Isa meletakkan keranjang berisi jagung yang baru dipetik lalu menghela napas. Padahal seharusnya membawa keranjang seperti ini bukanlah pekerjaan berat—Isa sudah sering mengangkut benda-benda yang lebih berat. Jika Margaret melihatnya, pasti wanita paruh baya itu akan memarahinya.
Margaret adalah pemilik sebuah farmers market di Connecticut. Margaret bertemu dengan Isa yang sedang berjalan kaki sendirian dengan tas di tangannya. Saat itu Isa sedang mencari penginapan setelah berpindah-pindah selama dua minggu. Margaret menawarkan sebuah kamar di rumahnya yang memang hanya ditinggali berdua dengan Marcus, suaminya, sementara anak-anaknya sudah pindah, dan menetap di kota yang lebih besar bersama keluarga mereka.
Tempat itu memiliki pertanian dan peternakan sendiri, sehingga sayuran, buah, hingga daging yang disediakan selalu dalam keadaan segar. Margaret menjalankan bisnis keluarga itu hanya berdua bersama Marcus, sehingga Isa menawarkan diri untuk membantu di toko. Isa tidak meminta bayaran karena Margaret selalu memberinya makanan yang sehat. Bahkan wanita itu tidak menerima uang yang diberikan oleh Isa sebagai pengganti sewa, meskipun Isa memaksa.
Kini sudah hampir setengah tahun Isa tinggal di kota ini. Dengan udara yang segar dan suasana yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan seperti Seattle, Isa merasa pikirannya lebih tenang. Sudah selama itu pula Isa sejak terakhir kali Isa menghubungi Paman Clint. Isa tidak mengatakan di mana ia tinggal, karena waktu itu ia memang belum menemukan tempat untuk menetap. Namun, ia mengatakan ia akan baik-baik saja, dan akan kembali jika waktunya tepat.
Isa juga menyerahkan kuasa pada Paman Clint untuk mengurus perceraiannya dengan Milo. Namun, Paman Clint tidak memberi kabar apa-apa tentang hal itu saat terakhir kali Isa menghubunginya. Isa juga melihat berita bahwa Milo menyerahkan posisi CEO di perusahaan Kingham kepada orang lain satu bulan sejak Isa pergi darinya. Ivory mengatakan Milo pergi ke Inggris setelahnya. Mungkin saja Milo memutuskan ikut bersama Sienna—Isa tidak bertanya, dan ia tidak ingin mencari tahu lebih jauh tentang pria itu.
Meskipun Isa selalu memberi wajah ceria di depan pasangan Margaret dan Marcus, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan air matanya setelah berada di tempat tidurnya sendirian. Perasaan dikhianati, sedih, kesepian, dan kehilangan membuatnya menangis sepanjang malam hingga tertidur. Isa baru bisa menanggulangi semua perasaan itu selama sebulan terakhir, setelah ia berdamai dengan dirinya sendiri, dan memutuskan untuk menjalani hidupnya kembali. Isa bersyukur ia tidak menuliskan kata cinta dalam catatan terakhirnya untuk Milo, karena ia yakin nantinya kata itu justru akan membuat mereka berdua kembali terjebak dalam pernikahan yang semu itu.
"Isabella, bisa bantu aku menghitung belanjaan?"
Isa yang sedang menyusun jagung-jagung yang dibawanya tadi ke rak segera menoleh, dan baru menyadari antrean panjang di meja kasir. Margaret memang sedang pergi untuk membeli sesuatu karena ada kerabatnya yang akan berkunjung, sementara Marcus sedang mengurus pelanggan yang datang untuk makan siang. Dengan sigap, Isa pergi ke kasir untuk mengurus pembayaran. Kebanyakan pembeli yang datang adalah penduduk di sekitar situ.
"Apa kau sedang sakit, Isa? Wajahmu lebih pucat dari biasanya," tanya Poppy, wanita paruh baya yang tinggal di ujung jalan.
"Aku hanya sedang kurang tidur," jawab Isa sambil memasukkan dua botol susu ke dalam tas belanja yang dibawa Poppy.
"Kau tidak boleh melakukan itu. Kau harus menjaga kesehatanmu dengan tidur yang cukup, dan makan yang teratur," kata Poppy. "Datanglah ke rumahku nanti sore, aku akan membuat puding buah plum. Bukankah kau bilang kau sedang ingin memakan buah plum?"
"Tentu. Terima kasih, Poppy."
Isa baru bisa beranjak dari meja kasir pukul tiga sore setelah Margaret pulang. Jam makan siang juga sudah berakhir, jadi toko tidak terlalu sibuk. Isa berkeliling untuk mencari sesuatu yang bisa dibereskan, dan segera keluar dari toko setelah Margaret berkali-kali menyuruhnya untuk beristirahat.
Isa melangkah menikmati angin bulan Mei yang menyapu wajahnya. Ia melewatkan makan siang karena rasa nyeri yang datang dan pergi di perutnya selama beberapa hari ini yang cukup mengganggunya. Kemudian, entah mengapa Isa merasakan desakan rindu yang begitu besar kepada Milo. Mungkin karena sebentar lagi pria itu akan berulang tahun sehingga Isa teringat padanya. Namun, Isa seolah sudah mati rasa untuk meneteskan air mata, meskipun perasaan itu begitu menyesakkan dadanya. Sama seperti Milo yang kini bahagia karena telah meraih jalan hidup yang selama ini diinginkannya, seharusnya Isa juga bahagia, meskipun mereka melangkah ke jalan yang berbeda.
Isa berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang dengan napas terengah-engah. Wajahnya mengernyit menahan rasa nyeri yang semakin rutin mengunjunginya itu. Mungkin karena akhir-akhir ini dia tidak menuruti perintah Margaret untuk tidak bekerja terlalu keras di toko. Padahal Isa melakukan itu agar dirinya tidak terlalu memikirkan Milo. Isa tidak ingat dirinya keras kepala seperti ini saat neneknya masih ada. Mungkin ia terlalu lama bergaul dengan Milo.
Isa baru saja hendak kembali melangkah ketika ia merasakan kakinya basah. Ia menunduk dan mengernyitkan dahi melihat air yang mengalir di kakinya. Bagaimana bisa dia tidak menyadari dirinya mengompol? Sepertinya dia baru saja buang air kecil tadi. Ia harus segera kembali ke rumah untuk berganti pakaian sebelum ada yang melihatnya. Isa baru berjalan beberapa meter ketika titik-titik gelap mulai mengganggu pandangannya, diiringi dengungan di telinganya.
Isa mempercepat langkahnya, tetapi dengan cepat kegelapan menyelimutinya. Saat Isa membuka mata, ia sudah berada di kamar Milo di kondominium mereka di Seattle. Bagaimana dia bisa berada di kamar ini?
"Kau baik-baik saja?" tanya Milo yang duduk di tepi tempat tidur.
"Kenapa aku bisa ada di sini?" gumam Isa.
"Aku membawamu pulang setelah mendengar kau pingsan," jawab Milo. "Dokter Frank mengatakan kau harus beristirahat. Sienna sedang memasak untukmu."
"Tidak, aku tidak butuh bantuan kalian." Isa menepis tangan Milo darinya. "Aku akan kembali ke rumah Margaret. Biarkan aku pergi."
"Tidak, aku akan tetap bersamamu."
"Tinggalkan aku sendiri."
"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi. Aku akan terus bersamamu, Isa."
Isa telah berada di tempat yang berbeda ketika ia membuka mata. Sebuah alat pengukur kadar oksigen di jari tangannya yang diiringi suara mesin di sebelahnya, selang di hidungnya, serta infus di tangannya, memberi tahu Isa bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. Astaga, pasti dia sudah membuat Margaret dan Marcus panik sehingga mereka terpaksa membawa Isa ke rumah sakit. Ada perasaan lega sekaligus kecewa saat Isa menyadari Milo hanya ada di mimpinya. Isa mengerang pelan ketika rasa nyeri kembali memilin perutnya.
"Kau akan baik-baik saja, Isa."
Isa menoleh dan termangu ke arah Milo yang sedang memegangi tangannya sambil membelai rambutnya. Apa dia sedang bermimpi di dalam mimpi? Bisakah seseorang mencubitnya untuk memastikan dia masih bermimpi? Namun, nyeri di perutnya terasa begitu nyata.
"Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Isa sambil menarik tangannya dari genggaman Milo.
"Dengan pesawat," jawab Milo singkat.
"Tidak, maksudku, bagaimana kau tahu aku ada di sini? Kukira kau berada di Inggris."
Entah mengapa salah satu sudut bibir Milo terangkat mendengar pertanyaan Isa. "Aku memang berada di Inggris selama beberapa bulan terakhir. Lalu, sudah sebulan ini aku kembali ke Seattle, tapi aku tidak bisa tinggal di rumah kita tanpa teringat padamu. Jadi, aku pindah ke rumah yang baru."
Isa memalingkan wajahnya mendengar penuturan Milo. Tentu saja, melupakan dirinya adalah hal yang mudah bagi Milo, sama seperti sejak pria itu mengenal Sienna. Lagi pula, mana mungkin Sienna mau tinggal di rumah yang pernah ditempati Milo bersama Isa.
"Aku membeli rumah yang lebih besar," lanjut Milo. "Dengan tiga buah kamar, salah satunya akan jadi ruang bermain—aku belum mengisi kamar-kamar itu karena aku ingin kau yang memilih perabotnya sendiri. Namun, aku sudah menaruh sebuah kotak bayinya di kamar utama, seperti yang pernah kita rencanakan."
Tanpa sadar, Isa merapatkan selimutnya untuk menutupi perutnya, meskipun ia tahu itu hal yang sia-sia karena perutnya sudah sangat besar. Lagi pula, seluruh keluarga Kingham sudah mengetahui kehamilan Isa karena Dokter Frank memberi tahu mereka. Bahkan Paman Clint menyampaikan permohonan dari Ny. Kingham agar Isa mengizinkannya untuk melihat cucunya kelak. Mustahil Milo tidak tahu mengenai hal itu.
"Aku tidak akan kembali ke sana," gumam Isa.
Milo baru saja hendak menyahut ketika seorang perawat datang dan memanggil Milo untuk ikut dengannya. Milo memandang Isa selama beberapa saat, matanya penuh dengan keraguan.
"Tunggu di sini, aku akan segera kembali."
Sepeninggal Milo, Isa memaksa dirinya untuk bangkit dari tempat tidur. Ia tidak ingin Milo membawanya kembali ke Seattle, meskipun ia sudah mempertimbangkan untuk menyerahkan bayinya kepada keluarga Kingham nanti. Bagaimana pun, anak itu adalah salah satu penerus keluarga Kingham—bersama anak dari Sienna. Setelah Isa berhasil, yang bisa dilakukannya hanyalah duduk di tepi tempat tidur dengan napas tersengal. Rasa nyeri yang terasa hingga ke punggungnya membuatnya tidak berdaya. Isa menoleh saat pintu ruangannya terbuka dan menghela napas lega saat melihat Margaret datang.
"Astaga, Isabella. Kau mau ke mana?" Margaret bergegas meletakkan barang bawaannya di meja, lalu menghampiri Isa.
"Margaret, bisakah kau bawa aku pulang? Aku berjanji tidak akan merepotkanmu lagi. Tolong, bawa aku pergi dari sini, kumohon," pinta Isa.
"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak bisa membantu persalinanmu di rumah, kau harus tetap berada di sini." Margaret memandang berkeliling. "Ke mana suamimu? Kukira dia yang menemanimu."
"Kau tahu soal... Milo?" Isa segan menyebut Milo sebagai suaminya, karena ia tidak tahu apakah saat ini Milo memang masih menjadi suaminya.
"Tentu saja. Aku memberi tahunya kemungkinan hari persalinanmu semakin dekat sejak kau mulai merasa sakit karena kontraksi. Itu sebabnya dia mengatakan akan datang untuk menemanimu."
Isa tercengang. "Bagaimana kau bisa memberi kabar padanya? Aku tidak pernah mengatakan siapa suamiku padamu, kan?"
"Dia datang satu minggu setelah kau tinggal di rumahku. Jangan salah paham, aku tidak pernah melaporkanmu padanya. Bahkan aku tidak tahu siapa kau hingga dia datang," tambah Margaret cepat. "Dia berkunjung beberapa kali hanya untuk melihatmu. Saat kutanya, kenapa dia tidak mengajakmu pulang, dia bilang dia akan membawamu pulang jika kau memang ingin pulang. Lalu, dia berpamitan untuk pergi bekerja ke Inggris, tapi dia masih sering menanyakan kabarmu, dan datang menjengukmu setiap satu bulan sekali. Aku tidak pernah meminta uang padanya, tapi dia memberikan banyak uang pada kami. Sangat banyak, sehingga kukira dia akan membeli usaha kami. Namun, dia bilang dia tidak berniat untuk mengambil alih pertanian kami. Itu hanya sebagai ungkapan terima kasih karena kami telah merawat dan menjagamu. Kami bisa membeli beberapa traktor baru dan memperluas area pertanian dari uang itu."
"Jadi, kau menukar informasi tentangku dengan uang?" tanya Isa lirih.
"Astaga, bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?" tukas Margaret sambil memukul lengan Isa. "Tanpa uang dari suamimu, kami juga masih bisa memberimu makan, membawamu ke rumah sakit, dan menjalankan bisnis kami dengan baik-baik saja. Kami juga bisa saja menyerahkanmu untuk dibawa pulang olehnya jika kami memang merasa direpotkan. Namun, kami sudah menganggapmu seperti cucu kami sendiri. Suamimu juga bilang dulu kau tinggal bersama nenekmu, sehingga kau merasa nyaman di rumah kami. Dia memintaku untuk tidak memberi tahukan kedatangannya agar kau tidak lari lagi. Bahkan aku meminta penduduk sekitar untuk berpura-pura tidak mengenalmu setelah mereka melihat suamimu."
Isa merengut mendengar penuturan Margaret. Jadi, selama ini Milo tahu keberadaan dirinya, ya? Isa tidak akan heran jika Milo bisa dengan mudah menemukannya. Bahkan Margaret mengatakan dokter yang selama ini datang ke rumah bukanlah dokter yang biasa berkeliling untuk memeriksa kesehatan penduduk sekitar situ, melainkan dokter yang diminta oleh Milo untuk memeriksa kandungan Isa.
Margaret membelai rambut Isa dengan lembut. "Aku tidak akan bertanya, kenapa kau pergi darinya. Aku hanya tahu dia pria yang baik dan sangat mencintaimu. Dia tidak pernah bertemu langsung denganmu bukannya karena dia tidak peduli padamu, melainkan karena dia takut kau akan terganggu dengan kehadirannya. Dia tetap menjagamu dari jauh, dan dia tidak pernah melepaskan tanggung jawabnya darimu."
"Mungkin itu karena bayi ini," gumam Isa akhirnya sambil menunduk. "Dia memiliki kekasih yang juga sedang mengandung bayinya. Dia memilih untuk bersama kekasihnya itu dan mengakhiri segalanya bersamaku. Dia bukan datang karena aku, melainkan karena bayi ini."
Margaret hanya membelai Isa sambil memandangnya tanpa menyahut. Isa tahu, tidak seharusnya ia mengutarakan hal-hal pribadi seperti itu kepada orang yang baru dikenalnya, meskipun mereka sudah seperti keluarga. Namun, ia juga tidak ingin dihakimi karena meninggalkan pria yang dianggap sangat mencintainya itu.
Pintu ruangan kembali terbuka. Milo tersenyum saat melihat Margaret. "Kau sudah datang?"
"Aku membawakan makanan untukmu. Kau pasti lelah karena menunggu Isabella." Margaret menghampiri Milo lalu menunjukkan bekal yang dibawanya di meja.
"Terima kasih, Margaret. Aku akan memakannya bersama Isa nanti. Dia belum boleh memakan apapun hingga operasinya nanti."
"Tidak apa-apa. Kau habiskan saja makanan ini, aku akan membawakan makanan lagi untuk kalian nanti."
Isa hanya mengawasi Milo yang mengobrol dengan Margaret. Mereka terlihat akrab sekali, bahkan Margaret memberi pelukan pada Milo saat beliau berpamitan.
"Isa, aku pulang dulu," kata Margaret sambil memeluk dan mencium pipi Isa. "Aku akan kembali lagi besok. Semoga persalinanmu berjalan lancar."
Milo membukakan pintu untuk Margaret yang memberi tepukan di punggungnya sebelum ia melangkah keluar dari pintu. Setelah menutup pintu kembali, Milo berbalik, dan tertegun ke arah Isa yang sedang menatapnya tajam.
"Berani-beraninya kau menyuap orang yang bersedia menampungku di rumahnya," kata Isa tajam.
"Aku tidak melakukannya! Astaga, bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu, Isa?" balas Milo sambil mendekat ke arah Isa, tetapi masih dalam sikap waspada. "Aku hanya membalas kebaikan mereka karena telah merawat istriku, apa aku tidak boleh melakukannya?"
"Aku bukan lagi istrimu, Milo."
"Sepanjang yang kutahu, aku tidak pernah mengajukan perceraian denganmu, atau menandatangani apapun yang menyatakan bahwa aku sudah resmi berpisah denganmu. Jadi, ya, kau masih istriku yang sah secara hukum."
Isa mengernyitkan dahi. "Kau memilih untuk bertanggung jawab pada Sienna. Kau tidak bisa berharap memiliki dua istri sekaligus, Milo."
"Aku memang mengatakan akan bertanggung jawab pada Sienna, tapi bukan berarti aku akan menikahinya. Kau tidak bisa menuntut seseorang untuk menikahi seorang perempuan hanya karena dia menghamilinya. Bagaimana jika dia bukan pria yang baik? Bagaimana jika dia menelantarkan istri dan anaknya kelak?" Kali ini Milo memberanikan diri untuk berdiri di depan Isa. "Bertanggung jawab artinya menanggung segala akibat atas perbuatannya. Aku berniat untuk memenuhi segala kebutuhan Sienna selama dia hamil hingga melahirkan bayinya. Lalu, aku juga akan menanggung segala biaya yang dibutuhkan anak itu hingga dia besar nanti. Aku akan menemaninya bermain, aku akan datang ke acara sekolahnya, aku akan melakukan apapun yang dilakukan seorang ayah baginya. Anak itu akan tetap memiliki sosok ayah, meskipun aku tidak menikahi ibunya. Tadinya aku ingin mendiskusikan rencana itu denganmu, bagaimana pun kau adalah istriku. Namun, kau pergi dariku, dan tidak pernah kembali."
"Kau memilih dia. Itu sebabnya aku memilih untuk meninggalkanmu."
"Aku tidak pernah memilih Sienna. Bahkan aku tidak pernah membuat pilihan antara kau atau Sienna. Aku tetap tinggal sebagai suamimu, bahkan setelah aku mengetahui tentang kehamilan Sienna."
"Tapi kau merobek surat perjanjian pernikahan kita."
"Aku merobeknya karena aku ingin mengakhiri perjanjian itu dan menjadi suamimu seutuhnya. Aku sudah merencanakan hal itu sejak lama, dan aku ingin membicarakan soal itu setelah aku menemui ayahku. Itu sebabnya aku memberi tahumu bahwa aku akan membawa surat itu pulang bersamaku."
Isa menatap Milo. Meskipun Milo telah memberi beribu alasan padanya, entah mengapa Isa masih merasa ragu dengan alasan Milo yang sebenarnya. "Kau mempertahankanku karena bayi ini, kan? Aku bukan lari karena bayi ini, Milo. Aku akan memberikan bayi ini padamu dan keluargamu setelah dia lahir. Jadi, kau tidak perlu khawatir."
"Aku tahu kau pergi untuk menenangkan dirimu sendiri. Itu sebabnya aku hanya mengawasimu dari jauh tanpa terlalu mengejarmu. Aku ingin kau kembali padaku karena keinginanmu sendiri, bukan karena paksaan dariku." Milo menghela napas panjang. "Aku memutuskan untuk menyerahkan posisi CEO kepada orang lain setelah aku yakin kau bersama orang-orang yang baik. Tentu saja aku masih pemilik perusahaan yang resmi. Aku pergi mengurus bisnisku bersama Julian, kakaknya Rick. Dia juga mengajakku ke Stockholm, tapi aku menolaknya karena aku sudah berjanji akan pergi ke sana bersamamu. Aku tidak pernah mengatakan padanya apa yang terjadi pada rumah tanggaku. Namun, setelah mengetahui kau pergi dariku, istrinya Julian langsung memarahiku, dan menyuruhku untuk menyusulmu. Dia bilang, aku akan selamanya kehilangan dirimu jika aku tidak mengungkapkan perasaanku padamu. Jadi, aku pulang, dan mempersiapkan diri untuk menyambutmu."
Isa tidak menyahut dan hanya memandangi lututnya. Namun, ia tidak menolak saat Milo meraih tangannya.
"Aku bukan mempertahankanmu karena bayi ini, melainkan bayi ini ada karena cinta antara kau dan aku. Tanpa adanya bayi ini pun aku tetap menginginkanmu sebagai istriku," ucap Milo sambil menggenggam tangan Isa. "Kau tidak pernah tahu apa yang harus kulalui setiap kali aku kehilangan dirimu. Aku jadi anak pembangkang yang melawan orang tuaku setelah aku mengira kau tidak menginginkanku. Aku menjadi pria bodoh yang mengekor Sienna sampai ke Inggris setelah kau menolak untuk memisahkan aku dengannya. Lalu, Dokter Frank sampai harus memberikan pertolongan pertama padaku setelah pamanmu mengatakan kau pergi tanpa tahu tujuanmu. Aku tersesat dan hilang arah tanpamu, Isa."
Kali ini Isa mendongak ke arah Milo, melihat kesungguhan di matanya. Milo meraih wajah Isa dengan kedua tangannya.
"Kau ada di hari kemarinku, kau ada di hari ini, dan aku ingin kau juga ada di hari esokku. Kau adalah masa depanku. Kau bukan pengganti, melainkan kaulah pemilik sebenarnya hati ini," bisik Milo dengan suara bergetar sambil meletakkan tangan Isa di dadanya sendiri. "Aku mencintaimu, Isa, lebih dari yang kau tahu. Aku mencintaimu, bahkan sebelum aku bertemu Sienna. Aku baru menyadari bahwa aku masih mencintaimu setelah aku menikahimu, dan hanya kau yang kuinginkan di dalam hidupku. Maafkan aku yang begitu bodoh dengan melepaskanmu hanya karena kau tidak ingin kucium lagi. Aku terlalu munafik untuk mengakui bahwa aku sangat menyukaimu. Aku tidak ingin kehilangan kau lagi, Isa."
Isa tertegun. Jadi, selama ini ia tidak merasakan cinta itu sendirian? "Lalu, bagaimana dengan Sienna... dan bayinya?"
Milo menggeleng. "Sienna mengaku padaku bahwa ia melakukan itu agar ayahku akhirnya memberikan aku padanya. Bayi itu tidak pernah ada, meskipun aku tetap akan bertanggung jawab padanya jika memang bayi itu benar-benar ada. Dia menceritakan pertemuan kalian padaku, dan kami memutuskan untuk saling melepaskan satu sama lain. Dia menerima tiket yang diberikan Paman Clint padanya, tapi dia tidak pernah mengatakan padaku ke mana tujuannya. Aku juga tidak pernah mendengar kabar darinya hingga hari ini. Mungkin dia memang wanita terburuk yang pernah kutemui, tapi dia juga tidak seburuk itu."
Rasa sesak di dada Isa seolah-olah menguap begitu saja. Ia merasa lega sekaligus menyesal karena dulu pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan bagi Milo untuk menjelaskan. Kalau saja ia bertahan di mobil malam itu, atau menunggu hingga Milo pulang setelah melihat amplop yang robek di atas meja, mungkin Isa tidak akan menderita karena kehilangan seperti ini.
"Maafkan aku, Isa," kata Milo saat Isa terisak. "Aku sungguh-sungguh minta maaf jika selama ini aku membuatmu terluka. Aku tidak akan menyalahkanmu jika kau membenciku karena sikapku yang pengecut..."
Isa menggeleng. "Aku juga mencintaimu, Milo. Aku mencintaimu sehingga aku rela melepaskanmu agar kau mendapatkan kebahagiaanmu. Bahkan belasan tahun yang lalu saat kau mengencani Sienna."
"Tidak, tidak," kata Milo cepat. "Aku hanya bahagia saat bersamamu. Jadi, jangan lepaskan aku lagi. Kau bersedia menerimaku sebagai suamimu lagi, kan?"
Isa mengangguk tanpa bisa berkata-kata. Milo mengecup bibir Isa lalu merengkuhnya ke dalam pelukannya.
"Terima kasih, Isa. Aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang lebih baik untukmu dan anak-anak kita."
Isa mengerang sambil mencengkeram lengan Milo akibat kontraksi yang ditahannya sejak tadi. Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi sehingga Isa sulit bernapas, walau selang oksigen masih menempel di hidungnya. Milo panik dan segera menekan tombol untuk memanggil perawat. Isa berbaring sambil terus memegangi tangan Milo, sementara dokter dan perawat di sekellilingnya mengatakan sesuatu tentang operasi.
"Aku tidak akan ke mana-mana, Isa. Aku akan tetap berada di sampingmu."
Isa merasa bahagia karena ia mendengar Milo mengucapkan itu untuk terakhir kalinya sebelum pegangannya terlepas dari genggaman Milo.
♤♡◇♧
"Dave, pakai bajumu! Bukankah kau bilang kau ingin bertemu dengan Mom?"
Milo yang baru saja masuk ke rumah segera disambut oleh anak laki-laki berusia tiga tahun yang berlari ke dalam pelukannya. "Astaga, Dave. Apa yang Dad katakan tentang berlari di tangga?"
Ny. Kingham muncul dari arah tangga dengan kemeja di tangannya dan melengos melihat Dave meringis di gendongan ayahnya. "Aku tidak ingat kesulitan memakaikan bajumu saat kau masih kecil," keluhnya.
"Itu karena Rob yang mengasuhku, kan?" balas Milo. Ia menoleh ke arah Dave. "Mom bilang dia rindu padamu. Kau ingin Dad yang memakaikan bajumu?"
Setelah itu, Milo sudah berada di mobil bersama Dave menuju Vancouver, Kanada. Beberapa jam kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang kini familiar bagi Milo karena ia mengunjunginya setiap tahun. Milo menggandeng tangan Dave menuju sebuah nisan dengan banyak bunga yang masih segar di atasnya.
"Dave, kau tidak menyapa Mom?" tanya Milo.
"Hai, Mom," sapa Dave.
Isa menoleh dan baru menyadari kehadiran Milo dan Dave di sana. Ia segera meraih putranya itu ke dalam pelukannya. "David, Mom sangat rindu. Apa kau menuruti Nana selama Mom tidak ada?"
"Tidak. Aku bisa pipis sendiri," jawab Dave.
Isa tersenyum dan mendongak saat Milo membelai rambutnya. Ia bangkit dan tidak bisa menahan air matanya saat berada dalam pelukan Milo. "Aku tidak punya siapa-siapa lagi."
"Tidak, kau masih punya aku, Dave, Ivory, Mom, Dad, dan Rob," balas Milo sambil mengusap-usap punggung Isa.
Selama setahun ini Isa melanjutkan sekolahnya seperti yang dicita-citakannya. Ia dan Milo tinggal di Inggris agar Milo bisa dengan mudah menjalankan bisnisnya di sana, sementara Dave tinggal bersama orang tua Milo di Seattle. Namun, dua minggu yang lalu mereka mendapat kabar bahwa Paman Clint terkena serangan jantung. Isa yang saat itu sedang flu berat tetap memaksakan diri untuk pulang dan menjenguk pamannya. Sayangnya, Paman Clint menghembuskan napas terakhirnya tepat saat Isa baru saja tiba di Amerika, sehingga Isa tidak sempat bertemu pamannya di saat-saat terakhirnya. Milo membiarkan Isa tinggal di rumah neneknya selama masa berduka, kemudian pergi menjemput Dave setelah Isa pulih dari flunya.
Milo berjongkok di depan makam Paman Clint. Ia terdiam selama beberapa saat, menahan sakit di kerongkongannya. Bagaimana pun, Paman Clint sudah berada di kehidupannya sejak ia lahir. "Sekarang kau bisa beristirahat, Paman. Aku akan menjaga Isa seperti kau menjaganya. Aku juga akan membesarkan dan mendidik putraku seperti kau mendidikku sejak aku kecil dulu sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Aku tidak akan mengecewakanmu, Paman. Terima kasih atas segala yang kau berikan selama ini."
Milo kembali membelai rambut Isa ketika istrinya itu mengucapkan perpisahannya pada pamannya. Mereka akan pergi untuk mengajak Dave ke Stockholm untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka, dan juga ulang tahun Isa. Sebenarnya Milo sudah mengatakan pada Isa untuk membatalkan rencana liburan itu. Namun, Paman Clint memarahinya setelah tahu mereka akan membatalkan liburan karena dirinya.
"Jangan menangis, Mom." Dave mengusap air mata Isa dengan tangannya yang kecil.
Isa tersenyum, lalu mengangkat Dave dalam gendongannya. "Kau tidak lupa membawa mantel dan syal untuk Dave, kan? Udara di sana lebih dingin daripada di sini."
"Ya, aku sudah memasukkan satu koper penuh berisi mantel dan pakaian dingin milik Dave," jawab Milo.
Isa menyikut lengan Milo karena menggodanya. Milo meraih tangan Isa dan menggandengnya meninggalkan tempat pemakaman itu.
♡ End ♡
Update on 26 November 2022
P.S: Part ini selesai ketik langsung update, makanya agak terlambat. Semoga enggak ada typo atau detail yang ketinggalan, yaa!