Lima bulan sudah hari-hari berat yang Kiran lewati, itu artinya sudah selama lima bulan ini Tian masih betah dengan tidur panjangnya. Hari-hari berat tanpa kehadiran Tian itu Kiran lewati, walaupun terkadang ia ingin sekali marah pada semesta yang dengan tidak adilnya hampir membuatnya kehilangan untuk yang kedua kalinya.
Disinilah Kiran sekarang, di ruangan yang beberapa bulan ini sudah seperti jadi rumah kedua baginya, ruangan yang masih saja sepi sebab penghuninya masih betah di alam mimpinya. Tanpa tahu disini banyak orang yang menunggunya. Selama itu pula Kiran dengan telaten merawat Tian, bahkan ia rela setiap hari meninggalkan anak-anaknya dengan Gita dan Narda dikarenakan ia harus menemani Tian.
"Mas udah lima bulan loh ini, masa gak mau bangun juga?aku sama anak-anak nunggu mas setiap hari berharap mas bangun dan kita bisa kumpul sama-sama lagi" Ucap Kiran sembari mengelus rambut Tian yang kini mulai memanjang.
"Mas tau gak? Sekarang usia Nisya udah genap satu tahun, tepatnya kemarin dia ulang tahun. Dan yang buat aku sedih kamu gak ada di ulang tahunnya yang pertama. Bahkan dia sempat bertanya kemana ayah, kenapa ayah gak datang ke ulang tahunnya, aku bingung mas harus bagaimana menjelaskannya, dia masih terlalu kecil dia tidak akan mengerti"
"Dan sesuai saran ibu aku kemarin bawa dia kesini, biar dia bisa lihat kamu mas. Tapi gak disangka ternyata dia seperti asing sama kamu mas, dia cuma diam terus minta pulang. Aku takut mas, aku takut nanti Nisya jadi merasa asing sama kamu" Kiran masih saja bercerita walaupun ia tahu tak akan ada respon atas apa yang sedari tadi ia ceritakan.
"Aku mohon mas bangun ya, aku gak bisa gini terus mas. Udah cukup dulu aku kehilangan mas Haikal aku gak mau kehilangan lagi mas" Lirih Kiran lantas menggenggam erat tangan Tian.
"Tangan kamu beda sekarang mas. Tangan hangat yang biasa melindungi aku sama anak-anak sekarang jadi kurus. Pokoknya nanti kalo mas bangun aku bakalan masakin semua makanan kesukaan mas, terus kita bahagia sama-sama lagi. Kita besarkan anak-anak bareng-bareng sampe nanti kita tua" Ucap Kiran lagi lalu mencium tangan Tian.
Setelah lelah bercerita sendirian, akhirnya Kiran menelungkupkan wajahnya pada tangan Tian. Namun yang membuatnya terkejut adalah jari telunjuk pada tangan itu yang tiba-tiba saja bergerak. Hal itu sontak membuatnya terkejut lantas ia dengan cepat memanggil dokter. Tak lama Winan datang dengan diikuti beberapa perawat. Winan meminta Kiran untuk menunggunya diluar dan Kiran pun menuruti nya.
Setelah hampir 30 menit Kiran menunggu dengan gelisah sembari merapalkan doa semoga saja akan ada kabar baik setelah ini. Tak lama pintu ruangan itu terbuka dan menampilkan Winan dengan wajahnya yang nampak lelah.
"Bagaimana mas? Mas Tian sadar kan?" Tanya Kiran setelah berlari menghampiri Winan.
Winan yang ditanya hanya tersenyum lantas menepuk pundak Kiran "Kamu tenang ya, suami kamu baik-baik aja kok"
"Syukurlah kalau begitu mas"
"Dan kabar baiknya sekarang dia sudah sadar. Tapi keadaannya masih lemah, dia masih perlu istirahat total" Jelas Winan membuat Kiran tersenyum bahagia.
"Alhamdulillah akhirnya mas, penantian aku selama ini gak sia-sia" Mata Kiran nampak berbinar mendengar kabar baik itu.
"Aku boleh masuk sekarang kan mas?" Tanya Kiran.
"Boleh, tadi dia nanyain kamu sama anak-anak juga. Mas bilang kamu nunggu diluar" Balas Winan diiringi senyuman manis khasnya.
"Ya udah kalau gitu aku masuk dulu ya mas. Makasih banyak mas"
"Iya sama-sama, ini memang sudah kewajiban mas. Ya udah sana masuk, mas juga mau ke ruangan dulu" Pamit Winan.
Setelah pintu ruangan itu terbuka, Kiran disambut dengan senyuman manis yang selama 5 bulan terakhir ini sangat ia rindukan, walaupun sejujurnya wajah itu nampak berbeda, pipi nya yang tampak lebih tirus dibandingkan saat terakhir kali ia mengelusnya sebelum berangkat bekerja dulu, dan bibir yang biasanya menampilkan senyuman cerah itu masih tampak pucat.
"Mas?!" Ucap Kiran lalu berlari menghampiri Tian.
"Aku kangen banget, mas lama banget sih tidurnya" Ucap Kiran lagi sembari memeluk raga yang baru saja terbangun itu.
"Maafin mas ya" Balas Tian lirih, lalu mengelus punggung rapuh sang istri.
"Mas gak salah kok, yang terpenting sekarang mas sudah sadar, dan kita bisa kembali seperti dulu lagi" Kiran semakin mengeratkan pelukannya, sudah lama rasanya ia tak merasakan pelukannya dibalas seperti hari ini.
"Aku takut mas, aku takut kehilangan lagi, aku gak mau, aku gak bisa. Berat mas, berat banget selama ini aku tanpa mas" Isak Kiran.
"Maaf mas buat kamu susah. Sekarang mas disini mas gak akan kemana-mana, mas ada buat kalian"
"Udah ya jangan nangis lagi, mas akan tetap disini sama kalian, mas gak akan ninggalin kalian" Tian lantas beralih mengelus belakang kepala Kiran.
"Mas janji, setelah ini kita harus bahagia, mas gak akan buat kalian sedih lagi. Jadi sekarang sudah ya jangan nangis lagi" Tian mengelus pipi Kiran guna menghapus air matanya yang terus saja mengalir.
"Iya mas, aku bersyukur banget mas bangun, aku gak tau harus bagaimana lagi yang jelas aku sangat-sangat bersyukur. Welcome back mas, terimakasih sudah kembali" Balas Kiran lalu tersenyum.
"Makasih sayang, sesudah ini ayo kita mulai kembali kebahagiaan keluarga kecil kita"
"Oh iya, anak-anak mana?" Tanya Tian.
"Anak-anak aku titipin sama Narda mas, tadi aku udah ngabarin Narda dan mereka bakal kesini nanti sore" Jawab Kiran.
"Maaf ya selama ini kamu pasti kesulitan ngurus anak-anak sendirian"
"Enggak kok mas, aku sering dibantu sama Narda dan Gita buat urus anak-anak. Kadang nenek-nenek sama kakek-kakek nya juga bantu aku kok mas. Mereka selalu ada buat bantu aku selama ini" Ujar Kiran.
"Mas sekarang istirahat aja dulu ya, masih lemes juga kan badannya? Nanti kalo anak-anak udah kesini aku bangunin. Jangan banyak pikiran dulu, aku sama anak-anak baik-baik aja kok. Sekarang yang terpenting mas sehat dulu" setelah mendapatkan anggukan dari Tian, Kiran lantas menarik selimut Tian dan kembali menyelimutinya.
"Kalo butuh apa-apa bilang aja mas, aku disini kok nungguin mas" Ucap Kiran lagi.
"Makasih ya dek"
🌸🌸🌸
Sore hari telah tiba, namun Narda belum juga sampai, tadi dia mengirim pesan singkat katanya masih diperjalanan karena sore ini jalanan cukup padat, jadilah agak lambat untuk sampai di rumah sakit.
"Mas, ayo makanannya diabisin dikit lagi loh ini. Biar gak lemes lagi" Ucap Kiran sembari menyuapi Tian.
"Enggak dek,mas udah kenyang, mas baik-baik aja kok sekarang, kan anak-anak mau kesini masa iya mas lemes terus" Protes Tian.
"Ya udah kalo gitu, ini minum dulu, katanya bentar lagi mereka sampe" Kiran lantas menyodorkan segelas air putih untuk Tian.
"Kamu juga jangan lupa makan dek, sekarang udah sore kamu belum makan kan? Makan dulu ya mas gapapa kok kalo ditinggal dulu. Nanti kamu sakit kalo sampe telat makan terus" Ucap Tian.
"Iya nanti mas, kalo Narda udah kesini aku makan. Lagian kan tadi ibu sama ayah kesini pas mas lagi tidur, masa iya aku tinggalin gitu aja kan gak sopan" Balas Kiran.
"Assalamualaikum" Ucap seseorang lalu membuka pintu.
"Waalaikumsalam mas, masuk mas" Kiran mempersilahkan Winan untuk masuk.
"Gimana keadaannya sekarang?" Tanya Winan ramah.
"Alhamdulillah baik dok, sekarang udah gak terlalu lemas" Balas Tian.
"Panggil Winan aja, oh iya Kiran, nih mas bawain kamu makanan, kamu pasti belum makan kan?"
"Makasih mas,maaf ngerepotin"
"Enggak kok, mas sengaja kesini mau kasih makanan ini buat kamu. Sekalian lewat sebelum pulang" Ujar Winan.
"Nah mas, jadi mas Winan ini dulu tetanggaan sama aku, kita temenan juga waktu kecil. Jadi dulu mas Winan itu mau banget punya adek dan karena aku juga gak punya Abang, jadilah mas Winan ini aku anggap abang aku sendiri dan juga sebaliknya. Makanya kita udah deket, tapi sayangnya pas lulus SMA mas Winan sama keluarganya pindah ke Jakarta" Jelas Kiran melihat wajah bingung Tian melihat kedekatan nya dengan Winan.
"Iya, jadi panggilnya Winan aja biar gak canggung" Tambah Winan, Tian hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Jadi selama ini, mas Winan yang rawat mas, mas inget kan waktu itu pamit sama aku mau ada penyambutan dokter baru, nah itu mas Winan. Dan selama ini juga mas Winan udah banyak banget bantu aku" Jelas Kiran lagi.
"Terimakasih banyak Winan, sudah banyak membantu keluarga saya. Saya gak tahu bagaimana cara membalas kebaikan kamu" Ucap Tian.
"Itu sudah menjadi kewajiban saya bang" Balas Winan.
"Maaf waktu itu saya harusnya ikut menyambut kedatangan kamu, tapi saya malah bikin kamu repot di hari pertama kamu kerja disini"
"Gapapa, namanya juga kecelakaan siapa yang tahu. Yang terpenting sekarang sudah baik-baik saja, biar Kiran gak nangis-nangis lagi" Winan menampilkan senyumannya.
"Ya sudah kalau begitu saya pamit pulang dulu, kasihan anak saya sudah menunggu dirumah" pamit Winan.
"Iya hati-hati mas, salam buat Kayra kapan-kapan kita makan bareng ya" Ucap Kiran.
"Sekali lagi terimakasih" Timpal Tian.
"Iya, ya sudah saya permisi. Assalamualaikum"
Tak lama setelah kepergian Winan pintu kembali terbuka, menampilkan Miko yang berlari menghampiri Tian.
"Ayah! Miko kangen banget sama ayah" Pekik Miko.
"Ayah juga kangen banget sama Miko, maafin ayah ya buat Miko khawatir, adek mana?" Tanya Tian.
"Gapapa kok yah, adek masih di depan kayaknya sama om sama tante" balas Miko.
"Gimana kabarnya kak?" Tanya Gita setelah memasuki ruangan itu diikuti Narda yang sedang memangku Nisya.
"Alhamdulillah baik" Balas Tian.
"Syukurlah kak kalau sudah membaik, aku gak tega liat kak Kiran yang sedih terus selama ini" Timpal Narda.
"Bunda juga sering nangis malem-malem yah, katanya kangen sama ayah" ujar Miko.
"Maafin ayah ya, gara-gara ayah bunda kamu jadi sedih" sesal Tian.
"Gapapa yah, sekarang bunda kayaknya udah bahagia lagi kok"
"Narda, Gita makasih ya selama ini kalian udah bantu Kiran, selalu ada buat dia juga maaf lagi-lagi kakak bikin kalian repot, kakak gak tau Kiran gimana kalau gak ada kalian" Ucap Tian.
"Enggak apa-apa kok kak, kita justru seneng bisa bantu asuh Nisya sama Miko jadi Dylan juga ada teman mainnya di rumah" Balas Narda, diangguki setuju oleh Gita.
"Oh iya Dylan mana kok gak ikut?" Tanya Kiran.
"Dylan lagi ikut sama oma opa nya kak, tadi siang mereka main ke rumah, terus Dylan mau ikut sama mereka. Katanya mau nginep di rumah oma opa nya" Balas Gita.
"Oh gitu, makasih ya udah repot-repot kesini"
"Iya kak, sama sekali gak ngerepotin kok"
"Sini Na, biar Nisya sama kakak aja. Kalian istirahat aja dulu pasti capek kan" Kiran lantas mengambil alih Nisya. Anak yang belum mengerti apa-apa itu hanya terdiam menatap bingung pada Tian.
"Dek Nisya kita ke ayah ya? Peluk ayahnya yuk? Ayah kangen katanya" Ucap Kiran,namun Nisya malah menggeleng lantas semakin erat memeluk Kiran. Rupanya yang ditakutkan oleh Kiran terjadi, ia takut Nisya merasa asing pada ayahnya.
"Kok adek gitu sih?! Kan itu ayah dek! Adek gak boleh gitu sama ayah" Miko kesal melihat Nisya yang malah bersembunyi di pangkuan Kiran.
"Abang, sabar ya jangan marah sama adeknya. Adek bukan gak mau sama ayah, adek cuma masih merasa asing sama ayah, adek belum mengerti sama apa yang terjadi" Tian menenangkan Miko.
"Maaf yah, maaf juga dek Abang gak maksud marah sama adek" Ucap Miko.
"Dek, dengerin bunda ya, jadi ini tuh ayah kamu, ayah yang selalu adek tanyain sama bunda. Ayah yang katanya adek kangen banget. Selama ini ayah lagi sakit dek. Makanya gak bisa ada terus buat adek. Tapi abis ini ayah bakalan temenin adek terus. Jadi yuk peluk ayahnya ya? Ayah juga kangen banget sama adek katanya" Bujuk Kiran.
"Mau ya? Nanti bunda janji abis ini kita jalan-jalan sama-sama ya?" Kiran masih berusaha membujuk Nisya.
"A-yah? Ma-in sama adek?" Tanya Nisya.
"Iya sayang, nanti adek bisa main sepuasnya sama ayah. Mau ya?" Balas Kiran.
Nisya mengangguk, "mau Bun".
"Ya udah yuk sekarang peluk ayahnya, kasian ayah udah nungguin adek sama Abang dari tadi siang loh"
"Ayah?" Sapa Nisya yang kini sudah didudukan di ranjang Tian.
"Hmm?iya sayang ini ayah. Adek kangen sama ayah?" Tanya Tian.
"Adek angen ayah" Balas Nisya membuat Tian tersenyum.
"Ayah juga kangen banget sama adek, maaf ya kemarin adek ulang tahun ayah gak ada buat adek. Ayah janji nanti setelah ini kita rayakan ulang tahun adek sama-sama ya. Adek mau kan?"
"Mau yah, adek mau ulang tahun sama ayah, buna, sama Abang"
"Ya udah nanti, setelah ini kita buat pesta ulang tahun buat adek ya. Nanti kita undang kakek sama nenek juga, oke?" Ucap Tian sembari menciumi pipi tembem Nisya.
"Oke yah, anji ya?" Nisya mengangkat jari kelingkingnya untuk melakukan pinky promise.
"Iya sayang, ayah janji" Tian membalas dengan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Nisya. Hal itu membuat semua orang yang ada di sana tersenyum lega. Akhirnya ayah dan anak itu bisa mulai dekat lagi, mungkin karena ikatan mereka kuat, sehingga mudah untuknya merobohkan tembok yang membuat Nisya merasa asing dengan ayahnya sendiri.
Huuuu finally update dengan chapter yang lumayan panjang 😭 akhirnya konfliknya hampir selesai, btw ini sudah mendekati ending kayaknya, makasih buat yang masih stay nunggu cerita absurd ini😭
Jangan lupa voment ya guys💚💚😍🥰
See you di next chapter✨