Hening..
Hanya itu yang di rasakan oleh Dirga. Dunia berputar di kepalanya sekian menit hingga ia terbangun karena mendengar suara gaduh, namun ia hanya termenung dalam diam lantaran mengetahui bahwa dirinya berada di sebuah pondok.
Dengan kondisi kepala yang pusing dan pandangan yang sayu, Dirga mengejapkan mata ssmbari merapihkan rambutnya dan berusaha mengingat apa yang baru saja terjadi.
Tanah seolah bergetar saat ia mencoba bangkit, Dirga tak mampu menopang dirinya sendiri. Yang ia ketahui hanya potongan kejadian sesaat sebelum cahaya cincin itu menenggelamkannya. Potongan kejadian itu hanya lewat di kepala, sekilas dan semakin kabur bak angin yang lewat begitu saja.
Kini mengetahui dirinya menggenakan pakaian sutra dan terbangun di sebuah pondok tentu sangat aneh. Namun Dirga tak ambil pusing karena hanya akan menambah beban di kepalanya.
Ia mengalihkan arah pandangnya ke sekitar, mengamati pondok sejenak hingga muncul sedikit rasa kagum dengan arsitektur apik yang menghiasi pilar serta dinding.
"Kapan aku datang ke tempat ini? Dimana aku?" batinnya sembari menaikkan alis.
"Ah, Pasti karena cincin sialan ini! Tunggu.. ini aneh" Dirga mencoba melepaskan cincin tersebut namun gagal, wajah yang kebingungan kini tampak gusar.
"Mengapa.. Mengapa benda sial ini tak mau pergi dariku, aghh" rasa putus asa mulai datang ketika usaha yang ia lakukan sama sekali tidak berhasil, cincin itu tetap pada tempat yang sama.
Hari itu merupakan musim gugur dan daun mulai berjatuhan di Hannover yang tenang, sebuah kota kecil di pinggir danau. Dirga melihat dua penyihir kembar sedang membahas hal yang nampak serius. Mereka adalah Arkan dan Aslan Williams.
Meskipun kembar, itu tak merubah keadaan bahwa mereka adalah saudara yang saling bertolak belakang.
"Aku menemukannya di danau, dan aku menyelamatkannya. Hanya itu"
"Tapi kita tidak tau siapa dia, cobalah untuk menemukan identitasnya. Siapa tahu anak itu berasal dari Hida"
"Nanti saja, akan aku lakukan ketika ia tersadar dari pingsannya. Lagipula ayah dan ibu tidak keberatan dengan keberadaannya, biarkan saja" raut wajah Aslan berubah setelah pembicaraannya dengan sang adik.
Sementara itu. Dirga, orang yang mereka bicarakan pun tengah asik memperhatikan keributan yang terjadi jauh di depan matanya. Meski ia tak mendengarnya dengan jelas.
Anak kembar memasuki pondok setelah menyelesaikan pembicaraan. Aslan menutup pintu kemudian beranjak dan mendapati bahwa Dirga sudah tersadar dari tidurnya.
"T-tempat apa ini, dimana aku berada?" tanya Dirga dengan ragu pada si kembar.
"Aku Arkhan dan dia kakakku, Aslan. siapa namamu?" ucap Arkhan yang bertanya kembali alih-alih menjawab pertanyaan yang ia ajukan.
"Namaku Dirga" jawabnya dengan singkat. Dua penyihir yang tak dikenal sebelumnya, kini menjadi teman baru sekaligus teman pertamanya di Atlastica.
Kreekk...
Terdengar suara pintu reot terbuka sesaat setelah Dirga memperkenalkan dirinya. Seorang wanita paruh baya membawa sekantong bahan makanan, di susul oleh pria tua yang turut serta membantunya. Mereka adalah Sarah dan Tom, orang tua dari Williams bersaudara.
"Senang bertemu denganmu juga, Dirga. Makan ini dan mari kuhidangkan sarapan untukmu" ucap Sarah dengan senyum di wajahnya.
"Arkhan, ayah butuh bantuanmu di belakang, urus para ayam dan babi itu"
"Segera yah, setelah aku makan masakan ibu!"
Susana pondok terasa lebih nyaman baginya sekarang, kehangatan keluarga Williams akan sambutan baiknya kepada Dirga menepis rasa gelisah di hati dalam sekejap.
Dirga terpukau saat mengamati hal kecil di sekitarnya hingga matanya bersinar. Ia dibuat kaget oleh peri kecil yang beterbangan ke seluruh ruangan, bahkan teko yang akan dipegangnya pun turut bergerak melayang dan menuangkan teh di atas meja panjang.
"Makhluk apa itu?" jarinya menunjuk ke arah cahaya berkilauan di sudut ruangan.
"Itu di sebut peri rumahan, merekalah yang membantu ibu di dapur" sahut Aslan.
"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi padamu? Bagaimana anak sepertimu bisa berakhir tenggelam di Danau Aachen?"
"Entahlah.. yang aku ingat hanya kejadian sebelum memakai cincin sialan ini, saat ibu memekikkan suaranya di saat itulah aku hilang kesadaran" jelas Dirga kepada keluarga Williams yang tengah duduk di meja makan.
Tirai rumah tertutup dengan rapat disusul pintu yang terbanting secara bersamaan setelah Tom mengayunkan tongkat sihirnya, membuat suasana ruangan menjadi gelap.
"Keagungan dewa! Kau tersesat sangat jauh dari tempatmu berasal, nak" seru Tom ketika Dirga menunjukkan cincin yang ia miliki kepadanya.
"Ini adalah Aphrodite milik kerajaan, bagaimana bisa kau memiliki benda ini?"
Dirga menundukkan kepala, hanya tersenyum gusar mendengar tutur kata Paman Tom karena menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan pada ibu. Hingga pingsan dan berakhir disini.
Melihat reaksi dari Dirga, saudara kembar itu terdiam sesaat dan kembali melanjutkan pembicaraan agar memecah suasana canggung di antara mereka dan Dirga.
• • •
"Dirga, disini lah kau berada sekarang. Atlastica tahun 520" Ujar Arkhan sembari mengangkat tongkatnya sihirnya ke tanah dan memunculkan sebuah peta sebesar permadani.
"Kau berada di rumah kami, di Kota Hannover dan di bawah Kekuasaan Aragon"
"Kami pikir kau berasal dari Hida, namun dugaan kami salah. Alih-alih berasal dari tanah ini kau berasal dari Bumi kan?" Arkhan berbicara dan terus berjalan di atas peta seolah membuat peta tersebut hidup.
Lidah Dirga kelu saat mendengar nama tempat dimana dirinya berada, ia keheranan dan bertanya dalam benaknya tempat macam apa yang ia lihat sekarang. Dirga menggelengkan kepalanya berharap terbangun dari mimpi yang ia alami, tapi usahanya sia-sia karna dirinya tetap berada di tempat yang sama.
Perasaan Dirga di selimuti dengan rasa takut juga bingung, ia berharap bisa segera kembali. Duduk termenung dan terus memandangi peta bukanlah solusi terbaik, ia memutuskan bergegas menemui orang yang di maksud oleh Aslan dan kembali ke bumi.
Rasa rindunya begitu besar meski terasa baru sebentar pergi meninggalkan Bumi, Dirga seakan terhubung dengan sang ibu baik dalam pikiran maupun perasaan.
"B-bagaimana bisa aku berakhir di rumah kalian?"
"Arkhan melihat seorang anak tenggelam di Danau Aachen, dekat dari sini. Ia hanya berniat untuk menolongnya dan membawa anak tersebut ke rumah, dan itu kau" jawab Aslan.
"Lebih tepatnya hampir mati" Imbuhnya.
Meskipun mereka pernah mendengar tentang Bumi sebelumnya, tetap saja seisi kerajaan tahu bahwa untuk pergi ke bumi merupakan hal yang hampir mustahil. Karena bukan sembarangan orang yang tahu cara untuk pergi ke Bumi.
Melihat cincin Aphrodite pun mereka langsung tahu, sebab beda itu memancarkan kilauan sinar yang tidak biasa. Apalagi jika bukan dari milik keluarga kerajaan.
"Tidak.." Kedua saudara itu lalu menggelengkan kepala secara bersamaan, mereka berpikir bahwa Dirga tidak akan bisa kembali karena mereka saja tidak tahu caranya.
Tetapi tidak berhenti disini, Aslan memberi ajakan kepada Dirga untuk menemui teman mereka. Teman yang selalu bisa di andalkan dalam setiap masalah, ia adalah putri dari keluarga Arandelle.
"Nanti ku antar kau ke rumah temanku, aku yakin dia bisa membantumu kembali" ucap Aslan.
Dirga hanya mengangguk, bergumam dalam benaknya. "Tempat ini, negeri ini, atau apapun itu. Mereka sangat memukau, namun juga membingungkan di sisi lain" batinnya.
• • •
"Rumah Luna tepat di depan!" seru Aslan.
Penyihir kembar mengantarkan dirinya hingga sampai ke rumah seorang gadis bernama Deluna Arandelle, baginya rumah Luna memang tampak berbeda dari rumah warga yang lain. Rumah putih yang menyatu dengan rindang pohon. Tampak mewah dan berkelas tinggi.
Langkah kaki mereka bertiga terhenti saat berada di depan pintu, setelah mengetuk mereka pun di persilahkan masuk ke dalam oleh peri rumah. Luna merupakan orang yang menarik baginya, gadis dengan rambut berwarna hitam legam yang tergerai membuatnya terlihat elegan.
Aslan berbisik pelan pada Dirga. Ia mendekatkan telinganya sembari mendengar tutur kata dari temannya itu.
"Dia adalah putri dari pemimpin Hannover, sebaiknya kau menjaga sikap"
Dirga mengerti harus bersikap seperti apa, ia kemudian mengangguk disusul Aslan yang kembali mengatakan bahwa penduduk di Atlastica memiliki umur yang terbilang cukup panjang, raja mereka berumur hampir 96 tahun. Namun, Williams bersaudara tidak setua yang di pikirkan oleh Dirga, mereka berdua tentu saja masih remaja.
"Cara pergi ke bumi saja sudah susah, bagaimana kamu bersikeras untuk kembali?" ucap Luna dengan nada yang terdengar ketus.
"Tapi pasti ada cara, apapun itu tolong."
"Kau ini keras kepala ya? siapa namamu tadi?" Luna kembali menjawab dengan dagu terangkat.
Luna kembali berjalan menyusuri lorong berisikan tumpukan buku yang melayang sepanjang rak, buku miliknya dapat berbicara. Para buku tersebut akan berbagi kebijaksanaan dan cerita.
Gadis itu mencari sebuah buku yang akan memberinya jawaban atas pertanyaan pertanyaan Dirga, hingga Luna menyadari cincin Aphrodite yang terpasang pada jemarinya. melihat cicin berkilau itu, iris mata Luna kemudian berbinar.
"Tunggu, Cincin Aphrodite..." dengan yakin Luna menyebut nama itu beberapa kali.
"Cincin itu hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan, bagaimana bisa kau memilikinya?" Luna langsung melontarkan pertanyaanya kepada Dirga dan memiringkan kepalanya.
Namun tanda tanya besar justru muncul di kepala Dirga. Ia mulai berspekulasi secara tiba-tiba akan adanya cincin tersebut.
"Entahlah" jawabnya.
"Apakah ibuku adalah pemilik cincin Aphrodite, sama seperti apa yang di katakan oleh Luna?" Gumamnya dalam hati, ia menggelengkan kepala dan menepis hal yang tak mungkin terjadi.
Waktu demi waktu pun berlalu, Dirga masih belum mendapatkan jawaban "bagaimana cara kembali ke Bumi?" belum lagi pertanyaan lain seperti "apakah dirinya memilki hubungan dengan keluarga kerajaan?" semakin lama semua hal ini membuat Dirga suntuk.
Hanya sedikit informasi yang mereka dapat, termasuk anak Raja Ares dan Ratu Hera yang mati di tangan Maldrak. Seorang penyihir jahat dari lembah yang jauh.
"Ia menghabisi nyawa Puteri Seraphina ketika memakai cincin Aphrodite. Itulah saat terakhir cincin ini terlihat"
'Tak banyak catatan yang di tinggalkan oleh sejarah tersebut, karena minimnya saksi dan bukti" ucap Luna.
"Lalu apa yang terjadi?" imbuh Aslan.
"Dengan mengenakan cincin safir itu, hingga kini putri penerus tahta Aragon kabarnya tak pernah terdengar semenjak hari kelam itu. Ada yang bilang bahwa mungkin saja ia masih hidup"
"Cincin ini diberi nama Aphrodite berdasarkan dewi kami. sesuai dengan paras cantik anak raja dan ratu" Luna terus memberi penjelasan ketika ia memegang pergelangan tangan milik Dirga.
"Siapa nama anak raja dan ratu?" ucap Dirga.
"Dia adalah Anne, puteri yang hilang"
"Sejak saat itu banyak aturan baru di buat termasuk aturan untuk pergi ke bumi pun di larang, sebagai antisipasi Maldrak yang akan membahayakan Aragon dan umat manusia"
Williams bersaudara serta Dirga berjalan keluar dan mengucapkan terima kasih kepada Luna atas penjelasan yang diberikan kepada mereka, juga atas kebijaksanaan yang ia berikan.
Mulai detik inilah Dirga di temani oleh Arkhan, Aslan, serta Luna sepakat menyusuri seisi kerajaan untuk menemukan jalan pulang menuju Bumi dan juga melewati rintangan yang ada bersama-sama.
Sejak saat itu mereka mulai menjalin hubungan pertemanan yang lebih dekat bersama Dirga dan dengan hati yang kuat serta rasa tekat yang penuh dalam diri, mereka menyebutnya "Adventure of Atlastica"
Bersambung...