- 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐑𝐀𝐓𝐄𝐃 -
Jisoo mengaduk minumannya menggunakan sedotan, pandangannya terpaku pada pusaran air di minuman tersebut.
"Di hari ke seratus kematiannya, kamu akan membuat pesta pernikahan yang meriah?"
Kim Jisoo tidak sendirian, di seberang sana ada Jung Yerin yang terlihat menikmati sepotong kue pesanannya. Wanita Jung tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, sebelum menjawab dia menyedot minumannya terlebih dahulu.
"Aigo, aku hanya tidak ingin di hari ke seratus itu terasa menyedihkan," kata Yerin.
"Wanita ini."
"Aku masih ingat, ya. Siapa wanita yang menggendong bayi tak berdosa dan siap membuangnya."
Jisoo mengangkat pandangannya ke arah Yerin. "Tapi anak itu sudah mati. Park Sinb adalah putriku, jadi jangan pernah kamu ... menyebut Sinb sebagai saudari kembar Umji."
"Sungguh?" tanya Yerin tidak percaya. "Dari data yang aku lihat, Park Sinb lahir di hari, bulan, dan tahun yang sama dengan Hwang Umji."
Sorot Jisoo menajam seketika, dia lupa bahwa data Sinb pasti mudah didapatkan karena sudah datang ke kediaman Hwang kala itu.
"Sedang hari itu kamu yang mendapat perintah membuangnya, kamu tidak sedang melahirkan," jelas Yerin. "Ayolah, akui saja bahwa Park Sinb adalah putri kandung Kim Sowon. Bukan dirimu."
"Dia putri kandungku!" tandas Jisoo tegas. "Aku yang merawatnya, bahkan aku yang memberinya ASI."
"Yak, kamu tidak boleh memisahkan Si kembar selamanya," kata Yerin. "Kurasa kekuatan mereka adalah ketika mereka bisa bersama."
"Tidak," elak Jisoo. "Sampai kapan pun Sinb adalah milikku, dia Park Sinb."
Yerin menangkup dagu, ia memandang iba wanita yang saat ini sedang mati-matian mempertahankan hak Sinb sebagai putrinya.
"Manis sekali kamu ini," ungkap Yerin terkagum. "Keluargamu pasti harmonis."
Jisoo merotasikan bola matanya malas. Menyesal dia menerima pertemuan ini dan mendengar omong kosong Jung Yerin.
"Lebih baik kamu jujur dari sekarang," saran Yerin. "Karena aku membawa ini untukmu."
Yerin mengangkat sebuah koper dari bawah, ia menaruhnya di atas meja dan membuka koper tersebut hingga nampaklah isinya. Uang tersusun rapi di dalam sana.
"Aku beli kejujuranmu dengan ini," kata Yerin.
"Yak, kamu mengambil uang sebanyak ini dari siapa?" tanya Jisoo.
"Apalagi yang bisa aku lakukan selain menguras habis uang Hwang Minhyun?" Yerin berucap terus terang. "Dia sangat bodoh, dia bahkan percaya padamu alih-alih membuang anaknya itu dengan tangannya sendiri."
Jisoo tersenyum picik, ia menutup koper itu dan mendorongnya hingga lebih dekat dengan Yerin.
"Maaf, putriku Sinb bukan sesuatu yang bisa digantikan dengan uang," tutur Jisoo. "Juga, beritahu Umji agar tak menemui Sinb lagi. Jika perlu mari tidak saling berhubungan, selamanya."
"Ck!"
- 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐑𝐀𝐓𝐄𝐃 -
Umji berhasil menyeret Sinb ke tempat yang jauh dari orang-orang, kebetulannya Sinb sedang jalan sendirian sehingga tak ada halangan bagi Umji untuk menggapainya.
"S-siapa? Kenapa membawaku ke sini?" tanya Sinb gelagapan.
"Sinb yya," panggil Umji kalut, ia meraih kedua tangan Sinb dan memandanginya penuh harap. "Kamu ingat-ingat aku, ya. Aku Hwang Umji, aku teman kamu."
Sinb menjauhkan kedua tangan Umji dari lengannya, ia mundur selangkah menjauh karena tak mau lebih dekat dengan Umji. Baginya Hwang Umji orang asing sekarang, sebab dia masih dalam keadaan hilang ingatan.
"Sinb yya, kumohon." Umji memohon sekali lagi. "Aku Hwang Umji. Aku Hwang Umji, Sinb!"
Kepalanya berdenyut ketika dipaksa untuk mengingat, Sinb berjongkok dengan mata yang terpejam hingga melihat dua bayi yang menangis histeris di benaknya.
Umji berjongkok mensejajarkan posisinya dengan Sinb, ia menaruh salah satu telapak tangannya di pucuk kepala Sinb. Hanya dalam hitungan detik saja rasa sakit di kepalanya perlahan lenyap, Sinb membuka matanya dan melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.
"Maaf, jangan berusaha mengingat aku jika itu membuatmu sakit," sesal Umji. "Tidak apa-apa, perlahan saja."
Sinb meraih tangan Umji yang masih di pucuk kepalanya, ia menggenggam jemari Umji sehingga membuat gadis Hwang memandangnya bingung.
"Kenapa?" tanya Umji.
"Maaf, aku belum bisa mengingat apapun." Sinb menyesalinya. "Kamu teman aku, ya? Aku berjanji, aku akan berusaha mengingat kamu, kok."
Umji merengkuh Sinb ke dalam dekapannya, dia tidak pernah menyangka bahwa perkataan Sinb berhasil menyentuh perasaannya. Mereka berpelukan di sana.
"Jangan dipaksakan," bisik Umji. "Tidak apa-apa. Tapi tolong jika aku ingin bertemu, kamu harus menemuiku."
"Ya," jawab Sinb dengan disertai anggukan.
Pelukan itu merenggang, Umji membawa Sinb untuk segera beranjak berdiri. Gadis Hwang mengulum senyuman manisnya, tapi kali ini senyumannya terlihat tulus tak dibuat-buat. Tentu, ada sesuatu yang Umji harapkan dari gadis Park di hadapannya saat ini.
Meskipun Umji sudah menduga bahwa Jung Yerin pelaku utama yang menyebabkan ibunya meninggal, tapi dia membutuhkan bukti yang akurat agar tak berakhir salah nantinya. Siapa yang tahu, 'kan?
"Perutmu bersuara, Umji," ujar Sinb.
Umji menyengir. "Aku lupa sarapan, soalnya aku tidak suka dengan suasana di rumah sekarang."
"Kenapa?"
"Bukan apa-apa. Eum, bisakah kita makan sebelum kamu pulang ke rumah?"
"Tentu, di sekitar sini ada kuliner hotpot yang lezat. Mau ke sana?"
Umji menggeleng. "Ada tempat yang jarang dikunjungi orang-orang sekitar tidak? Aku mau makan dengan tenang sama kamu."
"Aku kurang yakin, sih," kata Sinb sambil mengingat-ingat. "Apakah kamu orang kaya? Atau orang terkenal?"
"Kenapa?"
"Habisnya, kamu meminta untuk makan di tempat yang jarang dikunjungi."
"Tidak." Umji terkikik sembari merangkul lengan Sinb. "Jadi ada atau tidak, sih? Tak apa kalau mahal juga, asalkan kita bisa makan berdua."
"Ada."
"Ayo!"
Mereka masih sama-sama belum mengetahui tentang kebenaran status mereka saat ini dan sebelumnya. Baik Sinb ataupun Umji, keduanya tumbuh dengan skenario orang tua mereka.
Tanpa mereka sadari, di belakang sana ada seseorang yang sedang memperhatikan. Park Jinyoung, pria berhati malaikat yang berhasil membujuk istrinya agar merawat dan membesarkan bayi mungil yang mereka beri nama Park Sinb.
"Berdamailah, Nak."
- 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐑𝐀𝐓𝐄𝐃 -
Yerin menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan, lalu ia membuka pintu ruangan Hwang Minhyun. Sengaja dia datang ke kantor pria ini.
"Hei," sapa Minhyun. "Kenapa datang ke sini tidak bilang-bilang?"
Yerin hanya tersenyum, lalu ia berlari kecil dan melompat hingga mendarat sempurna di pangkuan pria Hwang. Kursi kerjanya kontan berputar karena kedatangan Yerin yang cukup tiba-tiba itu. Wanita Jung melingkarkan kedua tangannya di leher Minhyun, memandangi Si Pria dengan tatapan menggodanya.
"Bisakah kamu mentransfer uang ke rekeningku sekali lagi?"
"Tentu, aku tidak bisa menolak karena kamu sangat menggoda, Sayang."
Yerin mengecup bibirnya sekilas. "Terima kasih."
"Tidak boleh pergi dulu," ucap Minhyun. "Kamu harus memberi imbalan dari uang-uang yang aku berikan."
"Sayangnya aku sedang tidak ingin. Aku mual, ini bawaan bayinya," keluh Yerin, ia mencebikan bibirnya seakan kecewa. "Maaf."
"Sungguh? Jadi tidak bisa?"
Yerin mengangguk lesu. "Maaf."
"Tapi kita baru melakukannya sekali saja, itupun sudah lama," kata Minhyun sedih. "Kamu selalu saja menolak dengan alasan bawaan bayinya."
"Ini memang bawaan bayinya, jadi jangan macam-macam, ya! Lagipula siapa yang menyuruhmu begitu subur sehingga janinnya tumbuh dalam sekali berhubungan, huh!"
"Aigo, menggemaskan sekali calon istriku ini~"
"Aku marah padamu, ya!"
"Ya ampun Sayang, aku akan mentransfer uang tiga kali lipat untuk mengobati rasa marahmu, bagaimana?"
"Lima kali lipat!"
"Setuju!"
- 𝐒𝐄𝐏𝐀𝐑𝐀𝐓𝐄𝐃 -