Tafsir Cinta

By Dinam17

409 91 0

Tafsir Cinta bercerita tentang dua insan yang tidak sengaja dipertemukan lalu di satukan. Makna cinta yang lu... More

Tafsir Cinta
Prolog
#1 Awal Pertemuan
#2 Rindu Terbayar
#3 Siapa Sangka
#4 Kenangan Buruk
#5 Perbedaan Sikap
#6 Seperti Mimpi
#7 Sudut Pandang
#8 Patah? Semangat!
#9 Popularitas Atifa
#10 Keputusan Berat
#11 Beban Pikiran
#12 Luka Baru
#13 Hari Pembalasan
#14 Takdir Yang Mengikat
#15 Bismillah
#16 Gelisah Melanda
#17 Ungkapan Cinta
#18 Meragukan Kata
#19 Kenyataan Pahit
#20 Tujuan Hidup
#21 Hari Pernikahan
#22 Memberi Rasa Nyaman
#23 Sebuah Keinginan
# 24 Harapan Yang Berat
#25 Sumber Kebahagiaan
#26 Memahami Perasaan
#27 Sebuah Jawaban
#28 Atifa Dan Karakternya
#29 Mulai Jelas
#30 Pengakuan
#31 Kepercayaan
#32 Rencana Masa Depan
#33 Sedih Yang Dipendam
#34 Pembuktian
#35 Kejutan Istimewa
#36 Mencari Inspirasi
#37 Cinta Dan Benci
#38 Sumber rasa takut
#39 Saling Cemburu
#40 Hanya Keberuntungan
#42 Membuka Luka Lama
#43 Perhatian Tulus
#44 Kasih Sayang
#45 Lari Bukanlah Pilihan
#46 Mengutarakan
#47 Arti Senyuman
#48 Penerang
#49 Tentang Atifa
#50 Menjalani Hidup
#51 Sakit Hati
#52 Tentang Rindu
#53 Skenario Terbaik
#54 Selesai Sudah
#55 Epilog

#41 Yang Tersimpan

3 1 0
By Dinam17

*Tafsir Cinta*

*

*

"Atifa, kamu kenapa?" ucap Gio histeris setelah berlari menghampiri, saat Gio berhasil membelah kerumunan.

Atifa tengah terbaring tidak sadarkan diri, di tengah kerumunan orang yang langsung mengerumuni.

"Tolong buka matanya," pinta Gio panik.

"Bangun tifa,"

"Atifa,"

"Tifa," Gio terus memanggil nama Atifa.

"Tolongin Kaka aku ka," lirih seseorang anak kecil yang sedang bersimpuh di samping Atifa.

Walaupun tidak pernah bertemu, tapi Gio tau bahwa Atifa memiliki seorang adik perempuan. Jadi Gio langsung mengenali, bahwa anak kecil ini adalah adik Atifa.

"Kamu tenang aja, Kaka pasti bantu Kaka kamu." kata Gio berusaha menenangkan Syifa yang terus menangis.

"Ayo bawa dia ke rumah sakit dulu, gua udah siapin mobilnya," kata Irpan yang baru datang menghampiri.

Ternyata Irpan langsung membantu dengan menyiapkan sebuah mobil, walau awalnya Irpan tampak acuh. Tapi sebenarnya Irpan bukanlah tipe orang yang kejam dan Gio paham betul soal itu.

"Ayo," kata Gio yang langsung mengangkat Atifa.

Atifa langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan, selama Atifa di periksa Gio setia menunggu di luar ruangan. Gio mengetahui segalanya tentang Atifa, bahkan apa yang terjadi padanya saat ini. Karena ini bukan pertama kalinya Gio melihat Atifa pingsan di tengah kerumunan, pada saat itu Gio juga ada saat hal serupa terjadi pada Atifa.

Kesehatan Atifa selalu membuat Gio sangat khawatir, karena tidak ada obat yang ampuh selain dirinya sendiri. Tapi sedangkan Atifa sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, karena orang di sekitarnya menyembunyikan penyakit Panick Attack yang di derita oleh Atifa.

"Gimana keadaan Atifa?" tanya Gio cepat, tatkala dokter keluar dari ruangan.

"Apa kamu udah tau soal ini?" tanya balik sang dokter.

"Iya, Gio tau om," jujur Gio.

Dokter yang merawat Atifa adalah paman dari Gio, Gio sengaja membawa Atifa ke rumah sakit tempat keluarganya bekerja.

"Dia juga udah tau, saat ini dia pasti sangat terkejut. Lebih baik beri dia waktu untuk sendiri," saran Om Rais.

"Baik om," mengerti Gio.

Gio mengerang kesal menjambak rambutnya sendiri, Gio merasa kesal pada dirinya yang malah ikut menyembunyikan penyakit Atifa. Pada saat itu yang dipikirkan Gio adalah kesehatan Atifa, tanpa berpikir panjang jika ini akan lebih menyakitinya. Langkah kaki terdengar tengah berlari ke tempat di mana Gio sedang berdiri, lalu pria bertubuh tinggi langsung menghampiri.

Seseorang yang tidak bisa di sebut lawan oleh Gio, karena mereka sedang tidak bertarung. Kalaupun sedang bertarung, tetaplah pria ini yang jadi pemenangnya.

"Gimana kondisi Atifa?" tanya Farhan khawatir.

"Masuk aja, tanya langsung ke Atifa." jawab Gio malas.

Ucapan Gio terdengar menyebalkan, namun ini bukan saatnya berdebat. Farhan lantas masuk ke dalam kamar, Farhan menjadi orang pertama yang mengunjungi Atifa karena Gio sendiripun bahkan tidak sanggup menemuinya saat ini. Gadis kecil yang tadi di bawa oleh Irpan kini kembali membawa kaka iparnya, sudah dipastikan Syifa yang menelpon Farhan untuk datang.

"Tenang aja, kaka kamu baik-baik aja." kaya Gio mengusap lembut kepala Syifa.

Sedikit informasi dari Gio membuat Syifa sedikit merasa tenang, lalu menghentikkan air matanya yang sedari tadi terjatuh.

****

Lagi dan lagi bebauan berbagai macam obat tercium indera penciuman Atifa. Berbaring di ruangan yang identik bewarna putih, dengan selimut polos menyelimuti. Seakan bosan terus bertemu momen ini, saat sebuah suntikkan menancap mengalirkan air ke dalam tubuhnya. Sebuah penjelasan membuat Atifa tidak berdaya, melewati masa buruk dengan kondisi terpuruk. Sungguh, bak mimpi buruk jatuh lalu tertimpa tangga.

Sakitnya begitu terasa serta menambah luka. Pikiran Atifa melayang tanpa tahu arah angin, tatapan mata Atifa kosong tidak berarti. Tetesan air menarik Atifa dalam lamunan, namun perlahan memancing air lain untuk keluar. Tanpa sadar tembok pertahanan Atifa runtuh, dimulai saat air mata mengalir membasahi pipi Atifa. Walau mata Atifa mengeluarkan tangis, tapi bibir Atifa tertutup rapat tidak bisa menjerit.

Ini mungkin yang disebut sakit tapi tidak berdarah, sakit yang tidak bisa diungkapkan dengan ucapan. Sakitnya melebihi tangan yang berdarah sekalipun. Terdengar suara knop pintu terbuka, tapi air mata Atifa tidak bisa berhenti menangis. Dan Atifa juga tidak bisa terus berpura-pura, hingga membiarkan dirinya terlihat lemah. Seseorang yang Atifa kenali dari wangi parfumnya mendekat, lalu duduk di samping Atifa.

"Gimana keadaan kamu?" tanyanya, saat sudah duduk.

Entah kenapa mulut Atifa semakin terbungkam, mungkin rasa kecewa yang membuat Atifa tetap diam bahkan tatapan mata Atifa tidak bisa balik memandang. Sentuhan hangat menyentuh kulit Atifa, tangan Farhan menggenggam tangan Atifa dengan sangat erat.

"Maafin aku," lirih Farhan.

"Tolong maafin aku," air mata Farhan, pecah diiringi kalimat maaf yang terus terucap.

Lirihan Farhan semakin meruntuhkan air mata, membuat tangis Atifa yang mulai mereda kembali runtuh. Diiringi suasana hening nan sendu, dihujani kecewa yang mengamuk. Sakitnya terasa menusuk, hingga membuatnya terus merintih sakit. Rintikan air mata yang saling berlomba, keduanya sedang merasakan sakitnya rasa kecewa.

Keputusan yang awalnya dikira tepat, kini menambah masalah dengan cepat. Tidak pernah terpikirkan oleh Farhan, bahwa Farhan telah mengambil keputusan yang salah. Melihat Atifa menangis tanpa suara, membuat Farhan diam seribu bahasa. Tapi sedikit pun Farhan tidak menjelaskan alasan kenapa Farhan menyembunyikannya, Farhan hanya diam membiarkan Atifa bergelut dengan seribu tanya.

"Itu salah aku," ucap seseorang, di tengah suasana sendu.

Suara lembut yang sangat khas membuat kedua pasangan ini saling menatap, jeda seperkian detik Farhan langsung menggeser tempat duduknya. Syifa sedang berdiri di balik tubuh besar Farhan, dengan mata yang sembab karena habis menangis.

"Syifa, kenapa kamu bilang begitu," henti Farhan yang langsung menghampiri Syifa.

"Ini salah aku kak," lirih Syifa.

"Seharusnya aku jawab gak mau waktu ka Atifa ajak aku keluar, aku juga gak seharusnya ninggalin kaka jalan sendirian."

"Engga Syifa," henti Atifa cepat.

"Kaka terus manggil aku, tapi aku pura-pura gak denger. Tapi tiba-tiba-" Syifa tidak kuat melanjutkan ucapannya.

"Tiba-tiba kaka udah pingsan di jalanan," tambahnya menangis histeris.

Farhan dengan cepat menarik Syifa kedalam pelukannya, tangan besar Farhan mengusap lembut pundak Syifa. Melihat momen ini membuat Atifa tidak kuasa menahan sedih, walau tubuh Atifa yang masih dalam pemulihan Atifa berusaha untuk bangkit. Atifa mengubah posisinya, yang tadinya tiduran menjadi duduk. Lalu Atifa memasang wajah yang berbeda, Atifa mengeluarkan raut wajah tegas di tengah rasa sedih yang sedang melanda.

"Tolong ke sini," pinta Atifa tegas.

Mendengar permintaan Atifa, Farhan lantas melepas pelukannya. Lalu menuntun adik iparnya mendekati Kaka tercintanya. Saat Syifa berdiri di dekat ranjang, tangan Atifa langsung menarik syifa ke dalam pelukannya.

"Kamu gak boleh bilang gitu," kata Atifa memohon.

"Jangan pernah bilang begitu, ini bukan salah kamu. Jadi jangan menyalahkan diri kamu, Kaka baik-baik aja. Kaka cuma kelelahan." Atifa merangkai cerita yang sepenuhnya tidak benar.

"Aku gak percaya," kata Syifa yang langsung melepas pelukan Atifa.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu gak pernah mau denger ucapan Kaka," kata Atifa kesal.

Sikap Atifa yang tiba-tiba berubah, tidak lagi mengejutkan Farhan. Namun hal itu semakin menambah rasa sedih Farhan, karena harus menyembunyikan fakta.

"Kaka bener baik-baik aja?" tanya Syifa menyakinkan.

"Em, aku baik-baik aja. Kaka harus habiskan air infus ini dulu baru setelah itu kita bisa pulang," tegas Atifa.

"Syukurlah," lega Syifa yang langsung memeluk kakaknya kembali.

Atifa menerima pelukan hangat itu, dengan senyuman hangat yang tampak Atifa paksakan. Walau Atifa tahu, senyuman palsu ini tidak mempan terhadap Farhan. Atifa tidak sanggup menatap mata Farhan yang sedang mengawasinya, karena perasaan kecewa membuat Atifa malu memandang.


****


Tangan seseorang memberikan sesendok bubur, hendak memberi suapan. Perasaan gengsi bercampur malu meliputi, hingga bibir tidak bisa menerimanya. Perasaanya sangat risau, hingga tidak bisa berkutik sedikit pun.

"Aku bisa sendiri," katanya yang tidak sanggup mendongakkan kepala.

"Buka mulutnya," perintahnya tegas.

Tangan kecilnya mencengkram tangan baju seseorang yang masih setia menunggu, lalu kepalanya dia dekatkan ke telinga sang pemilik tangan.

"Tolong jangan berlebihan, kasi sendoknya ke aku," bisiknya pelan.

Sorot mata berbinar penuh permohonan, bertemu sorot mata tajam yang berisi penolakan. Apa boleh buat selain mengalah, perlahan mulutnya terbuka. Lalu dengan cepat tangan itu memberi suapan kepada gadis yang hanya menurut ketika di hadapan mamahnya saja.

"Jangan malu begitu, cepet habisin makannya," tegas sang mama.

"Iya," kata Atifa pasrah.

"Lebih baik kita tunggu di luar aja, biarin Atifa istrihat. Lagi pula ada Farhan yang nemenin," usul ayah.

Kedua orang ini, sedang mengawasi putrinya yang habis tidak sadarkan diri. Tapi yang mereka tahu, Atifa pingsang karena pusing bukan karena penyakit paniknya. Kalo sebelumya Farhan yang merahasiakan penyakit Atifa, namun saat ini Atifa sendiri yang ingin menyembunyikannya.

"Farhan ayah titip Atifa ya," pinta ayah.

"Iya yah tenang aja, Farhan bakal jaga Atifa." janji Farhan.

Setelah mendengar ucapan Farhan, ayah lantas menarik ibu untuk segera keluar dari kamar pasangan muda ini. Saat tidak ada orang lain selain mereka, suasana menjadi sedikit tampak canggung, seperti kembali menjadi pengantin baru yang berada di dalam satu ruangan. Farhan mengulurkan tangannya lagi, memberikan suapan kepada Atifa. Namun Atifa membeku, tidak bereaksi apapun.

Farhan sudah menduga, bahwa Atifa akan merubah sikapnya tatkala sang mama tidak mengawasinya. Karena memaksa sama saja menyakiti, sedangkan Farhan tidak ingin menyakiti Atifa lagi. Dengan penuh kepasrahan, Farhan menarik tangannya. Namun tiba-tiba ada yang menghentikannya, tangan Atifa memegang tangan farhan hingga aktivitasnya terhenti.

Pandangan Atifa yang sedari tadi menunduk kini Atifa naikkan, dan tentu langsung disambut tatapan penuh tanya milik Farhan. Banyak hal yang tidak bisa dimengerti Farhan, karena sikap Atifa yang sulit dimengerti.

"Makanannya masih banyak?" tanya Atifa lembut.

"Tinggal dikit lagi," jawab Farhan datar tanpa ekspresi.

"Aku pengen cepet habisin," kata Atifa.

Tangan Atifa menarik tangan farhan untuk mendekat ke mulutnya, saat jaraknya beberapa senti tiba-tiba Farhan menahan tarikan tangan Atifa. Hal itu membuat Atifa kembali menatap manik mata Farhan, kini tatapan mata Atifa yang dipenuhi tanda tanya.

"Kenapa kamu gak tanya apapun ke aku?" tanya Farhan bingung.

Ya, saat di rumah sakit bahkan kini sudah berada di rumah. Tidak sedikitpun keluar kalimat pertanyaan dari mulut Atifa. Dan itu membuat Farhan merasa bingung.

"Gak ada yang pengen aku tanyain," jawab Atifa seadanya.

"Setidaknya bicara sesuatu," pinta Farhan.

"Aku percaya sama kamu," tegas Atifa.

"Makannya aku sama sekali bertanya apapun, karena aku percaya sama kamu." tambah Atifa menjelaskan alasannya tetap diam.

Sungguh jawaban yang selalu membuat Farhan tidak bisa berkata-kata. Karena tidak tahu, harus bersikap seperti apa.

"Kenapa?" tidak mengerti Farhan.

"Apa perlu alasan?" tanya balik Atifa.

Terkadang memang tidak semua hal memerlukan alasan, karena perasaan sulit dianalogikan. Semua pertanyaan berhenti di situ, saat sebuah kepercayaan mengendalikan. Dua tatapan yang berbeda saling melempar pandangan, hingga tidak bertemu titik terang. Farhan melanjutkan aktivitasnya, memberikan suapan demi suapan untuk istri tercintanya.

**

Sedih ya? Saat menunggu penjelasan yang sama sekali tidak ingin diucapkan.

Eitss, Tapi jangan sedih. Percayakan jika bahagia itu akan datang?

**

*Salam hangat.... Silahkan mampir di di kolom komentar..*

*

Continue Reading

You'll Also Like

524K 33.8K 39
Ratu Azzura, anak ketua mafia pecinta kedamaian yang hobinya menolong orang-orang dengan cara membully nya balik. Protagonis atau Antagonis? Entahlah...
540K 1.5K 11
Affair | warning konten dewasa 21+ Yumi, wanita yang kesepian karna sering di tinggal suaminya, merasakan godaan dari Dimas, tetangga barunya yang t...
1.7M 62.1K 61
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
369K 31.8K 24
Argavanil atau kerap dipanggil Arga adalah sosok anak remaja nakal, dan hobby balapan motor. Dibalik kenakalannya, Arga memiliki segudang prestasi da...