Pukul 08.12 pagi, Aucha mengirimkan ucapan selamat pagi dan mengabariku bahwa dia baru saja bangun dan hari ini dia sudah libur, sehingga dia akan menginap dirumah keluarganya yang muslim dan ikut merayakan lebaran di sana. Dirumah saudaranya, banyak anak-anak kecil, sehingga Aucha betah berada di sana, karena Aucha senang dengan anak-anak. Jika lebaran tiba, Aucha sering membagikan uang yang baru keluar dari Bank dan anak-anak sangat suka hal itu. Anak-anak kecil itu kemudian memanggilnya dengan sebutan “AUCHA”, yang merupakan singkatan dari Auntie Cantik.
[“Aku pengen suatu hari bisa mengadopsi anak. Melihat keponakan perempuanku saja, aku sudah gemas melihatnya. Dia sangat cerewet, tapi pinter banget. Sampai nyanyi Bombaya pun lebih pintar dia dibanding tantenya, hehe.”]
Aku dan Aucha ternyata sangat menyukai anak-anak. Kita lalu membahas seputar anak-anak, mulai dari kelakuan anak-anak sekarang yang cerdas, tapi susah untuk fokus, hingga rencana apakah Aucha akan menikah dengan laki-laki atau tidak.
[“Biarkan mengalir saja mungkin ya. Kalau misal ada jodoh laki-laki, ya mungkin aku akan menikah. Tapi, kalau pun aku harus hidup dengan perempuan, maka aku akan mengadopsi anak. Oya kak, aku masih penasaran, kamu kenapa aneh ya. Kamu kok ngebolehin aku untuk bisa dekat dengan siapapun? Padahal kamu ingin jadi pacar aku, tapi kamu malah nyuruh aku untuk punya pacar banyak. Memangnya kamu ga akan sakit hati? Dan kamu harus tahu kak, aku bukan orang seperti itu. Aku cukup setia sama satu aja. Oya, kalaupun nanti rasa ini perlahan tumbuh semakin dalam, cukup kita aja yang tahu ya kak. Aku ga mau mereka ribut lagi dan akhirnya kamu yang diserang oleh mereka.
[“Iya lebih baik begitu, biarkan mengalir, karena kita ga akan tahu juga apa yang akan terjadi satu detik ke depan. Untuk alasan kenapa aku membebaskanmu, aku cuma ingin kamu bahagia dan ga monoton menjalani hubungan denganku. Kamu bisa nonton atau jalan-jalan dengan siapapun yang kamu mau, kamu bahkan bisa telponan dengan Royce atau siapapun itu. Kamu mau manggil mereka sayang atau apapun, aku ga masalah kok. Yang penting kamu bisa have fun, aku udah senang. Yang kita cari adalah kebahagiaan bukan? Kalau saling mengekang dan cemburuan, ya lebih baik ga usah pacaran. Percuma, karena kita akan kehabisan waktu hanya untuk memelihara emosi yang negatif. Aku ga akan merasa memiliki kamu, tapi aku hanya ingin menyayangi kamu. Kita harus belajar “melepaskan”, ketika kita sedang “menyayangi”, sehingga ketika orang yang kita sayangi itu benar-benar pergi, maka kita tidak akan merasa sedih dan kehilangan, karena kita sudah melepaskan dia, saat dia masih bersama kita. Coba saja kamu genggam pasir di pantai, jika semakin kamu genggam, maka pasir itu akan keluar sedikit demi sedikit dari sela-sela jarimu, hingga kemudian hanya menyisakan sedikit saja ditangan. Itu sama halnya dengan cinta, jika semakin dikekang dan digenggam, maka cinta akan hilang dengan sendirinya. Karena alasan itulah, aku membebaskanmu untuk dekat dengan siapa saja dan bahkan membebaskanmu untuk memiliki pacar lebih dari satu.”]
[“Iya sih kakak benar. Tapi, semakin dibebaskan, aku malah jadi takut. Berbeda halnya ketika aku dikekang, aku malah penasaran untuk berkenalan dengan yang lain. Tapi, asal kakak tahu, aku ga pernah selingkuh, tapi aku pernah diselingkuhi. Aku memang lebih senang main dengan teman-teman, dibandingkan dengan pacarku dulu, sehingga dia kemudian berselingkuh."]
Setelah ngobrol tentang topik pacaran, Aucha lalu membahas orang-orang yang menyukainya digrup. Aku sungguh kaget, karena persaingannya sangat tidak sehat. Ada orang yang sampai menjelek-jelekkan Aucha kepada yang lain, hanya agar dia seorang yang mendapatkan Aucha. Misalnya, ada A, B, C, dan D menyukai Aucha, nah A ini menghasut B, C, dan D untuk benci kepada Aucha, agar B, C, dan D tidak memperjuangkan Aucha lagi. C dan D memang bisa mengikuti saran A. Mereka lalu mundur, sedangkan B tetap memperjuangkan Aucha, sehingga hal itu membuat A geram dan beberapa kali bertengkar dengan B.
[“Ya ampun, persaingannya ga sehat banget ya. Seperti ga ada perempuan lain aja diluaran sana. Kok sampai segitunya mereka memperebutkan kamu. Kalau aku sih jarang diambil ribet ya, kalau suka sama kamu ya udah bahagiain aja kamunya, bukan menghasut dan bertengkar ke sana kemari. Kamu bukan piala bergilir. Mereka bisa kok menyayangi kamu dengan damai dan tanpa ada keributan. Mungkin mereka hanya merasa bangga, jika kemudian berhasil mendapatkan hati kamu. Kalau sudah begitu, bisa disimpulkan kalau itu bukan sayang namanya, tapi lebih ke ego dan ambisi untuk memiliki.”]
[“Iya kak, makannya kalau nanti hubungan kita semakin dekat, ga usah kita umbar digrup ya. Aku ga mau kita dikata-katai lagi. Kemarin aja aku kaget, saat kakak dikata-katai sekasar itu. Aku ga mau liat itu lagi. Kita jalanin aja hubungan kita berdua, biar ga banyak orang lain yang ikut campur.”]
[“Iya kemarin kan aku jadi nembak kamu digrup karena terpaksa. Aku ga tahu kalau persaingannya sudah seperti ini. Kalau sudah tahu begini, ya kita jalani saja berdua.”]
[“Oya kak, ada yang tanya apakah novel ini real atau ga. Aku jawab aja semua tentang aku sudah ditulis di sana. Terus ada yang kecewa, kenapa aku tidak seterbuka itu kepada mereka. Aku jawab saja, kalau kakak memang tanya dengan detail sama aku, sedangkan mereka ga banyak tanya, jadi aku ga memberitahu mereka tentang siapa aku lebih banyak dari yang aku ceritakan kepada kakak.”]
[“Iya semua yang aku tulis kan memang semua real. Setiap yang kita obrolkan dan rasakan, kemudian aku tuliskan. Aku seperti mesin fotocopy yang menyalin apa yang sudah kamu sampaikan kepadaku. Mungkin mereka jadi bertanya-tanya seperti itu, sejak kamu nolak aku digrup, padahal sebenarnya kamu suka sama aku. Itu yang kemudian membuat mereka bertanya-tanya. Ya sudahlah, mau dianggap real atau tidak kan yang penting tulisan ini adalah buku harian kita berdua yang bisa mereka baca, jadi mereka berhak berkomentar apa saja. Aku tidak masalah dengan semua itu, hehe.”]
[“Iya kak. Oya, sebetulnya kalau salah satu dari mereka waktu itu tidak kasar kepadaku, mungkin aku sudah bersama dia sekarang. Sayangnya waktu itu dia kasar dan sering memaki-maki aku di chat pribadi. Oya kak, kalau mau tahu wajah Spider, dia itu mirip Pak Tarno, tapi versi wanita.”]
Membaca pesan dari Aucha tentang Spider, aku berusaha untuk tidak tertawa. Namun, aku penasaran untuk searching foto Pak Tarno yang sedang memakai wig berbentuk bob. Aku langsung mengirimkannya kepada Aucha.
[“Hahahaha, astaga kakak. Langsung searching foto Pak Tarno.”]
Setelah ngobrol tentang Spider yang mirip dengan Pak. Tarno, Aucha lalu menceritakan hobinya selain basket, yaitu membaca novel dan komik. Dia mengoleksi banyak komik, seperti Crayon Shinchan atau Love Story. Saking senangnya Aucha membaca, dia bahkan selalu membaca apapun yang ada dikamar mandi, ketika dia sedang mandi atau buang air. Aucha juga suka menyanyi. Suaranya sangat lembut. Tidak berapa lama kemudian, handphoneku berdering. Aucha ternyata menelponku. Semalam juga dia menelpon, namun tidak sempat aku angkat karena handphoneku di silent. Aku tidak menelpon balik Aucha, tapi hanya menanyakan kepada dia apakah dia menelpon atau hanya kepencet. Namun, semalam Aucha sepertinya sudah tidur, sehingga tidak menjawab pesanku.
“Kak, lagi sibuk? Ini aku sambil jalan ya ke Bekasi untuk membeli jam tangan yang aku tanyakan semalam. Jadinya aku beli dua-duanya kak. Oya, kakak biasa pakai parfum Bvlgary Aqva ya? Aku suka banget nyium wanginya loh. Kalau aku pakai Victoria Secret yang Angel Heart. Kalau kakak pengen tahu wangi tubuh aku, nanti kakak jalan-jalan aja ke gerai Victoria Secret dan cari parfum itu, hehe.”
“Engga kok, ini lagi rebahan aja. Oh jadinya beli dua-duanya? Iya aku kalau udah suka satu parfum ya udah itu aja dan jadi ciri khas aku. Eh, bulan puasa tahun kemarin aku ngasih baju lebaran dan parfum Victoria Secret juga ke cewek Caddy itu, tapi yang romantic. Iya tar aku coba cari ya parfum kamu, supaya nyium wanginya, hehe. By the way, aku emang suka perempuan yang wangi, walau ga cantik asal wangi. Dan yang selalu aku ingat dari perempuan adalah wanginya. Aku bahkan masih ingat wangi sampo mantanku yang di Jakarta, dia pakai TRESmme warna merah.”
“Iya jadi beli dua jam tangannya. Parfum Victoria yang romantic memang kebanyakan dipakai cewek, hehe. Eh itu mantan kamu sama banget pakai samponya itu.”
“Eh kamu banyak banget kesamaan sama si Febri itu ya.”
“Ah kakak, jangan nyama-nyamaan yah, nanti kaya lagunya padi “Seperti Kekasihku”.”
Beberapa lama kemudian, aku mengirimkan foto seorang perempuan yang sangat mirip dengan Aucha.
“Itu siapanya kakak?”
“Dia pacarnya adik dari yang meninggal kemarin itu.”
“Cantik dia sih kak.”
“Mirip kamu banget.”
***
Suara Aucha tidak akan pernah aku lupakan, karena suaranya begitu tidak asing ditelingaku. Bahkan semua yang dia sukai, hobinya, dan karakternya seperti membuatku merasakan de javu.
[“Perasaan aku sekarang sama mereka itu biasa aja kak. Mereka belum bisa membuatku merasakan kupu-kupu dalam perutku. Suatu saat mungkin kupu-kupu dalam perut itu akan datang dan sekarang mungkin masih menjadi kepompong. Harus pada sabar kalau mau jadi pacar aku. Jangan galak-galak dan jangan marahin aku terus. Oya kak, aku ada puisi buat kamu.”]
“PEREMPUAN PENYULAM KATA”
Kau datang membebaskanku dari rasa takut. Memberiku sepasang sayap untuk terbang. Kau menyulam kata dengan hati. Membuatku terbius oleh rupa dan juga rasa. Kau adalah kepompong yang kelak menjadi kupu-kupu dalam perutku. Menggelitik dan membuatku tersenyum sepanjang hari. Aku suka caramu menggambarkanku lewat kata-kata, hingga aku jatuh cinta. Aku akan diam-diam mengeja namamu dalam doa, seperti lidahmu yang kerap merapal namaku dalam doa yang sama. Bahasaku adalah diam. Itu adalah caraku menyebutmu diantara mereka yang ingin menjadi pemenang. Kau berbeda. Aku terpana dalam beku yang tidak bisa aku ceritakan kepadamu. Aku memilihmu, tanpa perlu berteriak kepada siapapun yang tengah mengobarkan bara api. Cukup diam dan rasakan. Sebab kaulah satu-satunya pahlawan, yang aku sebut sebagai masa depan.
-Aucha-
Bersambung…