Nggak usah serius-serius guys,
cerita-Ku kayak biasa : KOMEDI.
╔═╦╦═╦═╗
║╚╣║║║║║
╠╗║║╦║╔╝
╚═╩╩╩╩╝
╔╗╔═╦═╗╔╦╦╦══╗
║║║║║║║║║║╠╗╔╝
║╚╣╦║║╠╝║║║║║
╚═╩╩╩╩╩═╩═╝╚╝
------------------------------------------
Dara berdiri di depan teras. Tersenyum kala melihat mobil Banyu telah berhenti tak jauh darinya. Pria itu akhirnya keluar sambil membawa buket bunga yang cukup besar.
"Bunga buat Dara?" tanya Dara antusias.
"Bukan. Buat Mamimu. Kamu kan nggak lagi ulang tahun," jawab Banyu santai saat mereka berjalan beriringan ke dalam rumah.
Rasanya Dara ingin menampol calon suami belum resminya ini. "Memang mesti ulang tahun dulu, baru bisa dapat bunga?"
"Kamu mau bunga dari aku?" tanya Banyu pura-pura bodoh.
"Ck, mau dinosaurus!" jawab Dara kesal lalu berderap cepat meninggalkan Banyu begitu saja.
Banyu tergelak karena tingkah kekanakan Dara. Namun, dirinya tetap mengikuti calon istri belum resminya yang memang hobi ngambek. Banyu sudah mulai hafal tabiat Dara, akan tetapi cukup menyenangkan mengganggu wanita cantik itu. Dengan bibir bersungut-sungut kesal serta mata mendelik saja, Dara-nya tetap terlihat cantik.
Malam ini memang Banyu diundang untuk menghadiri acara ulang tahun Farah Sasmita Atmodimedjo. Acara khusus keluarga karena pesta yang sebenarnya baru akan diadakan pada akhir pekan di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Barat.
Dara bilang padanya bahwa mereka sekedar barbeque-an di rumah. Kebiasaan rutin bersama keluarga dekat. Banyu senang saja karena artinya dia kini dianggap keluarga oleh mereka.
Banyu mengikuti Dara yang ternyata menuju ke halaman belakang rumah. Pakaian mereka berdua senada sebab Dara bilang pada Banyu untuk memakai pakaian berwarna putih. Tidak perlu terlalu formal seperti mengenakan jas. Acaranya santai.
Ada foto bersama nanti jadi kalau tidak mau tampak saltum sendirian maka Banyu menuruti perkataan Dara. Saat ini dirinya memang memakai kemeja putih dengan bawahan chinos pants berwarna beige. Dress code putih itu tidak berarti dari atas hingga bawah harus putih semua.
Dara sendiri mengenakan sabrina dress berwarna putih selutut dengan aksen brukat. Rambut di bagian kanan dan kiri atas dikepang rumit dengan diselingi pita putih juga lalu disatukan di tengah-tengah. Sisa rambutnya dibiarkan tergerai indah menutupi punggung.
Apa Dara terlihat cantik? Jangan ditanya. Cantik banget malahan dengan gaun putih begitu. Tinggal kasih buket bunga kecil, Dara bisa langsung dibawa ke KUA untuk dinikahi. Sayangnya, ini sudah malam jadi KUA pastinya sudah tutup. Hadeeeh... Sorry, out of topic.
Oh iya, jangan kira acara di rumah Dara itu sederhana karena barbeque versi keluarga kaya raya artinya ada chef berserta asistennya yang akan mengurus semua. Intinya, tuan rumah dan tamu tinggal makan saja. Memang di rumah Dara tidak mempekerjakan personal chef tapi pasti ada chef yang dipanggil saat acara spesial seperti saat ini.
Mereka juga akan aman terlindung bila tiba-tiba hujan turun karena ada tenda berwarna biru dan putih yang menaungi. Tempat ini penampakannya malah mirip pesta pernikahan outdoor tapi versi mini dan tentu tanpa adanya mempelai. Ada obor-obor esthetic yang ditancapkan di tanah sebagai penghias selain ratusan lampu hias LED kecil yang menggantung di bagian atas serta bunga-bunga melilit tiang.
Meja-meja bulat yang dikelilingi kursi tersebar rapi di area tengah taman bunga mawar milik Mami Dara. Sepertinya taman ini memang sengaja didekorasi dengan bagian tengah melingkar luas tanpa bunga melainkan ditumbuhi rumput hijau agar bisa dimanfaatkan saat ada acara. Makanan disajikan dengan konsep prasmanan. Semua tamu bebas mengambil apa yang mereka inginkan dan tentu dibantu para pelayan yang stand by di tiap bagian makanan.
Di sudut, bahkan ada semacam spot untuk mereka yang mau bernyanyi. Saat ini terlihat seorang wanita sedang menyanyi sambil diiringi pemain keyboard. Mirip artis sepertinya. Apa saudara Dara ada yang jadi penyanyi? Sumpah, Banyu tidak begitu tahu keluarga besar mereka. Informasi yang dimintanya waktu itu hanya sebatas keluarga inti Dara.
"Selamat ulang tahun, Tante," ucap Banyu setelah berhadapan dengan Farah serta Sasono Atmodimedjo
"Wah, terimakasih. Padahal sudah kasih kado dan sekarang dapat bunga juga," balas Farah senang setelah menerima buket bunga yang diserahkan oleh Banyu. "Berasa muda lagi kalau dapat bunga gini."
Tadi siang Farah mendapat kiriman berupa tas branded dari calon menantunya itu. Farah memang bisa membeli apa yang dia mau karena suaminya berkelimpahan rezeki. Namun, tetap saja dirinya senang saat mendapat hadiah. Bukan soal harga tapi bentuk perhatian, itu yang penting bagi Farah.
"Saya bisa sering beli bunga buat Tante," balas Banyu sambil tersenyum.
Dara berusaha tidak mendengkus mendengar jawaban Banyu. Apa tadi dia bilang? Bisa sering beli bunga buat Maminya. Ck, Dara yang calon istrinya saja belum pernah dapat bunga! Batin Dara dongkol.
"Jangan. Nanti Om nggak ada kerjaan." Sasono ikut dalam pembicaraan.
"Sehat Om?" tanya Banyu sambil menjabat tangan ayah Dara.
Memang Banyu telah merubah panggilan dari Bapak-Ibu menjadi Om-Tante. Jujur, dirinya ingin segera memanggil mereka dengan sebutan Mami-Papi juga. Jika begitu artinya Banyu telah resmi menjadi suami Dara, Eh.
"Kolesterol naik dikit. Sayang banget nggak bisa makan daging banyak-banyak padahal masakan chef Arion recommend."
"Makan salad aja," balas Farah sekenanya.
"Nah, lihatkan." Sasono melingkarkan tangan ke pinggang Farah. "Makin susah makan karena diawasi Nyonya," lanjutnya mencoba berkelakar.
Farah mengengok ke arah Dara. "Kenalkan Banyu sama Masmu. Mumpung ada di sini. Bulikmu juga nanya terus sama Mami."
Dara mengangguk patuh. "Ayo, Mas Banyu!" ajaknya.
"Saya ke sana, Om, Tante," pamit Banyu.
"Jangan lupa makan yang banyak!" pesan Sasono dan tentu langsung ditegur Farah.
Banyu terkekeh. Dirinya mensejajari langkah Dara menuju meja pojok tempat sepasang suami istri dan seorang balita perempuan. Banyu memang mengenali Indrayana alias kakak lelaki Dara berserta istri dan anaknya dari foto yang diserahkan Rajendra tapi tentu harus pura-pura tidak tahu.
"Mas, ini Banyu," ucap Dara datar lalu menarik kursi di dekat balita yang asik makan dibantu ibunya. Dara terlihat mengecup pipi gembulnya.
"Saya Banyu," Refleks Banyu mengulurkan tangan ke arah Indrayana sebagai bentuk sopan santun.
Dengan senyum tersungging Indrayana menjabat tangan calon adik iparnya. "Saya Indra, kakak Dara. Hmm, kayaknya saya pernah lihat kamu waktu acara HIPMI di Solo."
"Ah, iya, saya datang ke sana," balas Banyu lalu duduk di kursi terdekat setelah diberi isyarat oleh Indrayana.
"Ini istri saya, Yufa." Indrayana tak lupa mengenalkan wanita di sampingnya yang berparas khas timur tengah.
"Saya Banyu, Mbak," ucapnya sambil menjabat tangan Yufa yang terulur.
Setelahnya Banyu menggobrol berdua dengan Indrayana karena istrinya pamit ingin mengambil makanan lagi. Dara yang masih ngambek tentu memilih mengekori kakak iparnya dengan dalih ingin mengambilkan makanan untuk Banyu. Tidak mungkin menambah drama maka Banyu mengikuti alur.
***
"Aku kira cuma keluarga inti aja yang datang," ucap Banyu pelan.
Setelah diperkenalkan pada kakak Dara beserta istri dan anaknya. Banyu kemudian diajak Dara beramah tamah pada anggota keluarga lain yang jika dikelompokkan menjadi Pakde, Bude, Bulik, Om--harusnya Paklik tapi Dara panggil Om jadi Banyu ikut alur saja--katanya. Ada juga keponakan serta sepupu dari pihak Mami Dara maupun pihak Papinya yang jumlahnya... Ah, jangan ditanya. Pokoknya banyaaaak. Rasanya bibir Banyu kebas karena terlalu sering tersenyum sebagai bentuk kesopanan pada seluruh anggota keluarga besar Dara.
Tersenyum sebenarnya bukan masalah utama. Hal yang membuat Banyu bingung adalah mencari bahan obrolan. Harap diketahui bahwa Banyu bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi. Maklum, dulu sebagai Bandung Bondowoso, dirinya kan raja jadi bukan dia yang beramah tamah melainkan orang lain yang beramah tamah padanya.
Apalagi Dara seolah mengumpankan Banyu karena wanita cantik itu lebih sering melipir pergi dengan alasan mengambil ini itu. Meninggalkan Banyu sendirian dalam sesi introgasi. Menikah memang bukan hanya menyatukan dua insan tapi juga keluarganya. Nah, disitulah tantangan sebenarnya. Susah-susah gampang, walau lebih banyak susahnya sih, Eh.
Dara menaruh piring berisi daging lengkap beserta pickles terlebih dahulu di meja untuk Banyu. Menahan tawa karena tahu Banyu kewalahan menghadapi keluarganya teramat kepo. Bersyukur karena Dara tidak perlu menggalami yang Banyu rasakan berhubung calon suami belum resminya tidak punya keluarga.
Dara duduk di sebelah Banyu. Kebetulan di meja tinggal mereka berdua. Zelyn tadi rewel jadi Mas Indra dan Mbak Yufa mengajaknya ke kamar. Meja mereka berada di pojok kiri. Mas Indra memilih bagian yang paling jauh dari tempat bernyanyi. Zelyn itu memang agak sensitive dengan suara yang terlampau keras.
"Kalau cuma keluarga inti, Mas Banyu nggak akan diundang." Tangan Dara menusuk potongan tomat cherry lalu memakannya. Daripada daging, Dara memilih menyantap salad.
"Hahaha." Banyu tertawa mendengar sindiran Dara walau langsung berhenti saat beberapa orang menatapnya dari kejauhan. Sepertinya suara tawanya terlalu keras.
"Dih!" Dara mengendikkan bahu acuh.
Dara kembali sibuk makan sambil menyaksikan Om Harsa yang kini sedang bernyanyi lagu keroncong dengan penghayatan sepenuh hati. Dara geli sendiri karena berasa hadir di pesta lansia. Kalau tadi panggung dikuasai anak muda dengan lagu hits kekinian, sekarang giliran para sepuh menunjukkan talentanya.
Banyu memotong daging menjadi potongan lebih kecil. "Maaf, nanti aku kirim bunga buat kamu jadi berhenti ngambeknya." Mengarahkan garpu berisi daging ke arah mulut Dara. "Makan!" perintahnya.
Dara memutar matanya malas walau memakan suapan dari Banyu lalu mengunyah. Setelahnya baru berkata, "Nggak usah kirim, udah nggak minat."
"Masa?" Banyu menaik turunkan alisnya guna menggoda Dara.
"Bodo!" lanjut Dara karena masih kesal.
"Hahaha," tawa Banyu pelan sambil mengusap kepala Dara penuh sayang.
"Ckckck." Dara hanya berdecak tapi tidak menepis usapan tangan Banyu.
"Dara, yang berdiri di dekat pohon itu siapa?" tanya Banyu penasaran.
"Pocong mungkin," jawab Dara ngawur tanpa mau mengalihkan pandangan dari makanan yang sedang disantapnya.
"Aku serius, Dara!"
Dara menggangkat wajahnya lalu menengok ke arah kanan. Matanya memincing memandang kejauhan--Dara itu minus jadi kalau terlalu jauh maka pandangannya jadi tak begitu jelas--untuk memastikan. "Yang tua, apa yang ganteng?" tanyanya karena ada dua orang berdiri tegap di dekat pohon.
Banyu menoyor pelan kepala Dara sangking jengkelnya. "Yang tua atau yang muda. Itu baru benar. Bukan tua sama ganteng. Beda spesifikasi, Astaga. Berapa nilai Bahasa Indonesiamu?"
"Pernah 100 tapi waktu SD. Makin tingkat atas semakin susah dapat nilai sempurna. Perasaan, Dara udah benar semua waktu ngerjain ujian, eh tapi nilai nggak bisa 100," balas Dara santai. "Satu hal lagi. Mas tuh kalau cemburu nggak usah noyor-noyor kepala Dara. Yang Dara omongin itu fakta. Bang Juan memang ganteng. Areta aja naksir. Mereka berdua bodyguard Papi. Kalau yang udah tua namanya Pak Markus."
Banyu kembali memandang orang yang katanya adalah bodyguard. Tak mau ambil pusing maka dia memilih melanjutkan makan. Sebagai pengusaha wajar jika Sasono Darma Atmodimedjo punya pengawal.
"Kamu naksir juga sama Juan?" tanya Banyu sebab dirinya benar-benar terusik dengan keberadaan bodyguard muda itu di sekitar Dara.
"Iya," jawab Dara tanpa beban.
"Heeeh!" Mata Banyu melotot.
"Bercanda Mas."
"Bercandaan kamu itu nggak pernah lucu. Mending kurang-kurangin bercandanya."
"Hahaha." Giliran Dara yang tertawa. "Bang Juan memang ganteng... Tunggu sampai Dara selesai ngomong jangan melotot gitu... Iiiissshhh," pungkas Dara karena Banyu tanpak marah lagi. "Bang Juan itu orang kepercayaan Papi. Baik dan nggak pernah neko-neko dia itu. Banyak cowok ganteng di sekitar Dara dari dulu tapi yaa nggak dipacarin semua juga kali. Emang Dara udah sinting apa? Intinya, sekarang Dara kan milih Mas Banyu bukan yang lain. Selama ini Dara juga nggak pernah selingkuhan saat pacaran. Kalau satu, yaa satu aja, nggak niat mendua. Nah, kalau putus, baru cari yang baru."
Nona pacaran sama bodyguard itu biasanya ada di novel romance.
"Aku bingung antara harus senang atau ngeri dengar omoganmu itu."
Dara mengendikkan bahu. "Mas mau ikut ke premier film nggak?"
Banyu yang kembali makan serta merta menengok ke arah Dara. Sebenarnya agak kaget karena topik obrolan berubah 180 derajat. "Kamu main film lagi?"
"Mas tahu Dara pernah main film?"
"Pernah baca berita di portal online, kalau nggak salah ingat," jawab Banyu buru-buru. Tidak mungkin Banyu mengatakan bahwa dirinya menyelidiki Dara. Memang calon istri belum resminya ini mencurigainya tapi dia tidak tahu sampai sejauh mana informasi yang didapat Banyu.
"Oh." Dara kembali memakan saladnya. "Syutingnya tahun lalu... Eh, bulan Februari sih berarti 17 bulan lalu malahan. Dara sebenarnya lupa kalau Areta nggak bilang. Kontraknya udah diberesin Om Tegar jadi Dara nggak harus ikut promo film, tapi berhubung jadi salah satu pemain makanya dapat tiket premier deh," jelasnya panjang lebar.
Banyu menyuapi Dara lagi. Sepertinya jadi kebiasaannya kini. "Film apa? Romance?" Jeda sejenak. "Kalau ada adegan kamu peluk-pelukan apalagi ciuman sama cowok. Aku nggak mau ikut lihat film itu."
"Dih, possessive!" cibir Dara.
"Halah, kamu aja ngomel-ngomel waktu lihat aku ngobrol sama teman cewek. Masa aku mesti santai lihat kamu mesra-mesraan sama cowok lain."
Dara menatap tajam Banyu. "Ngobrol sambil gelendotan di tangan Mas Banyu? Ngobrol macam apa itu?" tanya Dara sarkas teringat peristiwa di kapal pesiar.
"Duh, kamu kalau emosi kok kelihatan masih cantik sih!" balas Banyu tak nyambung sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ck, bisa banget berkelitnya. Dasar moyangnya buaya!"
Banyu tergelak mendengar sindiran Dara. "Jenis apa film yang kamu mainin itu?" tanyanya penasaran sekaligus menghentikan Dara untuk mengungkit kejadian dulu.
Masa lalu yang memicu pertengkaran itu lebih baik tidak diungkit.
"Film horror."
"____" Banyu terdiam. Dirinya lalu memindai penampilan Dara. Banyu rasa wajah Dara lebih komersil untuk film romance muda-mudi. Eh, tapi horror juga butuh yang cantik-cantik.
"Dara sebenarnya cuma jadi cameo yang kelihatan sebentar doang! Hitungan menit palingan. Nggak ngomong malahan."
"Jadi pohon kamu?"
"Ha... ha... ha... Lucu banget jokes-nya, Mas!" sindir Dara tidak terima.
Finalis Putri Indonesia kayak gue masa jadi pohon.
Banyu mengunyah daging terlebih dahulu baru bertanya, "Terus jadi apa, Dara Sayang?" tanyanya.
"Jadi hantu."
"Haaah!" Alis Banyu naik satu.
Dara jadi hantu?
Seramnya sebelah mana? Orang cantik banget gini.
Dara nyengir sesaat. "Bukan hantu yang nyeremin," balasnya seolah paham kekagetan Banyu. "Bukan juga orang yang dibunuh terus jadi hantu. Di film itu, peran Dara, semacam jin penunggu hutan larangan. Pakai pakaian tradisional Jawa macam kemben dan jarik gitu tapi serba merah. Pakai mahkota lagi." Menjeda untuk sekedar menyuapkan lettuce ke mulut. "Dara ingat, kepala Dara pusing karena lumayan berat mahkotanya."
"Kamu bunuhin orang-orang?"
"Oh, tentu tidak. Ada dukun yang punya piaraan jin jahat. Nah, jin itu menghantui dan meneror orang-orang kota yang datang. Si Dukun terganggu karena warga desa nggak berobat lagi sama dia tapi milih dokter." Jeda sebentar. "Kan tadi Dara udah bilang kalau Dara cuma jadi cameo. Nampakin diri beberapa kali waktu dokter muda itu nyasar ke hutan. Terus muncul juga di dalam mimpi si dokter. Pokoknya dokter itu dibuat penasaran sama sosok perempuan yang dilihatnya. Ending-nya, dia mati di hutan tapi dia percaya bahwa sebenarnya ikut aku hidup di alam lain."
"Itu artinya kamu bunuh orang."
"Iiiissshhh, dia mati sendiri bukan aku bunuh." Bibir Dara mengkerucut kesal. "Si dokter jatuh terperosok terus kepalanya terhantam batu gitu gara-gara lari-lari. Orang-orang terlambat nemuin dia jadi keburu meninggal."
"Hmm," dehaman terdengar dari bibir Banyu. Film horror makin ke sini semakin aneh konsepnya, lanjutnya di dalam hati.
"Jadi Mas Banyu mau ikut nggak?" tanya Dara memastikan.
"Kalau nggak ikut, memang kamu mau pergi sama Areta?"
"Areta nggak bisa ikut karena mesti ke Sukabumi. Kalau Mas nggak ikut, Dara juga nggak akan datang. Males ketemu Dirga di sa___" Dara meringis dan tak jadi meneruskan perkataannya karena sumpah tadi dirinya keceplosan.
"Dirga siapa?"
"Bukan siapa-siapa!" jawab Dara cepat lalu nyengir. "Mas mau nambah daging atau nyobain kreasi canape buatan Chef Arion. Enak loh!" Dirinya mencoba mengalihkan pembicaraan.
Mata Banyu memincing memandang Dara yang kelihatan salah tingkah. "Dirga siapa?" ulangnya.
Dara menghembuskan napas panjang sebelum menjawab pelan, "Mantan pacarku." Dirinya tahu pasti Banyu tidak akan berhenti hingga Dara bercerita. Banyu itu kalau punya mau, sulit di lawan.
"____" Tak ada balasan dari Banyu hanya saja sebelah alisnya naik. Dirinya menunggu Dara bercerita lebih lanjut. Untungnya, calon istri belum resminya ini sepertinya mengerti isyarat dari Banyu.
"Dara sempat cinlok waktu syuting film itu. Dirga, artis pendatang baru juga kayak Dara. Udah itu aja. Masalahnya, Dara sama Dirga dulu putus agak nggak baik-baik. Jadi gimana gitu rasanya ketemu Dirga sendirian."
Sebenarnya tidak semua mantan Dara jadi musuh. Cuma Kenneth dan Dirga mungkin. Sama Renard, Dara masih berhubungan baik. Kalau Andrean, tidak tahu kabarnya karena setahu Dara dia jarang di Indonesia setelah direkrut club asing. Sedangkan Tama malah jadi saudaranya sekarang karena dia menikah dengan sepupu jauh Dara.
"Hebat banget kamu. Muncul cuma hitungan menit tapi bisa cinlok." Banyu geleng-geleng kepala takjub sekaligus greget.
Banyu ingat saat Rajendra mengatakan bahwa Dara ini beberapa kali pacaran. Wajar bila dalam waktu cepat pria bisa menyukai Dara karena wanita ini memang cantik sekali. Semakin mengenal Dara, Banyu sadar bahwa calon istri belum resminya ini makin menarik. Memang tidak semua sifat Dara baik, namun masih bisa ditolelir.
"Muncul semenit tapi prosesnya syutingnya dua hari tahu, Mas," balas Dara tidak terima karena membuat film tidak sesederhana itu. Dara juga tidak tahu adegan mana yang dipakai dan mana yang dibuang. "Ck, nggak pacaran di lokasi juga kali. Dara kenal Dirga dari sana. Setelah syuting selesai, dia malah intens hubungin Dara. Beberapa kali jalan dan berakhir pacaran. Itu juga nggak lama."
"Besok sepulang kerja, aku jemput kamu!" ucap Banyu karena sudah enggan melanjutkan pembicaraan tentang proyek film horror yang berujung proyek hati.
"Mau ke mana? Makan malam bareng lagi?" tanya Dara senang topik pembicaraan berubah.
Percayalah, bahas mantan itu runyam.
"Beli cincin buat acara pertunangan kita. Papi kamu pasti udah bilang kalau di acara pesta perayaan ulang tahun Mamimu itu sekaligus pengumuman resmi pertunangan kita."
"Ah, iya." Dara menggaruk tengkuk walau tidak gatal.
"Sekalian pesan model cincin nikah kita."
"Berarti Dara dapat dua cincin nantinya?"
Dara pikir seperti kebiasaan orang-orang yaitu cincin pertunangan akan digunakan saat pernikahan juga. Hanya saja posisinya akan pindah dari jari manis di tangan kiri ke tangan kanan. Sedangkan si pria baru memakai cincin saat pernikahan.
"Sepuluh juga boleh kalau mau. Aku nggak akan jatuh miskin cuma gara-gara beli cincin aja."
"Suombooooong! Awas loh, Dara pilih yang paling mahal!"
"Pilih aja. Kapan aku pernah halangin kamu belanja semua barang yang dimau?" sindir Banyu karena dirinya pernah membelanjakan Dara dengan nominal yang cukup besar.
Banyu memang cuma sekali membelanjakan karena Dara tidak pernah mau lagi jika ditawari belanja oleh Banyu. Setelah itu, mereka pernah ke pusat perbelanjaan beberapa kali sehabis makan malam bersama tapi Dara malah memilihkan kemeja untuk Banyu. Sudah Banyu bilangkan bahwa Dara itu aneh.
"Mas selalu royal gini yaa sama cewek-cewek?" Mata Dara menyipit curiga.
"Kamu itu spesial buatku. Uang juga hasil kerjaku dan bukan korupsi jadi di mana salahnya. Kamu bahagia, aku juga ikut bahagia, Dara."
Bisa karena biasa. Memang ada tipe cowok yang memanjakan ceweknya dengan kemewahan. Banyu yang terlihat terlalu santai membuat Dara curiga bahwa hal ini bukan pertama kali dilakukannya.
"Kenapa mukanya begitu?" tanya Banyu saat melihat tidak ada raut berseri-seri yang tampak di wajah Dara.
"Kenapa emang muka aku?" Dara meraba mukanya parno.
"Cantik," jawab Banyu santai.
"Iiiiishh," desisan keluar dari bibir Dara. Kirain mukaku cemong atau tiba-tiba jerawatan! lanjut Dara dalam hati. Sumpah, Dara kesal karena Banyu kadang menggombalinya tapi tidak pas waktunya. Jadi jangankan tersipu, yang ada malah geram sendiri. "Udah pernah keselek garpu belom Mas?" ancam Dara dengan mata mendelik sangking jengkelnya.
"Belum pernah. Tapi keselek lidahmu, udah pernah! Kamu sih semangat banget waktu cium aku!"
"____" Mulut Dara terbuka lebar walau tak ada suara apapun yang keluar. Sumpah dirinya speechless.
Jika... Jika rahang bukan buatan Tuhan maka sudah dipastikan rahang Dara sudah jatuh ke bawah karena mengganga terlalu lebar. Rasanya ingin menendang kursi yang diduduki Banyu Wisesa Ga--ada akhlak--nanantha sehingga pria sinting di sampingnya ini bisa jatuh terjerembab ke tanah. Namun, semua tidak mungkin dilakukan Dara di hadapan keluarganya begini.
Tapi jangan percaya kata-kata Banyu. Dia bohooooooong!
Aaarrggghh!!!
------- To be continued -------
23 Juni 2023
-----------------------------------------