WAJIB FOLLOW WATTPAD AUTHOR: Tialrhyu BIAR ENGGAK KETINGGALAN INFO UPDATE!!
Bantu promosikan cerita ini ke teman atau sosial media kalian! Post di tiktok atau reels gunakan hastag #darrenmargantara #tialrhyu, ya!❤️
Cek selalu spoiler next part serta konten menarik di tiktok: @wattpadtiaa or Instagram: @tialrhyu & @wattpadtiaa jangan sampe ketinggalan 😜!
Updated nya agak malam ya malming ini, semoga rame, spam ya! typo tandai<3!!
BRAK!!
“AAAA!!!” Teriakan dari banyak siswi itu langsung menggema di dalam perpustakaan, tepat setelah pintu perpustakaan yang terkunci itu berhasil didobrak oleh 5 orang laki-laki.
Bukan anak Mahogra, melainkan anak dari sekolah lain yang menyerang SMA Rajawali. Salah seorang dari lima laki-laki berpakaian hitam itu ada yang membawa celurit, yaitu, laki-laki yang berpenampilan cukup tertutup. Ia memakai baclava, masker penutup wajah yang hanya bisa memperlihatkan kedua matanya saja.
(hanya gambaran masker, bukan orangnya)
“DIAM DI TEMPAT LO SEMUA, ANJING!” bentak salah satu laki-laki dengan perawakan sedikit gemuk, membuat seluruh murid Rajawali seisi perpustakaan gemetaran di tempat.
Ghea dan Paula langsung memeluk lengan Calista erat-erat dan menyembunyikan diri dibalik tubuh gadis itu. Hanya Calista yang terlihat tenang di sana. Calista memang panik, tapi gadis itu pandai mengatur ekspresinya.
“Cari,” ujar si cowok bermasker yang ternyata ketuanya itu, pada anak buahnya.
“Baik, bos.” Empat orang laki-laki langsung memasuki perpustakaan. Oh perlu diingat, sudah ada sekitar 5 orang yang mengepung perpustakaan ini. Dan mereka semua berjaga di area luar perpustakaan.
Jeritan keras dari beberapa siswi terdengar lagi kala salah satu cowoknya mendekati mereka. Mereka semua nampak aneh, hanya melihat wajah, seperti tengah mencari seseorang. Dan berlalu pergi, kala dirasa mereka bukan targetnya.
Hingga satu orang cowok berhasil mendekati Calista, Ghea dan Paula. Cowok itu menatap Calista dan tersenyum. “Hai, cantik," ujarnya.
“Mau apa lo?” Calista mengeratkan pegangan tangan pada kedua sahabatnya, yang sama-sama tengah menyembunyikan wajah pada ceruk lehernya. Itu semua atas permintaan Calista sendiri.
“Sayangnya lo bukan incaran kita,” kata cowok itu, membuat Calista geram.
“Eh lo berdua! Nengok sini.” Cowok itu hendak menyentuh pundak Ghea. Namun Calista malah menendang perutnya sangat keras. Membuat cowok itu mundur beberapa langkah.
Ghea dan Paula kompak membuka mulut, dan mereka berdua menengok, terkejut. Calista berkelahi dengan cowok itu, membuat suasana perpustakaan mendadak ricuh. Dua orang cowok lainnya, langsung mendekati temannya yang sudah hampir sekarat akibat serangan Calista yang ternyata tak bisa disepelekan.
“Gue baru tau Calista jago gelut,” bisik Ghea yang langsung diangguki oleh Paula.
BUGH!
Tendangan kuat Calista menghantam salah satu kepala milik cowok yang hendak menyerangnya itu, hingga membuat kepala cowok itu bocor dan mengeluarkan darah. Harap di maklumi, Calista menendang kepalanya menggunakan sepatu yang berbahan keras.
Melihat temannya mulai terkapar, dua cowok lainnya langsung menyerang Calista bersamaan. Buku-buku di perpustakaan sampai berjatuhan dari dalam raknya karena keributan yang tercipta ini. Calista sudah diajarkan bela diri sejak kecil. Jadi, hanya untuk melawan laki-laki payah ini tidak cukup sulit baginya. Apalagi mengingat kekasihnya yang juga cukup sering mengajarkannya.
“BOS! ORANGNYA YANG INI!”
“AAAA! LEPASIN ULA!!!”
Hingga perkataan dari salah satu cowok bertubuh gemuk disusul teriakan Paula yang tangannya mulai ditarik itu, berhasil mengejutkan semua orang. Terutama Calista. Ia menjadi lengah, hingga hantaman keras, berhasil mendarat di wajah cantiknya.
“LISTA! ULA!” teriak Ghea, melihat Calista mulai terjatuh ke lantai, dan Paula ditarik paksa oleh cowok itu. Tangan Paula mulai diikat oleh tambang yang mereka bawa dan mulutnya ditempeli lakban.
“Yang halangi jalan kami, bakal mati.” Si Cowok bermasker mengangkat celurit di tangannya. Membuat siapa pun jadi tak bisa menyelamatkan Paula dari lima laki-laki itu.
“LISTA!" Akhirnya Ghea mendekati Calista dan membantunya kembali bangkit. Mereka hendak mengejar Paula, tapi ditahan satu cowok.
“Lo semua mau aman, kan?” Cowok itu berkata, menatap seluruh anak Rajawali yang berada di perpustakaan, termasuk Calista dan Ghea. “Kita cuma butuh anak itu, anggap aja dia tumbal buat keselamatan kalian semua.”
“Hhhmmfttt!" Paula tetap berusaha berteriak walaupun ia sendiri pun sadar itu percuma. Air matanya sudah tumpah. Ia menatap sendu ke arah dua sahabatnya yang tak bisa menyelamatkannya.
Pintu perpustakaan tertutup rapat, tepat setelah lima orang cowok dan juga Paula keluar dari sana. Pintu kembali dikunci dari luar. Sehingga anak Rajawali tak bisa keluar.
Di lorong, tiba-tiba ketua mereka menghentikan langkah. Membuat empat orang anak buahnya, juga Paula harus ikut berhenti. Keadaan di area luar perpustakaan cukup sepi. Sang ketua menatap anak buahnya, bertanya-tanya.
“Ke mana yang lain?” Ia menyadari bahwa beberapa anak buahnya yang sudah diatur untuk berjaga di luar perpustakaan ternyata tidak ada.
“Cari mereka dan bilang kita pulang sekarang.”
“Baik, bos.” Salah satu cowok menjawab. Lantas membalikkan badan hendak mengecek keadaan, ia malah dikejutkan dengan salah seorang cowok yang berdiri tak jauh di belakang sana.
Cowok tampan berjaket Mahogra itu nampak sangat murka dengan wajahnya yang memerah, tatapan tajam, rahang tegas, serta kedua tangan terkepal kuat. Ia menatap penuh permusuhan pada lima laki-laki yang berani menyentuh kekasihnya.
“Hhmmftt!” Paula ingin berteriak menyerukan nama Darren, tapi apa daya, bibirnya tidak bisa terbuka karena ia dibekap. Ada sedikit rasa lega melihat cowok itu berada di sana. Paula yakin, Darren akan selalu menjadi pelindungnya.
“Bos,” panggil cowok yang memegangi tubuh Paula, hingga ketuanya itu ikut membalikkan badan dan menoleh.
Lantas kekehannya terdengar dibalik masker, melihat sosok Darren di belakang sana. Ia hanya sendirian. Apakah laki-laki ini yang telah menghabisi para anak buahnya?
“Lepasin cewek gue, atau gue patahin tangan lo semua.” Darren maju mendekati mereka tanpa rasa takut.
“Pppttff!” Namun Para cowok itu malah menahan tawa mendengar perkataan Darren yang menurut mereka lucu. Seolah menantangnya, mereka malah makin sengaja menyentuh-nyentuh tubuh Paula, hingga emosi Darren makin memuncak ke ujung tanduk.
“Sini, patahin tangan gue, nih,” kata si gemuk, yang dengan sengaja malah mengusap perut Paula sensual, hingga membuat gadis itu kegelian di tempat.
“Bangsat!" umpat Darren. Langsung maju dan menghajar wajah si gemuk tanpa aba-aba, membuat cowok itu terlempar kasar, menghantam tubuh teman-temannya di belakang.
Darren segera menarik tubuh Paula dan menjauhkannya dari mereka. Darren melepaskan lakban dari mulut gadis itu dengan buru-buru, alhasil Paula meringis, kesakitan. “Maaf,” ucap Darren, menyempatkan diri untuk mengecup bibir yang dirasa sedikit memerah itu, sebelum lanjut menghajar empat orang cowok yang mulai menyerangnya bersamaan.
Darren cukup terlatih dan kemampuan berkelahinya tak bisa disepelekan. Empat cowok telah tumbang di tangannya. Hingga tersisa ketua mereka yang membawa senjata berbahaya. Darren mengatur napasnya yang memburu.
“Darren hati-hati! Dia membawa gergaji!!” teriak Paula di belakang sana. Gadis itu hanya bisa berteriak saja karena tangannya masih diikat. Paula berdoa untuk keselamatan Darren.
Sreet! Celurit itu hampir mengenai wajah Darren, jika saja ia tidak menjatuhkan dirinya ke lantai. Dengan cepat Darren bangkit kembali, menjauhi laki-laki itu yang terus mengejarnya.
Dug! Hingga sebuah batu seukuran dengan kepalan tangan pria terlempar menghantam kepala cowok bermasker itu, membuatnya terjatuh beserta celuritnya pun terlempar sedikit jauh.
Darren langsung meraih benda berbahaya itu dan mengamankannya. Empat cowok yang semula terkapar langsung bangkit dan membantu ketua mereka. “Bos!”
“Udah gak aman, kita harus pergi! Telepon Edgar,” ujar sang ketua, dibalas anggukan empat anak buahnya, lalu mereka pun pergi dengan terbirit-birit dari sana.
Darren berdecak kesal. “Dasar cupu,” cibirnya, lanjut menghampiri Paula yang nampak diam di tempatnya.
Tatapan Paula cukup terlihat berbeda. Hingga kala Darren tiba di hadapannya, gadis manis itu malah berujar, “Superhero.”
Sudut bibir Darren berkedut hingga melengkungkan senyuman tipis. “G-gue?” tanyanya, mendadak gugup karena sedikit salah tingkah.
Namun bukannya menjawab, Paula malah ikut salah tingkah melihat wajah Darren. Sampai gadis itu pun mengangguk perlahan, tanda ia setuju bahwa Darren memang Superhero-nya. “I-iya.”
“Ekhem!” Dehaman seorang cowok yang ternyata sudah cukup lama berdiri di belakang mereka terdengar. Membuat Darren dan Paula menoleh bersamaan. “Ada yang mencurigakan,” ujar Yogi, menatap kedua manusia itu, mengintimidasi.
“Lo berdua dekat?”
•••
Karena insiden diserang itu, Melody jadi masuk rumah sakit. Gadis keras kepala itu nekat turun ke lapangan dengan alasan mencari Arkan, hingga ia turut menjadi korban. Kepalanya terbentur pada batu besar sehingga menyebabkan kebocoran.
Lima inti Mahogra jelas bertanggung jawab penuh dengan hal ini. Mereka semua tengah dijemur di lapangan siang ini. Pak Yudi, selaku kepala sekolah SMA Rajawali baru saja memberikan mereka wejangan.
Kerugian sekolah, berupa beberapa fasilitas yang rusak. Serta biaya pengobatan untuk murid, guru, bahkan penjaga sekolah yang terluka, akan di tanggung oleh anak Mahogra. Ini bukan kali pertama terjadi, dan tersangka utama pasti selalu anak Mahogra, mengingat hanya terdapat satu geng motor tersebut di sekolah ini.
Anak Mahogra tidak dikeluarkan, karena salah satu anggotanya merupakan anak dari pemilik SMA Rajawali ini sendiri. Kenzie Pranaja Purnama. Ia yang paling berperan demi keamanan dan kedamaian Anggota Mahogra di sekolahnya ini.
Arkan sudah lebih dulu meninggalkan lapangan karena dijemput Aninda. Mereka berdua terlihat semakin dekat. Membuat gosip bertebaran di mana-mana.
“Kayaknya emang udah pacaran,” ujar Yogi, seraya mengusap keringat di dahinya.
Kenzie mengangguk. “Waktu gue kabari Aninda hilang, si bos panik banget tadi.”
“Kemakan omongan sendiri kan, katanya nggak bakal naksir Aninda,” sahut Yogi, lagi.
“Tadi Arkan bilang, ternyata dalang dibalik penyerangan sekolah kita adalah Edgar,” kata Abiyan. “Cowok itu hampir lecehin Aninda. Untungnya Arkan datang tepat waktu. Kayaknya gara-gara itu mereka jadian. Arkan mau lindungi Aninda.”
“Dah gue duga, sih. Eh, di perpus juga si Paula hampir dicuri, anjir! Ya kan, Ren?" Yogi menatap Darren yang sedari tadi hanya diam. Lantas dibalas anggukan singkat laki-laki itu.
“Kok Paula?” heran Kenzie. “Temannya si Aninda yang kecil-kecil itu?”
“Yoi, Kayaknya geng musuh ngincar cewek deh.”
“Cuma Paula yang mereka bawa dari perpustakaan?” tanya Abiyan, dibalas anggukan Yogi lagi.
“Berarti, bukan ngincar cewek. Tapi emang ngincar Paula. Dan nyari gara-gara sama Mahogra.”
“Tapi kenapa harus Paula coba?" Kenzie masih tak habis pikir. “Edgar mantan anak Mahogra yang dikeluarkan itu, kan? Gue maklum kalo emang Edgar mau nyari gara-gara sama kita. Mungkin dia gak terima dikeluarin. Apalagi, gue juga ngeluarin dia dari sekolah ini.”
“Tapi, yang bikin gue bingung di sini. Kenapa harus Paula?”
“Yang bawa Paula bukan Edgar. Tapi cowok pake masker,” jelas Darren.
“Ya sama aja, mereka satu komplotan, bego! Pasti kerja sama lah,” jawab Kenzie.
Abiyan mengangguk setuju. Ia paham ke mana maksud ucapan Kenzie. “Apa Paula ada hubungannya sama geng musuh yang nyerang sekolah kita?”
“Nggak ada,” sambar Darren cepat. Membuat teman-temannya menoleh bersamaan. “Dia cuma korban. Masih bocah lagi. Udah, deh, nggak usah aneh-aneh!”
“Udah, deh.” Yogi mengikuti perkataan Darren. “Gue ngerti sekarang. Paula emang nggak ada hubungannya. Tapi, ini semua pasti gara-gara lo!”
“Kok jadi gue?” Darren tak terima, Yogi malah menunjuk ke arahnya.
“Terus maksud superhero itu apa?” Yogi langsung menatap Abiyan dan Kenzie. “Bro, tadi gue liat Darren sama—Aw! ANJING SAKIT!!” Perkataan Yogi terpotong karena ia malah mengumpat, akibat kesakitan kakinya di injak Darren dengan keras.
“Nggak usah sotoy lo!” sentak Darren, menatap Yogi penuh permusuhan. “Gue bakal cari tau dalang dari penyerangan hari ini siapa. Yang jelas nggak ada hubungannya sama gue, atau pun Paula!” Kemudian Darren berlalu pergi setelah menyelesaikan perkataannya yang membuat teman-temannya tertegun.
“Kayak gak suka banget Paula dibawa-bawa,” ucap Kenzie.
“Oh ya, tadi lo mau bicara apa?” Abiyan menatap Yogi. “Superhero apa?"
•••
“Serius gak mau pulang bareng kita? Lo mau pulang sama siapa?” tanya Ghea, menatap Paula kurang yakin. Sejujurnya setelah kejadian penyerangan itu, Ghea menjadi sedikit parnoan.
“Bareng kita aja, La. Gue tau kok kalo orangtua lo lagi sibuk banget kan?” timpal Aninda. “Kita gak mau ya lo kenapa-kenapa karena harus pulang sendirian.”
“Ih, nanti Ula dijemput Tante, kok. Tidak pulang sendiri. Tidak usah khawatir, bestie.”
Calista mengerutkan kening sedikit curiga. “Kita bantu nunggu sampai Tante lo tiba.”
“Ih, tidak usahh!” Paula malah panik. “Ula betulan pulang sama Tante Dya nanti.” Gadis itu berusaha meyakinkan tiga sahabatnya.
“Lo nggak pinter bohong, La." Aninda menyahut. “Lo nggak ingat tadi lo hampir aja dibawa sama orang jahat yang nyerang sekolah kita? Iya kan Ghe? Lis?”
“Ula betulan akan baik-baik aja,” ujar Paula. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Ternyata sulit juga meyakinkan tiga sahabatnya. Bagaimana ini? Paula harus pulang bersama Darren. Cowok itu sudah menunggunya di pinggir jalan.
“Ula sudah telfon Tante Dya tadi.”
Calista menghembuskan napas. “Oke, terserah lo mau jujur atau bohong. Urusan lo sama Tuhan nanti.”
“Ih, Lista ....” Paula ingin menangis saja jadinya. “Tidak boleh bawa-bawa Tuhan ....”
“Ayo, Nin, Ghe, masuk mobil. Kita pulang sekarang. Biarin aja dia nunggu Tante nya sendirian,” kata Calista, lanjut masuk ke dalam mobilnya. Yang mau tak mau harus diikuti oleh dua sahabatnya.
Sebenarnya Aninda dan Ghea tidak yakin meninggalkan Paula sendirian. Tapi ya bagaimana lagi, gadis itu sendiri yang memintanya.
Mobil mewah Calista mulai melaju meninggalkan parkiran SMA Rajawali yang sudah semakin sepi. Paula masih diam di tempatnya, hingga mobil Calista benar-benar hilang dari pandangan. Barulah, gadis cantik itu keluar gerbang untuk menemui Darren yang sudah menunggunya di pinggir jalan.
Paula berpamitan kepada Pak Satpam yang berjaga di gerbang. Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri sebelum menyeberang jalan. Dan setelah dirasa aman, barulah ia berlari untuk menghampiri Darren yang tengah melambaikan tangan padanya, seraya duduk anteng di atas motornya. Di depan sana.
“Jangan lari-lari!" teriak Darren.
Paula terlalu hanyut dengan keceriaannya untuk menghampiri sang kekasih. Gadis itu tersenyum lebar, hingga kedua matanya menyipit. Berlari kencang tanpa fokus memandangi jalan. Hingga ia tidak sadar bahwa tali sepatunya terlepas.
Bruk!
Paula jatuh tengkurap di hadapan Darren. Wajahnya mencium aspal. Dagunya lecet, hidungnya mengeluarkan darah. Beberapa saat tak ada pergerakan dari gadis itu, hingga tangisannya perlahan terdengar.
Darren panik, langsung menarik tubuh kekasihnya dan membantunya bangkit. Hembusan napas panjangnya terdengar lelah. “SP 2 kayaknya,” gumam Darren, melihat luka di wajah Paula, yang ternyata cukup serius.
“Sakit.” Gadis itu mengadu dan terisak pelan. “A-aspalnya jahat!"
Darren mengangguk. “Iya. Biar nanti aspalnya gue bakar.”
Darren mengusap pelan darah segar yang terus keluar dari hidung Paula. Membersihkan kotoran yang menempel pada wajah serta pakaiannya. “Udah, jangan nangis. Entar gue obatin,” ujar Darren, lanjut melepaskan jaket Mahogra yang dikenakan dan ia pakaikan pada tubuh kekasihnya.
Paula hanya diam menerima perlakuan itu. Tubuhnya teramat nyeri dan ia jadi merasa sedikit lemas. Bahkan untuk naik ke atas motor saja, rasanya Paula tak mampu.
Sampai akhirnya, tubuhnya pun diangkat oleh Darren, dan didudukkan di atas jok motor. Sepertinya yang tidak mengenali mereka akan beranggapan bahwa Darren dan Paula adalah sepasang kakak dan adik. Apalagi mengingat tubuh Paula yang sangat mini jika dibandingkan dengan tubuh Darren yang kekar, berotot, dan tinggi.
Darren mengajak Paula masuk ke apartemennya. Mereka baru tiba pukul lima sore. Gadis itu terlihat sangat lemas. Sehingga membuat Darren tak melepaskan rangkulannya. “Tubuhnya sakit banget, kah? Pegal? Luka lo banyak.”
Paula tak menjawab semua pertanyaan-pertanyaan Darren, membuat cowok itu mendengus halus. “Makanya nggak usah lari-larian,” ujar Darren, seraya membuka pintu kamarnya. Paula tak protes dibawa ke kamar, bahkan ia disuruh naik ke atas kasur dan membaringkan diri.
Rasa lemas yang dirasakan, membuat gadis itu tak banyak bicara, selain hanya pasrah menuruti semua perkataan Darren saja.
Darren membuka sepatu Paula, melepaskan kaus kakinya, dan jaket Mahogra miliknya yang juga gadis itu kenakan. “Lo nggak bawa baju ganti ya, lupa lagi nggak beli. Pake baju gue dulu aja, gapapa?”
Paula hanya mengangguk menyahuti itu. Hingga Darren berjalan ke arah lemari pakaiannya, dan meraih satu buah kaus polos berwarna putih. Kaus tersebut sangat pas di tubuh Darren. Namun jika dikenakan oleh Paula, bisa menjadi sebuah dress yang panjangnya sampai atas lutut.
“Nih, lo ganti baju dulu. Gue mau keluar bawa obat merah buat luka lo.” Darren berujar seraya menyerahkan bajunya pada Paula.
Paula diam menunggu Darren keluar. Setelah sosok Darren menghilang dan pintu kamar tertutup, barulah gadis itu membuka kancing baju seragamnya perlahan.
Kini baju seragam Paula sudah terlepas dari tubuhnya. Menampilkan dalaman berupa tank top berwarna putih dan sedikit transparan, yang gadis itu kenakan. Paula buru-buru memakai baju milik Darren sebelum cowok itu kembali.
Namun, tiba-tiba hal merugikan terjadi. Bajunya menyangkut pada salah satu anting emas milik Paula. Membuat Paula tak bisa memakai bajunya. Jika dipaksa, telinganya lah yang menjadi korban. Ada benang dari baju yang melilit pada antingnya.
“A-akh, s-sakit ....” Terlalu memaksa menarik bajunya malah membuat Paula meringis, karena telinganya sakit ikut tertarik. Tak menyerah, gadis itu masih berusaha melepaskan diri, walau tak membuahkan hasil sama sekali.
Hingga beberapa saat kemudian, pintu kamar pun malah terbuka, menampilkan sosok Darren Margantara beserta kotak P3k di tangannya. Cowok itu nampak menelan ludah, melihat penampilan Paula saat ini.
“L-lo belum ganti baju?”
Semoga Darren kuat iman☺️🙏🏻
Gimana nih tim putus? Masih mau mereka putus?🙊
•••
INFO UPDATE, SPOILER, DAN INFO TERUPDATE LAINNYA SEPUTAR CERITA DARREN MARGANTARA FOLLOW AKUN INSTAGRAM DI BAWAH INI⬇️
Dan jangan lupa temukan juga tokoh wattpadtiaa lainnya di Instagram: @mahogra.ofc @arkanamahesaa @anindagabriella @ayundiraclarissa @agathachlsea_ @melody.claudiaa @a.yoiabrhm @atmajavalerie @rizalangkasa @kenziepranajaa @abiyanchandra.d @calistaprisilla @gheaanastasiaa @liandraaleena
•••
FOLLOW INSTAGRAM @rp.wattpadtiaa UNTUK BERGABUNG MENJADI RP WATTPADTIAA!! (COMING SOON)
JOIN GC WA OFC READERS WATTPADTIAA? DM @ofcreaderswattpadtiaa
•••
BAGI PEMBACA ARKANINDA (SACRIFICE) YANG MELANJUTKAN MEMBACA CERITA DARREN MARGANTARA, DIMOHON UNTUK TIDAK SPOILER DALAM BENTUK APA PUN DAN DIMANA PUN, YA!
JIKA KAMU MELIHAT ADA YANG SPOILER, AUTHOR MINTA TOLONG UNTUK BANTU TEGUR, YA, THANK YOU❤️❤️❤️
AND LAST, THANK YOU UNTUK PARTISIPASI KALIAN DI PART INI! ILY 3000, SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA YANG MAKIN SERU & MENANTANG 🦋🍭
250 VOTE + 800 COMMENT AJA FOR NEXT PART, OKAY!
SPAM NEXT SEBANYAKNYA➡️
aku up kalo target udah tembus, kalo masih belum up, berarti aku sibuk drakoran🙏🏻
With love, Tialrhyu 🍼🍭