Business Class

By penulisklm

88.6K 4K 128

Kepulangan Hana ke Indonesia adalah untuk menyaksikan suaminya menikah lagi. "Kenalin, ini Kinanti, madu kam... More

Bab 1 : Kedatangan Hana
Bab 2 : Pernikahan Kedua
Bab 3 : Menyambut Madu
Bab 4 : Harus Adil
Bab 5 : Uang untuk Hana Program Hamil untuk Kinan
Bab 6 : Mas Yuda atau Mas Dimas?
Bab 7 : Pergi dan Datang lagi
Bab 8 : Gegabah
Bab 10 : Kinan Lagi
Bab 11 : Wanita Ular itu
Bab 12 : Mama
Bab 13 : Cerai (?)
Bab 14 : Ketahuan
Bab 15 : Kesempatan Terakhir (END)

Bab 9 : Kinan

3.7K 236 3
By penulisklm

Hari ini Hana kembali memulai terapi hormonnya dari nol.

"Lagi?"

Tama mendudukan bokongnya di kursi putar tepat samping ranjang Hana yang sedang duduk setengah berbaring.

"Ini aja ga cukup?" Protes Hana sambil mengangkat tangan kanannya yang tengah terpasang infus berisi obat terapinya.

Tama menggelang menaikan kacamatanya yang sedikit turun, diam memperhatikan tetesan demi tetesan yang turun dari botol infus menuju selang yang tersambung di tangan Hana.

"Dimas udah tau?"

Hana mengambil ponselnya yang bergetar, tersenyum-senyum kecil mengabaikan pertanyaan Tama. Siapa lagi yang mampu mengalihkan dunia Hana selain Yuda.

Usai membalas pesan, Hana kemudian berkata, "udah."

"Terus?"

"Terus apa? Gitu aja." Jawabnya meraih satu botol obat yang dibawa Tama. "Aku beneren harus minum semua ini? Kalau aku gemuk gimana?" ujarnya mengalihkan, tak ingin membahas Dimas.

Tama mengangguk, lalu berdiri usai membuang nafas panjang. "Nanti aku ke sini lagi."

Hana memandang kepergian Tama. Hari ini Tama sepertinya sedang kecewa. Raut wajah pria itu tidak biasa, biasanya kalau melihat Hana, Tama selalu menyempatkan diri mengomelinya.

Usai terapi selama nyaris empat jam lamanya, Hana akhirnya meminta Bobi untuk menjemputnya, dimasukannya senua obat-obatannya di dalam tas tangan mahal miliknya, beranjak dari ranjang rumah sakit, menuju cermin bulat di samping pintu, dipolesnya kembali bibirnya yang pucat usai pengobatan, mengecek penampilan wajahnya yang sudah fresh tak seperti orang berpenyakitan.

"Ayo." Hana membiarkan Bobi mengambil tas tangannya, berjalan lebih dahulu melenggokan lekuk tubuhnya melewati koridor rumah sakit.

Hana berhenti sejenak kala sedikit lagi sampai di parkiran rumah sakit, berbalik pada Bobi, mengangkat tangannya meminta sesuatu. Bobi yang sudah paham akan kebiasaan Hana yang tidak akan keluar ruangan tanpa kacamata hitamnya, segera ia keluarga benda itu.

"Model ini?" Bukannya menjawab, Bobi malah mengalihkan pandangannya lalu menunduk. Hana mengerutkan keningnya lalu menoleh, mendapati Dimas dan "Si Kampung itu juga berobat di sini?" Herannya seolah di ibu kota seluas ini tidak ada rumah sakit lain yang bisa Dimas pakai untuk mengecek kandungan si bibit kampung itu. Dipakainya kacamatanya, berniat tidak ingin peduli. Toh ia juga sudah tidak ada urusan lagi disini.

"Mbak Hana." Hana yang bersiap untuk melangkah, menoleh alis mengkrut. Si kampung itu baru saja memanggilnya? Apa tadi? Mbak? Hana? Anak tunggal kaya raya sepertinya dipanggil Mbak? Heloww!

Hana melangkah mundur mengambil jarak dari Kinan yang berjalan cepat menghampirinya. Apa-apaan anak kampung itu.

Hana menatap sekelilingnya, memastikan tidak ada kenalanannya yang sedang melihat adegan tidak diinginkan ini.

"Jauh-jauh sana ihh." ujarnya merasa jijik berdekatan dengan Kinan di tempat umum. Hana memandang sekelilingnya lagi, "kita ga deket ya, jangan sok akrab. Ih!" Dipandangnya Dimas yang baru berhenti di depannya, "bawa istrimu ini, sana. Ayo Bo--Mas Yuda?!" Hanya dalam kurun tiga detik perubahan raut wajah Hana yang tadinya terlipat-lipat berubah sumringah melihat pangerannya tiba-tiba muncul.

"Mas, katanya ga bisa jemput," ujarnya menghampiri Yuda tentu dengan menyenggol bahu Kinan lebih dulu.

Yuda tersenyum menyambut Hana, lalu sedikit kaget karena bertemu Dimas lagi di kondisi tidak terduga. "Kamu udah dijemput suami kamu?" Tanyanya merasa tidak enak melihat Dimas memandang Hana yang tengah menggandeng lengannya manja.

"Nggak dia gak jemput aku, itu lagi nemen-- Hana menggantung ucapannya, memandang Kinan. Sama seperti orang kalangan atas lainya, beberapa dari mereka belum terlalu mengetahui sisi lain pernikahan Hana dan Dimas yang baru saja ketambahan orang baru. Hana yang tidak ingin Yuda tau suaminya punya istri lain terpaksa terdiam, memutar otak mencari alasan yang masuk akal. "Engg itu lagi nemenin---

"Saya lagi nemenin istri saya." Yuda mengerutkan keningnya, beralih memandang Hana yang terdiam menatap Dimas.

Dimas menoleh ke arah Kinan, menarik pinggang perempuan itu, memandang wajah cantik Kinan lalu tersenyum ke arah Yuda, "maksud saya nemenin istri muda saya. Kinan, kenalin dia Yuda teman dekat Hana."

Yuda yang biasanya murah senyum terdiam, menoleh kala pelukan tangan Hana di lengannya melorot. Walau saat itu kedua mata Hana sedang tertutup oleh kaca mata hitamnya, Yuda masih bisa membaca mimik wajah perempuan itu.

Suasana dipinggir koridor itu menjadi sunyi, "Hallo Mas Yuda, saya Kinan." Hana memandang uluran tangan Kinan yang terangkat di depan Yuda.

"Aku pulang sendiri aja." Ujar Hana melangkah pergi. Ia sudah tau Yuda tidak akan menolak perkenalan.

Pada akhirnya, Kinan selalu mengambil segalanya darinya.

🥂🥂🥂

"Kamu kenapa tengah malam ke sini hm?" Hana memejamkan mata, menikmati surai rambutnya yang tengah dibelai oleh sang mama diatas pangkuan paha yang tak lagi kuat itu.

"Nanti Dimas cariin loh." Hana diam.

"Kamu ga lagi bertengkarkan sama Dimas?"

Hana tetap diam, bergerak kecil memperbaiki posisi kepalanya diatas oangkuan sang mama.

"Dimas baikan sama Hana?"

Hana memandang ke arah jendela kaca besar yang gordennya masih terbuka, menampakan cahaya-cahaya kecil dari gedung-gedung tinggi di depan sana.

Irya tersenyum kecil ikut memandang kearah jendela, mengelus rambut anaknya yang puluhan tahun silam sering merepotkannya tiap pagi.

Suara diffuser menjadi satu-satunya yang terdengar di ruangan rawat itu. "Mama."

Irya menunduk, memandang Hana yang baru saja memanggilnya sambil melamun. "Hm?"

Hana diam sejenak memperhatikan kerlap-kerlip cahaya di sana. "Mama ga bakal tinggalin Hana juga kan?" gumamnya lantas membuar Irya tertawa kecil.

"Emang mama mau diambil siapa?"

"Siapa aja."

Iryawati tidak lagi menjawab, begitupun Hana yang lama kelamaan terlelap dipangkuan sang mama.

🥂🥂🥂

Hari ini, rumah keluarga Kusuma sedang dipenuhi tamu-tamu terhormat, acara jamuan yang direncakan Dimas untuk mengumumkan kehamilan Kinan berjalan lancar sejak beberapa jam lalu.

"Ohh...jadi itu Kinan." Hana mendekat, ikut duduk di bar mini dapur sembari memangku kaki di sebelah Kenaya yang tengah memicingkan mata pada Kinan yang tengah berdiri tak jauh dari sana.

Hana menyeruput cairan pahit dari slokinya, turut memperhatikan Kinan yang sedang berusaha menunjukan keramahannya menyambut tamu-tamu. Tidak sedikit dari mereka mengabaikan Kinan dan hanya sesekali berbincang dengan perempuan itu untuk sekedar menghargai usaha Dimas.

Para tamu yang hadir disana tak jauh beda dengan isi pikiran Hana memandang Kinan. Beberapa dari mereka yang bersikap baik pada Kinan hanya sekedar untuk menjilat keluarga Kusuma.

"Emang dia gak malu ya tebar-tebar senyum gitu abis ngerebut laki orang."

Hana tertawa kecil mendengar perkataan Kenaya. "Mana Dimas mau lagi sama dia."

"Kamu ga ada niatan mau bikin dia sadar diri? Aku ada kok kenalan yang biasa lakuin kayak gitu, mau aku bantu?" ujar Kenaya menoleh pada Hana.

Perempuan itu melotot. "Yaampun Han-na?!"

Hana mengerutkan dahinya mendapati pelototan Kenaya, dirabanya wajahnya memastikan tidak ada yang aneh. Merasa sesuatu yang basah mengalir dibawah hidungnya, Hana buru-buru melihat tangannya.

Darah.

Hana buru-buru menutupi hidungnya, menjaga tetesan darah tidak keluar lebih banyak, beranjak meraih tisu di atas meja dapur, menyumbat hidungnya, lalu berlari menuju kamar, diikuti Kenaya yang turut panik.

Kejadian itu tak lepas dari pandangan Dimas yang tidak sengaja memperhatikan gerak gerik panik kedua sekawan itu.

Merasa ada hal aneh, Dimas lantas menghampiri, membuka pintu kamar Hana, mendapati Kenaya sedang berdiri risau di depan kamar mandi dengan tisu penuh darah di atas ranjang. Di singkirkannya Kenaya, masuk ke dalam kamar mandi, mendapati Hana sedang menunduk di depan wastafel.

Ditariknya bahu perempuan itu, agar Dimas dapat melihat apa yang terjadi, kemudian mendapati aliran darah dihidung Hana yang masih belum berhenti mengalir, sementara wajahnya yang selalu penuh warna terlihat pucat.

Hana menepis tangan Dimas dibahunya, kembali menunduk, mencuci hidungnya, berharap mimisannya berhenti, karena entah perasaan Hana saja atau bukan, semakin lama berdiri, tubuhnya semakin terasa lemas.

Bruk!

"Hana!"

🥂🥂🥂

Terima kasih sudah membaca ❤️

Kalau sempat jangan lupa vote dan komen 🤗

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 69.7K 50
Aku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah...
103K 10K 11
Aku tidak pernah berpikir untuk menggantikan mami di perusahaan. Bahkan untuk menggantikan beliau saat meeting dengan klien pun tidak pernah terpikir...
53.3K 3.2K 19
10 tahun bukanlah waktu yang sedikit dalam menjalin hubungan bagi Aristide Keano dan Kyla Aurelia. Sudah banyak yang mereka lewati selama ini. Pahit...
9.9K 1.1K 8
Namira Arsinta mencintai Deonardo Wijaya dengan sepenuh hatinya. Perempuan itu memberikan segalanya bahkan harga dirinya dengan harap laki-laki itu t...