Aku masih asik dengan tidurku, cahaya pagi tidak mampu membangunkan aku yang begitu menikmati mimpi yang hanya bisa aku raih dalam tidur. Suara deringan ponsel berbunyi yang mau tidak mau aku melihat siapa yang meneleponku dipagi hari yang indah begini. Kantor. Nama yang tertera di ponsel ku yang saat ini sedang menelpon ku. Aku ingin sekali tidak mengangkat nya, mengabaikan nya dan lanjut tidur. Sayang, nya. Aku tidak bisa melakukannya, ini dunia kerja yang dimana tidak ada yang namanya benar-benar libur.
"Hallo,pak" jawab ku dengan suara serak habis bangun tidur.
"Kamu baru bangun, ya? Maaf saya ganggu. Aku cuman mau bilang gimana soal cover buku yang kamu kerjakan yang dikasih sama kamu? Udah selesai?" Ujar nya dari seberang yang buat aku sedikit kesal.
"Bukanya aku udah kirim semua sama bapak sebelum saya ijin libur. Lagian, kan, semua sudah di handel tari, pak," jelasku dengan nada sopan sebenarnya saat ini aku ingin sekali memaki nya.
"Oh, iya nya. Kalau gitu maaf ganggu hari libur mu," ujarnya dengan tawa kecil yang langsung dia matikan begitu saja.
Lagi-lagi hari ku hancur dengan dunia pekerjaan. Selalu saja ada problem yang menganggu hari liburku. Bukan, kah, Seharusnya ini hari tenang ku. Menikmati setiap mimpi yang berdatangan di tidurku.
Aku beranjak dari tidurku, keluar kamar menuju dapur, tidak lain selain menuangkan secangkir kopi panas ditemani roti yang sudah di oles selai kacang. Aku memilih duduk di balkon apartemenku. Aku menghidupkan rokokku. Aku Menikmati setiap belaian angin pagi ditubuh tidak lupa aku menyeruput kopi perlahan-lahan menikmatinya bersamaan dengan angin pagi. AHHH, mood ku kembali cerah.
Aku mengisap rokok memandang langit pagi yang terlihat begitu indah. Apalagi, cahaya matahari yang begitu terasa hangat. Andai aku bisa menikmati suasana seperti ini setiap pagi. Mungkin, ucapan terimakasih akan keluar di mulut ku ditiap paginya.
Setengah jam berlalu, aku pun beranjak dari tempatku mengambil buku yang aku beli kemarin, sembari mengisi kembali kopi ku yang sudah habis di gelas ku. Aku kembali ketempat ku, Membaca buku yang berjudul KAMU TAK HARUS SEMPURNA. Membaca setiap setiap bait yang berhasil memanjakan mata ini. Ceritanya berhasil mengubah sedikit pandangku tentang diri yang sering kali membuat aku iri kepada mereka-mereka yang terlihat sempurna.
Selesai membaca buku beberapa bab, aku tersadar akan satu hal. Yah, suasana ini. Entah, sejak kapan aku tidak pernah merasakan Suasana seperti ini. Entah sejak aku sudah mulai mengenal kata sakit atau sejak tau aku sudah mulai dewasa. Hari-hari ku hanya dipenuhi buku-buku yang menumpuk, surat-surat tagihan yang harus kubayar. Entah, itu tagihan listrik, air, kosan. Semuanya memaksa merusak badan. mengabaikan semuanya yang ada orang tua menjadi imbasnya. Kata-kata jelek terucap dumulut tetangga yang menghakimi tentang gagalnya orang tua mendidik anaknya, tanpa melihat sosok anak mereka seperti apa.
Aku menghirup napas dalam-dalam. Bersyukur atas segala ketenangan yang diberikan. Aku mensyukurinya sampai tidak mau beranjak dari tempat duduk ku, memilih merekam semua rasa tenang dihati, mencerna semua ketenangan dipikiran.
"Aku adalah segerombolan orang yang mengejar ketenangan. Menaruh harapan ditiap jam berlalu, menunggu kepastian ketenangan datang dihari-hari melelahkan," ujarku pelan menutup mata menikmati hembusan angin.