Hidup Jaemin berubah dalam semalam, sekarang dia dan kelompok kecil orang-orang kepercayaan putra mahkota tinggal di pinggiran kota terpencil yang sangat jauh dari ibukota. Mereka menjalani kehidupan yang sederhana dalam beberapa minggu. Kepala penjaga bayangan Hwang yang biasanya selalu dalam bayang-bayang terpaksa tampil dimuka umum. Dia juga yang melakukan tawar-menawar untuk membeli rumah kepada salah satu pejabat dikota kecil tersebut.
"Anda akan dikenal sebagai tuan muda, bukan lagi permaisuri pangeran. Mohon maaf atas kelancangan kami, yang mulia"
Jaemin tidak masalah mau dikenal apa saja, bahkan dia ingin berbaur dan tidak mau berperan sebagai tuan muda.
"Izinkan kami tetap melayani yang mulia"
Dikarenakan kota yang mereka datangi kecil, kedatangan Jaemin yang memiliki sekompok pelayan dengannya cukup membuat banyak mulut bergosip.
"Tuan muda kami adalah anak saudagar kaya raya" Beberapa pelayan ikut bergabung dalam pesta.
"Yang mulia! Yang mulia!" Seorang pemuda berlarian penuh gembira masuk ke halaman rumah. Terlihat beberapa pelayan mendelik ke arahnya.
"Tuan muda!" Seseorang mengingatkan.
Pemuda itu menepuk jidatnya, namun terus berlari. Sampai dia melihat seseorang yang dicarinya sejak tadi tengah berdiri didepan kamar tentu saja ada pengawal setia dibelakangnya. Otomatis pemuda itu berhenti, dia tersenyum.
"Tuan muda! Ada kabar gembira! kelinci anda telah melahirkan!"
Pemuda itu penuh semangat melambaikan tangannya.
Kepala penjaga Hwang memejamkan matanya, dia berusaha menahan rasa jengkel dihatinya. Pemuda itu, menjadi semakin kurang ajar kepada permaisuri pangeran.
"Yang Jeongin!" Penjaga Hwang berteriak menegur.
"Kepala Hwang!" Orang yang berada didepannya berganti menegurnya.
"Tuan muda" Penjaga Hwang memandangi punggung Jaemin.
Pemuda yang bernama Yang Jeongin mengabaikan teguran galak penjaga Hwang dan maju mendekati permaisuri pangeran. Dia mengulurkan tangannya dan tanpa banyak berpikir Jaemin menyambut uluran tangan itu.
"Berapa anaknya?" Jaemin bertanya.
"Ada empat yang mulia" Keduanya lalu meninggalkan kepala penjaga Hwang dibelakang. Kepala penjaga Hwang menggelengkan kepalanya, kemudian dia menyusul keduanya.
Yang Jeongin bukanlah penjaga elit, dia pemuda biasa namun memiliki kemampuan dalam bidang medis. Mungkin, atas pertimbangan itu. Putra mahkota memasukannya kedalam daftar orang yang mendampingi permaisuri pangeran. Beberapa hari yang lalu, permaisuri pangeran demam tinggi. Siang dan malam Yang Jeongin mengobatinya. Membuat ada ikatan tak kasat mata antara dirinya dan peraisuri pangeran.
"Yang mulia, aku mendengar bakpao dan tanghulu di pasar kota ini sangat enak" Bisik Yang Jeongin.
"Benarkah?" Mata Jaemin sedikit berbinar.
Anggukan antusias mengantisipasi perasaan Jaemin.
"Bisakah yang mulia menyuruh satu-dua orang agar mendapatkannya?" Sangat sulit baginya keluar rumah ditambah permaisuri pangeran baru saja sembuh.
Jaemin menepuk tangan Yang Jeongin, "Mengapa orang lain? Kita bisa melakukannya" Jaemin mengedipkan sebelah matanya. Mendengar ide berani, mau tak mau Yang Jeongin agak menoleh kebelakang. Ada siluet kepala penjaga bayangan Hwang.
Dia meneguk salivanya dengan susah payah, "Putra mahkota tidak akan menyukai hal ini, yang mulia"
"Dia seribu mil jauhnya dari sini" Jaemin menjawab cuek.
Dia agak marah, suami tercintanya mengirimnya pergi dan membiarkan dua orang selir tinggal. Walaupun dia tahu, ibukota sedang chaos. Pangeran ketiga melakukan kudeta disaat kaisar jatuh sakit, putra mahkota yang selama ini pergi berperang tidak memiliki pijakan apapun di istana dan pengadilan pasti tersudut posisinya.
Padahal Jaemin ingin menjadi pasangan sejati, yang entah itu senang maupun susah. Dia akan selalu berada disisinya. Tidak diselundupkan pergi diam-diam begini.
* * *
Beruntung penjaga Hwang sudah mengawal Jaemin sejak dua tahun silam. Jadi, Jaemin cukup mengenalnya. Dia tahu jam-jam kepala penjaga Hwang akan menjadi sedikit longgar padanya. Itu, jam tiga sore. Tepat, disaat dirinya santai membaca buku. Yang Jeongin sudah menyiapkan satu pasang pakaian miliknya, supaya Jaemin bisa memakainya.
Mengelabui semua orang, Jaemin berkata mengantuk. Kepalanya juga pusing, Yang Jeongin ikut berperan mengatakan bahwa Jaemin bisa sangat terlelap setelah minum obat. Memastikan semuanya aman, keduanya menyelinap memanjat tembok belakang rumah.
Jaemin senang bukan main saat keduanya sudah dijalan menuju pusat kota kecil ini. Sesekali dia melompat-lompat bahagia. Yang Jeongin yang melihatnya ikut-ikutan. Jadilah, keduanya tampak berperilaku aneh sepanjang perjalanan.
* * *
Sementara itu di ibukota, putra mahkota dengan gagah berani menghadapi pangeran ketiga. Perang meletus diistana kerajaan, banyak darah yang tumpah. Para pangeran sudah habis dihabisi pangeran ketiga kecuali putra mahkota yang tidak terkalahkan.
Pasukan putra mahkota tidak sampai lima ribu. Berbandig terbalik dengan pangeran ketiga yang membawa tiga ratus kavaleri dan dua ratus ribu pasukan. Namun, pasukan putra mahkota mampu memukul mundur pasukan pangeran ketiga.
Seperti sebuah keajaiban...
Putra mahkota mampu mempertahankan ibukota terutama istana berserta tahtanya. Para menteri yang memihak kerajaan segera membuat petisi mencabut gelar pangeran ketiga yang berkhianat.
"Yang mulia diberkati dewa" kanselir agung memujinya.
"Tuan terlalu memuji" Putra mahkota orang yang susah disenangkan. Ekspresinya tidak pernah terbaca. Tidak ada pula kebanggaan telah memenangkan pertempuran perebutan tahta.
Kanselir agung hendak berbicara kembali tetapi seorang datang mengabarkan kaisar memanggil putra mahkota.
Ketika putra mahkota pergi begitu saja meninggalkan kanselir agung. Kanselir agung menghela napas.
"Neonju sebentar lagi memiliki kaisar baru yang hebat. Sayang, semua itu bukan yang diinginkannya"
* * *
Hidup sebagai tuan muda Na yang kaya raya. Bukan berarti menghabiskan waktunya hanya di kediamannya saja. Terkadang, dia usil menyelinap keluar. Jangan tanya dengan siapa dirinya suka pergi. Dia malas membahasnya atau mengingatnya sementara waktu. Bercanda, siapa lagi kalau bukan putra mahkota?.
Tetapi, putra mahkota tidak pernah sekalipun mengajaknya pergi ke keramaian. Maklumi saja, sampai Jaemin begitu bahagia saat pertama kali menginjakkan kaki di pasar. Dia melihat banyak pedagang disini. Ada yang jual pakaian, jual biji-bijian, jual hasil panen, jual ternak dan banyak lainnya.
"Yang mu- maksudku tuan muda, itu! Itu disana tampaknya penjual bakpao!" Yang Jeongin menarik tangan Jaemin.
Bakpao yang baru selesai dikukus segera Yang Jeongin beli. Karena memang Yang Jeongin yang punya uang.
"Terima kasih" Yang Jeongin menarik Jaemin lagi. Keduanya harus begrgegas, jika tidak. Malam nanti, pasti penjaga Hwang menyadari ada yang salah.
"Tanghulu" Jaemin merengek sembari menunjuk penjual tanghulu tak jauh.
"Baiklah"
Disaat keduanya asyik menunggu penjual tanghulu menyelesaikan pesanan. Tiba-tiba saja terdengar ribut-ribut dan orang-orang berlari membentuk kerumunan dikejauhan.
"Sepertinya itu tempat penjual bakpao tadi" Komentar Yang Jeongin.
"Ah pasti bocah nakal itu lagi" Celetuk penjual tanghulu.
Kening Yang Jeongin mengeryit.
"Bocah?"
"Ah... Ada bocah nakal yang setiap harinya mencoba mencuri makanan. Satu-dua kali orang masih kasihan. Kalau setiap hari? Kasihan, anak itu pasti dihajar habis seperti terakhir kalinya" Penjual tanghulu mengendikkan bahunya.
"Ooh" Yang Jeongmin pun tak ambil pusing. Sementara Jaemin menoleh, dia bisa melihat punggung orang-orang yang bersorak menyaksikan yang kemungkinan besar adegan pemukulan disana.
"Nah, sudah selesai tuan" Penjual tanghulu menyerahkan tanghulu yang baru selesai dibuatnya ke Yang Jeongin.
"Tuan muda tolong pegang dulu" Yang Jeongin mencoba menghitung peraknya.
"Tuan" Penjual tanghulu memanggil, Yang Jeongin pun mendongak.
"Ya?"
"Tampaknya teman anda pergi ke sana" Penjual tanghulu menunjuk ke kerumunan yang ramai.
Yang Jeongin terperanjat, dia menoleh. Benar saja dia bisa melihat permaisuri pangeran tengah berjalan mendekati kerumunan.
"Yang mulia! Ah tuan muda! Tunggu aku!" Yang Jeongin berlari mengejarnya. Sedangkan tanghulu yang dipesan tidak dibawa maupun sempat dibayar membuat penjual tanghulu tertegun.
Jaemin berjalan dan berpura-pura tidak mendengarkan teriakan Yang Jeongin. Dia yang bisa melihat seorang anak yang dipukuli melalui celah-celah kaki para penonton.
Deg
Bocah itu menatap Jaemin dengan tanpanya emosi sebelum menunduk kembali karena dihajar.
"Berhenti!!" Jaemin berteriak, menghentikan aksi penjual bakpao yang terlihat bersemangat memukul bocah itu.
"Pelanggan?" Penjual bakpao terheran-heran.
Kerumunan juga mendadak hening.
"Jangan memukulinya lagi!" Jaemin maju.
"Dia mencuri, kau tidak bisa membelanya" Penjual bakpao memperingati.
"Akan kuganti" Jaemin melirik bocah yang masih duduk sambil menunduk.
"Dia tidak hanya mencuri hari ini saja" Penjual bakpao tak mau menyerah.
"Semuanya, semuanya akan kuganti apa yang telah dia curi selama ini" Jaemin kemudian berbalik. Dia melambaikan tangannya pada Yang Jeongin yang terengah-engah mengejarnya.
"Kau punya banyak uangkan?" Tanya Jaemin, Yang Jeongin cemberut. Terpaksa Yang Jeongin menyerahkan kantong uangnya.
Jaemin melemparkan kantong uang itu ke penjual bakpao.
"Semoga itu cukup"
Menghitung uang didalam kantong uang. Penjual bakpao tersenyum lebar, dia menendang anak itu.
"Kau cukup beruntung hari ini"
Setelah itu, penjual bakpao kembali ke tempat jualannya dan penonton yang kehilangan tontonan segera menggerutu sebelum membubarkan diri.
"Nak, kau cukup dermawan. Tetapi, kau harus tau. Anak yang kau tolong adalah anak iblis" Seorang ibu-ibu mendekati Jaemin.
"Anak iblis?" Jaemin bingung.
"Tentu, mana ada anak manusia berperilaku senakal ini. Berhati-hatilah dalam menolong orang" Ibu-ibu itu menepuk bahu Jaemin.
"Hei Nak" Yang Jeongnin berjongkok didekat anak itu, "Kau tahu? tuanku sudah membantumu dengan menghabiska uang kami. Jadi, setidaknya berterima kasihlah kepadanya"
Anak itu mengangkat kepalanya, dia memandangi Yang Jeongin yang berwajah masam. Kemudian mengalihkan pandangannya ke samping. Awalnya itu sepasang kaki, semakin dia mengangkat kepalanya.
Dia menemukan seorang pemuda tampan yang juga memandanginya.
Wusssshhhhhhh....
Mendadak angin kencang berhembus... dan langit berubah mendung. Yang Jeongin merasa aneh, dia berdiri dan menyaksikan fenomena alam yang abnormal. Semuanya masih cerah beberapa detik lalu...
"Dia..." Anak itu mengangkat tangannya dan menunjuk Jaemin.
"Adalah dewi bunga..."
CTAAAAARRRRRRRR