*** 02.38 ***
"Ini udah pagi, kenapa kamu belum tidur?" Ini sudah ke 10 kalinya aku membaca pesan singkat itu.
Meskipun sudah membacanya berulang kali, aku masih belum percaya dia membalas pesanku.
"Siaaall.. tangan aku sampe gemeteran dan keringetan gini" gerutuku.
"Tenang chu.. tenaaangg.. tarik napas.. keluarkan.. tarik napas lagi.. keluarkan.. ayoo tenang, kamu harus tenang.. dia pasti nunggu balesan kamu" aku berbicara pada diriku sendiri.
Ahh, Aku seperti orang tidak waras saja!!
Aku menarik napas panjang, dan itu sama sekali tidak membantu. Dadaku tetap saja berdebar. Aku mencoba setenang mungkin dan mencoba mengetik pesan, tapi sial.. ponselku justru jatuh ke kasur.
Ini karena tangan sialanku ini tidak bisa berhenti bergetar.
Aduuhhh.. aku benar-benar gugup.
"Aku udah seperti bakal ketemu sama presiden aja" batinku.
Aku ambil ponselku dan mulai mengetik lagi.
"Kamu nyuruh aku tidur. Tapi kamu sendiri belum tidur.. aku kangen kamu, dok" ketik ku dan ku tekan tombol send.
Aku melihat tanda terkirim dan aku sungguh ingin pingsan!! Kenapa aku menulis, aku merindukannya?!! Mati aku!! Aduuuhh.. kenapa ceroboh sekali.
Bagaimana kalau dia langsung memblokirku.
Aduuhh.. Jisoo kenapa kamu bodoh sekali. Bagaimana ini?! Aku meremas rambutku dengan frustasi.
Saat aku masih memarahi diriku sendiri tiba-tiba aku merasakan ponselku bergetar.
Sebuah pesan masuk ke ponselku.
"Cepat tidur, besok kita bertemu" balasnya, aku membacanya, dia mengatakan akan bertemu denganku.
Ya tuhaaannn!!! Aku bahagiiaaa sekaliii..!!
Aku melempar ponselku dan berjoget seperti orang gila.
"Besok kita ketemuuuu..." teriakku kegirangan, hatiku bahagia sekali.
Aku bahkan tidak merasakan sakit di kakiku lagi.
Lisa keluar dari kamar mandi dengan panik dan langsung histeris melihatku sedang mencak-mencak seperti orang kesurupan.
"Chuuu.. ya tuhaaann.. kamu kenapa, apa yang terjadi?!!" Paniknya tak kalah histeris.
"Lisaaa.. kesiniii.." ucapku penuh semangat.
"Tenang chu, semua bisa kita bicarakan baik-baik. Kamu pasti kesurupan, aku bakal panggil suster. Kamu tunggu disini, aku bakal panggil susteerr..!!" Ucapnya panik sambil berusaha membuka pintu kamar.
"Heeeiii.. kamu mau apa?!!" Teriakku sambil melemparinya dengan kaleng minuman.
Kaleng minuman itu terkena tepat di punggung Lisa membuatnya membungkuk kesakitan.
"Ampuunn Chuu.. ehh.. ampun setan yang merasuki Jisoo. Aku enggak bersalah, jangan ganggu aku" ucap Lisa sambil memohon dan menutup matanya, aku heran melihatnya.
"Kamu ngapain sih" ucapku dengan pandangan heran, Lisa membuka matanya perlahan.
"Kamu Jisoo, kamu enggak kesurupan?" Tanya Lisa ragu.
"Kamu yang kesurupan! Sini!" Perintahku tegas, Lisa berjalan dengan ragu, dan duduk di sampingku menatapku dalam diam.
"Kamu kenapa sih, Lis?" Tanyaku menatapnya, seketika dia berubah ekspresi.
"Kamu yang kenapa, kenapa tadi mencak-mencak gitu. Kamu tau, kamu kaya kesurupan. Apa kamu lupa kaki kamu masih di gips, kamu bikin aku takut aja sih chu" ucap Lisa dengan ekspresi takut yang tidak di buat-buat.
Anak ini terlalu banyak menonton film horor, itu yang membuat otaknya kacau.
"Aku enggak kesurupan, aku cuma lagi bahagia" ucapku sambil memandang langit-langit kamarku, aku membayangkan dokter Jennie, bibirku tidak berhenti tersenyum. Lisa memandangku keheranan.
"Kenapa muka kamu jadi merah kaya kepiting? Obat kamu abis ya?" Tanya Lisa dengan mengerutkan dahinya, aku mencengkram kedua bahunya.
"Lisa, apa kamu pikir aku lagi jatuh cinta?!" Aku bertanya padanya memandang lekat matanya, aku benar-benar seperti melayang. Lisa membelalakan matanya.
"Kamu.. jatuh cinta? Sama siapa??" Tanya Lisa masih dengan mata melotot, aku tersenyum tipis.
"Sama dokter Jennie" ucapku yakin dan Lisa menatapku pucat dengan mulut yang menganga lebar.
"Jisoo.. apa kamu yakin, sama apa yang kamu bilang? Kamu jatuh cinta? Sama dokter Jennie? Bukannya dia perempuan, dan kamu.. kamu juga perempuan?" Ucapnya ragu, aku memandangnya dengan seksama.
Gosh.. Aku lupa kalau aku juga perempuan!! bagaimana ini.. Bagaimna dengan dokter Jennie.
"Apa aku salah, Lisa?" Tanyaku polos padanya, dia menghela napas dan menyentuh tanganku.
"Enggak ada yang salah chu. Tapi, apa kamu yakin kalau kamu lagi jatuh cinta? Apa kamu tau jatuh cinta itu seperti apa?" Tanya Lisa pelan dan tersenyum.
"Jangan sampe kamu seperti aku dulu. Dulu, aku kira aku jatuh cinta pada Diana, tapi ternyata itu cuma kagum. Jadi.. lebih baik kamu pastiin dulu perasaan kamu itu Ji" ucapnya dan menepuk bahuku. Aku terdiam mendengar setiap perkataannya.
Dia benar, Lisa benar.
"Kamu benar, Lis. Aku juga enggak tau jatuh cinta itu seperti apa" aku menundukan wajahku mencoba merenungi apa yang aku rasakan.
Lisa meraih wajahku dengan kedua tangannya, dan memaksaku untuk menatapnya.
"Liat aku, apa yang kamu rasakan terhadap dokter Jennie?" Tanya Lisa serius, Lisa bukan orang yang selalu serius dalam hidupnya. Tapi saat dia sedang serius itu tandanya ia benar-benar fokus.
"Saat melihatnya aku merasa hatiku sangat senang. Aku merasa ringan dan merasa ada ribuan kupu-kupu di perutku, terasa geli dan aneh. Saat dia tersenyum, hatiku terasa hangat sekali, kalau aku enggak melihat dia aku jadi uring-uringan, menurut kamu apa yang sedang terjadi sama aku? Apa aku lagi jatuh cinta?" Aku memandang lurus kedalam mata Lisa, dia menatapku intens lalu melepaskan tangannya dari wajahku.
"Aku juga enggak tau, chu. Otak aku penuh sama game, lagian aku masih terlalu kecil buat jatuh cinta" ucap Lisa sambil menggaruk kepalanya.
"Lebih baik kita tanya sama Kak IU aja besok, aku juga penasaran sama apa yang kamu rasakan ini" lanjut Lisa, aku tersenyum lebar.
"Ide bagus, aku bakal tanya sama dia di rumah. Aku enggak mau bunda mendengarnya, dia pasti bakal jewer kuping aku nanti sampe putus" aku bergidik ngeri membayangkan Bundaku.
"Emang apa aja yang dilakuin dokter Jennie, sampe bikin kamu suka sama dia?" Tanya Lisa sambil menyetel laptopnya lagi tanpa memandangku, aku diam dan berpikir sebentar.
"Aku juga enggak tau, dia enggak perlu berbuat apapun buat aku suka sama dia, dia cuma perlu tersenyum. Dan aku udah hampir pingsan melihatnya, ahaha pasti kamu pikir aku udah gila?" Kataku sambil memegang stik PS ku melanjutkan permainan kami. Lisa tersenyum miring ke arahku.
"Jisoo.. kamu emang gila. Emang kapan kamu waras?" Candanya dan kami pun tertawa bersama dan bermain game sampai pagi.
•
•
*** Minggu Pagi ***
Entah jam berapa ini saat aku mendengar suara berisik di dekatku. Aku terbangun dengan mata masih berat dan terpaku pada mata indah itu. Mata indah yang sekarang melotot marah ke arahku.
Aku masih tidak sadar dengan keadaanku saat ini, kenapa dia melotot ke arah ku. Hingga akhirnya aku melihat ke sekeliling ruangan dan mendapati Lisa tidur di sampingku dengan kulit kacang dan bungkus camilan yang tersebar di seluruh kasurku.
Aku menganga. Ya tuhaaann.. kenapa berantakan sekali, aku melihatnya dengan senyum kaku.
"Pagi, dok" sapaku ragu, dia pasti akan mencekikku hingga mati, fikirku.
Aku menggoyang-goyangkan tubuh Lisa agar dia bangun, tapi sialnya dia justru semakin bergelung di selimutku.
Aku masih melihat wajah dokter Jennie yang marah dan bergeleng menatapku.
"Kamu lupa ya kalau ini rumah sakit. Dan ini rumah sakit bukan rumah kamu, kenapa kamu membuat kamar kamu berantakan seperti ini. Sekarang aku tau apa yang kamu lakuin sampe ngebuat kamu enggak tidur semalaman" ucap dokter Jennie menceramahiku, tapi entah mengapa itu membuatnya semakin cantik.
"Cepat suruh dia bangun, dan turunlah kamu dari kasur. Aku udah menyuruh suster memanggil cleaning service kesini buat bersihin semua kekacauan ini" ucap dokter Jennie sambil berkacak pinggang.
Aku langsung memukul kepala Lisa dengan stik PS hingga membuatnya kesakitan dan terbangun.
"Jisoooo.. kenapa kamu mukul ak.." kata-kata Lisa terpotong saat dia melihat dokter Jennie berdiri sambil berkacak pinggang dengan ekspresi marah.
Lisa segera turun dari tempat tidur dan berdiri di pojok ruangan.
"Maafin saya, dok. Saya ketiduran" ucap Lisa ketakutan dan memasang seringainya, dokter Jennie hanya diam.
Lalu dokter Jennie menyuruhku duduk di kursi tamu dan langsung memakaikan alat pengukur tekanan darah padaku, dilanjutkan dengan stetoskop dingin yang di tempelkan di dadaku, terakhir dia berjongkok memeriksa luka di kakiku.
Dokter Jennie tidak mengeluarkan sepatah kata pun hingga dia mengintruksikanku untuk meletakan tangaku di meja. Dia memberikan injeksi di selang iV ku, dan membuatku mengernyit merasakan perih saat obat itu masuk ke pembuluh darahku.
"Dokter.. jangan diam aja, aku minta maaf" ucapku pelan, aku takut dia mencakarku.
"Kenapa kamu minta maaf sama aku, kamu enggak membuat masalah sama aku" ucapnya pelan dengan nada kesal tanpa melihatku.
"Kalau enggak marah kenapa kamu keliatan kesal sama aku?" Tanyaku dia menghentikan aktifitasnya dan memandangku.
"Kamu.." dia terlihat seperti akan marah tapi kemudian dia menarik napas panjang dan kembali melakukan aktifitasnya memeriksaku.
"Lupain aja" ucapnya singkat, aku tidak puas dengan jawabannya.
"Ayolah dokter, maafin aku ya.. aku pulang hari ini. Dan kamu enggak bakal ketemu sama aku lagi, setidaknya aku enggak mau kita bermusuhan sebagai salam perpisahan" ucapku merajuk, dia terdiam membeku mendengar ucapanku, entah kenapa tiba-tiba dia langsung membereskan semua peralatannya.
"Aku permisi dulu" ucapnya singkat dan berlalu pergi dari ruanganku. Aku bingung di buatnya.
Dia kenapa? Apa aku bicara hal yang salah? Aku hanya bicara tentang perpisahan.. aku memandang Lisa dan dia hanya mengangkat bahu tanda tidak mengerti.
•
•
*** 10.19 ***
Ini sudah mulai siang, tapi Kakak dan Bundaku belum juga muncul.
"Lisa, dimana Kak IU ya? Bukannya dia harus mengurus administrasi untuk kepulangan aku?" Tanyaku pada Lisa saat dia sedang sarapan.
Lisa memang tadi pergi ke kantin rumah sakit untuk membelikanku es milo kesukaanku dan sarapan untuknya.
"Coba kamu telpon aja bro.. siapa tau mereka sedang perjalanan kesini" aku mengikuti saran Lisa dan menelpon Kak IU.
"Kakak, kamu dimana?" Tanyaku pada Kak IU di sebrang telpon.
"Aku di ruang administrasi, bunda enggak ikut. Soalnya dia lagi nyiapin kamar kamu. Tunggu sebentar, aku udah bayar semuanya dan tinggal nunggu resep obat-obat kamu, setelah itu kita pulang" katanya menjelaskan. Setelah mendengar penjelasan Kak IU Aku langsung menutup telpon.
Aku menyuruh Lisa membereskan semua barang yang ada di ruang perawatanku agar saat Kak IU tiba kita sudah siap untuk pergi.
"Ji, kamu udah siap? Kita bisa pulang sekarang" Kak IU tiba di kamarku setelah menunggu beberapa waktu.
"Oke kak, semuanya udah beres. Tapi Jisoo justru jadi uring-uringan. Kayanya dia ingin di sini selamanya" si Lisa berulah lagi membuat Kakakku ingin sekali menjewerku.
"Tunggu sebentar, aku bakal minta suster bawain kursi roda buat kamu" ucap Lisa menawarkan diri, aku tahu dia hanya ingin melarikan diri.
Kak IU mendekatiku dan membereskan duffle bag ku.
Aku ingin menanyakan sesuatu padanya, aku melihatnya sedang sibuk dengan barang-barangku.
Aku meyakinkan niatku untuk bertanya dan mendekatinya.
"Kak"
"What" dia menjawab singkat tanpa melihatku.
"Kakak, waktu tadi ngurus administrasi apakah ketemu sama dokter Jennie?" Ucapku ragu untuk mengatakannya hingga mengigit bibirku, aku takut Kak IU berpikir macam-macam.
"Iya, tadi kami ngobrol sebentar. Dia ngejelasin tentang kondisi kamu, tentang obat-obat kamu, Dan juga tentang teraphi kamu, emangnya kenapa?" Ucap Kak IU masih tidak melihatku.
Aku berpikir sebentar memikirkan jawaban rasional agar Kakakku tidak bertanya lebih jauh.
"Ehmm.. enggak, cuma aku belum pamitan dan bilang terima kasih sama dia" ucapku setelah memilih rangkaian kata dipikiranku, Kak IU akhirnya menatap ke arahku.
"Kalau soal itu, aku udah pamitan sama dia tadi. Dan setelah berterima kasih sama dia, aku baru kesini. Keruangan kamu" ucap Kak IU setelah selesai mengepak barang, dan Lisa pun sudah datang bersama seorang suster yang membawa kursi roda.
Aku mendekati suster itu dan berbisik di telinganya.
"Suster, dimana dokter Jennie?" Ucapku berbisik pelan hanya terdengar suster itu saja,
"Dokter Jennie di ruangannya dan tidak keluar sama sekali padahal dia ada jadwal operasi sebentar lagi" jawab suster itu. Aku merengut.
Kenapa tidak kesini? Apa dia tidak ingin melihatku? Bahkan untuk mengucapkan perpisahan saja dia tidak melakukannya.
Tapi kenapa dia mengunci diri diruangannya? Apa terjadi masalah dengannya?
》¤▪︎▪︎♡ TBC ♡ ▪︎▪︎¤《