Violla menyimpan mangkuk bubur yang baru habis setengah itu di meja sisi bad, ia memberikan minum pada ayah nya yang sudah terlihat baik-baik saja tanpa alat medis yang kemarin-kemarin menempel di tubuhnya.
Toni juga telah melakukan beberapa terapi, tapi memang kaki dan tangannya belum bisa bergerak seperti biasanya . Violla sangat bahagia tentu nya karena Toni lusa sudah boleh pulang
"Vio, papa pengen cari angin" Violla tersenyum mengangguk
"Ya udah ayo pa, kita ke taman ya"
Violla pun menarik kursi roda yang berada di pojok ruangan, lalu membawa Toni untuk ke arah taman Rumah Sakit, disana juga terdapat beberapa pasien dan keluarga nya
"Vio"
"Ya? Papa butuh sesuatu?" Violla berpindah ke depan, ia duduk di bangku taman yang berada di sana
"Papa mau minta maaf, kalo selama papa jadi ayah kamu. Papa belum bisa bahagia in kamu, belum jadi sosok ayah terbaik buat kamu" Sorot mata sendu Toni membuat hati Violla teriris
"Pa dengerin Vio, Papa itu—Papa yang paling terbaiiik di dunia!" Violla tersenyum menampilkan deretan gigi rapinya membuat senyumannya menular pada Toni
Toni mengangkat sedikit tangannya tapi seperti terlihat sangat kesusahan, Violla yang peka langsung membantu Toni
"Papa mau apa?"
"Papa pengen usap rambut kamu, tapi susah sekali" Violla dengan cepat menyimpan tangan ayah nya di kepala nya, usapan kaku yang kini Violla rasa kan
"Maafin papa karena gak ngasih tau kamu yang sebenarnya, tentang kamu yang bukan anak kandung Papa. Tapi nak, Papa selalu nganggep kamu itu darah daging Papa sendiri. Papa sangat sayang sama kamu, makanya Papa gak mau kamu tau, soal kamu—yang bukan anak kandung Papa. Tapi seiring berjalan nya waktu, kamu akhirnya tau semuanya dari Mama kamu sendiri" Violla meremas jeans yang ia pakai, gadis itu mencoba untuk menahan air mata nya yang ingin keluar di depan Toni
"Jadi anak yang baik ya, kamu juga harus sukses dan bisa pimpin perusahaan Papa, meskipun sekarang lagi di bawah, tapi papa percaya om Surya pasti udah lakuin yang terbaik" Bibir pucat itu kembali mengukir senyuman tulus
"Pasti dong! Papa harus liat aku pake baju wisuda nanti! Terus kita foto!" Jawab Violla sumringah
"Papa boleh minta sesuatu sama kamu nak?" Violla dengan segera mengangguk
"Coba terima papa kandung kamu ya? Kasih dia kesempatan, dan coba damai sama Mama. Mau kan?" Violla diam, tidak semudah itu bagi nya, tapi karena ini permintaan seseorang yang sangat ia sayangi, Violla akan mencoba. Violla perlahan mengangguk
"Vio?" Violla menoleh menatap pria jangkung yang baru saja memanggilnya
"Arkhan? Lo ngapain disini?"
"Ada urusan" jawab pria itu, Arkhan menatap Toni lalu menyalimi tangan pria itu. Entahla saat berjalan di koridor Rumah Sakit, ia melihat Violla di taman, dan kaki nya tiba-tiba bergerak saja menuju gadis itu
"Arkhan om"
"Temen Vio?" Tanya Toni, Arkhan mengangguk
Violla tiba-tiba teringat sesuatu,
"Pa Vio mau ke ruang rawat Papa dulu ya" Toni hanya mengangguk "Em, Titip bokap gue bentar" Violla menatap Arkhan dan lagi-lagi cowok itu hanya menganggukan kepala nya
Setelah beberapa menit, Violla kembali ke taman. Ia melihat Arkhan yang telah duduk dan sedang berbincang dengan ayah nya
"Ini utang gue waktu itu, gue lupa. Sekalian ongkos nya juga" Violla menyodorkan uang sejumlah 400 ribu, tapi wajah Arkhan tetap datar dan tidak menerima uang yang Violla berikan
"Gue kan udah bilang gak usah, bayarin lo waktu itu gak bikin gue miskin" jawab nya santai
"Jangan ngomong kaya gitu, masih banyak orang-orang yang ngebutuhin uang ini di luar sana" Heh, kenapa pula Violla jadi so menasehati begini?
"Ya udah kasih aja sama yang ngebutuhin, gue gak butuh"
"Lo tuh—" Violla terkejut ketika Arkhan tiba-tiba beringsur ke arah ayah nya, ia menoleh menatap Toni yang sedang memegang bagian jantung nya
"Papa? Papa Kenapa?!" Violla menatap khawatir memegang lengan Toni, sementara Toni menggelengkan kepalanya seolah tak apa berbanding dengan apa yang sekarang ia rasakan
Tanpa banyak bicara Violla dan Arkhan segera membawa Toni kembali menuju ruang inap. Sambil berlari, Violla memanggil dokter, sementara Arkhan terus mendorong kursi roda Toni ke arah ruang inap
Dokter yang selalu menangani Toni pun segera memeriksa keadaan pria paruh baya itu. Violla yang sudah menangis kali ini menunggu di luar bersama Arkhan di samping nya. Violla terlihat gemetar dengan sorot mata yang begitu panik
"Lo tenang" ucap Arkhan
"Ar, Papa b-bakal baik-baik aja kan?" Arkhan mengangguk menatap Violla yang mata nya sudah terlihat sangat merah dengan air mata yang membasahi pipi nya
"Bokap lo kuat, pasti dia baik-baik aja" jawab Arkhan menenangkan Violla
Beberapa menit kemudian, dokter di ikuti suster keluar. Violla segera berdiri
"G-gimana kondisi papa saya dok?"
"Papa kamu kritis, dan sebentar lagi akan kami pindah kan ke ruang ICU"
Deg
Kaki Violla terasa lemas, membuat Arkhan menahan bahu cewek itu ketika melihat ia yang akan jatuh. Kenapa bisa? Bukannya tadi ayah nya sangat terlihat baik-baik saja?
"Kalo begitu saya permisi" Dokter dan suster tersebut menatap Arkhan menundukan kepalanya "Permisi pak Arkhan"
Arkhan mengangguk, Sementara Violla makin menangis. Air mata nya semakin tidak bisa di bendung ketika melihat Toni yang telah di bawa menuju ruang ICU
Nathalie yang baru saja datang langsung panik ketika melihat Toni yang tengah dibawa oleh perawat
"V-vio? A-ayah kamu?—" Tanya nya panik, Tapi Violla tidak menjawab ia masih menangis sambil menunduk
"Kondisi om kritis tan, dan harus di pindahin ke ICU" Sahut Arkhan
"K-kenapa bisa? —"
"A-ar, anterin gue ke suatu tempat" tiba-tiba Violla memegang lengan Arkhan
"Mau kemana Vio?" Kini Violla menatap Nathalie dengan mata yang berair 'kamu harus bisa damai sama mama kamu' Violla menutup mata nya ketika kembali mengingat kata-kata ayah nya
"Ayo" Belum sempat Violla menjawab Arkhan sudah menggenggam tangan nya, membuat Violla segera berjalan bersama Arkhan, mereka memasuki mobil milik Arkhan yang terparkir di depan Rumah Sakit.
Arkhan menghentikan mobil nya ketika Violla menyuruhnya untuk berhenti. Cewek itu turun bersama Arkhan, kali ini air mata nya berhasil Violla tahan walau pun masih sedikit sesenggukan
Arkhan menghentikan langkah nya, menatap bangunan di depannya. Gereja, ternyata Violla membawanya ke sana. Violla ikut berhenti ketika melihat Arkhan yang tak meneruskan langkah nya
"Kenapa?"
"Gue gak bisa masuk kesana" Violla menatap Arkhan seolah bertanya
"Gue muslim" Lanjut Arkhan, Astaga kenapa Violla melupakan fakta itu!
Glek
Violla menelan ludah nya, stupid Violla!
"M-maaf--y- ya udah, kalo gitu gue mau do'a dulu" Violla ingin segera berdo'a untuk ayah nya serta ia harus menenangkan hati dan pikirannya, Violla juga harus yakin bahwa semua yang akan terjadi nanti, pasti itu hal terbaik yang diberikan tuhan padanya
"Hm, gue tunggu. Jangan nangis"
Violla mengangguk lalu melanjutkan langkah nya, ketika sudah di depan pintu, ponsel nya berdering membuat cewek itu dengan segera mengangkatnya
"Hall—"
"V-vio, P-papa kamu udah gak ada"
•Raka•
Orang-orang di rumah itu memakai baju serba hitam. Bunga-bunga ucapan bela sungkawa terjejer di depan rumah
Tiara, Mitha serta Revina menemani Violla yang tengah menatap lurus ke arah depan, dengan tatapan kosong. Gadis itu sempat tidak sadarkan diri saat di pemakaman tadi, dan sekarang untung nya telah siuman
"Vio, sabar ya" ucap Tiara mengelus bahu Violla.
Pilu, itu lah yang ketiga teman nya rasakan, mereka seolah sangat merasakan apa yang Violla rasakan
"Makasih—-ini rencana terbaik tuhan buat gue ya? Tapi kenapa cepet banget? Padahal bokap gue baru siuman, dan sekarang udah tidur lagi" Cewek itu mengusap air mata nya kasar "But, gak papa. Tuhan lebih sayang Papa, dan Papa gue juga pasti selalu ada sama gue kan?" Violla tersenyum getir menatap teman-teman nya bergantian. Ternyata, yang terjadi sekarang bukanlah mimpi seperti waktu itu, tapi ini semua benar-benar nyata, Ah bolehkah jika Violla mengharapkan ini semua ternyata hanya mimpinya?
"Iya Vio, Om Toni pasti selalu ada sama kamu. Di hati kamu"
Kenzo, Daffa, Arkhan dan Raka masuk ke kamar Violla. Ralat, hanya Kenzo sedangkan yang lain nya berhenti di pintu masuk kamar yang terbuka
"Kita turut berduka" Kenzo menepuk bahu Violla
"Thanks" Violla menjawab
"Kita berempat juga mau sekalian pamit" ucap Kenzo, lalu ia menatap Revina
"Aku nemenin Vio dulu ya, gak ikut pulang sekarang"
•Raka•
Sudah 3 hari setelah meninggal nya ayah Violla, dan gadis itu belum juga memasuki sekolah. Tiara,Mitha dan Revina sudah sering mencoba menghubungi Violla sampai mereka ke rumah nya. Tapi ibu nya bilang Violla belum ingin bertemu siapapun
"Ra" Tiara menoleh memandang Raka di kursi kemudi
"Ngelamun terus dari tadi" ucap Raka
"Kepikiran Violla" jawab Tiara murung
Raka menghela nafasnya lalu mengangkat tangannya untuk mengelus pipi Tiara
"Temen lo pasti baik-baik aja, mungkin dia lagi butuh sendiri dulu. Nanti, dia bakal balik lagi. So, jangan mikirin dia terus, gue cemburu kalo lo pikirin orang lain"
Tiara sempat tertegun dengan omongan Raka, kecuali dikalimat terakhir membuatnya berdecak. Cemburu? Violla kan temannya! Perempuan lagi!
"Ayo turun"
Tiara segera turun mengikuti Raka. Raut wajah murungnya berubah menjadi bingung saat menatap mansion megah di hadapan nya. Raka memegang tangan Tiara
Saat di mobil ia terlalu memikirkan Violla, sampai tidak sadar dengan arah jalan yang Raka dan dirinya tempuh ternyata bukan menuju ke rumah Tiara
"I-ini rumah siapa?"
"Rumah bokap sama nyokap gue" Raka hendak berjalan tapi Tiara masih belum niat melangkah kan kaki nya
"Kak?! Kok tiba-tiba sih? Mana kita masih pake seragam!" Protes Tiara
"Gak papa, ayo cepet"
Tiara dengan pasrah mengikuti Raka. Gadis itu sedikit mencengkram tangan Raka, ketika beberapa penjaga dan pembantu yang berada disana menunduk saat Raka dan dirinya lewat.
Tiara takjub dengan isi rumah ini. Perabotan yang terlihat sangat mahal serta ruangan yang begitu megah dan elegant, membuat Tiara seperti anak kecil yang baru masuk ke sebuah negeri dongeng
Tiara menatap foto besar di ruang tamu, itu adalah foto keluarga Raka. Ia melihat pria yang telihat sedikit lebih tua dari Raka, seperti nya itu kakak cowo itu. Lalu Tiara melihat foto yang sepertinya kedua orang tua cowok itu. Ayah Raka mempunyai wajah seperti orang luar negeri, garis wajah nya lebih dominan mirip Raka. Sementara Ibu nya seperti keturunan asli indonesia, Tiara menilai itu dari wajah nya, dan ternyata kakak Raka lah yang lebih dominan mirip sang ibu
Raka membawa Tiara menuju ke ruang keluarga, disana ada wanita cantik yang tengah duduk di sofa putih dengan beberapa pembantu yang berdiri di samping nya, entahla Tiara menyebutnya pembantu atau pelayan. Ya, karena mereka memakai seragam yang sama. Ah tau lah! Sama saja kan?
"Mi" Raka mencium tangan wanita itu
"Raka, Kenapa baru pulang?! Mami kan udah bilang sayang, kalo Mami pulang kamu harus tinggal disini" Raka tidak menjawabnya, cowok itu hanya tersenyum simpul "Tuhkan kamu tuh bukannya jawab, Mami udah pulang dari kemarin loh" Lanjut nya lagi cerewet
"Iya, nanti malem Raka tidur disini" jawaban Raka membuat senyuman Wirda merekah
Jujur, Tiara sangat gugup, dia bingung, apa yang harus ia bicara kan terlebih dahulu pada Ibu Raka, Tiara juga tidak bisa seperti so akrab, apalagi ini, dengan Ibu nya seorang Raka Eryan Atmaja! Dia takut salah bicara, dan membuat kesan pertama nya buruk dan berakhir tidak di sukai oleh Wirda seperti di beberapa novel yang pernah ia baca
Walaupun terlihat agak kikuk, Tiara mengikuti apa yang Raka lakukan yaitu mencium tangan ibu nya
"Eh siapa ini?" Tanya Wirda
"A-aku Tiara tante tem—"
"Pacar Raka" Raka memotong ucapan Tiara
Wirda tersenyum lembut
"Oh pacar nya Raka, cantik sekali. Duduk sayang"
Syukurlah, ternyata ke overthinking an Tiara yang takut ibu Raka akan jutek kepadanya seperti di beberapa film yang ia tinton serta beberapa novel yang ia baca itu tidak terjadi!
Jangan overthinking mulu kamu nak!
•Raka•
Sabar ya Violla cantik🫶🏻
Mana ternyata sama do'i beda agama ya Vio, huhu🥹 Bujuk Author biar kalian di seagamain ayo 👉👈 Eh tapii susah si,
ETT ETT TAPI KAN GAK ADA YANG GAK MUNGKIN KALO DI DUNIA ORANGE INI WKWK
VOTE+KOMEN NYA YA!