar Ibu ke atas. Makanan yang dipesan juga sudah siap."
Seorang pelayan laki-laki muda keluar dari pintu dapur, menyapa Lestari dan Sela dengan ramah, setelahnya memandu jalan ke lantai atas sembari menyangga nampan berisi pesanan makanan.
Sela merasa jantungnya berdebar keras seiring kakinya mengambil satu undakan naik ke atas. Rasanya seolah dia akan bertemu dengan seseorang yang sudah dia nanti seumur hidupnya.
Yakni bertemu dengan kedua orang.
"Lama tidak berjumpa, Mbak Lestari."
Suara lembut dari seseorang yang dia kenal menerobos masuk ke indera pendengaran Sela. Perempuan itu mendongak setelah sedari tadi menunduk akibat rasa gugup. Ketika dia melihat siapa perempuan yang dia lihat di depan, hatinya mencelos, "Mama Juwi?"
Yuwi menggeleng sekilas, "Bukan Juwi, tapi Yuwi. Kamu bisa memanggil aku Mama tanpa ada embel-embel nama jika kita sedang berdua saja atau sedang bersama Mbak Lestari."
Pelayan bergegas pergi begitu tugasnya selesai. Agak tidak nyaman karena sepertinya ada konflik yang sedang terjadi diantara tiga konsumen tadi.
Lestari membawa Sela duduk ke kursi dekat dengan kursi Yuwi. Ia membelai puncak kepala Sela hati-hati, "Nak, kamu sangat ingin bertemu Ibumu atau Ayahmu, 'kan?"
Sela mendongak, melihat Lestari bingung, "Iya, Sela mau ketemu mereka berdua, jika tidak bisa, Sela ingin bertemu salah satu antara keduanya. Tapi kenapa Ibu tiba-tiba tanya begini?" Ia sudah dibuat bingung dengan perintah Juwi yang mana memintanya memanggil dengan sebutan Mama Yuwi namun lebih utama memanggil Mama.
Sekali lagi, Lestari mengusap puncak kepala putrinya yang paling mandiri dan banyak membantu selama hidup di panti. "Dia, perempuan di depan kamu saat ini adalah Ibu kandung kamu. Dia juga orang yang sudah menanggung beban biaya pengobatan kamu."
Sela beralih ke Yuwi. Tatapan iris hitamnya kompleks. Perasannya tercampur aduk menjadi satu sampai dia sendiri tidak bisa mengetahui bagaimana kondisi hatinya saat ini karena segalanya terlanjur bercampur. Terkejut? Jelas. Sedih? Jelas. Kecewa? Jelas. Bahagia? Ya.
Jadi ini alasan dibalik timbulnya rasa familier yang nyaman tatkala dia bersama dengan Mama dari Sally? Karena dia dan Mamanya Sally sebenarnya adalah Ibu-Anak kandung?
Sela memegang erat telapak tangan Lestari yang telah membesarkan dia dari bayi hingga sebesar ini. "Sela tidak tahu bagaimana semua menjadi begini. Tapi jika boleh tahu, andai benar anda adalah Mama saya, lalu kenapa anda meninggalkan saya sendirian di panti asuhan? Dan, jika anda Mama saya, seharusnya Sallyana adalah adik saya. Melihat dari perbedaan wajah kita, sepertinya kami berbeda Ayah."
Sela berspekulasi bahwa dia mungkin anak haram diluar nikah yang kehadirannya tidak di inginkan sama sekali. Berbeda dari Sallyana yang lahir ditengah-tengah kasih sayang dan cinta. Dia pun selalu takut dengan Kim Taehyun, ancaman pria paruh baya itu ketika kenaikan kelas masih membekas dalam-dalam di benaknya.
"Mama meninggalkan kamu karena Mama sudah punya rencana sendiri untuk kamu. Berencana memberikan kehidupan yang baik untuk kamu. Jawaban dari pertanyaan kedua kamu adalah tidak. Sallyana bukan saudari kandung kamu, dia—"
"Saya tahu," potong Sela sebelum Yuwi bisa menuntaskan kalimat. Mata hitam Sela mulai memerah menahan tangis, "Karena saya adalah anak haram yang lahir dari hubungan anda bersama pria lain diluar hubungan pernikahan, bukan? Anda menganggap saya adalah aib bagi keluarga sekaligus penghambat masa depan anda, sehingga anda membuang saya seolah sedang membuang makanan sisa."
"Sela, putriku, bukan seperti itu." Sangkal Yuwi. Walau dia harus jujur bahwa dia pernah berpikir Sela bisa menjadi penghambat masa depan cerahnya. Namun setelah dia menerima Sallyana dan membesarkannya seperti membesarkan anak sendiri, Yuwi seketika sadar atas kesalahan perbuatannya dan merindukan putri kandungnya.
Kemudian kembali datang secara diam-diam ke panti asuhan untuk bertemu Lestari serta-merta ingin tahu perkembangan putri kecilnya.
Yuwi sangat bahagia mendengar pertumbuhan putrinya. Ternyata Sela tidak lebih buruk dari Sallyana. Putrinya tumbuh cerdas dan selalu mendapatkan juara kelas. Menjadi kebanggan guru serta sekolahan. Yuwi selalu berdoa supaya Sela selalu hidup sehat dan tidak dibayangi penyakit gagal ginjal genetika keluarga. Dia berdo'a agar Sela tidak terkena penyakit tersebut dan Sallyana yang terkena, memang bejat, tetapi Sela adalah putri kandungnya.
Yuwi berpikir seandainya mendiang Juwi berada di posisinya, Juwi juga akan mendoakan putrinya sendiri dan berharap satu putri lainnya yang bukan dari rahimnya—menanggung beban penyakit tersebut.
Namun nyatanya salah, apabila Yuwi benar-benar mengenal kakak perempuannya. Yuwi pasti tahu bila Juwi tidak akan pernah bisa membeda-bedakan cinta dan kasih sayang untuk putrinya sendiri atau putri adiknya. Andai bisa, Juwi pasti akan berdoa setiap malam agar kedua putrinya bisa hidup sehat dan diselimuti cahaya kebahgiaan disepanjang jalan hidupnya.
Yuwi melihat Lestari, memberikan kode. Meminta Lestari turun ke lantai bawah dan memesan makanan sendiri. Yuwi perlu waktu berdua saja bersama Sela untuk memberikan penjelasan, pun, mengutarakan kebenaran dengan sedikit imbuhan dusta agar Sela tidak membencinya, tetapi membenci mendiang Juwi asli dan putrinya.
Sela tidak boleh membencinya karena Yuwi adalah ibu kandungnya. Sela hanya perlu tahu satu hal, Yuwi adalah perempuan tertindas yang baik hati dan sangat mencintai putrinya.
***
Dua 🐒🐒 akhirnya bertemu
Instagram ; zura_tzu