Just About You | Markhyuck

By reonjwinchii

1.6K 128 1

"Seandainya reinkarnasi itu nyata, aku harap kita bisa dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik, Hy... More

Prolog
Pseudo Sempiternal
1 | 내 아빠
2 | Beautiful Dream
3 | I'm Afraid, 미크 형
4 | Until When?
5 | Broken Reed
6 | 별이 빛나는 밤 [Hiraeth]
7 | 제노의 엄마
8.2 | Love?
9 | Discordant Guitar
10 | If The Moon Shine Brightly
11 | I Beside You
12 | How Could It Be?
13 | Teddy Bear (해차늘 위한 노래)
14 | 괜찮아 [Cuz I'm Always Fine]
15 | Renegade (Hyunjin)

8.1 | 황현진 (Hyunjin)

60 4 0
By reonjwinchii

Sudah terlewat dua minggu, waktu yang cukup untuk membuat Haechan dan Hyunjin menjadi semakin dekat. Selama itu status mereka tetap sama, hanya teman. Namun, afeksi yang Hyunjin berikan kepada Haechan menggambarkan seakan-akan mereka lebih daripada teman.

Seantero sekolah pun sudah mengetahui hal itu. Nama mereka selalu masuk akun base sekolah. Wacana bahwa si pangeran sekolah menyukai Lee Haechan sudah menjadi sarapan pagi setiap harinya. Semenjak Haechan dan Hyunjin dekat, Huang Renjun senantiasa berada di samping Haechan. Bahkan anak itu tidak membiarkan Haechan pergi ke kamar mandi sendirian.

Menemani Haechan bukanlah hal yang sulit untuk Renjun selama mereka masih di dalam lingkup ruang yang sama. Saat ini contohnya. Dengan tatapan berapi-apinya Renjun menatap Hyunjin yang berada semeja bersama mereka. Dia tidak akan memberikan pemuda itu kesempatan bersama Haechan selagi Renjun masih ada di sini.

"Makanlah makan siangmu, Hyunjin-ssi! Jangan menatap Haechan terus, atau ku tusuk matamu dengan sumpit!" Gertakan yang tidak terlalu keras itu membuat Hyunjin terkekeh. Itu lucu, pikirnya.

"Tidak peduli."

Haechan yang berada di antara dua orang itu tertawa kecil, merasa lucu dengan sahabat juga seniornya ini. Mereka akan selalu bertengkar jika bertemu. Terkadang Haechan memang merasakan pusing, selalu saja seperti ini setiap hari. Semakin lama, dia semakin terbiasa dengan pertengkaran itu.

Perlahan ia melirik ke pojok kantin tempat kakaknya berdiam diri. Seperti biasa, dia bersama Jeno dan Lucas. Mark makan dengan lahap hari ini, mungkin karena makanan pencuci mulutnya adalah semangka. Haechan menyukai cara Mark menikmati makanannya. Bibirnya akan selalu mencebik ketika dia mengunyah.

Saat Mark mata Mark mengedar, Haechan seketika mengalihkan pandangan. Jangan sampai mereka melakukan kontak mata, itu menakutkan.

"Aku akan membunuhmu kalau begitu!"

"Uh, takut ..." gumam Hyunjin dengan senyuman miring. Renjun yang mendengarnya samar pun mendengus dan melanjutkan makannya, memasukkan beberapa lembar kimchi sekaligus ke mulutnya.

Resahnya Renjun terlihat oleh Jeno yang sedang duduk di pojok kantin. Mark mengikuti arah pandangan Jeno dan menemukan 3 manusia di sana. Ada Renjun, lalu 2 orang lain yang malas ia sebutkan namanya. Semua orang tidak bisa menampik hal itu, begitu juga dengan Mark. Mark tahu bahwa Jeno sering memperhatikan Renjun dalam diamnya, dan semuanya terjadi sejak beberapa bulan belakangan.

"Memperhatikan Renjun, ya?" Senyum kecilnya terbit setelah Mark melontarkan pertanyaan itu. Jeno tersentak dari lamunannya, terlihat salah tingkah dengan telinganya yang memerah.

"Manis, ya?" goda Lucas. Pemuda bongsor itu masih bisa bercanda dengan menggelitik leher Jeno walaupun was-was karena ada Hyunjin di sana. "Kau tidak bisa menyanggahnya. Renjun memang manis, dia most wanted. Sayangnya anak itu benar-benar emosian," jelas Lucas.

Jangan pernah remehkan Lucas jika sedang membahas gosip panas yang beredar. Telinganya tajam, jadi dia tidak pernah ketinggalan informasi sedetail apa pun. Jika ada circle anak perempuan yang sedang bergosip ria, Lucas pasti akan selalu bergabung di sana.

"Aku mengenalnya. Dulu kita satu sekolah," kata Jeno. "Akhir-akhir ini aku selalu memperhatikannya. Apakah dia menyukai seseorang?"

Lucas berpikir sejenak. "Semua orang menyukainya, kau tahu? Ah, ada anak kelas 1 yang mengejarnya mati-matian. Kudengar dia satu kelas dengan nona Huang."

"Renjun laki-laki."

"Aku tahu."

Jeno mencibir. Dia memang memperhatikan Renjun, namun dua orang lain di sana membuat fokusnya sedikit terganggu. Haechan dan Hyunjin, itu yang membuat Mark lebih sering melamun ... mungkin? Apalagi masa lalu yang lebih tua dengan Hwang Hyunjin dapat dibilang jauh dari kata baik. "Hyung, ada Haechan."

Pandangan Mark menajam mendengar nama itu disebut. "Apa peduliku?"

Sesulit itu kah?

"Haechan-ah, apa kau ada bimbel setelah ini?"

Haechan berpikir sejenak. Pipinya masih menggembung lucu dengan rona samar karena mengunyah onigiri isi tunanya. Hyunjin yang membelikan, padahal Haechan tidak pernah meminta. "Sepertinya tidak. Kenapa, Hyung?"

Senyuman terbit di bibir Hyunjin. "Aku mau mengajakmu nonton hari ini, sekalian jalan-jalan. Kau mau?"

Acara mengunyahnya Haechan hentikan. Binar matanya yang sempat redup karena habis menangis kembali cerah mendengar tawaran menggiurkan dari Hyunjin. "Boleh?"

"Tentu. Sudah lama aku ingin mengajakmu jalan keluar." Hyunjin terkekeh. Haechan makan dengan berantakan. Tangannya terangkat untuk membersihkan bibir Haechan. Namun, sepertinya tidak berhasil. Sebuah tangan lain menipisnya sebelum ia berhasil menyentuh bibir Haechan.

Pandangan Hyunjin seketika menajam dengan wajah berubah datar. Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan Hyunjin saat ini. Segera saja ia kondisikan air mukanya agar kembali ramah saat Haechan menatapnya.

"Apa kau melihat Renjun, Haechan-ah?"

Ah, Lee Jeno.

Jeno menatap tangannya sekilas. Kelingkingnya berdarah, mungkin tergores cincin yang Hyunjin kenakan.

"HAECHAN-AH, APAKAH HUANG RENJUN BERSAMAMU?!"

Dan suara yang memacu jantung lainnya dari kejauhan. Suara berat nan menyesakkan telinga, namun lembut kadangkalanya milik Na Jaemin. "Woah, Jeno Sunbae?"

Jeno tersenyum ramah walaupun batinnya mengumpat kasar. Ini manusia yang Lucas ceritakan tempo hari, orang aneh yang katanya mengejar Renjun mati-matian selama beberapa tahun. Pahatan wajahnya mengagumkan, sayangnya Jeno sudah punya tekad untuk egois dan menjadikan Renjun miliknya.

Bagaimana, ya? Ini karena Mark yang mendesaknya kemarin malam. Kilas balik berputar, mendapati dirinya sedang berdiam diri di kamar Mark, di rumah Mark sendiri.

Saat itu Jeno meluruskan pandangan ke arah ponselnya, memperhatikan sesuatu yang menarik perhatiannya hingga lupa waktu. Namun, siapa sangka, Mark yang biasanya masa bodoh memperhatikan Jeno kala itu.

"Sedang kasmaran?"

Karena terkejut dengan ujaran tiba-tiba Mark, Jeno menjatuhkan ponselnya ke wajahnya. Rasa sakit mendera hingga ia memandang sinis yang lebih tua.

"Hyung, kau--"

"Bukan salahku." Mark mengedikkan bahu. "Nanti matamu sakit kalau terus menerus melihat handphone sambil berbaring. Lagi pun, kenapa memperhatikan foto Renjun dengan cahaya handphone mengerikan seperti itu? Seperti appa-mu saja ...."

"Cerewet," gumam Jeno. Untungnya tidak didengar oleh Mark.

Mark masih memperhatikan Jeno, melihat bagaimana sang adik mematikan layar ponselnya dan berbaring di ranjang––bertumpu kepala di tangannya sendiri. Perlahan Jeno menutup matanya, namun Mark tahu itu hanyalah kepura-puraan Jeno untuk menutupi salah tingkahnya. Pura-pura tidur.

"Jeno-ya." Tidak ada jawaban untuk panggilannya. "Jika kau menyukai Renjun, kenapa hanya diam?"

Oniks kelam itu terbuka, wajahnya datar. Lee Jeno yang selalu tersenyum kini tak menampilkan ekspresi berarti. Langit-langit putih pucat menjadi obsesi mata tajamnya untuk terus diamati. Batinnya mulai berisik dengan kata-kata yang tertahan di benak, membungkam.

"Kau menyukainya, kejarlah ..." ucap Mark. Senyuman hangatnya terbit, namun Jeno tahu bahwasanya itu hanyalah kepalsuan belaka untuk menenangkan hatinya yang berlayar tidak tahu arah. "Jangan sampai orang lain yang mendapatkannya, sedangkan kau hanya terpaku di tempat tanpa pergerakan."

"Jangan menasihatiku seolah-olah kau tahu segalanya, Hyung. Buang senyum palsumu, itu membuatku muak."

"Apa alasannya?"

Pertanyaan tanpa inti yang jelas tentu banyak menimbulkan afektif, dan sialnya Jeno mengerti. "Tidak ada."

"Sebutkan alasannya jika kau masih menganggapku kakakmu. Jangan--"

"Aku ingin menjagamu, Hyung." Jeno menangkap gurat lelah di mata Mark, dan ia tahu itu karenanya.

"Aku ingin menjagamu sampai kau benar-benar bangkit dari masa lalu, sampai kau tidak lagi melakukan hal bodoh dengan cutter di tanganmu, sampai kau menerima Haechan untuk––"

"Hidupmu sebodoh itu, ya, Sialan?"

"Aku bodoh karena Hyung bodoh. Kamu hyung-ku, kakakku."

Mark mendesah pelan. Ia meraih buku di atas nakas dan menyerahkan benda itu kepada Jeno. Kakinya beranjak menuju lemari, mengambil sebuah selimut dan melempar Jeno dengan itu.

"Kau mengantuk, Jeno-ya. Baca itu sebagai pengganti dongeng. Satu lagi," ucap Mark. "Bayangkan jika Renjun membuat keluarga bahagianya sendiri bersama Na Jaemin, dan kau hanya bisa menatapnya dari jauh."

"Hyung ...."

"Baca bukunya lalu tidur, tidak boleh telat besok."

Jika kalian berpikir Jeno akan tidur nyenyak setelahnya, maka kalian salah total. Jeno tidak bisa tidur setelah itu. Dia berguling-guling di kasur empuk Mark memikirkan perkataan mengerikan pemuda itu. Bagaimana jika pada akhirnya Renjun bersama Jaemin? Jeno sungguh tidak bisa membayangkan hal itu.

"Dengarkan aku, Jeno-ya. Jangan sia-siakan masa mudamu hanya karena permintaan eomma untuk menjagaku."

"Renjun bersama Chenle. Dia di perpustakaan ...."

Belum saja Haechan menyelesaikan kalimatnya, Jaemin secepat kilat berlari meninggalkan mereka. Wajahnya berseri-seri riang.

"Perpustakaan sekolah, ya? Terima kasih, Haechan-ah," ujar Jeno sambil membungkuk kecil.

"Eum, sama-sama."

Haechan memperhatikan gerak-gerik Jeno, pemuda itu belum juga pergi. Jeno melakukan kontak mata dengan Hyunjin, menatap pemuda itu dengan tatapan tajam yang jarang ia tunjukkan, sedangkan Hyunjin hanya tersenyum.

"Tidak usah macam-macam, Hyunjin-ssi." Dan berlalu pergi.

Tumben Jeno tidak bersama Mark? Biasanya Jeno akan menempeli kakaknya terus menerus. Haechan terdiam memikirkan Mark. Apakah Mark sekolah? Dia tidak bertemu kakaknya hari ini. Kemungkinan terburuknya, Mark enggan bertemu dengan Haechan.

Hyunjin mendeham, menyadarkan Haechan dari pikiran buruknya. "Jadi, Haechan-ah, mau pergi bersamaku?"

Haechan tersenyum simpul. "Tentu, nanti aku izin eomma." Lalu onigiri tuna terakhirnya ia habiskan saat itu juga dalam sekali lahap, mengundang dengusan gemas dari pria di sebelahnya. Hyunjin mengelus rambut Haechan.

Lee Jeno yang memperhatikan itu semua dari kejauhan hanya bisa terdiam bungkam.

.

.

.

Suara keras dari pintu yang menabrak dinding membuat Haechan terlonjak kaget. Senandung kecilnya terhenti bersama dengan parfum kaca yang pecah menghantam lantai. Bebauan semerbak menyerbu setiap inci kamarnya, membuat dadanya seketika bergemuruh penuh sesal. Itu parfum dari Hyunjin.

Kejutan yang tidak menyenangkan dari orang yang berdiri di ambang pintu, kini orang itu menatapnya dengan tatapan datar, berbeda dari biasanya. "Jeno Hyung." Kurva di bibir Haechan menurun. Lirikan matanya tidak pernah lepas dari pecahan yang tercecer di lantai.

"Batalkan rencanamu pergi bersama Hwang Hyunjin."

Haechan menyahut tidak terima. "Tapi, Hyung ...."

"Tolong dengarkan aku, Haechan-ah!" Tanpa sadar Jeno menaikkan nada suaranya.

Ah, sial. Haechan merutuki matanya yang memanas seakan-akan tidak sabar untuk menumpahkan air mata. Kenapa dirinya secengeng ini? Kenapa Jeno membentaknya?

Haechan yang membuang muka dengan mata berkaca-kaca pun membuat Jeno sadar dengan apa yang ia lakukan. "Haechan-ah, aku tidak bermaksud––"

"A-aku akan tetap pergi," ujar Haechan lirih. "Kalau Hyung mau menitip sesuatu, nanti aku belikan. Tolong ingatkan Mark Hyung dengan makan malamnya."

"Jangan pergi."

Hanya gelengan keras kepala yang Jeno terima. Sesulit itukah bagi Haechan untuk sekadar mendengarkan?

"Manis! Kau cantik hari ini," ungkap Hyunjin.

Haechan memberengut kesal, tak menutupi pipinya yang bersemu merah karena ucapan manis seniornya itu. "Ayo pergi sebelum filmnya dimulai, Hyung!"

"Haha, ayo!"

Namun, sebelum itu Haechan sempat tertegun.

"Aku tidak tahu kau serumah dengan Mark Jung, Haechan-ah."

"Iya, dia hyung-ku," jelas Haechan lirih. Nada ragu tersemat di dalam kalimatnya. Tidak ada yang mengetahui bahwa dia adalah adik tiri Mark selain Renjun dan Chenle, dan kini ia memberitahukan kepada Hyunjin.

"Oh, jadi ibumu yang menikah dengan ayahnya Mark, ya."

Haechan mengangguk. "Hyunjin Hyung, kau mengenal hyung-ku?"

Hyunjin tersenyum. "Kami dulu sangat dekat. Mark orang yang menyenangkan."

"Benarkah?"

"Iya, ayo naik!"

Haechan dengan senang hati mengikuti perkataan Hyunjin. Tangannya diraih oleh pemuda itu dan diarahkan untuk memeluk pinggangnya. "Pegangan yang erat."

Sepanjang perjalanan Haechan merenungkan Mark yang menatapnya dari pintu balkon kamar pemuda itu. Sebelum Hyunjin menarik gas, mata mereka sempat bertemu pandang. Tatapan datar dengan arti tersirat yang membuat Haechan kebingungan.

"Mark Hyung," panggil Jeno. Pemuda yang berdiri di balik tirai hanya mendeham sebagai sahutan. "Kau tidak ingin mencegahnya pergi? Kau tahu Hyunjin––"

"Kenapa datang ke sini? Bukankah kau mau mengajak Renjun makan?"

Mark sungguh payah. Caranya mengalihkan pembicaraan terlihat begitu jelas.

"Jaemin sudah mengajaknya duluan. Tadi aku agak telat." Jeno terkekeh menertawakan dirinya sendiri. "Sudah selesai mengalihkan pembicaraannya?" tanyanya kemudian.

Mark mengedikkan bahu. "Apa peduliku, Lee Jeno?"

Senyuman Jeno terbit dengan matanya yang menyipit. Pembohong, batinnya.

𝙹𝚞𝚜𝚝 𝙰𝚋𝚘𝚞𝚝 𝚈𝚘𝚞 | 𝙼𝚊𝚛𝚔𝚑𝚢𝚞𝚌𝚔
TBC

Hwang Hyunjin

Continue Reading

You'll Also Like

52.4K 9.9K 28
Cerita berisi tentang seorang Pemuda Cantik menganggap Pria yang selalu bersamanya itu adalah Ayah Kandungnya, tapi ternyata tidak seperti kenyataann...
191K 16.9K 53
FIKSI
87.9K 8K 43
Habis nikah langsung kabur ke Bali sama pacar? JANGAN YA DEK YA!! Salsabila Adhikara Rusli yang dijodohkan dengan Ronald Arulian Wijaya langsung berl...
107K 9.8K 42
Cerita fanfic ini akan fokus kepada kehidupan Hong Haein dan Baek Hyun Woo sebelum mereka menikah kembali, ketika menikah, dan setelah mereka menikah...