Butterfly Effect

By NafillaArch

15.7K 1.9K 1.5K

WARNING : Mature Content 🔞🔞 Kebijaksanaan pembaca diharapkan. Sebenarnya, Tindakan semacam apa yang diizink... More

"satu"
"dua"
"tiga"
"empat"
"lima"
"enam"
"tujuh"
"sembilan"
"sepuluh"
"sebelas"
"dua belas"
"tiga belas"
"empat belas"
"lima belas"
"enam belas"
"tujuh belas"
"delapan belas"
"sembilan belas"
"dua puluh"
"dua puluh satu"
"dua puluh dua"
"dua puluh tiga"
"dua puluh empat"
"dua puluh lima"
"dua puluh enam"
"dua puluh tujuh"
"dua puluh delapan"
"dua puluh sembilan"
"tiga puluh"
"tiga puluh satu"
"tiga puluh dua"
"tiga puluh tiga"
"tiga puluh empat"

"delapan"

411 56 28
By NafillaArch

Chanyeol telah menyelesaikan kelasnya lebih awal hari ini, tak terlalu buruk karena pagi ini ia dapatkan kopi miliknya tanpa perlu mengantri di kafe tempat biasanya. Entahlah, tak banyak pengunjung tadi pagi hingga membuatnya sedikit bersemangat karena bisa datang ke kelas tanpa terlambat plus makalahnya dapat diselesaikan tepat waktu.

Ia melangkah keluar dari koridor kampus dengan santai, beberapa mahasiswi jelas-jelas menatapnya dengan pandangan kagum. Pria yang dikenal sebagai salah satu sosok paling diidamkan itu tentu saja menjadi incaran banyak wanita. Perawakannya yang tinggi gagah, rambut gelap yang jatuh dengan patuh atau senyum manis miliknya rasanya sudah cukup luarbiasa, tapi ia justru membuat seluruh karakternya menjadi sempurna saat Chanyeol benar-benar terjun sebagai mahasiswa yang aktif di organisasi, menyumbangkan banyak prestasi dibidang akademik dan kini merambah kepopulerannya sebagai salah satu atlet basket kampus.

Itu semua tentu saja tak didapatnya dengan mudah, semuanya menghabiskan banyak waktu dan tenaga, perlu kerja keras dan konsistensi. Bahkan sempat menerima banyak cemoohan atas usahanya. Tapi kini ia bangkit jauh lebih kuat dan membuktikannya dengan baik kepada semua orang. Tetapi, Chanyeol selalu lebih kagum kepada satu sosok yang dikenalnya diam-diam selama ini.

Yoona. Sudah lama semenjak Chanyeol memperhatikan keberadaan gadis itu, ia berada di satu organisasi yang sama dengannya. Memperhatikan seluruh kerja kerasnya dalam penyelenggaraan program kerja dan bagaimana gadis itu tetap mendapatkan nilai yang baik sebagai mahasiswa. Ia bahkan bekerja diantara sela-sela pendidikannya, bagaimana Yoona berbicara dengan bebas tentang mimpinya atau binar matanya saat ia berhasil menyelesaikan tugasnya. Dan untuk itu semua, Chanyeol tak pernah merasa ia sanggup berada di level yang sama dengannya.

"Hyeong! Disini!"

Teriakan Jihoon sukses menyadarkannya dari lamunannya, ia baru saja memasuki kafetaria universitas saat seorang lelaki muda berkacamata itu melambaikan tangan kearahnya. Chanyeol tersenyum, ia buru-buru menghampiri meja lelaki itu dan menyapanya singkat.

"Sudah lama?"

"Tidak, kelasku juga baru usai" Sahut Jihoon sambil menyunggingkan senyum manisnya

"Sudah pesan? Biar aku pesankan dulu ya"

Jihoon buru-buru menahan Chanyeol "Eh tak perlu hyeong, aku sedang diet sekarang"

"Huh? Yang benar saja" Pria dengan telinga besar itu tertawa membuat raut wajah Jihoon terlihat sebal

"Aku serius hyeong, kemarin aku menghabiskan dua bungkus ayam goreng sendirian dan sekarang sedang menyesalinya tau"

"Aish... Dasar bocah" Chanyeol menjitak ujung kepala Jihoon membuatnya mengaduh tapi kemudian terkekeh tanpa dosa.

"Omong-omong, bagaimana hyeong? Kencanmu tempo hari?"

Chanyeol terdiam, memandang raut Jihoon yang kini menatapnya dengan pandangan menggoda. Maksudnya, memang Chanyeol sempat meminta pendapat Jihoon tentang rencananya pergi dengan Yoona atau apa yang akan gadis itu sukai. Meminta pendapatnya sebagai salah satu orang yang amat mengenal gadis itu.

"Ey hyeong? Bagaimana?"

Chanyeol sedikit tersenyum, tersipu saat membayangkannya kembali. Sejujurnya ia tak tahu bagaimana perasaan Yoona, apakah ia menyukainya atau tidak. Tapi, dari bagaimana gadis itu tersenyum, tertawa atas lelucon konyolnya, dan menghabiskan makanan mereka dengan lahap, atau saat melambaikan tangannya dengan lembut setelah ia mengantarkan gadis itu kerumahnya...

"Entahlah, tapi kurasa ia sedikit menyukainya?"

°°°

Suasana di kafe itu tenang. Alunan musik yang sengaja dinyalakan dengan volume rendah membuat atmosfir disana tak jadi terlalu canggung. Hanya beberapa orang yang datang, sibuk berbincang atau sekedar membuka laptop dan mengerjakan banyak hal yang sulit dipahami. Tugas-tugas tentunya. Suasana tepat yang dibangun diantara jalanan padat Seoul.

Kopi disampingnya sudah dingin, hanya diisap beberapa kali saat ia mulai bosan. Maniknya bergerak dengan tenang, mengikuti kemana huruf-huruf itu terukir diatas buku yang dipegangnya, membacanya dengan lamat. Yoona masih berusaha memahaminya, memilih untuk menenggelamkan diri dalam fantasi bukunya sebelum riuh dalam kepalanya kembali datang untuk mengacaukan segalanya.

Nyatanya, kejadian malam itu tak bisa dilupakannya, masih membekas dengan sempurna diotaknya. Tatapan Taehyung atau bagaimana tekanan intens jemari pria itu diantara pinggangnya masih terbayang jelas. Taehyung jelas tengah menghukumnya sekarang, membuatnya merasa tak punya kekuatan setelah sebelumnya mencoba membunuhnya. Yoona meremas ujung kemejanya perlahan.

Ia membenci pria itu, terlampau benci bahkan. Dan ia tak akan pernah menyerahkan dirinya pada sosok iblis seperti Taehyung untuk itu semua. Tak peduli seberapa besar Taehyung akan mengancamnya. Ia adalah satu-satunya orang yang berhak menentukan kehidupannya sendiri.

"Anna Karenina?"

Suara itu hampir menyadarkan Yoona dari lamunannya. Ia menoleh saat mendapati seseorang telah duduk disampingnya yang entah sejak kapan, diantara meja panjang kayu yang langsung berhadapan dengan jendela besar dihadapannya. Membuat suasana jalanan dihadapannya dapat terpampang dengan jelas. Seorang lelaki dengan setelan jas berwarna biru gelap telah mendudukkan dirinya dengan tenang disamping Yoona.

Gadis itu sedikit tak menangkap maksudnya, tapi sedetik kemudian menyadari maksud ucapan lelaki muda itu setelah mendapati buku yang tengah berada ditangannya sekarang.

"Ah, ya"

Gambar seorang wanita dengan gaun merah tua yang menarik mata menghiasi sampul buku dengan latar belakang legam. Barisan huruf-huruf berjajar rapi menempati bagian atas buku sebagai judulnya, dapat diintipnya dengan kentara 'Anna Karenina' setidaknya itulah yang dimaksud sang lelaki.

"Bagaimana menurutmu? Bukankah Tolstoy adalah penulis yang hebat?"

Yoona sedikit canggung, ia menatap buku yang sedetik lalu dibacanya dengan pikiran yang kemana-mana. Buku itu mengisahkan betapa tragisnya kisah cinta milik sang tokoh utama, Anna. Penuh intrik dan bagaimana perselingkuhan dapat menghancurkan sebuah hubungan suci yaitu pernikahan. Yoona menutup bukunya, menerawang sebentar.

"Terlampau hebat. Sampai kuharap tak benar terjadi di dunia nyata"

"Bukannya memang ada konsekuensi dari cinta itu sendiri? Membuat seseorang merasa lebih hidup"

"Sakit hati yang kuterima dan membuatku merasa lebih hidup... Apakah sebanding untuk itu semua?"

Sudut bibir pria itu terangkat. Ia memandang manik Yoona yang tengah menatap jalanan dihadapan mereka berdua sekarang. Lebar dan dipenuhi manusia.

"Entahlah. Tak ada yang tahu"

Yoona tersenyum. Diam-diam menyetujui ucapan pria itu. Tak ada yang tahu memang. Sekuat apapun ia berusaha memahami perasaan itu, tak ada yang membuatnya yakin bahwa itu akan sepadan dengan kebahagiaannya.

"Anna juga begitu. Pilihannya untuk pergi bersama Vronsky adalah risiko yang ia pilih"

"Risiko yang sebenarnya ia sendiri tak mampu menanggungnya" Yoona menerawang, kembali mengingat bagaimana sang tokoh utama yang bernama Anna dan telah bersuamikan Karenina memilih untuk pergi bersama dengan laki-laki lain yang ia anggap lebih dicintainya, Vronsky.

"Bukankah itu artinya Anna telah memilih kebahagiaannya, untuk pergi bersama pria yang dicintainya?"

"Dan bukankah kebahagiaan begitu abu-abu? Kau bisa menganggap dirimu bahagia hanya karena kau merasa jatuh cinta" Yoona tertawa parau "Tanpa tahu mungkin ada lebih banyak luka yang diterima"

Hening sejenak, lelaki itu menatap Yoona dari balik ekor matanya. Kekaguman yang perlahan timbul membuatnya tersenyum untuk kesekian kalinya.

"Dan kurasa, Shakespeare juga akan setuju dengan ucapanmu"

Yoona seketika menoleh, gadis itu tergelak atas ucapan lelaki disampingnya "Oh, pasti menyenangkan punya ide yang sama sepertinya"

"Kenapa tidak? Kau mungkin tak ragu habiskan musim panas untuk membaca Romeo Juliet"

Yoona sedikit menaikkan alisnya "Hey, aku memang melakukannya!"

Keduanya tertawa. Percakapan itu mengalir begitu saja setelah lelaki muda itu dengan mudah memasuki topik yang baginya hampir sama menarik dengan referensinya atau karena Yoona tak merasa masalah pria itu menganggu waktu bacanya.

Atau justru karena gadis itu tak mengingatnya. Pria yang semalam berada dihadapannya. Ditempat yang sama saat Taehyung bersama gadis itu.

"Aku mengelola restoran di ujung jalan sana, Heaven Hills, kau bisa berkunjung kapan-kapan dan akan kutunjukkan koleksi buku terbaikku"

Yoona kembali menaikkan alisnya, rasanya nama restoran itu cukup familiar baginya. Sebuah restoran bintang lima dengan nomor reservasi yang hampir penuh tiap hari. Ia hanya melewatinya saja selama ini tanpa punya pikiran untuk masuk dan mencicipi makanan didalamnya.

"Eh? Jadi kenapa Anda disini?"

Lelaki itu tertawa "Ini rahasia, tapi pemandangan disini jauh lebih baik daripada yang disuguhkan restoranku"

"Jung Jaehyun" Pria itu mengulurkan tangannya tersenyum dengan lesung pipi yang samar terukir manis diantara wajah tampannya. Yoona menyalaminya dengan sopan.

"Yoona. Yoona Lim"

Dering telepon milik pria itu terdengar sepersekian detik berikutnya, sedikit disesali oleh sang pemilik karena terasa menganggu. Ia melirik nama kontak diponselnya lalu buru-buru bangkit dengan gestur tergesa.

"Aku akan pamit dahulu, kuharap kita bertemu lagi nanti"

Yoona tak sempat mengatakan apa-apa saat pria itu bangkit dari kursi disampingnya. Berjalan pergi meninggalkannya sendirian setelah sebelumnya melayangkan senyum simpul kearahnya.

Ia sedikit menyayangkannya diam-diam. Lelaki tadi hampir punya selera yang sama dengan dirinya, dan Yoona selalu menyukai pembahasan tentang itu semua. Ia akan kembali membuka bukunya, melanjutkan waktu bacanya yang tertunda sebelum mendadak maniknya menangkap sebuah benda panjang yang berkilauan dibawah meja. Tanpa pikir panjang Yoona meraihnya, mendapati sebuah pena sewarna emas dengan desain mewah baru saja jatuh dibawah sana. Tidak, justru itu terbuat dari emas asli.

Lantas retinanya menajam saat ukiran huruf-huruf diantara ujungnya dapat dibacanya dengan jelas. Nama sang pemilik pena. Nama yang baru saja dikenalinya. Nama seseorang yang sudah hilang diantara jalanan padat kota dihadapan matanya.

Jung Jaehyun.

°°°

Sore itu seperti biasanya, awan gelap telah membumbung tinggi diatas langit. Bau-bau datangnya hujan sudah mulai terasa semerbak dengan angin kencang yang mengguncang dinding-dinding pepohonan.

Yoona telah melangkahkan kakinya kembali disini.

Memandang orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka dirumah besar itu. Semua orang telah mengetahui apa yang terjadi dengannya, atau bagaimana sikapnya yang seolah-olah sebagai pembangkang diantara mereka semua. Para pelayan itu kini menjauhinya, mereka membicarakan Yoona dibelakangnya seolah gadis itu diasingkan.

Apalagi setelah Taehyung kini memerintahkan Yoona sebagai satu-satunya pelayan yang akan membawakan minumannya ke lantai atas menggantikan kepala pelayan. Semua orang memandangnya dengan tatapan aneh sekaligus menyudutkan, beberapa bahkan berasumsi bahwa Yoona mungkin telah memberikan tubuhnya pada pria itu dengan cuma-cuma. Tapi kini Yoona abai, gadis itu memilih menghabiskan waktunya dengan fokus pada pekerjaannya, memakan jatah makan siangnya sendirian, mengerjakan semuanya tanpa bantuan, dan hanya menunggu hingga nanti waktunya benar-benar berakhir sesuai kontrak kerja miliknya.

"Bawakan keatas, Tuan Kim punya tamu hari ini"

Kepala pelayan Seo memberikan Yoona sebuah nampan berisikan dua buah teh yang asapnya masih beterbangan diatas cairan kecoklatan itu. Ia mengangguk tanpa suara, lalu berjalan menaiki tangga besar ditengah ruangan utama. Sekarang ini menjadi tugasnya, membuatnya bertemu dengan Taehyung menjadi hal yang lebih mudah akhir-akhir ini. Sekaligus mengerikan. Karena entah apa saja yang bisa pria itu lakukan padanya.

Ia memasuki ruang kerja Taehyung setelah dua orang penjaga didepan pintu membiarkannya memasuki ruangan. Memasuki tempat dimana ia merasa menjadi lebih tak berdaya tiap kali melangkahkan kakinya disana, Yoona mendengar dua orang yang tengah duduk di kursi ditengah ruangan kini berbincang samar-samar.

Berjalan dengan sopan mendekat kearah mereka, perlahan ia memindahkan teh dari atas nampan hitam ditangannya ke meja yang ada disampingnya. Saat mendadak hidungnya mencium sebuah aroma yang tak asing, aroma parfum yang masih diingatnya terakhir kali mereka bertemu. Empat tahun yang lalu.

Ia sedikit mendongakkan kepalanya, untuk mendapati lawan bicara Taehyung sekarang, tamu milik pria itu.

Manik Yoona membulat, retinanya menajam dan seketika teh ditangannya terjatuh dibawah, membasahi meja begitu juga kakinya.

"Oh!"

Teriaknya penuh keterkejutan, Taehyung yang mendapati gadis itu baru saja menumpahkan teh panasnya menatapnya dengan alis terangkat.

"Apa yang kau lakukan?"

"Maafkan aku Tuan Kim, ini kesalahanku. Aku akan segera membersihkannya" Yoona buru-buru meraih sebuah lap yang ia bawa disamping tangannya, melap meja dengan tergesa.

"Astaga, pelayanmu ceroboh Tuan Kim"

Suara itu dapat didengar Yoona dari sela-sela telinganya. Suara seorang pria yang amat dikenalinya. Tangannya bergetar saat membersihkan tumpahan cairan panas itu, telinganya mulai berdengung dan Yoona telah kehilangan fokusnya. Pikirannya seolah membawanya pergi dari sana. Kembali di empat tahun lalu dimana Yoona kehilangan segalanya, kehilangan kedua orang tuanya.

"Ia akan membawakan yang baru untukmu Tuan Lee" Sahut Taehyung dengan tenang, tetapi matanya menatap pundak Yoona yang masih bergetar dibawah sana.

Yoona memberanikan diri menatap tamu milik Taehyung sekarang. Sekali lagi menahan nafasnya saat melihat sosok itu kini tengah berada dihadapannya persis seperti terakhir kali ia menuntutnya di pengadilan. Benar, Lee Ye Joon.

Pria yang merenggut semuanya, pria dihadapannya itu adalah orang yang membunuh kedua orang tuanya empat tahun lalu.

°°°

to be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

312K 34K 71
⚠️BXB, MISGENDERING, MPREG⚠️ Kisah tentang Jungkook yang berteleportasi ke zaman Dinasti Versailles. Bagaimana kisahnya? Baca saja. Taekook : Top Tae...
154K 17.7K 44
#taekook #boyslove #mpreg
72.1K 7.6K 34
FIKSI
718K 67.1K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...