7 Warna 1 Asa [END]

By dika30

92.8K 12K 15.3K

rainbow ; a combination of 7 different colors that came after the storm /// Mark-Gigi ; about selflove Ren-Ni... More

Intro
Minggu Pagi
Tentang Rindu
Maghrib
Sayang
Nomor Telfon
⚠️ Fana ⚠️
17-an
Nonton
Nirmala
Penting
Putus
Harga
Mistletoe
Tanpa Dirimu
Peluk
Jadian
Lindung
⚠️Cemburu⚠️
Sunsilk Hijab
Scrunchie
Chocopie
Past Present Future
⚠️Jangan Berisik⚠️
Tamasya Kebun Teh (pt 1)
⚠️Tamasya Kebun Teh (Pt 2)⚠️
Tamasya Kebun Teh (Pt 3)
Enchanted
Paket Misterius
Bestie
🌻 SPECIAL : BOYFRIEND DAY 🌻
Ibu
Double Date
Pergi
Awal dan Akhir
Nikah
Melted Ice
Payung Bebek
Cimol
Kabur
🌈 7W1A Award 🌈
Setengah Windu
⚠️ Reuni Mantan ⚠️
Jangan Cintai Aku Apa Adanya
❤️SPECIAL : VALENTINE'S DAY❤️
❤️SPECIAL : VALENTINE'S DAY pt 2❤️
He's Back
0 ≤ Love ≤ 100
Birthday Boy pt 1
⚠️⚠️Birthday Boy pt 2⚠️⚠️
Birthday Boy pt 3
Baekhyun
⚠️Knives In⚠️
⚠️Ghost⚠️
The Last Mission [END]

Pamit

1K 164 206
By dika30

Sheryl menatap lawan bicaranya dengan tatapan malas. Ia tau Setta memang saudara yang baik, tapi karena Setta pula ia jadi anak yang terbuang di keluarganya sendiri.

Memang sih, mungkin dibandingkan Setta, Sheryl ini biasa aja. Tapi kan bukan berarti mereka harus dibeda-bedakan!

"Lo mau ngomong apa deh cepet" Sheryl berseru malas

Setta tersenyum, kemudian memberikan sebuah kotak.

"Apaan nih?"

"Kamera" Jawabnya

Sheryl mengerutkan dahi "Kamera?"

"Lo pengen banget punya kamera polaroid kan? Nih gue beliin" ucap Setta masih dengan senyumnya

"...." Sheryl memicingkan matanya "Lo ada butuh sesuatu dari gue ya?"

Setta menggeleng "Engga kok"

"Bohong."

Akhirnya Setta menghela nafas "Iya deh... Gue ngakuuu... Sebenernya gue mau minta bantuan"

"Bantuan apa?" Sheryl mengangkat alis

"Aretha masih di kostan lo kan ya?" Tanya Setta pelan

"WAH ANJING LO!" Sheryl tau-tau menggebrak meja "Jangan bilang lo mau nikung Alan?! Ga! Ga akan gue bantuin!"

Setta mengibaskan tangannya "Engga! Ga gitu! Gue cuma mau—"

"HALAH BACOT LO! Heh! Meskipun Alan ngeselinnya tingkat dewa, gue ga akan jadi tangan kanan lo buat ngerebut Aretha ye! Gue ini masih punya hati nurani!" Sheryl mendorong kotak berisi kamera tersebut "GUE GA TERIMA SUAP BENTUK APAPUN. TITIK."

"Dengerin dulu bisa ga?"

"GA MAU! Omongan lo persuasif banget! Gue ga mau ketipu!" Sheryl menutup telinganya

Akhirnya Setta menarik tangan Sheryl agar mau mendengarnya sebentar saja "Gue cuma mau minta tolong lo kasih sesuatu ke Aretha—"

"LO MAU NGASIH PELET YA?! WAH GA BENER!" Sheryl geleng-geleng

Gini banget punya saudara tiri... - Setta

Karena sudah lelah, Setta memberikan sebuah tottebag pada Sheryl. Gadis itu mengintip isinya dan bisa melihat ada sebuah scarf di sana.

"Punya Aretha. Gue mau minta tolong balikin ke dia aja" ucap Setta pelan "Walaupun gue masih sayang sama dia, tapi gue tau ngerebut dia dari pacarnya yang sekarang juga ga bisa dibilang benar."

Sheryl menatap scarf tersebut dalam diam. Ternyata dia salah sangka. Dengan sedikit canggung Sheryl menatap Setta tepat di mata.

"Ya... Kirain kan lo anaknya ambis banget" ucap Sheryl sambil mengerucutkan dahi

"Buat apa ngejar orang yang udah jadi garis finish buat orang lain?" Tanya Setta dengan alis terangkat.

Sheryl mengangguk "Bener sih. Eh tapi kalo ga salah Alan mau pergi ke Singapura deh, gue denger dari Gilang kemaren"

Setta terdiam sejenak.

Itu artinya Alan akan berada di radar yang jauh dari Aretha selama kurun waktu yang belum ditentukan?

Wah...

Setta merasa dejavu.

"Kenapa diem?" Tanya Sheryl

"... Lo mau bantuin Alan kan?" Tanya Setta balik

Sheryl diam saja, enggan menjawab.

"Temenin Aretha setiap kali lo bisa. Jangan biarin dia ngerasa sendirian, karena kalau engga..." Setta menunduk sejenak "Pokoknya jangan bikin Aretha mikir kalau orang yang peduli sama dia cuma Alan."

Jujur aja ya, dengan perut kosong seperti sekarang Sheryl tuh ga ngerti loh Setta ngomong apa. Tapi dia iya-iya aja biar cepet.

"Iye iye. Anak kostan juga rame noh" Sheryl menjawab seadanya

Akhirnya Setta menghela nafas sedikit lega "Lo abis ini kemana? Mau sarapan ga?"

"Skip" Ujar Sheryl "—SKIP BERAT GUE MAKAN SAMA LO SETTA!!! YANG ADA GUE BISA DIGUNJING SAMA SATU ANGKATAN!" Lanjutnya dalam hati

"Ya udah" Setta mengangguk "Gue pergi dulu ya. Jangan lupa sarapan, nanti sakit"

Setelahnya Setta pergi betulan dan saat itu pula Sheryl menaruh kepalanya di atas lipatan tangan karena ia ngantuk + laper tapi mager buat pesen makanan.

Sepertinya karena angin sepoi-sepoi khas pagi hari, Sheryl merasa bahwa ia akan dengan senang hati tertidur di sini. Tetapi mungkin dunia ingin merubahnya menjadi lebih baik dengan tidak membiarkannya tertidur di hari yang produktif ini.

Soalnya...

"Pagi-pagi udah ngantuk aja, malu noh sama ayam"

Sheryl mendongak dan dengan mata setengah terpejam ia bisa melihat wajah Hendra yang terlihat sudah sangat ganteng di pagi buta begini.

Iya, kalian ga salah baca.

Sheryl bilang Hendra ganteng dan menurutnya jam 8 itu masih pagi buta.

"Selamat pagi, Boril" Hendra tersenyum layaknya Prince Charming, cuma kurang kuda putih aja.

"Apa-apaan boril?" Sheryl mengerutkan dahi, masih betah dengan posisi tidurannya.

"Karena nama lo Sheryl dan lo kayak bocah, jadi disingkat Boril" Hendra nyengir "Anggep aja panggilan sayang"

Sheryl mendecak "Gue kalo laper alergi digombalin"

"Waduh... Mau makan apa nih, kak?" Hendra langsung cosplay jadi abang gofood "Menu restoran terdekat ada soto dengan rating 4,9, bubur kacang ijo yang ratingnya 5, serta siomay yang ratingnya 4,5."

Sheryl tertawa tertahan karena posisi tubuhnya.

"Duduk yang bener ah, nanti tulang lo bengkok" ucap Hendra dengan sedikit tegas. Akhirnya Sheryl nurut juga sih meskipun menurutnya Hendra itu bawel banget.

"Siap, pak dokter..." Ucapnya sambil duduk dengan benar "Mau soto kali ya?"

"Baik, mau soto apa kak? Best seller dari toko kita ada soto daging, soto ayam, sama soto babat" Hendra kembali berakting.

Sheryl tidak bisa tidak tertawa mendengarnya "Lo kenapa totalitas banget sih?"

"Apanya?"

"Idiotnya"

"Bangke" Hendra tertawa "Yang penting lo terhibur. Jadi mau pesan apa nih kak?"

"Soto babat deh"

"WAH KAYAKNYA KITA JODOH BENERAN DEH" Hendra menutup mulutnya "Bisa-bisanya kita sama-sama suka soto babat..."

"Please ini masih pagi ya, Heng..."

"Heng?"

"Aheng"

"Aheng?"

"Duh lo ini bolot atau budeg sih?"

"Aheng apaan anjir?" Hendra mengerutkan dahi heran

"Panggilan sayang" Sheryl mengerdikkan bahu

"Ciailah..." Hendra tertawa setengah tersipu "Boleh juga."

"Udah sana cepetan pesen makanan gue"

"Siap, Baginda" Hendra segera pergi dan memesankan soto babat untuk mereka berdua.

Sementara itu Sheryl terus memperhatikan Hendra dari jauh. Emang kayaknya Hendra ini manusia berjuta pelet.

Tiba-tiba Hendra menoleh, kemudian tersenyum sambil menaik-turunkan alis.

Bangke!

Ganteng banget!

Jadi salting....

Tak lama kemudian Hendra kembali dengan dua mangkuk soto yang ia taruh di nampan. Udah pas banget jadi pegawai restoran soto.

"Ini pesanannya sesuai aplikasi ya, kak. Mohon diberi bintang lima" Ucap Hendra sambil tersenyum dan menunjukkan lima jarinya.

Sheryl mengangkat ibu jarinya "Bintang lima, Abang gofoodnya sangat ramah dan ganteng"

"Buset... Salto nih gua" Hendra tertawa kecil, menahan salting

Sheryl tersenyum kecil, kemudian fokus makan karena cacing cacing di perutnya itu udah mulai demo minta dikasih makan.

"Eh iya, Ryl... Gue mau nanya deh" ucap Hendra

"Nanya apaan?"

"Menurut lo penting ga sih pacaran?"

"Penting" Sheryl mengangguk "Soalnya yang pacaran beneran aja bisa ditinggal gimana kalo ga diresmiin?"

"Kalo gitu resmiin jangan nih?" Tanya Hendra dengan alis terangkat

"Hng? Apanya?"

"Kita"

Sheryl berhenti mengunyah, kemudian menatap Hendra yang keliatan banget nungguin.

"Gue anaknya ngerepotin, bawel, preman, galak, pokoknya ngeselin banget. Yakin masih mau?" Tanya Sheryl dengan alis terangkat

"Sebenernya gue udah tau sih kalo itu" Ucapnya diiringi tawa kecil "Tapi ya endingnya gue malah suka lo yang kayak gini... Keliatan nyaman di deket gue kayak sekarang."

"Well... Gue emang nyaman ada di deket lo sih" Sheryl mengakui hal tersebut "Kita mau pacaran beneran kah ini?"

"Ya lo pikir??? Apakah muka gue terlihat bercanda?" Tanya Hendra

"Terlihat ganteng sih sebenernya"

"Jangan bikin gue terbang mulu kalo lo ga mau jadi pacar gue anjir"

"Ya udah iyaaa" Sheryl kembali fokus makan.

Hendra diam.

Maksudnya apaan?

"Ini apanya yang iya?"

"Iya ayo pacaran" Jawab Sheryl "Awas aja kalo nyesel"

Hendra tersenyum lebar "Ga akan kok"

Sheryl merotasikan bola mata, kemudian tersenyum saat Hendra sedang tidak melihat.

Anjir, beneran ini gue jadi pacarnya Hendra? Hshshshhshsh salting banget bangsaaaattttt..... - batin Sheryl dibalik wajahnya yang kulbet

***

Menurut kalian, bisa ga sih temenan sama mantan?

Kalau dulu Gigi diberi pertanyaan ini, jawabannya sangat tegas menjawab 'engga'. Karena menurutnya temenan sama mantan itu bullshit. Buat apa kalian putus kalau hubungan kalian baik-baik aja?

Apalagi kalau putusnya karena si cowok selingkuh. BIG NO! Gigi ga akan mau!

Sekarang ironisnya, mantan pacarnya DAN selingkuhannya dateng ke dia minta maaf.

Kampret kan?

Sama, Gigi juga ngerasa gitu.

"Sorry kemarin ga dateng ke nikahan kalian" Ucap Gigi setelah basa-basi yang menurutnya basi banget.

"Iya gapapa kok, salah kita juga nikah weekdays" ucap Yuri yang kepribadiannya tidak pernah berubah.

Iya.

Selalu ramah dan baik pada Gigi apapun yang sudah terjadi. Bahkan menurut Gigi, dia yakin 1000% kalau Yuri itu emang baik, Mark aja yang brengsek!

"Oiya, belum lama ini lo ulangtahun kan?" Yuri teringat sesuatu "Gue udah beli kado buat lo! Tara~~~"

Gigi mengerutkan dahi ketika melihat kotak di depannya. Oh, kalau ada yang tanya Mark dimana, orangnya dari tadi diem aja soalnya mati kutu.

Gigi membuka kotak tersebut dan menemukan dua tiket konser di sana.

"Tiket konser Justin Bieber?" Tanya Gigi dengan dua alis terangkat tinggi

"Iya! Kata Mark lo suka JB, makanya gue beliin!" Yuri tersenyum "Suka ga?"

"Suka... Makasih ya, kak" Gigi memaksakan senyumnya

Yuri merasa bahwa hubungan mereka tidak membaik, maka ia merencanakan sesuatu untuk Mark dan Gigi.

"Ng... Kalian ngobrol dulu ya, aku mau ke toilet" ucap Yuri dengan senyuman

"Mau aku anter?" Mark langsung memegang pinggang Yuri ketika gadis itu bangun, tentu saja hal itu dengan mudah ditangkap oleh Gigi.

"No, it's okay. Kalian ngobrol aja"

"Kalau ada apa-apa telfon" Ucap Mark sebelum Yuri pergi betulan.

Gigi tersenyum kecut "Kok aku bisa ga sadar ya?"

Mark mengerutkan dahi "Pardon me?"

"Kamu sama dia" Gigi memberanikan diri menatap Mark tepat di mata "Padahal kamu keliatan sangat jatuh cinta sama dia. Kenapa aku ga sadar?"

"Ga cuma kamu kok. Bahkan aku pun ga sadar" Ucap Mark pelan "Honestly, aku fikir semua perhatian yang aku kasih ke dia cuma karena dia temenku aja. Tapi—"

"Ternyata engga kan?" Gigi memotong pembicaraan Mark "And it's funny, soalnya aku fikir kamu sukanya cuma sama aku."

"Well, I... Was." Mark mencoba memikirkan kalimat terbaik untuk mengatakannya pada Gigi "I was in love with you, soal Yuri emang agak complicated karena aku pun ga bisa jelasin... Bahkan aku juga ga ngerti aku kenapa."

"Kamu mau tau kamu kenapa?" Tanya Gigi dengan alis terangkat.

Tidak ada jawaban, tapi Gigi anggap itu sebagai iya.

"It's always her from beginning. Kamu selalu suka sama dia, tapi kamu ga mau mencoba memiliki dia karena kamu takut... Kamu takut kamu bakal kehilangan perempuan yang paling kamu sayang. And that's why kamu berusaha suka sama orang lain sebagai distraksi, dan apesnya itu aku." Gigi menjelaskan kondisi Mark sesuai dengan yang ia pahami.

Mark terdiam, mencerna semuanya sebelum mengangguk samar

"Mungkin kamu bener" Ucapnya "Tapi yang harus aku tekankan adalah, saat itu... Aku bener-bener jatuh cinta sama kamu. Ga cuma karena distraksi. Apapun yang kulakuin, semua itu tulus."

Gigi memilih untuk tidak menanggapi.

"Aku tau mungkin kamu ga akan pernah lupa, but I still wanna say sorry to you. Semua hal yang aku lakuin bener-bener bikin kamu sakit hati, bahkan aku pun ga bisa bayangin sakitnya kayak apa. And every time i laugh with her, aku selalu inget kamu karena aku merasa bersalah. Sangat." Mark memejamkan mata di akhir kalimat

Dengan sangat berat Gigi menghela nafas "Kamu tau ga sih... Mungkin kamu adalah orang yang paling aku benci di dunia ini. Tapi aku bakal maafin kamu, tau karena apa?"

"..."

"Karena Yuri." Gigi menjawab pertanyaannya sendiri "Yuri adalah salah satu perempuan paling baik yang pernah aku temuin, dan aku tau dia ga fake. Aku ga mau dendam yang ada di hatiku ini bisa berpengaruh sama dia atau bayi di kandungannya. Aku ga mau dia kenapa-napa."

Mark menundukkan kepala "Makasih udah peduli sama Yuri..."

"Kamu ga akan tau seberapa pengennya aku nonjok kamu, tapi aku tau kamu udah ditonjok Gilang jadi aku merasa ga perlu buang-buang tenaga" Gigi menahan kesalnya

"... Maaf" Mark lagi-lagi cuma bisa meminta maaf

"Tapi kalau kamu sampe nyakitin Yuri, aku ga akan cuma nonjok ya! Bisa aku siksa kamu sampe mati!" Ucap Gigi dengan wajah super serius.

"... Gi, ini kamu ga beneran kan?"

"Cobain aja." Ucap Gigi menantang.

Mark menggeleng kuat "Engga. Ga akan!"

Gigi kemudian menghembuskan nafas panjang, merasa semua yang ada di hatinya sudah ia keluarkan. Rasanya lebih plong dan lega.

"Jadi, udah tau mau nonton konser sama siapa?" Tanya Mark dengan alis terangkat

"Udah. Aku punya pacar"

Wajah Mark kelihatan terkejut, tapi kemudian ia mengangguk "Good, then. Kalo aku tanya siapa orangnya, kamu mau jawab?"

Gigi menunjuk ke meja yang ada di ujung ruangan dengan dagunya "Tuh orangnya"

Mark makin terkejut "Aji?? Bukannya kata kamu dia cuma temen?"

"Lah? Yuri?"

"Oh iya..." Mark langsung kicep "Semoga langgeng ya. I know he can treat you better."

Gigi menatap Aji, kemudian mengalihkan pandangannya pada Mark.

"Kamu juga. Jadi ayah yang baik itu ga gampang. Dan jadi suami yang baik juga ga kalah penting. Jangan galak-galak." Ucap Gigi yang memberi nasihat.

Mark mengangguk "Pasti"

Hari itu Gigi menganggap bahwa apapun yang terjadi di antara dirinya dan Mark sudah berakhir. Dengan satu jabatan tangan sebagai tanda perang telah usai dan gemuruh dendam sudah reda.

Selamat tinggal cinta pertama, setelah ini pandangan Gigi soal cinta akan sangat berubah. Dan ia bersyukur atas tragedi ini karena ia jadi banyak belajar.

Walau sejujurnya, rasa pengen nonjok itu masih ada dan mungkin abadi selamanya.

***

Alan menatap Aretha yang tengah duduk di kasurnya dari ambang pintu. Gadis itu tengah melihat-lihat album foto dan beberapa kali tersenyum manis.

Perlahan Alan masuk dan duduk di sebelah Aretha.

"Nah gitu dong mandi, kan jadi wangi" ucap Aretha sesaat setelah Alan duduk di sebelahnya

Alan tidak menanggapi, karena ia terfokus pada foto yang ada di album tersebut.

"Ini mama" ucapnya

Aretha mengikuti arah pandang Alan, dan menjumpai wanita cantik yang memiliki paras serupa dengan lelaki itu.

"Mamanya Kak Alan cantik" Ucap Aretha sambil tersenyum cerah

Alan ikut tersenyum, mengingat memori indah yang mereka lukis bersama dulu.

"Kamu orang kedua setelah mama yang boleh masuk kamarku" ucap Alan sambil menoleh ke arah Aretha

"Yang pertama pasti Om Pram ya?"

"Bukan" Alan menggeleng "Axel"

"Ou..." Aretha mengangguk-anggukkan kepala, tidak heran sama sekali.

Kemudian Alan menutup album foto tersebut dan menepikannya. Lalu ia menggenggam tangan Aretha sebelum menarik nafas dalam-dalam.

"Ini hari terakhir aku di Indonesia" ucap Alan pelan tanpa menatap Aretha "Dan aku ga tau gimana caranya ngomong ke kamu soal apa yang kurasain... Tapi kalo hatiku bisa ngomong, dia pasti berisik banget"

Aretha tersenyum kecil "Berisik kenapa?"

"Berisik karena perasaan yang ga bisa aku ungkapin ke kamu itu ada lebih dari jutaan kata." Setelahnya ia menatap Aretha tepat di mata, kemudian ia tersenyum "Tapi kalau disimpulin, intinya aku mau berterimakasih sama kamu... Makasih udah sayang sama aku"

Satu tarikan nafas Aretha lakukan sebelum memandang Alan dengan teduh.

"Kak Alan tau soal tindakan itu lebih gampang dimengerti ketimbang kata-kata?" Tanya Aretha

Alan diam saja karena tidak tau harus menjawab apa.

"Matahari ga pernah bilang apapun untuk nunjukkin dia sayang Bumi. Tapi dia ga pernah telat untuk bersinar dan ngasih kehangatan untuk Bumi-nya. Dan Bumi pun ga pernah nanya apakah Matahari sayang dia atau engga, karena dia tau... Selama dia ngerasain kehangatannya, selama itu pula matahari sayang sama dia." Ucap Aretha dengan senyuman "Jadi meskipun Kak Alan ga pernah ngomong apa-apa, aku tau kok. Aku tau Kak Alan sayang aku"

Alan tersenyum teduh, kemudian mengecup dahi Aretha lama.

"Jangan nakal selama aku tinggal ya" Ucap Alan bercanda

Aretha tertawa "Engga lah, emang aku anak kecil?"

Alan mengusap pipi gadis itu kemudian menggeleng "Kamu bukan anak kecil. Soalnya satu-satunya anak kecil yang bisa bikin aku sesayang ini bukan kamu."

Aretha mengerutkan dahi, lalu ia cemberut "Siapa?"

Alan tersenyum penuh arti, kemudian menggeleng dan menarik tengkuk Aretha untuk mencium bibirnya dalam.

Biasanya ciuman Alan tidak akan lama, tetapi kali ini ia melumat bibir Aretha lembut dan menyapa segala hal yang bisa lidahnya temui di sana.

Setelah tautan mereka terlepas, Alan menatap kedua mata Aretha dan tersenyum. Tetapi netranya menangkap sesuatu di cermin. Ia kaget bukan kepalang dan langsung menoleh ke arah pintu masuk.

"..." Alan hanya bisa diam saat melihat Axel berdiri di ambang pintu dengan dua lengan terlipat di depan dada.

"Udah selesai?" Tanya Axel dengan alis terangkat

Alan mengerjapkan matanya beberapa kali "Bisa kali ketuk pintu dulu?"

"Orang ga ditutup" jawab Axel ketus.

Alan sudah tau dari raut wajah Axel, pasti dia mau ngomel.

"Kamu boleh ke bawah duluan ga? Aku mau ngobrol sama Axel bentar" ucap Alan sambil memegang satu bahu Aretha

Gadis itu mengangguk pasrah, daripada dia jadi bulan-bulanan nya Axel kan?

Setelahnya ia pergi, dan Axel langsung menutup pintunya.

"Oke, pertama-tama—"

"Lo tau ga sih gue marah sama lo?" Potong Axel

"Ta...u?"

"Bisa-bisanya gue tau lo mau pergi ke Singapura dari orang lain?! DAN LEBIH PARAH LAGI ORANGNYA ITU GILANG!" Axel berseru karena kesal "Persahabatan kita gini doang, Lan?"

"Lo lebay sumpah—"

"LO AJA YANG GA MENGHARGAI GUE SEBAGAI TEMEN LO!" Axel nyolot "Sekarang lo lebih deket sama Gilang, hah?! Jawab!!!!"

"Duduk dulu deh mending—"

"GA MAU! GUE LAGI MARAH!"

Alan menghela nafas, kemudian menggaruk belakang lehernya yang tak gatal.

"... Ya udah sorry. Jangan marah-marah mulu kenapa sih?"

"GIMANA GA MARAH?????????"

"Xel, sekali lagi lo pake nada tinggi gue marah ya?" Ancam Alan sambil menunjuk Axel

Lelaki itu akhirnya diam, kemudian menarik nafas sambil membuang muka.

"Duduk" Alan memindahkan kursi ke hadapannya

Axel duduk, tetapi masih enggan menatap Alan.

"Kebiasaan! Kalo ga bentak-bentak langsung silent treatment. Kayak bocah tau ga?" Alan mendecak sebal

Axel masih tetap membuang muka, mau ngambek terus ceritanya. Alan menghela nafas, lalu menatap tangan Axel yang diperban.

"... Lo sendiri juga ga cerita soal Om Tristan. Gue malah tau dari Rindu" Ucap Alan yang membuat Axel mencoba menyembunyikan tangannya

"Xel"

"Axel!"

"Woy, anjir!"

Axel menoleh dengan wajah terkejut "LO BILANG APA TADI?!"

Alan nyengir "Peace... Abis lo ga mau nengok sih! Ya udah gini aja deh... Kita baikan!"

"Lo kira gue cowok gampangan?"

Alan mengangkat satu kelingkingnya "Baikan lah... Masa gue mau ke Singapura tapi lo marah terus? Baikan ya? Ya ya ya?"

Axel menatap kelingking Alan, kemudian mengaitkannya "Anjing lu."

"Hehe... Gitu dong" Alan nyengir "Nih ya... Gue tuh ga bilang sama lo soalnya emang dadakan dan gue belum nyiapin strategi apa-apa biar lo ga ngomel"

"Alasan macam apa itu"

"Ya lo liat aja kan? Ngambek lo udah kayak anak gadisssssss" Alan mendecak sebal "Ya intinya gue bakal ke Singapura, tolong selama gue pergi jangan ngelakuin hal tolol"

"Gimana mau tolol kalo separonya lo bawa ke Singapura?"

Alan merotasikan bola mata "Ya udah. Ikhlas kan nih gue pergi?"

"Engga." Axel menggeleng "Tapi berhubung lo harus berobat... Gue bisa apa? Gue kan juga mau lo sembuh"

Alan tersenyum "Nah... Gitu dong! Ini baru Axel yang dewasa. Gue jadi ga khawatir ninggalin lo di sini"

Sebenarnya Alan masih bisa melihat kesedihan di mata Axel. Dan ia pun sama sedihnya harus meninggalkan sahabat sehidup sematinya ini di Indonesia.

Akhirnya Alan merentangkan tangan, Axel melihatnya dengan mata melebar.

"Khusus hari ini, lo boleh meluk gue" Alan sudah memasrahkan semuanya

Axel mengerjapkan mata "Beneran?"

"Iya. Hari ini doang." Tekannya

"Lo kayak gini kalo mau pergi doang" Axel mendecih

"Ya udah bersyukur aja kenap—"

BRUGH!

Axel memeluk Alan sangat erat hingga ia sedikit terdorong ke belakang. Alan agak nyesel soalnya engap juga dipeluk Axel yang otot semua.

Cklek!

"Assalam—Astagfirullahaladzim!" Gilang menutup mulutnya "YA ALLAH INI MASIH SIANG! LO BERDUA GA BISA NUNGGU MALEM KAH?!"

"Anjing ganggu aja lu!" Axel udah siap baku hantam kalo Alan ga cepet-cepet nahan.

Gilang menutup mulutnya "Gue ga nyangka... Jadi selama ini Aretha sama Rindu itu cuma kedok?" Kemudian ia berpura-pura menghapus airmata "Gue kecewa sama kalian"

"Apa sih anjir?! Lo ngajak berantem?!" Axel mengepalkan tangan

Alan menghela nafas, kemudian berdiri dan merangkul Axel serta Gilang keluar dari kamarnya.

"Dah ya, kalian berisik banget. Sumpah." Alan merangkul keduanya walau sudah sangat lelah

"Tapi lo sama Axel beneran ada apa-apa ga?" Bisik Gilang

Alan tersenyum miring, kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Gilang "Sebenernya lo lucu juga..."

"ASTAGFIRULLAH! PAIT PAIT PAIT! AING MASIH NORMAL! MASIH DOYAN AWEWE!" Gilang merinding disko, lalu langsung pergi menjauh.

"Kalau udah bosen cewek bilang ya, Lang~ Ditunggu~"

"ANJING LU LAN!" Gilang mengacungkan jari tengah

Alan tertawa terbahak-bahak, sementara Axel menggeleng heran.

"Lo ini kayaknya mulai menikmati disangka jadi pacar gue" Axel mengangkat alisnya

"Ga. Lo diem." Alan menunjuk Axel "Bisa bedain mana orang bercanda mana orang serius ga? Serem lo!"

Setelahnya Alan pergi meninggalkan Axel. Lelaki itu tertawa di tempatnya, kemudian merasa sedikit hampa setelah mereka pergi.

Apakah akan seperti ini saat tidak ada Alan?

Orang-orang berkumpul di ruang tengah. Dengan jamuan makan yang sudah seperti di film-film. Sebagian besar dari mereka sangat terkejut karena tidak tau sekaya apa seorang Dylan Seano Prambudi.

Karena Alan sangat pintar menyembunyikan kekayaannya, tidak sulit untuk membuat pesta kejutan semacam ini. Apalagi Gilang, dia kaget bukan main.

Semua orang menyempatkan diri untuk berbicara bersama Alan meski hanya sepatah dua patah kata, dan Alan pun mencoba untuk ramah karena ia harus meninggalkan kesan yang baik sebelum pergi jauh.

Meskipun Alan cuma pernah berbicara seperlunya dengan setengah kostan putri, mereka tetap diajak kemari. Dan mereka kompak membawakan hadiah untuk Alan.

"Apaan nih?" Tanya Alan ketika Rindu memberikan paperbag padanya

"Tanda damai"

Alan merotasikan bola mata "Thanks, btw."

Rindu tanpa basa-basi langsung memeluk Alan erat "... Lo jangan lama-lama ya perginya"

Alan tidak membalas pelukan itu karena terkejut.

"Soalnya gue ga tau harus bersandar sama siapa lagi kalau Axel ga ada" ucap Rindu pelan

Perlahan tapi pasti, Alan membalas pelukan Rindu dan menghela nafas "Iyaa... Jagain temen-temen gue di sini ya, jagain Axel juga."

"Pasti" Rindu mengangguk sambil melepaskan pelukannya.

Setelah itu Rindu pergi karena ia tau banyak orang yang ingin berbicara dengan Alan selain dirinya.

Dan di sinilah Alan sekarang, duduk bersama enam orang yang menjadi rumahnya selama beberapa tahun ini. Rasanya menyenangkan melihat Mark tertawa bersama lagi di tengah-tengah mereka, seperti sebuah kepingan kebahagiaan yang hilang dari hidupnya.

"Mas Alan, kalau mau makanan bikinan bunda bilang aja ya, nanti Bian kirimin ke Singapura" ucap Bian yang duduk di lantai

Alan tersenyum "Iya, Bian... Makasih yaaa"

"Eiya, bang! Berarti gue boleh make kamar lo dong?" Tanya Devin

"Ga." Alan menggeleng "Ga ada yang boleh nyentuh kamar gue ya!"

"Dih kok pelit gitu si?! Gue paling cuma mau nitip paket doang. Kamar gue penuh banget, bang. Serius!" Devin memohon dengan sangat

"Tetep engga. Lo titip aja ke siapa kek" ucap Alan yang tetap teguh dengan pendiriannya.

"Titip di bekas kamar gue aja, Vin" Mark menjawab

"Kamar lo udah ada yang nempatin keleuuusss" Gilang berseru dengan nada meledek

Mark terkejut mendengarnya "Masa? Siapa? Cepet banget?"

"Setta. Sodara tirinya Sheryl" Jelas Gilang

"Dan mantannya Aretha" Timpal Alan "Kenapa dia tau-tau masuk kostan kita sih? Ganggu aja"

"Bentar bentar... Ini pertama kali gue liat lo grumpy gini! Gemes banget!" Mark tertawa sambil menunjuk Alan

"Au ah" Alan mendecak sebal, membuat Mark semakin gemas dan memeluknya erat dari samping

"Banyakin doa di sana, Lan. Gimana mau sembuh kalo doa aja ga pernah" Ucap Ren sambil melempar Alan dengan kacang goreng

"Siap, pak ustadz" Alan mengatupkan dua tangan

"Ntar gue bantu doa dari sini deh, lo balik harus udah sembuh pokoknya." Ren mencerca "Terus kuliah lo gimana deh itu ceritanya? Ga lanjut dong? Sayang banget..."

"Ya mau gimana?" Alan mengerdikkan bahu "Yang penting sembuh dulu lah"

"Iya bener, mas! Kuliah ga usah terlalu dipikirin... Nanti pasti ada jalan kok!" Bian mengangguk setuju

Alan tersenyum, kemudian mengusap kepala Bian "Kuliah yang bener ya, Bian... Jangan jadi playboy"

"Hehe... Siap, mas" Bian mengangkat ibu jarinya

Hari itu benar-benar menjadi hari terakhir Alan di Indonesia, karena malamnya ia terbang ke Singapura. Ditemani oleh enam orang kesayangannya ditambah satu Aretha. Meski Aretha sangat sedih harus melepas Alan, gadis itu tetap memberikan senyuman paling tulus saat ia memeluk Alan untuk kali terakhir.

Dan ia tidak pernah menyangka pula bahwa saat kembali dari Singapura nanti, Alan bukanlah miliknya lagi.

Season 1 : Selesai

H A I !!!!

Season 1 resmi selesai!!! Terimakasih sudah membaca sampai di sini! Aku bakal update dua kali karena setelah ini ada chapter "7 Warna 1 Asa Awards" yang pernah baca Walk You Home kayaknya tau deh ini apa hehe~

Terus mungkin karena lagi period, aku ngerasa sensitif banget... Waktu tau Lee Haechan sakit, aku nangis sesenggukan... Masalahnya dia selama ini ketawa-ketawa terus, eh tau-tau sakit :( gimana diri ini mau tenang?????

Get well soon uri haechanie 🥺❤️

Kalian juga jangan lupa istirahat sama makan yang cukup ya :(
pokoknya ayo kita jaga kesehatan! Jangan sampe sakit!

Dan untuk kapal Hendra Sheryl, mereka resmi pacaran~ ada pesen dari Hendra, katanya "Mohon maaf walau diri ini bukan Gilang Gardapati, tapi aku bisa mencintai Sheryl sepenuh hati" ❤️❤️❤️

Ada yang mau disampaikan ke Alan, mungkin??? Hehe silahkan komen di sini, nanti Alan bales satu-satu~

Jangan lupa vote and comment yang banyak ya!!!

#40 : cowok-cowok dan pap-nya

🐯-🐢: si paling rajin nge-pap

🐼-❤️: di hatimu, he said

🦊-🧡: cantik pemandangannya

🐶-💛: pap apa tu :v

🐻-☁️: mam dulu

🐴-💚: kucing seksi

🐰-💙: paling ga ngerti nge-pap tapi tetep ganteng

🐬-🖤: Koko Devin

🐹-💜: paling handal 💅

Thank u ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

189K 8.7K 32
Aelin tidak menyangka kalau sang ibu menikah lagi dengan seorang duda, ayah Aelin meninggal dunia sekitar 3 tahun yang lalu karena serangan jantung...
62.6K 6.5K 28
Cerita ringan soal beberapa keluarga, Ada ceritanya para orang tua menghadapi anak-anaknya, dari anak yang masih kecil yang lagi sok tau-sok tau nya...
1.4K 177 10
Menceritakan tentang Winny si gadis tomboy yang jatuh cinta kepada Naje sahabatnya sejak SMP yang polosnya diluar nalar. JAEMIN X WINTER WHITORY
8.4K 957 25
Eva Adeline seorang aktris yang sedang naik daun. Memiliki karir yang bagus, penggemar yang selalu mendukungnya dan juga keluarga yang membesarkannya...