بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum wr.wb
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
⚠Kalo ada kesalahan tolong ingatkan⚠
🍀Tolong di vote sama komen yah☘️
Komennya di setiap paragraf kalo bisa hehe😁
🐈Tandai typo🐈
《DIAZZENA》
♡
♡
♡
+62xxxx
+62xxxx :
Assalamualaikum, Zen. Saya Alma, save kontak saya, yah.
+62xxxx :
Diaz besok kerja?
Kalo iya boleh saya main kerumah kamu?
Saya belum pernah ke sana loh.
"Dapet nomor Zena dari mana?" batin Zena bertanya-tanya.
Zena :
Waalaikumussalam Alma kamu tau nomor aku dari mana?
Kalo mau kesini silahkan tapi suami aku kerjanya lebih sering dirumah. Kalo kamu mau ya kesini aja, palingan juga diusir sama my husband🤣
Di sana di tempatnya bekerja Almara meremas ponselnya kuat setelah membaca balasan pesan dari Zena. "Kurang ngajar ya lo, kalo ketemu bakal gue bejek-bejek," kesal Almara seraya memukul meja kerjanya.
"Semakin kesini lo semakin berani sama gue!"
Umpatan-umpatan terus dilontarkan oleh Almara. Dirinya kesal, karena Zena berani padanya.
Sedangkan perempuan yang baru saja membalas pesan itu terkikik geli sambil memakai kaus kaki berwarna navy. Kaus kaki sudah terpakai, Zena kembali turun untuk menemui suaminya dan berjalan menuju masjid.
Diperjalanan menuju masjid banyak penjual jajan seperti telur gulung, kue ape, bakso ikan dan lain sebagainya. Mata Zena tertuju pada telur gulung yang sepertinya terlihat sangat enak.
"Mau jajan, hm?" tanya Diaz. Memang peka laki-laki ini.
"Boleh?" tatapan matanya begitu lucu.
"Boleh, Sayang, tapi jangan lama-lama, yah."
"Siap." Zena melepaskan genggaman tangan Diaz lalu mendekat ke penjual telur gulung.
"Bawa uang gak?"
Zena menggelengkan kepalanya, "lupa."
Suaminya itu merogoh saku jubah yang ia kenakan, Diaz tadi sempat memasukkan uang pecahan dua puluh ribu ke dalam sakunya itu. Ia berikan uang tersebut kepada Zena.
"Terima kasih, Sayangku."
"He'em."
"Pak, telur gulungnya sepuluh yah. Aa' mau gak?"
Diaz menggeleng.
"Yaudah sepuluh aja, ya, Pak."
"Siap, Neng."
"Kakaknya itu, Neng?" lanjut sang penjual bertanya kepada Zena.
Zena tersenyum menampilkan gigi ratanya, "itu suami saya, Pak."
"Oalah, mukanya mirip dikira saya adik kakak."
"Nggak, Pak," balas Zena ditambah dengan cengiran khasnya.
"Muka si Nengnya kayak masih SMA."
"Bisa aja Pak, saya kuliah, Alhamdulillah tadi siang abis sidang skripsi."
"Alhamdulillah ya Neng, bapak juga lagi biayain anak kuliah, berat ya Neng, penghasil gak nentu kayak gini cuma jualan telur gulung," curhat penjual tersebut seraya memasukkan telur gulung yang sudah digoreng itu kedalam plastik.
"Bukan masalah biaya kuliahnya yang mahal, tapi kebutuhan sehari-hari nya, Neng. Biaya kuliah di kampus anak saya Alhamdulillah nya sesuai dengan pekerjaan orang tua, dan saya masih bisa ngumpulin dulu yah sebelum bayar semesteran."
Zena terdiam mendengarkan curahan hati bapak tersebut. "Bapak sehat-sehat, semoga rezeki nya lancar, anak bapak sukses ya, Pak."
"Aamiin, terima kasih banyak Neng," bapak itu memberikan plastik yang berisi telur itu kepada Zena.
"Terima kasih kembali, Pak."
Diaz yang sedari tadi menyimak percakapan istrinya dengan bapak penjual itu sedikit terenyuh, dan ia mengambil uang yang dari saku nya lagi yang jumlahnya lebih besar dan ia berikan kepada bapak tersebut.
Bapak tersebut tersenyum, lalu memberikan kembalian.
"Gak udah dikembaliin, Pak," ucap Diaz.
"Tapi ini kebanyakan."
"Gak apa-apa, Pak."
Zena memandang Diaz sambil tersenyum.
"Terima kasih banyak, Neng, A', semoga dilancarkan yah segala urusannya," ujar bapak mendoakan suami istri ini.
"Aamiin. Sama-sama, Pak. Lumayan yah buat jajan anaknya besok ke kampus," timbal Zena.
"Iya, Neng."
"Ayo, Sayang," perempuan itu kembali menautkan jari jemarinya pada sang suami, keduanya melanjutkan perjalanan menuju masjid. Berharap acara pengajian belum dimulai, karena sudah lewat dari lima belas menit dari waktu yang ditentukan.
♡♡♡♡♡
Pukul 19.00 WIB
"A' ayo makan Korean food yang di deket mall itu," ajak Zena menarik-narik kaus hitam yang Diaz kenakan. Suaminya itu sedang memfokuskan pandangannya pada laptop.
"Mau banget, hm?" tanya Diaz.
"Banget, banget, banget."
"Yaudah, ayo."
"Yes, abis itu kerumah bunda, yah. Zena pengen nginep, udah lama gak tidur disana. Boleh gak?"
"Boleh kalo mau nginep, tapi saya pulang yah. Besok Anna sekolah."
"Atuh ikut aja tidur disana, bawa baju-baju nya."
"Kalo nginepnya hari libur aja mau gak?" saran Diaz. Karena jika Anna harus menginap khawatir merepotkan mertuanya.
Zena mengetuk jari telunjuknya di dagu. "Sepertinya bukan ide yang buruk."
"Okey, sekarang kamu siap-siap, kita pergi sekarang," laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya.
Dengan penuh semangat Zena mengangguk dan berjalan menuju kamarnya.
"Anna jangan lupa di kasih tau!" teriak Zena sebelum memasuki kamar.
"Muhun, geulis."
Setelah semua anggota siap, mereka segera meluncur ke tempat tujuan, walaupun ini bukan malam minggu tapi rasanya sangat bahagia.
"Aa' Zena bikin kebawa di konveksi Aa' boleh, gak?" tanya Zena. Kali ini ia ingin memakai kebaya yang simple tetapi terlihat cocok baginya.
"Nanti Zena bayar deh."
"Gak usah bayar, itu juga kan punya kamu."
"Eh, nggaklah, toko baju, kantor semuanya punya Aa' sama Anna, Zena mah gak punya hak."
"Yang punya saya punya kamu juga."
"Nggak," bantah Zena.
"Yaudah, terserah kamu aja."
Di kursi belakang Anna menyaksikan tingkah kakaknya.
"Bahannya Zena punya, dapet dibeliin bunda."
"Ya, bawa aja besok, kita langsung ke tempat konveksinya."
"Oke, makasih, Sayangku," perempuan itu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami.
"Hadeh." Anna frustasi, sudah sangat sabar Anna melihat keromantisan pasangan itu setiap hari. Ia tidak pernah melihat mereka ribut besar, paling sering meributkan hal yang sama seperti, 'biar aku aja', 'saya aja' begitu lah.
Malas melihat keromantisan pasangan di depannya Anna memilih untuk memainkan ponselnya.
♡♡♡♡♡
Diikuti laki-laki sampai ke kost-an adalah ketakutan yang Celin alami hari ini. Bagaimana tidak? Sedari tadi Arka mengikutinya, menunggunya sampai selesai bekerja dengan dalih mengerjakan skripsi di cafe.
Tepat di depan pintu gerbang kost nya, gadis itu menghentikan motor dan menatap tajam Arka dengan napas yang menggebu. Terlihat Arka yang mengendarai mobil. Celin seperti sedang di kawal oleh bodyguard yang mengantar putri kesayangan yang berpergian mengendarai roda dua. Tapi menurut Celin, ia bagaikan gadis yang diincar untuk diambil organnya.
Celin berkacak pinggang di depan mobil Arka, lalu ia memukul bagian depan mobil laki-laki tersebut. "WOY KANTONG KRESEK INDOMARET TURUN LO!" teriak Celin, tidak peduli dengan orang-orang sekitar.
Arka turun dengan santainya dan menghampiri Celin.
"Aaawww, sakit anjir!" pekik Arka ketika Celin menarik telinga Arka layaknya anak kecil yang dimarahi ibunya.
"Mau lo apa sih, sat? Gue gak nyaman diikutin kayak gini!" amarah Celin benar-benar sudah diujung tanduk.
"Gue mau lo jadi pacar gue," balas Arka santai seraya mengusap telinganya yang memerah.
Ketika mendengar ungkapan Arka, sontak Celin tertawa. "Bercanda lo gak lucu, sat."
Dengan gerakan cepat Arka memegang kedua bahu Celin untuk menghadapnya. "Gue gak bercanda," tatapan tulus terpancar dari mata Arka.
Gadis di depannya ini membalas tatapan Arka, hampir saja ia terhasut dengan kata 'gue gak bercanda'.
"Lepas! Mau lo bercanda ataupun beneran gue gak peduli, ya." Celin mencoba melepaskanya tangan Arka.
"Please, jadi pacar gue," mohon Arka.
"Gak!"
"Temen deh."
"Gak!"
"Bestie?"
"Ogah!"
"Suami?"
Seketika Celin terdiam tangannya mengepal siap untuk meninju rahang tegas milik Arka. "Gue bilang nggak, ya nggak. Pemaksaan banget sih!"
"Pergi lo kresek indomaret!"
Celin mendorong-dorong tubuh Arka hingga menuju pintu mobil. Laki-laki itu hanya pasrah.
"Jadiin gue temen lo!" teriak Arka ketika sudah berada di dalam mobil dan itu masih terdengar oleh Celin karena kaca mobilnya terbuka.
"Ogaahhhh. Gak ada untungnya gue temenan sama lo!"
"Ada!"
"Ogah!"
Nada bicara yang sama dan saling bersahutan.
Celin menyalakan kembali motornya dan masuk ke kost-an nya.
Bugh!
Arka memukul stir mobilnya. "Bagaimana pun caranya gue harus deket sama lo, Celin."
Ponselnya berdering pertanda pesan masuk.
+62xxxx
+62xxxx :
Gimana lo mau kan kerja sama?
Gue liat tadi lo murung banget, pas Zena sama suaminya romantis.
Arka :
Bacot
Sedangkan di dalam kamar Celin terus mengeluarkan kata-kata umpatannya kepada Arka. Sampai dikamar mandi pun ia terus berbicara hingga menghentak-hentakan kakinya, untung saja tidak terpeleset.
♡♡♡♡♡
Di lain tempat pasangan suami istri yang sedang bahagia karena perkembangan putra mereka. Sempat di timpa masalah tentang foto kemesraan Renal dan temannya, dan masalah itu sudah selesai sekarang.
Keduanya sedang merebahkan tubuhnya diatas kasur menatap putra mereka yang berada ditengah-tengah diantara keduanya.
"Kalingga mirip kamu, yah," ujar Nabila.
"Iya, kan aku ayahnya."
Nabila tersenyum, jika papanya tidak memerintahkannya untuk segera menikah, mungkin ia tidak akan menikah dengan Renal. Nabila menjaga rahasia Zena dengan baik saat ini. Renal tidak tahu jika Zena pernah menyukainya selama itu.
"Bentar lagi kita pindah ke luar kota," lanjut Renal.
Nabila mengangguk. Mungkin ini jalan yang terbaik untuk kehidupannya, ia akan sering-sering datang kerumah lama dan datang ke makam papa nya.
"Aku disana mau ngajar boleh gak?" tanya Nabila.
"Boleh, ngajar apa? Les bahasa Inggris? Atau ngajar disekolah?"
"Ngajar disekolah, kebetulan paman aku ada disana juga, dia kemarin sempet nawarin aku buat ngajar di SMA."
"Boleh, selagi pekerjaan itu buat kamu nyaman."
"Makasih, yah."
"Iyah, sama-sama."
♡♡♡♡♡
Satu bulan kemudian....
"Selamat, yah, cantiknya ayah udah wisuda aja, perasaan kemarin baru aja masuk," ucap ayah Ahmad memberikan selamat kepada putri tunggalnya yang baru saja wisuda, walaupun tidak menjadi lulusan terbaik seperti Nabila tapi ayahnya bangga.
Kebaya berwarna burgundy terlihat cocok dengan warna kulit Zena, senada dengan kemeja yang Diaz kenakan. Umumnya mahasiswa lulus kuliah dengan 8 semester atau dalam 4 tahun. Tetapi mahasiswa bisa mempercepat kelulusannya.
"Makasih ayah," perempuan itu memeluk erat tubuh ayahnya dan menangis.
Ayah mengusap lembut punggung Zena dan mengecup kepala putrinya. "Ayah bangga sama Zena, walaupun sering ngeluh yah," ledek ayah diakhir kalimatnya.
"Dulu ngeluhnya ke ayah tapi sekarang semenjak punya suami ngeluhnya ke suaminya terus, ayahnya dilupain," lanjut ayah membuat Zena malu.
Laki-laki disamping mereka tersenyum malu juga, siapa lagi kalo bukan Diaz.
"Udah atuh, jangan nangis make up nya luntur tuh," ujar bunda.
"Ini gak akan luntur, Bun. Make up mahal," balas Zena dengan sedikit isakan hingga membuat ayahnya tertawa kecil.
"Iya deh yang make up nya mahal."
"ZENA!" teriakan Celin membuat orang-orang menatapnya.
Celin nampak cantik dengan kebaya dan rambut yang ditata dengan rapi.
"Aaaaa.... ternyata kita wisudanya barengan."
Zena menghapus air matanya dengan tisu yang baru saja diberikan oleh Diaz. "He'em, satu minggu setelah aku sidangkan kamu juga diem-diem sidang."
Celin nyengir menampilkan giginya yang sedikit terkena lipstik. "Hehe... kalo gue gembar gembor mau sidang takutnya gak lulus, soalnya gue gak yakin sama kemampuan gue sendiri, yaudah gue diem-diem yang dateng juga cuma Arka."
Zena mencerna kata terakhir yang Celin ucapkan. "Arka?"
"Iya, dari satu bulan lalu tuh orang ngedeketin gue, tapi guenya males ngeladenin."
"Tapi kok dia tau kalo kamu mau wisuda kan kamu gak bilang siapapun."
"Emang sih, gue gak bilang sama siapapun, tapi kemaren gue sempet izin ke atasan gue buat istrahat sehari karena mau sidang, dan saat itu gue izinya gak diruangannya tapi di depan, nah ternyata di pojokan ada Arka, Arka jadi tau deh."
"Oh, gitu."
"Yoi, coy. Om, tante," sapa Celin pada kedua orang tua Zena.
Ayah Ahmad dan bunda Yasinta tersenyum ramah.
"Zen, bayar kost an bulan ini gue nunggak dulu yah, dipake buat kebutuhan lain duitnya," bisik Celin tidak enak.
"Santai aja kali, Cel."
"Makasih banyak banget, bestie." Celin memeluk Zena dengan erat sampe Zena menahan napas dalam beberapa detik. "Btw, Nabila mana?"
"Lagi foto-foto sama keluarganya, kan Nabila sama Renal juga wisudanya barengan, pasti banyak keluarganya yang dateng," balas Zena.
"Oh iya, iya. Lo gak foto-foto juga sama Paksu?" Celin mengangkat kedua alisnya.
"Mau, kamu yang fotoin yah," canda Zena.
"Yaudah sini."
Zena memberikan ponselnya kepada Celin. Celin memang teman yang harus dijaga karena hasil fotonya luar biasa.
Mereka berfoto-foto bersama dengan toga kebanggaan yang mereka kenakan.
Seorang laki-laki yang sepertinya belum wisuda tahun ini. Dia Arka.
"Gue nyariin lo, Cel." Arka menyerahkan sebuah bucket bunga dan sebuah boneka beruang yang terlihat sangat lucu.
"Dih, apaan ngasih begituan."
"Terima aja udah, terima juga cinta gue."
"Woy, kantong kresek indomart, gue udah nolak lo ratusan kali, tetep aja gak mau nyerah."
"Bukannya cinta harus diperjuangin?" cakap Arka.
"Bacot lo," maki Celin.
"Udahlah terima aja, lo suka kan sama ini?" tunjuknya pada buah tangan yang ia bawa.
Celin terdiam, jujur ia suka dengan bunga dan boneka beruang itu.
"Ayah sama bunda ke belakang dulu yah," pamit.
"Iyah," balas Zena. Kini tangan perempuan itu menggandeng tangan Diaz, takut jika tiba-tiba ada yang menculik suaminya.
"Wow.... Congratulation buat perempuan kesayangan Diaz yang udah wisuda," suara yang dibenci oleh Diaz.
Ketiga orang disana memutar bola matanya malas kecuali Celin karena tidak tahu apa-apa. Mereka masih menatap Almara yang mengeluarkan sebuah kotak dari dalam paper bag yang ia bawa.
"Buat kamu, Zen," katanya sambil menyodorkan kotak tersebut.
"Istri saya gak butuh hadiah dari kamu," ketus Diaz dengan sedikit mendorong kotak tersebut.
"Ow yah? Baiklah, buat kamu aja," ia menyodorkannya pada Celin.
"Apa isinya?" tanya Celin polos. Ia tidak tahu permasalahannya disini.
"Buka aja."
Celin menerimanya dan membuka kotak tersebut, matanya melotot dan mulutnya mengaga, tas dengan merk terkenal ada di depannya. "I-ini seriusan? Asli?"
"Asli."
Dengan gerakan cepat Arka menutup kotak itu hingga membuat Celin kesal. "Lo apaan sih."
"Balikin, biar gue yang beliin."
"Kayak lo mampu aja."
"Mampu, mau lo beli sepuluh juga gue jabanin, asal lo gak terima barang ini."
"Masa?"
"Ya, balikin," tegas Celin.
Zena yang melihat itu hanya terdiam mematung, termasuk Diaz yang tanganya sudah memeluk pinggang Zena erat.
Almara melirik keduanya, Almara benar-benar kesal pada Zena karena menolaknya datang kerumah Zena waktu itu. Almara tidak jadi datang karena ada keperluan yang mendesak.
Lagi-lagi di dalam benak Zena bertanya-tanya, bagaimana Almara tahu jika hari ini Zena wisuda.
《BERSAMBUNG》
♡♡♡♡♡
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا
" Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka)."
(QS. Maryam : 96)
♡♡♡♡♡
Diaz 😍
Zena🍓
Arka🐻
Si kresek indomaret kalo kata Celin
DIKOMEN YANG BANYAK BIAR UP CEPET HEHEHE😁 KOMENNYA MAKIN SEPI 😳
500 VOTE 150 KOMEN
SPAM : 🐻
SPAM : NEXT
JANGAN LUPA FOLLOW SOSIAL MEDIA AI
JANGAN LUPA BERSYUKUR
TBC.
22, Januari 2023