Haechan tidak bisa mengucapkan apa apa. Ia masih tidak percaya kalau kenyataannya sekarang ia sedang mengandung.
Haechan menyentuh perutnya yang masih rata.
"Jadi, bagaimana?" tanya Dr. Agler hati hati.
Haechan mencoba menatap Mark. Ia bisa merasakan ketegangan yang sarat di wajah pria itu.
Haechan kemudian menarik napas.
"Positif." ucapnya.
Wajah Mark tidak kaget, tetapi tidak tenang juga.
Haechan tidak tahu akan senang atau sedih. Ia senang memiliki anak dari pria yang ia cintai. Tapi di sisi lain, ia sedih kalau Mark tidak menginginkan anak itu nantinya.
"Wah! Selamat, Ms. Lee!" ucap Dr. Agler semangat, tetapi ia seketika terdiam saat menyadari ketegangan di ruangan tersebut.
"Dr. Agler, kau boleh pulang." ucap Mark dengan nada rendah. Mark menatap Haechan.
Dr. Agler langsung bangun dari duduknya. Tidak mengucapkan apa apa karena ia bisa merasakan ketegangannya. Ia menunduk hormat kepada Mark dan Haechan, lalu langsung pergi dari ruangan tersebut.
Ketika pintu ruangan tertutup, suasana menjadi hening. Tidak ada dari mereka yang mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka berdua masih sibuk dengan pikiran mereka masing masing.
Karena Haechan tidak tahan dengan ketegangan ini, akhirnya ia memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu.
"Mark..." panggil Haechan. Mark menoleh sambil mengangkat alisnya.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Haechan.
"Lalu aku harus mengatakan apa?" tanya Mark balik membuat Haechan jengkel.
"Oh tidak, kau tidak perlu mengucapkan apa apa." ucap Haechan kesal, lalu ia beranjak dari sofa. Mark bingung.
"Mau ke mana?" tanya Mark.
"Pulang." ucap Haechan dingin seraya berjalan melewati Mark.
Tapi Mark menahan Haechan, dan menariknya untuk duduk di pangkuannya.
"Aku mengerti sekarang, mood mu selalu naik turun karena kau sedang hamil." ucap Mark.
Haechan menghela napas, lalu menatap Mark.
"Apa kau tidak menyukainya?" tanya Haechan.
Mark mengerutkan dahinya bingung.
"Tidak menyukai apa?" tanyanya.
"Aku hamil." ucap Haechan. Mark terdiam sejenak.
"Aku tidak tahu..." jawab Mark. Haechan hanya diam.
Setelah beberapa menit hening, Haechan akhirnya kembali berbicara.
"Aku tidak peduli kau menyukainya atau tidak. Aku akan tetap mempertahankan anak ini." ucapnya.
Mark mengerutkan dahinya.
"Aku tidak memintamu untuk aborsi." ucapnya.
"Tapi kau tidak menyukai kalau aku hamil?" tanya Haechan penuh emosi.
"Damn! Bukan seperti itu, Haechan." ucap Mark, kemudian ia mengecup pipi Haechan.
"Bukan seperti itu." bisiknya.
"Lalu seperti apa, Mark?" tanya Haechan frustasi.
"Aku hanya... masih tidak percaya bahwa aku akan segera menjadi seorang ayah." ucap Mark. Hidung mereka kini saling bersentuhan.
Mark menatap wajah cantik Haechan dengan tatapan penuh kasih sayang.
Haechan tidak tahu ingin mengatakan apa, akhirnya ia hanya diam menunggu Mark melanjutkan ucapannya.
"Dan aku masih tidak percaya kau mengandung anakku." ucap Mark.
'Apa itu artinya, Mark senang aku hamil?' batin Haechan bertanya tanya.
"Jadi, apa kau senang akan menjadi seorang ayah?" tanya Haechan ragu ragu.
Mark terdiam, hanya menatap Haechan, kemudian menghela napas.
"Apa aku perlu mengatakan apa yang aku rasakan sekarang?" tanya Mark membuat Haechan sedikit takut. Haechan takut Mark tidak akan menerimanya.
Haechan mengangguk pelan. Mark kemudian menyentuh pipi Haechan.
"Kau tahu? sekarang aku merasa menjadi pria yang paling beruntung. Mengetahui kenyataan bahwa orang yang ku cintai tengah mengandung anakku. Kau tidak tahu betapa senangnya aku saat ini." ucap Mark sambil menatap Haechan dalam dalam.
Rasanya Haechan ingin menangis saat itu juga. Saking bahagianya.
Sampai sekarang Haechan masih tidak percaya Mark mengintainya, dan ia juga tidak percaya bahwa sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu.
"Nanti aku akan menjadi gendut, Mark. Aku yakin kau akan berpaling pada pria atau wanita lain." ucap Haechan. Mark tersenyum kecil.
"Aku tidak akan berpaling kepada siapa pun. Karena bagiku, tidak ada yang menarik selain pria manis di hadapanku ini." ucap Mark sambil mengecup bibir Haechan.
Haechan tersenyum, ia melingkarkan tangannya ke leher Mark.
"Apa kali ini aku perlu membuktikan perkataanku lagi?" tanya Mark sambil menarik pinggang Haechan, sehingga tubuh mereka saling bersentuhan.
"Hmm, bagaimana kau akan membuktikannya, wahai Tuan muda Jung?" tanya Haechan bercanda sambil memainkan rambut Mark dengan tangannya.
"Dengan ini!"
Mark kemudian menyerang Haechan dengan ciuman panas di bibirnya. Haechan memejamkan matanya, ia tidak dapat menolak ciuman itu. Haechan merasa seperti banyak kupu kupu berterbangan diperutnya.
Mark tidak pernah bosan dengan bibir Haechan. Rasanya begitu memabukkan. Bibir Haechan begitu lembut dan bagaikan nikotin yang membuatnya kecanduan.
Tidak pernah ada seorang pun yang membuat Mark seperti ini. Membuatnya hampir gila hanya dengan sebuah ciuman.
Setelah beberapa menit, mereka melepaskan tautan bibir mereka.
"I Will never let you go. Because you're mine." bisik Mark lembut. Jantung Haechan berdetak dengan kencang saat mendengar itu.
|
|
|
|
|
***
|
|
|
|
|
Mark memutuskan untuk kembali melanjutkan meeting. Haechan sebenarnya agak sedih, tapi ia tidak boleh egois. Ia memutuskan untuk menunggu diruangan Mark.
Beberapa menit berlalu. Haechan menyentuh perutnya, lalu tersenyum sendiri seperti orang bodoh. Ia begitu antusias dengan kehadiran si jabang bayi.
"Ada apa denganmu, senyum senyum sendiri?"
Haechan menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara Kevin. Di sana Kevin berdiri sambil tersenyum manis ke arahnya.
"Hanya sedang membayangkan Kafe. Aku merindukan pekerjaanku saat masih di kafe." ucap Haechan asal.
Kevin tertawa kecil.
"Apa kau merindukan pelayan yang tampan ini?" tanya Kevin menggodanya sedikit.
Haechan mengangkat alisnya sambil tersenyum.
"Jangan terlalu percaya diri." ucap Haechan.
Sekarang teman dekat Haechan adalah Kevin. Mengingat Renjun menyukainya, membuat Haechan belum bisa bertatap muka dengannya.
Kevin benar benar baik, tidak brengsek seperti Mark. Kalau saja ia bertemu dengan Kevin terlebih dahulu, pasti Haechan akan langsung jatuh cinta padanya. Bukan pada Mark.
'Tapi takdir sudah mempermainkan ku, aku tidak bisa mengubah kenyataan kalau aku begitu mencintai pria brengsek itu.' batin Haechan.
Tapi di balik sikap Mark yang seperti itu, sebenarnya ada sisi hangat di dalam dirinya. Dan sisi itu membuat hati Haechan tidak dapat menolaknya.
"Sedang memikirkan apa?" tanya Kevin. Haechan langsung tersadar dari lamunannya.
"Sudah ku katakan aku sedang memikirkan Kafe." canda Haechan.
Kevin hanya tertawa kecil. Namun tak lama mereka mendengar suara deheman seseorang yang menginterupsi.
Haechan menoleh dan mendapati Mark berdiri di dekat pintu dengan wajah dingin. Lebih tepatnya wajah tersebut ditujukan untuk Kevin.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Mark pada Kevin dengan nada dingin.
"Aku hanya ingin menyapa Haechan." jawab Kevin santai.
Haechan bangun dari duduknya, kemudian berjalan mendekati Mark. Ia mengelus lembut lengan Mark agar ia tenang.
"Mark, tidak apa. Kevin hanya menyapaku. Aku jarang bertemu dengannya." ucap Haechan.
Ketika Mark menatap wajah Haechan yang begitu cantik itu, rasanya semua kemarahannya mereda seketika. Mark menghela napas, kemudian menarik pinggang Haechan agar mendekat.
"Ingat, Kevin, ia milikku. Jangan pernah kau berbicara padanya lagi." ucap Mark penuh penekanan. Kevin hanya tersenyum simpul menanggapinya.
"Mark, kami hanya teman." ucap Haechan meyakinkan.
"Aku tahu kau menganggapnya teman, tapi apa dia juga menganggap mu seperti itu?" tanya Mark kesal.
"Tentu saja. Iya kan, Kevin?" tanya Haechan.
Kevin terdiam sejenak dengan senyuman tampannya.
"Maaf, Haechan. Aku menganggapmu lebih dari sekedar teman." ucap Kevin jujur, membuat Haechan benar benar terkejut.
'Jangan bilang selama ini Kevin menyukaiku? Sebelumnya Renjun, dan sekarang Kevin. Ada apa dengan pria zaman sekarang, apa mereka buta?' batin Haechan tidak percaya.
Padahal di luar sana masih banyak yang sempurna, tidak seperti dirinya ini.
Mark rasanya ingin menonjok wajah Kevin sekarang juga, tapi ia menahannya.
"Sayangnya Haechan hanya mencintaiku." ucap Mark sambil mengeratkan tangannya di pinggang Haechan.
"Aku tidak peduli. Nanti akan ada saat di mana Haechan bosan mencintaimu, dan di situlah kesempatanku untuk merebut Haechan darimu." ucap Kevin dengan percaya diri.
Rahang Mark mengeras ketika mendengar ucapan Kevin. Haechan miliknya. Tidak ada yang boleh mengambil Haechan darinya!
Mark tersenyum sinis.
"Dia tak akan melakukan itu, lagi pula—"
Mark menyentuh perut Haechan yang masih rata dengan satu tangan.
"Haechan sudah mengandung anakku." lanjut Mark sambil mengecup pipi Haechan.
Haechan melotot kaget. Ia tidak berniat memberitahu Kevin atau siapa pun selain keluarga tentang kehamilannya. Karena hamil di luar nikah? Semua orang pasti akan berpikir ia adalah seseorang yang rendah dan murahan.
'Oh my God! Mengapa Mark harus memberitahu Kevin? Mark bodoh!' batin Haechan menggerutu.
BERSAMBUNG