Atharya turun dari motornya dengan langkah sedikit tertatih, di depan sana sudah ada Gail yang baru saja keluar dari dalam rumah, ia menunggu kepulangannya. Untungnya Atharya memakai masker dulu tadi, jadi Gail tidak akan melihat lukanya.
"Bang Jio ngapain pake maskel?" tanya Gail yang kini sudah berada di depannya, Atharya mengacak rambut Gail yang rapi itu dengan gemas.
"Luka, jangan diliatin."
Gail mengangguk sambil menguap, wajar kalau anak itu mengantuk karena seharusnya Gail sudah tidur di kamarnya setengah jam yang lalu. Kalau gini ceritanya Atharya jadi merasa bersalah karena udah ngebuat Gail menunggu lama.
"Masuk, udah malem."
Di ruang tamu ada Sadewa yang masih berkutik dengan laptop nya, Atharya menyuruh Gail untuk pergi ke kamar duluan dan bilang ia akan menyusul.
"Berantem sama siapa lagi, nih? Sama yang kemaren?" Tanya Sadewa setelah
Atharya melepaskan maskernya.
"Hm siapa ya? Kayaknya beda lagi deh, Pa."
Sadewa menggelengkan kepalanya pelan, "kurang-kurangin, Thar. Kasian Gail nangis terus liatin kamu luka-luka gitu, katanya mau bantu dia sembuh?"
"Maunya gitu, Pa. Tapi mereka ngeselin, tadi kan Athar nyuruh Karalyn nunggu di depan aja biar Athar yang masuk buat beli makanan. Eh pas Athar keluar ada anak-anak cowo yang godain Karalyn, Athar kan jadi kesel, Pa!" jelas Atharya sesingkat yang ia bisa, bibirnya sakit kalau bicara terlalu banyak.
"Terus gimana Kara? Aman, kan?"
"Ya aman lah, Pa! Kan ada Athar yang jagain, walaupun kudu bonyok dulu," balas Atharya sambil sesekali berdesis nyeri.
"Gapapa bonyok, yang penting calon menantu Papa aman."
"Athar baru empat belas tahun kalo Papa lupa," cibir Atharya.
"Ah iya, beberapa minggu lagi juga udah nambah. Kamu nggak mau ngerayain, Thar?" tanya Sadewa.
Jawaban yang sama seperti tahun-tahun lalu, Atharya tidak mau. Apalagi nanti ia jadi pusat perhatian, bisa pingsan dia saking risihnya.
"Yaudah sana, kasian Gail nunggu lama."
"Mama!" Panggil Gail pada seorang wanita yang bisa di bilang masih muda, sekitar tiga puluh tahunan.
Atharya mendekati wanita yang di sebut 'mama' oleh Gail itu dengan wajah datar. Sampai di hadapannya, Gail meminta untuk turun dan segera memeluk kaki wanita itu.
"Udah sembuh? Ayo, pulang!"
Gail yang masih memeluk kaki wanita itu langsung terhempas karena wanita itu langsung berbalik, tanpa berniat membantu Gail yang terduduk di lantai. Tentu saja kejadian itu terekam jelas di mata Atharya.
"Nggak usah pulang sama Mama kamu, ikut bang Jio aja ya?" ajak Atharya setelah membantu Gail untuk berdiri dari duduknya.
"Tapi nanti Mama nyaliin," kata Gail sedih.
Atharya menghela nafas sejenak sebelum menganggukkan kepalanya, mengijinkan Gail untuk menyusul Mamanya yang kini kian menjauh. Atharya mengikuti Gail dari jarak yang cukup jauh, ia hanya ingin memastikan jika Gail baik-baik saja dengan wanita itu.
"Ma tungguin Gail!"
Wanita itu membalikkan badan karena Gail terus berteriak meminta untuk menunggunya. Selepas Gail tiba di dekatnya dan menggenggam tangannya, wanita itu langsung menghempaskan tangan yang di genggam Gail, membuat Gail sedikit menjauh.
Atharya melihatnya, tapi ia masih diam. Menunggu apa yang akan di lakukan wanita itu. Kara yang berada di sekitar sana juga memperhatikannya, sama seperti yang dilakukan Atharya. Ia juga menunggu apa yang akan dilakukan oleh wanita yang di sebut 'Mama' oleh Gail.
"Jangan sentuh saya!" sentak wanita itu, membuat Gail gemetar karenanya.
"Kamu itu sudah saya bilangin dari dulu, jangan sentuh saya! Dasar anak nggak tahu diri, sudah di urus malah ngelunjak! Harusnya saya nggak dengerin omongan Hanz buat nerima kamu di rumah."
Wanita itu membentak Gail dengan berbagai makian dan cacian, mengabaikan Gail yang kini sudah gemetar hebat.
Atharya langsung menyambar tubuh Gail agar ia peluk, membuat wanita yang tadi membentak Gail terdiam karena kedatangannya yang tiba-tiba.
"Siapa anda? Saya belum selesai bicara dengan anak saya," kata wanita itu dengan nada tak suka.
"Saya? Saya yang akan mengambil Gail dari anda, anda itu orang tua macam apa yang memarahi anaknya dengan kata-kata yang tidak pantas?" balas Atharya tak kalah sengit.
"Silahkan ambil saja, gara-gara anak ini kehidupan keluarga saya jadi hancur!"
"Ta-tapi nanti Papa sedih kalo Gail enggak pulang!" pekik Gail membela diri, walaupun masih kecil tapi ia tau maksud dari perkataan Mamanya.
"Tapi saya yang menderita kalo kamu pulang!" balas wanita itu tajam, membuat Atharya yang mendengarnya ikut sakit hati.
"Cukup! Mulai sekarang, anda jangan lagi datang kesini. Jangan temui Gail lagi, sekarang anda pergi sebelum saya meminta satpam mengusir anda!" ucap Atharya penuh penekanan.
Bukannya langsung pergi, wanita itu menatap remeh Atharya. Ia tidak tahu kalau Atharya pemilik rumah sakit ini.
"Memangnya bocah seperti kamu ini bisa ngusir saya? Yang ada kamu yang di usir."
Atharya menaikkan satu alisnya dan tersenyum miring, "oh ya? coba saja kalau bisa."
Merasa diremehkan, wanita itu memanggil satpam yang berjaga disekitar sini. Setelahnya ia meminta dua satpam yang datang untuk mengusir Atharya dari sini, namun bukannya menurut kedua satpam itu saling menatap satu sama lain lalu menatap Atharya yang masih menatap wanita itu dengan remeh.
"Yang anda usir itu anak pemilik rumah sakit ini, Nyonya. Kami mana berani mengusir tuan muda," kata salah satu satpam.
Atharya tekekeh dengan senyuman yang masih sama, "see? silahkan anda pergi darisini, rumah sakit ini tidak menerima orang tua sialan macam anda!"
PLAKK!
Satu tamparan mendarat di pipi kanan Argazka, membuatnya tersenyum sinis menatap wanita di depannya itu dan berlalu dari sana, meminta ke dua satpam itu mengusirnya.
Atharya menghela nafasnya ketika kejadian yang sudah berhari-hari lalu terputar di otaknya, ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah kejadian itu Gail tampak biasa saja, tidak ada wajah sedih yang terlihat di wajahnya. Malahan Atharya yang masih kepikiran sampai sekarang.
Setelah mencuci muka, Atharya kembali ke kasurnya dengan pelan-pelan agar tidak membangunkan Gail. Ia mendekatkan dirinya ke arah Gail yang tertidur pulas, mengecup kening Gail.
Menutup matanya agar ia tertidur, namun cukup lama Atharya menutup mata dirinya tidak juga tertidur dan masuk ke alam mimpi. Kembali menutup matanya saat merasakan benda kecil menyentuh lukanya dengan gemetar, itu jari-jari Gail.
Atharya pura-pura menggeliat dan membawa Gail kedekapannya agar tidak melihat luka-lukanya lagi, ia tau sejak hari kedua Gail tinggal disini, saat mereka tidur, Gail mengintip luka-luka yang ia dapatkan pada hari itu. Dengan tangan gemetaran yang juga sama seperti tadi, ia menyentuh luka-lukanya.
Entahlah, Atharya tidak begitu mengerti kenapa Gail melakukan itu. Atau mungkin ia tau?
Gail mencoba untuk membiasakan diri melihat luka-luka yang didapatkan Atharya agar ia tidak mempunyai trauma yang menurut Gail, aneh.
Entah darimana ia mendapatkan kata-kata seperti itu, tapi semenjak Gail sekolah, ia merasa sikap Gail sedikit berbeda. Jangan bilang Gail dibully?
Atharya menggeleng, berusaha mengenyahkan pemikiran itu dari otaknya. Ia mengusap punggung Gail yang sedikit gemetar, kepala Gail mendongak untuk melihat lukanya membuat Atharya membuka mata.
"Jangan di liatin, tidur," pinta Atharya yang kini menatap Gail tepat di matanya, membuat Gail sedikit lebih tenang karena tatapan matanya yang teduh tapi juga sayu karena kantuk.
"Bang Jio jangan belantem lagi," kata Gail sebelum menutup matanya.
"Athar, yang ini bagus nggak sih?" tanya Karalyn yang sedang memegang baju anak cowok.
Atharya menimang sebentar, mengamati baju berwarna hijau dengan gambar spiderman itu. Lalu mengangguk setuju, weekend ini mereka kembali ke swalayan karena minggu lalu mereka tidak jadi membeli keperluan Gail.
Bisa saja ia menyuruh pelayan untuk menyiapkannya, tapi Atharya manfaatkan agar ia bisa pergi bersama Kara. Gail tidak ikut karena Sadewa mengantarnya ke psikiater karena Adrian yang biasanya memeriksa Gail sedang sibuk menangani pasiennya yang lain.
"Yang warna lain nggak ada? Gail kurang suka warna ijo, kayak zombie katanya."
Karalyn kembali mencari baju yang sama dengan warna lain, "ada nih! biru, merah, sama item, pilih yang mana?"
"Kalo semua, gimana?" tanya Atharya yang bingung memilihnya dan menggaruh kepalanya yang tidak gatal.
Karalyn tersenyum kesal. "Itu namanya pemborosan, tuan muda Athar!"
"Ya udah yang warna biru aja."
"Oke."
"Gail maniak spiderman, ya?" gumam Karalyn yang melihat kembali barang-barang belanjaan mereka, selalu ada gambar manusia laba-laba itu di setiap barang.
Atharya menganggukkan kepalanya pelan, matanya masih menatap benda pipih yang menampilkan permainan yang akhir-akhir ini jadi trending di kalangan anak remaja.
Atharya menidurkan kepalanya di paha Karalyn setelah pacarnya itu selesai mengecek barang-barang yang di beli, ia menelungkupkan wajahnya di perut Karalyn dan meminta untuk mengelus kepalanya. Atharya mengantuk.
Karalyn mengelus-elus kepala Atharya dengan lembut hingga yang di elus tertidur karena merasa nyaman dan juga rasa lelah yang ada di tubuhnya. Terdengar dengkuran halus dari Atharya, membuat Karalyn mau tak mau menyunggingkan kedua sudut bibirnya.
Setelah di pikir-pikir, Karalyn jadi sering tersenyum atau tertawa setelah bertemu Atharya. Di sekolah pun Karalyn sudah sangat jarang ada yang menganggunya, dan hanya cibiran saja yang ia dengar.
Dan satu lagi, hubungannya dengan Auris masih sama. Walaupun ia pacar Atharya, itu tak membuat Karalyn dan Auris menjadi teman. Karena memang dasarnya dari dulu mereka tidak mau berteman, Auris yang songong dengan Karalyn yang sinis dan galak. Lagipula Auris tidak mau menambah teman, walaupun hanya satu. Ia lebih suka sendiri.
"Bang Jio tidul ya, kak?" tanya bocah laki-laki yang membuat Kara terbuyar dari lamunannya.
"Iya, kamu mau tidur juga?" tanya Karalyn yang melihat jam menunjukkan pukul setengah 2 siang, waktu yang biasanya Gail gunakan untuk tidur.
Gail mengangguk, ia naik ke atas kasur dengan pelan-pelan karena takut membangunkan Atharya. Hal itu membuat Karalyn terkekeh geli karenanya, lalu ia meminta Gail untuk tiduran di sampingnya.
"Gail, di sekolah udah punya temen berapa?" tanya Karalyn yang kini mengelus kepala Gail lembut, sama seperti yang ia lakukan ke Atharya tadi.
"Nggak tau."
Karalyn mengernyit, "kok nggak tau?"
"Gail belum bisa ngitung kak," cicit Gail, membuat Karalyn lagi-lagi tersenyum mendengarnya.
"Coba sebutin siapa aja, nanti kak Kara itungin."
Gail mengangguk. "Hilo, Aalav, Olivel, Galang, Ilfan, Lingga, sama Baim."
"Maksud kamu itu, Hiro, Aarav, Oliver, Galang, Irfan, Lingga, sama Baim, kan?" tanya Karalyn yang sedikit kebingungan karena Gail yang masih susah menggunakan huruf 'R'.
"Iya."
"Wah temen kamu banyak ya? Hmm, sekarang kamu tidur biar nanti nggak ngantuk, bang Jio aja udah ngorok tuh!" suruh Karalyn yang membuat Gail mengangguk, Atharya sudah janji akan mengajaknya jalan-jalan pakai motor nanti malam.
Gail juga sudah di belikan helm kecil oleh Atharya dan Karalyn tadi, tentunya helm yang ada gambar spiderman nya.
"Dibilangin nggak usah lari juga," kata Atharya yang berjalan di belakang Gail.
Seperti janji Atharya, malam ini mereka jalan-jalan di pasar malam yang berada di dekat perumahan Atharya. Karalyn menoleh ke arah Atharya yang kini masih terlihat tenang, padahal biasanya ia akan risih jika di tempat ramai.
"Kamu nggak papa, kan?"
"Ha? oh, nggak papa. Kalo malem diliatin juga nggak bakal risih aku nya," balas Atharya yang untungnya langsung konek dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Karalyn.
"Oh, jadi itu alasan kamu lebih suka keluar malem?" tanya Karalyn yang kini sudah mengetahui alasan kenapa Atharya lebih suka keluar malam daripada siang.
"Hm? kok tau kalo aku suka keluar malem?"
"Om Sadewa yang bilang," ucap Karalyn.
"Bang Jio, naik itu yok!" teriak Gail yang kini berdiri di dekat bom-bom car, Atharya mengangguk lalu dengan semangat ia mengajak Karalyn untuk ikut.
Mereka terlalu semangat bermain sampai-sampai tidak sadar kalau waktu sudah sangat larut, mereka segera pulang karena Gail sudah mengantuk dan Karalyn harus pulang.
"Rumah Kayla deket dari sini?" tanya Atharya saat Karalyn meminta untuk di antar ke rumah sahabat satu-satunya.
"Iya, di pertigaan itu belok kanan rumahnya yang cat warna abu-abu," kata Karalyn sambil mengarahkan jalannya.
Memang Karalyn mendadak bilang akan menginap di rumah Kayla, karena tadinya ia akan pulang dulu baru ke rumah Kayla. Tapi karena mereka kemaleman, Karalyn meminta untuk langsung di antar ke rumah Kayla. Karena selain sudah larut dan rumahnya dekat, Karalyn kasian dengan Gail yang terus menahan kantuknya.
Atharya menyuruh Karalyn untuk memanggil Kayla agar keluar rumah, takutnya Kara harus menunggu lama. Siapa tahu Kayla sudah tidur dan tidak mendengar panggilan dari Karalyn.
"Yaudah, aku pulang ya," pamit Atharya setelah Kayla membuka gerbang rumahnya dan menyapa mereka.
"Enak banget kencan sampe larut gini," cibir Kayla iri.
Karalyn tertawa kecil mendengar cibiran Kayla, ia tau kalau orang tua Kayla sangat protectif padanya. Makanya Kayla tidak pernah berpacaran, bahkan teman laki-laki aja hanya tetangga yang di sebelah rumah ini.
"Udah yok masuk, gue udah ngantuk," ajak Kayla.
Mereka pun masuk ke rumah, tapi sesampainya di kamar Kayla mereka tidak jadi tidur. Mereka mengobrol sebentar dan berakhir maraton drama.
Sedangkan Atharya yang masih di jalan mengendarai motornya pelan karena Gail yang sudah tertidur, tadi mereka berhenti di jalan dan meminta Gail untuk berpegangan yang erat agar tidak jatuh.
Padahal Atharya tau, kalau ia mengendarai motornya dengan pelan membuat Gail semakin terlelap di tidurnya. Lebih baik begitu daripada nanti Gail terjatuh dari motor.
Bersambung..