Pernikahan diadakan dengan sederhana, di aula besar kediaman keluarga Han yang sudah dihias dengan sedemikian cantik. Tamu-tamu khusus didatangkan untuk menjadi saksi.
Han Soojae menarik napas dengan teguh ketika ayahnya mulai mendorong kursi rodanya melewati lorong yang menghantarkan mereka ke altar. Meskipun sebagian besar tubuhnya lumpuh, Soojae masih bisa menggunakan penglihatan dengan baik. Sepasang matanya menatap tak berkedip--ke arah Hwan Taehyung yang berdiri dengan setelan gelap. Buket bunga yang berada dalam pangkuannya dipegang erat oleh salah satu tangan. Soorim dan dua sepupu kecilnya tersenyum cerah sambil menaburkan bunga. Soojae merasa hatinya resah sekaligus sedih, tetapi disingkirkannya semua keraguan itu dan dikuatkan bahunya.
Ketika ia ditinggalkan di altar bersama Taehyung, Soojae nyaris tak menyadari kalau ia sudah resmi menikah dengan pria itu. Saat ia mendongak, pendeta sedang meminta pengantin pria untuk menciumnya.
Soojae tidak bisa membayangkan mulut Taehyung yang keriput menyapu kulit wajahnya, tetapi Soojae diam saja ketika pria itu akhirnya membungkuk untuk mencium bibirnya.
"Sekarang kau sudah menjadi milikku," bisik pria tua itu.
Soojae merasa tubuhnya disengat listrik, ia merasa malu sekaligus hina. Kalau saja ia bisa membatalkan pernikahan ini ... tetapi Soojae tak bisa melakukannya. Sebab, begitu Taehyung menegakkan punggung. Seluruh saraf dalam tubuhnya segera melemas.
Matanya mampu melihat kelebatan wajah ayah dan ibunya, ia sendiri bisa merasakan tubuhnya diangkat ke dalam gendongan oleh seseorang, tetapi ia tak bisa mengatakan sesuatu atau merespon apa pun. Seluruh bagian tubuhnya lumpuh.
***
"Oh, Yon. Iblis itu pendusta, mana mungkin Soojae akan kembali setelah pria itu membawanya."
"Dia berjanji."
"Tidak .... " Terdengar isak tangis yang pilu.
"Sayang ...."
"Aku akan kehilangan putriku untuk selamanya. Aku tak sanggup, Yon. Soojae akan ditumbalkan."
"Ini semua karena kesalahanku."
"Tidak ...."
"Andai saja kita bisa membawanya pergi ...."
"Ya! Kita akan membawa Soojae pergi begitu dia bangun nanti. Aku tak peduli, aku tak peduli andaikata dia marah dan membunuhku."
"Kita akan berusaha."
Soojae, mendengar bisik-bisik itu ketika ia terbangun. Matanya yang tertutup rapat, menggeletar terbuka. Mula-mula Soojae hanya berbaring diam, takut rasa sakit menyerangnya, tetapi tidak ada. Tidak ada rasa panas, tidak ada mimpi buruk.
Kening Soojae mengerut, sedang mencari-cari informasi. Berapa lamakah ia tertidur? Satu hari, dua hari? Soojae tak tahu. Ia tidak ingat apa pun selain kenyataan bahwa ia telah menikah.
Menyadari hal demikian, Soojae langsung duduk tegak di tempat tidurnya. Mula-mula Soojae tidak menyadari keadaannya, tetapi ia merasa sangat sehat dan ringan. Ditataplah salah satu tangannya yang pernah melepuh, digerakan-gerakan tangan itu dengan terpana. Kulitnya tidak mengelupas, warna kulitnya sehat dan halus.
Dia sudah sembuh!
Soojae tak bisa menyembunyikan senyum yang merekah di bibirnya, ia spontan menyibak selimut. Menatap sepasang kaki yang sehat dan mulus. Dengan penasaran, Soojae menggerakkan jemari kaki seperti anak kecil yang baru pertama kali menginjak pasir di pantai.
"Oh, Mama! Aku sudah sembuh!"
Air mata Soojae mengalir.
Pelan-pelan, Soojae menurunkan kaki ke lantai yang dingin. Ia sempat berjengit kaget merasakan betapa dinginnya marmer itu, tetapi ia tertawa.
"Soojae?"
Orang tuanya yang berada di depan pintu, menghambur ke dalam dan terpana melihat putri mereka sudah bangun dan kini sudah bisa berjalan kembali.
"Mama!"
"Oh, Tuhan!" Sora berlari menyambut putrinya dengan derai air mata.
"Tetua Nahulu itu benar, Soojae sembuh, Yon." Sora tersenyum bahagia. Rasa takut dan kepedihan di wajahnya lekas menghilang, digantikan oleh kebahagiaan. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Soojae melihat orang tuanya menangis, tetapi air mata itu muncul karena rasa haru.
"Papa, kita berhasil." Yongwook tersenyum lebar.
"Aku sangat menyayangimu, Sayang. Akan kulakukan apa pun demi dirimu." Pria itu mengulurkan tangan, merengkuh putrinya.
Soojae mendesah bahagia. Hatinya berbunga, bibirnya tak kuasa menahan isak tangis.
"Aku sudah tidak lumpuh lagi," bisiknya serak. Ketika menoleh ke arah jendela, Soojae kaget mendapati butir-butir salju turun di halaman rumahnya.
"Berapa lama aku tertidur, Mama?"
Sora melepaskan pelukannya, dia menarik napas dengan hidung yang memerah. "Kau tidur sepanjang musim, Sayang."
"Oh ... benarkah?" Rasa-rasanya baru kemarin Soojae dirias untuk menjadi pengantin, rasa-rasanya baru tadi ia memejamkan mata. Betapa panjang ia tertidur sampai-sampai melewatkan satu musim, tetapi ia bahkan tak mengalami apa pun. Alasan mengapa ia mengalami kematian kecil itu adalah tanda bahwa kutukannya telah hilang. Oh, Soojae merasa ia harus berterima kasih pada Hwan Taehyung.
"Sebaiknya kau istirahat." Sora mendorong Soojae ke tempat tidur, sementara Yongwook memperhatikan putrinya dengan diam.
"Kau lapar, Sayang? Mau kubuatkan sesuatu? Mama baru saja selesai memanggang kue kesukaanmu, takut-takut kau bangun kelaparan. Aku juga ...."
"Mama, di mana Soorim dan bibi Geena?"
Soojae bertanya tiba-tiba, sejak tadi ibunya menolak menatap ke dalam matanya. Wanita itu terus saja berbicara seakan ingin mengalihkan Soojae dari pikirannya.
"Oh, mereka ... mereka sedang pergi menjenguk Yuna."
"Bibi Yuna sakit?" Sora tersenyum.
"Ya, Sayang."
"Padahal aku ingin melihat Soorim dan bibi Geena. Mereka pasti senang kalau melihatku sudah sehat kembali."
"Mereka akan segera datang, tentu saja." Sora mencium punggung tangan putrinya, lalu menempelkannya pada pipi. Betapa sayang, betapa besar rasa cinta Sora pada putrinya itu. Terlebih lagi, Sora sudah pernah kehilangan satu putri yang lain ....
"Mama?"
"Ya?"
Soojae menatap ke arah ibunya dengan alis menyatu. "Kemana Tuan Hwan?"
"Oh ... oh! Dia ...." Sora gelagapan, wanita itu jelas belum mempersiapkan jawaban yang tepat, tetapi sebelum Soojae menuntut jawaban lebih dalam. Terdengar Kris mengetuk pintu dan mengatakan kalau Hwan Taehyung ada di depan sedang menunggunya.
Yongwook langsung bereaksi dengan cepat, pria itu berlari ke sudut kamar dan meraih senapan laras panjang. Wajah Sora mengerut ketakutan. Soojae tidak mengerti mengapa ayahnya membawa senapan, padahal Hwan Taehyung adalah pria yang telah membantunya mematahkan kutukan.
"Papa, apa yang Papa lakukan?" Yongwook mengabaikan pertanyaan Soojae.
Dia justru berkata pada istrinya, "Sora, bawa Soojae dari sini."
"Papa akan melukai dia?"
"Soojae, pergilah dengan ibumu."
Sora meraih sebuah selendang dari lemari dan dengan cepat menyelubungi tubuh ringkih putrinya.
"Mama, ada apa ini?" Soojae menatap waspada dan kebingungan. Ia melihat tangan ibunya gemetaran, bulir-bulir keringat muncul di keningnya.
"Tidak apa-apa, Sayang. Ayahmu akan menjaga kita."
"Memangnya siapa yang hendak melukaiku?"
"Sudahlah, Sayang. Ikutlah saja dengan Mama, nanti Mama jelaskan jika keadaannya sudah membaik."
"Mama ...."
Soojae diseret pergi, ia mengikuti ibu dan ayahnya dengan langkah-langkah panjang. Tidak peduli apakah Soojae tersandung dan jatuh, mereka tetap menyeretnya seakan-akan malaikat maut tengah mengejar mereka.
"Mama?"
"Soojae, masuklah ke dalam."
Soojae melihat ayahnya membuka sebuah pintu rahasia, pintu ruang bawah tanah yang memiliki deretan tangga kayu berdebu. Gelap sekali di sana.
"Aku tidak ingin pergi, Papa."
"Tolong, ini demi kebaikanmu."
"Bagaimana dengan kalian?"
Yongwook mencium istri dan putrinya dengan hati patah. "Aku tetap di sini." Yongwook mengangguk ke arah sang istri, "Pergilah bersamanya, Sora. Jagalah putri kita."
Sora menggeleng dengan berderai air mata. "Tidak, kau juga harus ikut bersama kami."
"Dengar, tidak ada waktu untuk berdebat. Demi Tuhan ...." Sora menggigit bibir, Soojae menatap kedua orang tuanya dengan linglung.
"Mama, Papa? Apa yang sebenernya terjadi?"
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Cepat pergi!"
Terlambat, sebelum Yongwook mendorong istri dan anaknya ke dalam ruang bawah tanah itu. Sebuah tangan kekar mencengkram moncong senapan dan menariknya dengan kekuatan besar. Hwan Jungkook mencengkram kerah kemeja Han Yongwook dan menghantamkan satu tinjuan keras ke rahangnya.
"Apa yang kau lakukan pada Papa!"
Soojae menjerit, ia berlari menghampiri ayahnya, tetapi Jungkook datang dan langsung mengangkatnya ke bahu bagaikan sekarung beras. Soojae terkesiap, ia meronta dan meronta, tetapi Jungkook sudah seperti raksasa saja. Soojae bahkan tak bergerak dari tempatnya.
"Diam!" bentak Jungkook. Soojae menangis seperti bayi. Kemudian tak sadarkan diri setelah ia bertatapan mata dengan Hwan Taehyung ketika sosoknya muncul di ambang pintu yang berdebu. Pria tua itu menatap tak berkedip, bibirnya terkatup rapat.
"Yongwook, bukankah kita sudah sepakat? Kupikir kau tidak akan mengingkari janjimu lagi."
"Putriku tidak bersalah, bahkan aku pun tidak." Yongwook menyeka darah dari bibirnya, tetapi kakinya mendadak seperti ditanam ke dalam beton. Ia tak bisa bergerak selain daripada menggerakkan tangan dan berkedip.
"Kau memang tidak bersalah, Yongwook, tapi darahmu itu. Darah yang mengalir di nadimu adalah kutukan. Kakek buyutmu telah melakukan perjanjian demi harta dan kesenangan fana. Sudah ratusan tahun keturunan kalian bersembunyi dan aku datang untuk menagih janji."
"Putriku tidak bersalah."
"Setiap anak gadis yang lahir dalam keturunanmu, dia akan mendapat giliran yang sama. Jadi, sampai bertemu 8 tahun lagi."
"Tidak-tidak! Tuan, kumohon ... kumohon jangan bawa putriku!"
Sora merangkak menghampiri Taehyung, dia bersimpuh di bawah kakinya, menggeleng-geleng dengan tangis pilu.
"Tolong ...."
"Mengapa kau menangis, ibu mertua? Mengapa kau memohon di kakiku? Aku datang hanya untuk membawa istriku kembali ke rumah."
"Kau akan membunuhnya!"
"Dia istriku, mengapa aku membunuhnya?"
"Kau sudah mengambil satu putriku yang lain!"
Alis Taehyung yang keputihan membentuk menjadi segaris lurus, tanda bahwa dia tidak peduli.
"Kalau dia cukup beruntung, dia akan kembali hidup-hidup."
Satu lirikan tajam dari Taehyung, melumpuhkan Sora yang langsung terkulai terkena sihir.
"Mari, bawa dia pergi dari sini."
Taehyung mengangguk ke arah Yongwook dan tersenyum.
"Putrimu telah mendapat giliran untuk melayaniku, Han Yongwook. Larilah sejauh yang kau bisa, aku pasti menemukanmu."
Slavaquin/061022
Jadi gimana?
Niatnya mau dobel updte, kalau gak ngantuk nanti maleman dikit updte lagi 🌚🙏