India.
Disinilah tempat Daniza mendarat setelah melakukan perjalanan selama berjam-jam di atas pesawat. Di negara yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi. Karena tuntutan pekerjaan, dirinya berada disini.
"Apa yang kamu lihat, masuk." Ucap Aarav memudarkan lamunan Daniza yang sedang menatap takjub isi dalam mansion-nya.
Daniza gelagapan, dan mengangguk sebagai balasan. Sedikit malu ketika Aarav memergokinya tadi. Ia pun melangkahkan kedua kakinya, mengikuti langkah kaki Aarav yang sudah beberapa langkah berada di depannya.
"Daniza kamarmu ada di kamar tamu. Kamu tidak keberatan jika harus tinggal bersama kami? Atau kamu ingin kami memesankan sebuah hotel untukmu?" Tawar Dyra pada Daniza yang berdiri di hadapannya.
"Saya merasa terhormat dapat tinggal bersama dengan keluarga Bu Dyra. Bu Dyra tidak perlu repot-repot seperti itu, saya dapat menyesuaikan diri." Balas Daniza tersenyum ramah atas tawaran yang Dyra berikan.
"Baiklah, senang mendengarnya. Dan Dion untukmu juga begitu. Kamu akan tinggal disini bersama kami. Kuharap tidak ada sesuatu yang terjadi." Pesan Dyra penuh makna pada Dion yang berdiri di samping Aarav.
"Mom.." balas Aarav yang mengerti maksud dari perkataan Mamanya itu.
"Baik Tante, tidak akan ada masalah. Jaminan langit bumi." kata Dion sembari menyengir.
***
"Good morning Mom!" Sapa Aarav pada Dyra yang sudah terlebih dahulu hadir di meja makan. Ia lanjut mendudukkan tubuhnya, siap untuk menyantap sarapannya pagi hari ini.
"Morning son!" Sapa Dyra sembari tersenyum. "Papa mu mungkin akan tiba nanti malam." Lanjutnya.
Aarav mengangguk mengerti. Ia pun memilih untuk fokus memakan paratha yang sudah di persiapkan untuknya.
"Aarav ayo kita pergi berjalan-jalan." Ajak Dion menggoyang-goyangkan lengan Aarav agar pria itu mau menuruti permintaannya.
"Ekhm." Dehem Dyra yang melihat interaksi yang terjadi di antara Aarav dan Dion.
"Tante setuju bukan, jika Aarav mengajak ku untuk berjalan-jalan?" Tanya Dion kemudian beralih menatap Dyra yang duduk tidak jauh dari tempatnya berada.
"Tidak masalah, tapi yang menjadi masalah itu jika kalian pergi berdua saja."
"Mom.." sela Aarav yang mengerti maksud perkataan Mamanya itu. Sementara Dion mengernyitkan dahinya, sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataan dari Mama dari sahabatnya itu.
"Daniza! Ya Daniza akan ikut dengan kalian! Dia juga pasti ingin berkeliling dan melihat bagaimana Mumbai itu. Benar begitu Daniza?"
"Bu tapi bukankah hari ini aku harus memberitahu beberapa konsep kepada anda?" Tanya Daniza.
"Kamu bisa memberi tahu itu nanti malam. Sekarang pergilah jalan-jalan dan mungkin berbelanja jika ada sesuatu yang menarik bagimu." Menjeda. "Aarav, kamu akan mengajak Daniza juga untuk ikut bersamamu." Lanjutnya.
Aarav memilih diam, dan mengikuti semua perintah dari Mama nya itu.
***
"Aarav haruskah kita menyoba beberapa makanan yang terjual disini?" Tanya Dion pada Aarav yang berjalan di sampingnya.
Saat ini Aarav, Dion, dan Daniza sedang blusukan ke pasar. Ini semua permintaan Dion. Pria itu ingin mencoba beberapa makanan, dan membeli beberapa barang sebagai oleh-oleh. Alasan Dion memilih pasar, karena baginya harganya mungkin akan lebih terjangkau jika di bandingkan dirinya membeli di toko-toko.
"Terserah." Balas Aarav menyerahkan semuanya kepada Dion.
Dion mengangguk mengerti. Ia pun melanjutkan perjalanan untuk memasuki area pasar lebih dalam lagi.
Langkah kaki mereka bertiga terhenti di sebuah tempat yang menjual beberapa manisan. Kebetulan tempatnya lumayan ramai dikunjungi oleh beberapa orang, sehingga menyebabkan mereka harus mengantri untuk membeli.
"Aku akan mengantri, kalian tunggulah disini." Ucap Dion, kemudian mendekat kearah keramaian hendak mengantri.
Aarav mengangguk sebagai balasan. Ia juga tidak begitu menyukai keramaian. Ia malah dengan senang hati jika hanya di suruh menunggu, daripada ikut berdesakan dengan para pembeli lainnya.
Sementara menunggu Dion mengantri, tanpa sengaja netra Aarav melihat seekor kucing yang mendekat kearahnya. Bahkan kucing itu dengan manjanya mengusel-usel wajahnya pada kaki Aarav. Melihat itu, Aarav berjongkok dan berniat untuk bermain dengan kucing tersebut.
Daniza yang melihat itu menyunggingkan senyumnya. Boss-nya yang terlihat galak itu ternyata terlihat sedikit menggemaskan, ketika sedang bermain dengan kucing seperti itu. Mengingat dirinya yang membawa kamera, ia memilih untuk memotret Aarav diam-diam dan berniat untuk mengabadikan momen tersebut.
Aarav menolehkan pandangannya ke samping, ketika mendengar suara jepretan kamera dari arah sampingnya. Ternyata itu Daniza yang baru saja memotret dirinya. Bahkan kini, wanita itu tersenyum manis kearahnya.
Setelah Daniza memotretnya tadi, Aarav langsung menegakkan tubuhnya kembali. Dan memilih untuk tidak berkomentar apapun.
"Cute." Gumam Daniza tersenyum melihat hasil jepretannya. Niatnya untuk memotret diam-diam ternyata di tahu oleh boss-nya itu. Namun tak apa, lagipula Aarav tidak marah bukan?
Aarav mendengar itu, tapi ia sengaja menulikan pendengarannya.
Sesaat kemudian, Dion datang dengan membawa sekotak ladoo di tangannya.
"Manisan ini begitu di kenal semua orang, jadi aku membelinya. Ayo, kalian juga mencobanya." Seru Dion menyodorkan sekotak ladoo yang berada di tangannya kearah Aarav dan Daniza.
"Kalian makanlah, tanganku kotor karena tadi sempat bermain dengan kucing. Lagipula aku sudah pernah memakan ladoo." Ucap Aarav, menolak ladoo pemberian Dion.
"Kamu membelinya di toko ini juga?"
Aarav menggeleng sebagai jawaban.
"Lantas cobalah."
"Rasanya akan sama saja. Seperti ladoo pada umumnya."
"Tidak akan sama persis. Mungkin saja disini lebih enak dibandingkan tempat mu membeli sebelumnya. Ayo cobalah, sepotong saja."
"Sudah ku bilang tanganku kotor."
"Daniza suapi dia."
"Aku?" Daniza menampilkan ekspresi terkejut. Bagaimana tidak, Dion baru saja menyuruhnya untuk menyuapi Aarav. Aarav! Imagine!
"Mengapa kamu menyuruhnya?"
"Lalu bagaimana pemikiran orang-orang jika aku yang menyuapimu? Kita sama-sama pria, mereka pasti akan berfikir yang tidak-tidak. Lagipula jika itu Daniza, itu mungkin akan terlihat normal."
Aarav diam, tidak mempunyai balasan apapun atas perkataan Dion tadi.
"Sir may i?" Izin Daniza sopan menyodorkan sepotong ladoo pada Aarav.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Aarav sedikit membuka mulutnya. Membiarkan Daniza menyuapinya untuk kali ini saja.
"Kalian terlihat serasi." Goda Dion melihat interaksi yang terjadi di antara Aarav dan Daniza.
-
-
-
Setelah acara menyuapi ladoo tadi, Aarav, Dion, dan Daniza melanjutkan perjalanan mereka untuk membeli beberapa barang atau mungkin makanan lainnya.
"Sir." Panggil Daniza seraya mencekal pergelangan tangan Aarav.
Aarav berbalik badan, menatap Daniza sembari menaikkan kedua alisnya seolah bertanya 'ada apa?'.
"Sir lihatlah itu terlihat sangat indah." Daniza menunjuk kearah sebuah kain saree yang terpajang di sebuah manekin.
"Tertarik?"
Daniza mengangguk antusias sebagai balasan. "Sir aku ingin mencoba itu, seperti wanita-wanita yang ada disini."
"Belilah."
"Sir sebenarnya aku sedikit malu. Jadi apa aku boleh meminta izinmu untuk menemani ku membeli kain saree itu?"
Aarav diam, kemudian netranya ia beralih menatap Dion yang ternyata berada beberapa langkah di depannya. Pria itu tidak ikut berheni. Sepertinya tidak menyadari, bahwa ia berhenti berjalan.
"Ayo." Ajak Aarav mengajak Daniza untuk mendekat kearah penjual kain saree yang Daniza inginkan. Ia mengabaikan Dion yang berjalan seorang diri.
"Permisi Bibi, berapakah harga kain saree ini?" Tanya Aarav seraya menunjuk kain saree yang Daniza inginkan.
"Itu 1.000 rupee nak." Jawab sang penjual.
"Aku ingin membelinya. Tolong bungkuskan untukku." Sang penjual pun mengangguk.
"Sir aku ingin memakainya sekarang."
"Ha?" Tanya Aarav cengo mendengar permintaan Daniza.
"Sir disitu ada ruang ganti, aku ingin memakainya sekarang. Aku tidak sabar untuk mencobanya. Please sir.." Daniza menggapai sebelah tangan Aarav, dan di genggamnya dengan menggunakan kedua tangannya. Memohon agar Aarav mau menuruti permintaannya.
"Bibi tidak jadi di bungkus, dia ingin memakainya langsung. Dan dia ingin memakai kamar ganti nya."
"Nak mengapa kamu memanggil istrimu dengan panggilan 'dia'. Akan terdengar lebih bagus, jika kamu memanggilnya dengan panggilan istriku."
Mendengar itu Aarav terdiam sesaat. Ia beralih menatap Daniza, yang tersenyum manis kearahnya.
Daniza tidak tahu apa yang terjadi, di karenakan Aarav dan Bibi penjual saree berbicara dengan menggunakan bahasa Hindi. Sementara dirinya tidak mengerti, satu kata pun ia tidak mengerti.
"Ayo, biar aku memakaikan saree ini untuknya." Sepertinya Bibi penjual saree itu menyadari bahwa Daniza bukan wanita asli India.
"Sir apa yang Bibi itu katakan?"
"Dia akan membantumu memakai saree itu."
"Benarkah?" Daniza tersenyum, ia sangat antusias mengenakan kain saree untuk pertama kalinya. Lalu ia pun, mengikuti langkah kaki bibi penjual saree yang mengajaknya masuk ke sebuah bilik ganti.
Sekitar lima belas menit, Daniza keluar dari bilik ganti. Seperkian detik Aarav terpana melihat penampilan Daniza saat ini. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan kain saree merah yang melilit di tubuhnya. Rambutnya yang sebelumnya ia ikat, kini tergerai bebas tertiup angin.
"Thank you." Ucap Daniza tersenyum manis pada bibi penjual kain saree karena sudah mau membantunya memakai kain saree yang ia inginkan.
"Tum bahut sundar hai." Balas bibi penjual kain saree ikut tersenyum.
*Kamu sangat cantik
"Terima kasih banyak, ini bayarannya saya pamit pergi." Ujar Aarav kemudian mengajak Daniza untuk segera pergi.
"Sir apa yang Bibi itu katakan tadi padaku?" Tanya Daniza sedikit ingin tahu apa yang Bibi penjual saree itu katakan pada dirinya.
"Bukan apa-apa." Jawab Aarav.
"Sir.. aku hanya ingin tahu."
"Daniza shut up, okey?"
Daniza mengerucutkan bibirnya. Mengapa Aarav tidak mau mengatakan apa yang Bibi itu katakan padanya. Apakah itu sebuah rahasia? Sampai Aarav tidak mau mengatakannya. Bahkan sekarang boss-nya itu malah memarahinya.
***
"Sir bagaimana dengan pak Dion? Kita tertinggal jejaknya." Ucap Daniza pada Aarav.
Sekarang Aarav dan Daniza sudah berada di dalam mobil. Sedang dalam perjalanan pulang. Namun, Daniza baru menyadari bahwa Dion menghilang. Karena antusias ingin memakai saree, ia tidak menyadari kemana perginya Dion saat ini.
"Biarkan saja, dia tahu jalan pulang. Sekarang mungkin sudah sampai rumah." Balas Aarav memfokuskan pandangannya pada jalan raya yang di depannya.
Daniza pun hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
-
-
-
"Sir ini kita dimana?" Tanya Daniza ketika mobil Aarav berhenti di sebuah tempat. Bukan Mansion milik pria itu. Daniza melihat sekeliling ada begitu banyak para wanita yang duduk melingkar, mengerjakan beberapa pekerjaan bersama. "Pemukiman siapa ini sir?" Tanyanya kembali.
"Ayo turun." Ajak Aarav sembari melepas sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya. Mengabaikan pertanyaan yang Daniza ajukan.
Daniza pun hanya menurut, dan mengikuti kemana langkah kaki Aarav membawanya.
Setelah berjalan selama dua menit, langkah kaki Aarav berhenti di depan sebuah pintu rumah seseorang yang tertutup rapat. Tanpa menunggu lama, ia langsung menekan tombol bel yang berada di dekat pintu rumah tempatnya berdiri saat ini.
"Sir lihatlah bukankah itu terlihat sangat indah?" Tunjuk Daniza kearah sebuah design rangoli yang berada di sampingnya. Ia pun berjongkok untuk melihat lebih dekat rangoli tersebut.
Aarav mengikuti kemana arah tunjuk Daniza, dan ia pun mengangguk kecil sebagai balasan. Ia pun beralih menatap pintu, yang masih saja belum terbuka. Apakah tidak ada orang di dalam? Pikirnya kemudian.
"Sir apakah aku sudah terlihat seperti wanita India sepenuhnya?" Tanya Daniza dengan senyuman manisnya.
Mata Aarav lantas membola ketika melihat penampilan Daniza saat ini. Ia terkejut melihat apa yang tersaji di hadapannya saat ini.
"Apa yang kamu lakukan?!" Tanya Aarav kemudian menarik tangan Daniza untuk berdiri. Bagaimana tidak terkejut, saat melihat wajah Daniza pandangannya salah fokus menatap kearah belahan rambut wanita itu. Tepat di belahan rambut Daniza, terdapat sedikit bubuk merah yang Aarav pikir Daniza mengambilnya dari hiasan rangoli tadi.
"Sir maaf, tapi aku tidak merusak designnya. Aku hanya mengambil bubuk merah itu sedikit. Lihat hanya sedikit." Balas Daniza kemudian menunjuk belahan rambutnya. Padahal design rangoli itu tidak rusak, tapi mengapa Aarav sampai terkejut dan memarahinya seperti itu.
"Bukan itu yang aku permasalahkan, tapi-"
Ucapan Aarav terhenti seketika, karena pintu yang tadinya tertutup rapat terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya itu pun terkejut mendapati Aarav berdiri di balik pintu rumahnya.
"Aarav putraku!" Seru wanita paruh baya tadi, langsung merengkuh tubuh Aarav ke dalam pelukannya.
"Amma." Balas Aarav kemudian mengecup sekilas puncak kepala wanita paruh baya yang kini sedang memeluknya itu.
"Amma merindukan mu nak."
"Aarav juga."
Wanita paruh baya yang Aarav panggil dengan sebutan Amma tadi melerai pelukannya. Ia pun beralih menatap kearah Daniza yang berdiri di samping Aarav.
"Sudah lama tidak berkunjung, kamu ternyata membawakan aku seorang menantu."
"Amma dia bukan istriku."
"Lalu istri siapa yang kamu bawa?"
"Wanita ini bahkan belum menikah."
"Sir apa ada masalah?" Tanya Daniza sedikit berbisik. Ia seperti orang bodoh saat ini, tidak tahu apa yang Aarav dan wanita paruh baya yang Aarav panggil dengan sebutan 'Amma' itu bicarakan.
"Masalahnya adalah dirimu. Mengapa kamu menaruh bubuk merah itu di kepalamu seperti itu?"
"Aku melihat di sekitar para wanita mengenakan ini belahan kepala mereka. Jadi aku hanya mengikutinya. Sir, aku mencoba untuk menjadi wanita India sepenuhnya." Jawab Daniza dengan raut wajah polosnya. "Lihat bahkan bibi ini juga mengenakannya, jadi dimana letak kesalahan ku?" Lanjutnya ketika ia melirik kearah Amma yang mengenakan bubuk merah juga di belahan kepalanya.
"Amma jelaskan padanya, aku lelah." Setelah berkata demikian, Aarav melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Merasa sedikit gerah, karena udara di luar cukup panas.
"Come in." Ajak Amma dengan senyumannya mengajak Daniza untuk masuk ke dalam rumahnya menyusul Aarav yang sudah masuk terlebih dahulu.
Daniza tersenyum dan mengangguk sopan.
"Minum, kamu pasti merasa gerah." Amma menyerahkan segelas air putih dingin pada Daniza setelah wanita itu mendudukkan tubuhnya di atas sebuah sofa.
"Thank you." Balas Daniza tersenyum, menerima sodoran air putih dari Amma.
"What's your name?"
"My name's Daniza."
"Daniza.. tum bahut sundar hai."
"Bolehkah aku bertanya apa arti dari kalimat yang Bibi ucapkan tadi?"
"Kamu sangat cantik."
Ah got it! Ternyata itu maksud dari perkataan bibi penjual saree tadi. Kalimat sederhana, tapi mengapa Aarav tidak mau memberitahukan artinya padanya.
"Thank you."
"Kamu bukan asli sini bukan?"
"Iya, aku dari Indonesia. Pak Aarav adalah boss ku."
"Amma pikir kamu adalah istri dari Aarav."
"Tidak bibi, aku hanya bekerja padanya."
"Oh ya, kamu tidak boleh memakai bubuk merah itu di belahan rambut mu seperti itu."
"Memangnya kenapa bibi? Bukankah para wanita yang duduk di sekitaran rumahmu mengenakan ini di belahan rambut mereka? Bahkan bibi juga mengenakannya. Lalu mengapa aku tidak bisa? Apakah aku harus melakukan sebuah ritual agar aku bisa memakainya?"
Amma mengangguk, kemudian berkata. "Ritual pernikahan."
"Jadi aku harus menikah terlebih dahulu, baru aku bisa memakainya?"
"Benar Nak. Bubuk merah yang kamu kenakan di belahan rambutmu itu, orang akan menganggapnya sebagai sindoor. Sama seperti kalung ini." Amma mengangkat mangalsutra yang ia kenakan, dan menunjukkannya pada Daniza sebelum melanjutkan perkataannya. "Kalung ini adalah mangalsutra. Sindoor dan mangalsutra, adalah simbol bagi wanita yang sudah menikah. Jadi kamu tidak bisa memakainya sembarang seperti ini."
Oh pantas saja. Sekarang Daniza baru mengerti semuanya. Ternyata India adalah negara yang sangat unik, memiliki berbagai macam tradisi dan budaya.
"Apa kamu mendengar itu?" Sahut Aarav yang duduk di seberang tempat Daniza berada.
"Yes sir." Balas Daniza seadanya.
"Kalian ingin makan siang disini? Jika iya Amma akan membuat makanan lebih."
"Tidak Amma, aku harus segera kembali. Aku merindukanmu, jadi aku datang untuk menemuimu."
"Putraku yang manis." Amma tersenyum, lalu memeluk tubuh besar Aarav sekilas.
"Amma berarti ibu bukan? Apakah Pak Rio mempunyai dua istri?" Tanya Daniza lagi-lagi dengan tampang polosnya.
Mendengar pertanyaan dari Daniza, tawa Amma langsung terdengar.
Melihat Amma yang malah tertawa, Daniza menggaruk lehernya yang tidak gatal. Apakah ada yang salah dari pertanyaannya?
"Amma adalah wanita yang mengasuhku saat kecil dulu. Aku memanggilnya Amma, karena dia sudah seperti ibu kandung ku." Ucap Aarav menjawab pertanyaannya dari Daniza sebelumnya.
"Ibu kandung Aarav adalah Bu Dyra, Amma hanya seorang wanita yang dulu bekerja sebagai pengasuhnya saat masih kecil. Dan Pak Rio, dia hanya mempunyai satu orang istri." Timpal Amma agar Daniza tidak salah paham.
"Maaf, aku tidak tahu." Cicit Daniza pelan sembari tersenyum kikuk.
"Dia wanita yang sangat manis, Amma menyukainya Aarav." Ujar Amma pada Aarav yang duduk di sampingnya.
Aarav hanya diam, tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Sementara Daniza hanya menyimak. Saat Amma dan Aarav berbicara, mereka berdua menggunakan bahasa Hindi. Jadinya, ia tidak dapat mengerti apa yang mereka bicarakan. Mengapa Amma tidak menggunakan bahasa Inggris saja, seperti yang ia lakukan padanya. Dengan begitu, ia dapat mengerti. Bagaimana pun, itu semua terserah Amma sebenarnya.
"Ayo kita pulang." Ajak Aarav setelah beberapa saat terdiam. Ia pun bangkit dari duduknya, bersiap untuk pergi.
Daniza mengangguk sebagai balasan.
"Amma aku pamit, besok aku akan kemari jika sempat." Pamit Aarav. Ia pun lanjut berjongkok menyentuh kaki Amma sekilas, untuk meminta berkah wanita itu.
"Selalu berbahagia putraku. Oh ya, ajak Daniza juga okey?"
Aarav tidak mempunyai balasan lain, selain menganggukkan kepalanya.
"Bibi aku pamit pulang." Ucap Daniza. Kemudia tanpa di duga, ia ikut menunduk dan menyentuh kaki Amma sekilas. Sama persis seperti yang Aarav lakukan sebelumnya.
"Astaga, Nak.. berbahagialah selalu. Baik-baik dengan Aarav, dan jangan lupa datang lagi kemari." Amma menangkup wajah Daniza menggunakan kedua tangannya. Ia tersenyum, kemudian memajukan wajahnya dan mengecup kening Daniza sekilas. "Semoga tidak ada mata jahat yang mendekat." Lanjutnya kemudian mengoleskan noda khol di belakang telinga Daniza.
Daniza tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya.
TBC
Bonus pic
Aarav
Daniza
Dion
Aarav-Daniza
Dion-Daniza