Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

70.4K 7.1K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-26. Melepas Senja Bersama

673 96 41
By tivery

#Day26
Clue #rebung

Rebung adalah tunas atau anakan yang masih muda yang tumbuh dari akar bambu. Penduduk Indonesia maupun Asia umumnya memanfaatkan rebung bambu sebagai bahan makanan. Rebung bambu termasuk salah satu sayuran yang disukai banyak orang karena teksturnya yang renyah dan rasa manis serta aroma khas yang dimilikinya.

* * * *

Kurang lebih tiga jam penerbangan, tibalah Arcello dan rombongan kantornya di bandara destinasi liburan mereka. Setelah itu masih melanjutkan perjalanan darat dan laut. Untuk mencapai Pulau Bidadari, tempat resort Zach berada, mereka harus menyeberang menggunakan kapal pinisi.

Perjalanan melelahkan mereka terbayar dengan suguhan pemandangan laut dan gugusan pulau yang menakjubkan. Arcello terlihat senang, begitu juga Gabriel. Ia terpukau dengan pemandangan indah menghampar. Si usil Rafael yang sudah tiba lebih dulu dari rombongan, tampak bersantai sambil berswafoto.

Sesampainya di resort bernuansa bambu tepi pantai, Arcello dan yang lainnya dipersilakan untuk menyimpan tas ke tempat masing-masing. Arcello pun tiba di kamarnya yang berkonsep bungalo, namun ia terkejut saat melihat Rafael sudah menguasai tempat itu.

“Au, kamu udah nyampe sini aja, Rafe’i? Aku pikir terbangmu masih kalah cepat dengan pesawat.” Arcello terkejut dengan kehadiran Rafael yang sudah tiba di tempatnya. Tapi ia tidak heran. Saat dirinya membagikan lokasi tempat liburan, ia juga sekalian memberi tahu nomor kamarnya. Hanya saja ia cukup terkejut karena Rafael sudah sampai lebih dulu darinya.

“Anda meremehkanku Tuan. Kecepatan pesawat yang Tuan dan Gabriel tumpangi bukan apa-apanya dibanding kecepatan terbangku. Tiga jam perjalananmu, bisa kujadikan seratus kali bolak-balik, tahu,” terang Rafael bangga.

“Ah ... tahu gitu, kenapa tadi aku nggak numpang sama kamu saja biar cepat. Iya kan, Phi?” Arcello menggoda Rafael sambil tersenyum pada Gabriel.

“Au ....” Rafael tidak menyangka kalau tuannya akan berkata seperti itu. “Aku sih nggak masalah kalau Tuan mau kubawa terbang, tapi masalahnya, Tuan sanggup nggak mengimbangi kecepatan cahayaku? Nanti yang ada Tuan malah semaput, lagi.” Rafael membalas godaan tuannya.

Mendengar hal itu, Arcello langsung mendelik. Cepat-cepat ia menaruh tasnya. Sementara Gabriel hanya tersenyum melihat tingkah tuannya yang semakin hari semakin menggemaskan.

“Oh ya, ini kan kasurnya cuma satu, cukup sih untuk berdua, tapi kalau buat bertiga kayaknya nggak muat deh,” jelas Arcello. “Jadi, gimana dong?” Arcello meminta pendapat.

“Saya bisa tidur di dipan itu, Tuan,” tunjuk Gabriel pada dipan di teras yang menghadap ke pantai.

“Jangan! Nanti Phi masuk angin,” tukas Arcello mencemaskan Gabriel.

“Urusan tempat tidur, Tuan tenang saja. Aku bisa tidur di mana saja. Lagi pula aku sudah booking hotel mewah dekat-dekat sini,” terang Rafael menyombongkan dirinya.

“Ceileh, gayamu Rafe’i, sok-sokan booking hotel mewah. Padahal tinggal geletak di pasir pantai juga jadi,” nyinyir Arcello. Sedangkan Rafael dan Gabriel tertawa ringan menimpali ucapan tuannya.

“Nggak apa-apa ya, Phi, sekali-sekali tidur berdua sama aku.” Kali ini yang digoda bukan lagi Rafael, tapi Gabriel yang terlihat mesem-mesem tipis mengangguk tanpa kata.

“Ya udah, habis ini kita kembali ke rombongan. Soalnya udah waktunya makan siang.” Arcello mengingatkan.

Setelah menyimpan tas-tasnya, Arcello dan Gabriel kembali berkumpul pada rombongan. Sedangkan Rafael ia berpamitan untuk jalan-jalan mengeksplorasi tempat liburan mereka.

* * *

Para rombongan termasuk Arcello dan Gabriel sudah berkumpul di kafetaria berkonsep prasmanan. Keduanya terlihat mengantre beriringan. Gabriel yang berjalan di belakang Arcello sesekali menanyakan makanan yang baru pertama ia lihat. Termasuk salah satu lauk sayur.

“Tuan, ini apa?” bisik Gabriel pada Arcello.

“Oh, itu sayur rebung. Makanan khas sini,” timpal Arcello.

“Rebung? Apa itu?” Gabriel semakin penasaran.

“Tunas bambu, yang biasa dimakan panda.” Arcello menjelaskan.

“Enak nggak?” Sekali lagi Gabriel bertanya memastikan.

“Zach bilang sih enak. Cobain aja kalau Phi penasaran. Aku juga nyobain, nih,” jawab Arcello sambil menunjukkan sayur yang berasal dari tunas bambu di atas piringnya.

“Baiklah. Kalau Tuan nyobain, saya juga mau mencobanya.” Gabriel memantapkan pilihannya.

Keduanya tidak menyadari, jika pembicaraan mereka berhasil membuat kesal antrean di belakang.

“Cepetan dong,” tegur salah seorang karyawan yang sudah tidak sabar.

Gabriel mengangguk sambil meminta maaf. Setelah menaruh sayur yang ia pilih di piringnya, Gabriel pun segera pergi menyusul tuannya yang sudah lebih dulu memilih meja makan.

Selain tuannya, di meja makan ternyata sudah berkumpul Auryn, Zach, dan Bian. Gabriel pun cukup sungkan untuk bergabung dengan mereka.

“Eh Bang Gabriel, ayo duduk,” sapa Auryn mempersilakan Gabriel untuk bergabung. Gabriel pun mengangguk sambil duduk di sebelah tuannya. Namun tiba-tiba Arcello berbisik pada Gabriel.

“Phi, kalau di depan teman-temanku, jangan panggil Tuan, ya. Panggil adek aja.” Arcello mengingatkan Gabriel agar tidak membuat teman-temannya curiga. Gabriel pun mengangguk.

Melihat dua orang di hadapannya berbisik-bisik, berhasil memancing pertanyaan Auryn. “Cie, ngebisikin apaan sih? Kok mepet banget,” goda Auryn.

“Kamu nanyea?” timpal Arcello.

Bian dan Zach sontak mengakak. Gabriel berusaha menahan tawanya demi sopan santun, sedangkan Auryn langsung cemberut mendengar jawaban Arcello. Makan siang mereka pun berjalan menyenangkan. Di saat Arcello dan kawan-kawan terlihat berbahagia, di tempat lain ada Beezel yang merasa iri. Ia sedang berbincang bersama rekan kerjanya, tapi pandangannya tidak lepas dari Arcello.

Sementara itu, Gabriel merasakan aura jahat mengintai. Bukan hanya sejak di pesawat, kali ini ia merasakan aura itu sangat kuat dan dekat. Intuisinya memaksa ia untuk menoleh di sela-sela sang tuan tengah mengobrol asyik dengan para sahabat. Hingga akhirnya, dua pasang mata bertemu tatap. Saling mengancam.

Setelah makan siang, kegiatan Arcello dan rekan-rekannya dilanjutkan dengan game-game kekompakan. Sementara Gabriel ditemani Rafael sibuk memantau kegiatan tuannya dari jarak yang aman. Menyamar sebagai turis, sambil berpura-pura santai menikmati kelapa muda, sejatinya Gabriel dan Rafael selalu waspada.

* * *

Sore itu, Arcello dan Gabriel tampak berjalan-jalan di tepi pantai berpasir merah muda. Semilir angin melambaikan rambut-rambut mereka laksana menari-nari. Langit senja berwarna jingga bagaikan mahakarya pelukis legenda. Separuh mentari bak kuning telur omega mengintip malu di ambang batas langit dan samudera.

Arcello berlari menghampiri bongkahan batu karang, kemudian duduk di atasnya. Ia pun terlihat melambaikan tangan pada Gabriel mengajaknya untuk duduk bersama. Dengan santai Gabriel mendekat lalu duduk di sebelah sang tuan yang tampak bahagia.

“Akhirnya kita bisa jalan-jalan berdua juga ya, Phi.” Arcello membuka pembicaraan.

Bukan tanpa alasan ia berkata demikian. Setelah seharian Arcello disibukkan dengan kegiatan bersama rekan kerjanya, belum lagi Rafael yang selalu mengikuti ke mana Gabriel pergi, akhirnya Arcello pun mendapat kesempatan untuk bisa menikmati liburannya dengan pria yang kini duduk tenang di sampingnya.

“Tuan senang?” tanya Gabriel sambil menatap wajah pria mungil itu.

Arcello tersenyum lebar. “Umm ... senang dong, Phi.”

Dalam suasana yang tenang dan damai, Arcello pun menyandarkan kepalanya pada bahu Gabriel. Ia pun memejamkan matanya menikmati belaian angin yang menggelitik hatinya.

“Aku harap, kita bisa kayak gini tiap waktu ya, Phi,” ungkap Arcello.

Sementara Gabriel, sejak sang tuan bersandar di bahunya, ia tidak sedetik pun memalingkan wajah dari pria mungil yang kini tampak berkilau diterpa sapuan sinar lembayung. Ada debar yang tiba-tiba bergetar hebat dari dalam.

“Tuan!” panggil Gabriel.

Arcello yang mendengar panggilan Gabriel pun membuka matanya. Tanpa raut bertanya, ia hanya menatap dalam pada wajah yang teduh di hadapannya. Kedua pasang mata itu bertemu memercikkan api pada sumbu yang telah dilumuri hasrat menggebu.

Pelan namun pasti, jarak di antara dua wajah itu mengikis, menarik satu sama lain. Arcello yang tak mungkin menolak, sudah pasrah bibir ranumnya diregup pria tampan di hadapannya. Ia pun pelan-pelan menutup mata.

Seperti mendapatkan restu dari sang pemilik, Gabriel dengan hasrat yang membara sudah siap menikmati suguhannya. Ia benar-benar dimabuk kepayang. Namun, tinggal sebuku jari bibirnya berpagut, kewarasannya disadarkan sebuah deburan ombak yang menghantam tebing karang.

Sontak Gabriel membuka mata lebar-lebar. Cepat-cepat ia menjauhkan wajahnya dari hadapan sang tuan. Menyadari tidak terjadi apa-apa, Arcello pun turut membuka mata kebingungan melihat tingkah Gabriel yang belingsatan. Ia pun menarik kepalanya dari bahu si mantan malaikat.

“Maaf Tuan.” Gabriel bangkit. “Saya mau ngambil minum dulu,” ucap Gabriel tampak gugup.

“Au.” Arcello keheranan. “Kalau begitu, sekalian bawain punyaku ya, Phi,” pintanya.

“Baik, Tuan,” jawab Gabriel sambil mengangguk.

“Jangan lama-lama!” susul Arcello berteriak. Sedangkan Gabriel hanya mengacungkan jempolnya.

Sekepergian Gabriel, Arcello kembali membayangkan kejadian beberapa saat lalu. pipinya mendadak memerah. Debar jantungnya bersaing dengan deburan ombak. Ia tak kuasa menahan malunya sendiri, yang bisa Arcello lakukan hanyalah menyembunyikan wajah dari intipan sang surya.

“Bodoh, bodoh, bodoh ...,” umpat Arcello merutuki kelakuannya.

“Kamu bilang saya bodoh?” tanya seorang pria yang berhasil membuat Arcello terperanjat. Suara itu bukanlah suara si mantan malaikat. Arcello pun mengangkat wajah cepat-cepat.

“Pak Beezel?” tanya Arcello gugup. Sedangkan sang pria jangkung di hadapannya hanya tersenyum manis.

“Boleh duduk?” Beezel meminta izin untuk duduk di sebelah Arcello.

Arcello yang tampak bingung pun tidak mungkin menolak sang atasan. Lagi pula, ia berpikir kalau Gabriel masih lama untuk kembali. Dengan setengah hati, Arcello pun mengizinkan.

Beezel duduk di sebelah Arcello dengan membawa dua botol ocha. “Nih, buat kamu.” Satu botol ia tawarkan pada Arcello.

Meski merasa haus, Arcello tampak ragu menerima pemberian bosnya. Ia tidak serta-merta menerima tawaran tersebut. “Tidak, terima kasih, Pak,” tolak Arcello dengan halus.

“Jangan khawatir. Saya cuma dapat promo beli satu gratis satu. Hanya saja, kalau diminum sendiri juga kebanyakan. Kebetulan saya melihatmu di sini, ya sudah, saya berniat memberikannya satu untukmu.” Beezel menjelaskan alasan ia memberi minuman pada Arcello. “Jangan sungkan,” susulnya.

Tidak ingin membuat kecewa sang atasan, Arcello pun menerima sebotol ocha yang disodorkan padanya. “Terima kasih,” ucapnya. Sementara yang memberi hanya tersenyum dan mengangguk kecil.

Dalam keheningan, Arcello dan Beezel menikmati pemandangan matahari terbenam yang beberapa saat lagi ditelan gelapnya malam.

Sunset-nya indah ya, Pak?” Setelah beberapa saat tanpa suara, Arcello pun akhirnya membuka wacana.

“Benar,” jawab Beezel. “Sunset-nya juga bersih dari awan-awan mendung,” tambahnya.

“Nggak salah ya kita liburan ke sini,” ungkap Arcello. “Oh ya, Bapak suka nggak tempatnya?” tanyanya menambahkan.

“Saya suka ... kamu ...?” jawab Beezel sambil menoleh pada Arcello. Ia juga memberikan pertanyaan yang malah terdengar seperti pernyataan.

Sontak Arcello menoleh menatap wajah sang atasan. Ia cukup kaget mendengar ungkapan yang ambigu.

Keduanya hanya saling memandang. Mengintip dari sorot mata satu sama lain mencari kebohongan yang disembunyikan, namun percuma, yang terlihat hanyalah ketulusan yang memikat.

Matahari semakin tenggelam ditelan lautan. Jingga bergradasi kelabu membaur jadi satu pada langit yang mulai berkerlap-kerlip. Kejora pun memancar terang. Sekilat cahaya hijau menggores di ujung cakrawala sesaat mentari sirna.

Arcello yang menyadari itu, sontak memutus kontak mata dengan sang atasan. Ia menoleh ke ujung laut berdecak kagum. “Wow ... sinar hijau apa itu?” tanyanya.

Beezel baru tersadar dari tatapan Arcello yang menyihirnya. Ia pun langsung berpaling ke arah yang Arcello tunjuk. “Oh, itu namanya rayo verde. Artinya kilatan hijau,” jelas Beezel. “Arcell sangat beruntung bisa menyaksikannya. Sinar itu jarang terjadi dan sulit terlihat meski cuaca sedang bagus sekali pun.”

Arcello menganga tak percaya sambil menoleh mendengar penjelasan pria di sampingnya. “Kalau gitu aku harus foto,” ucapnya sambil mengeluarkan ponsel.

“Nggak bakal dapat, Cell. Sinar itu muncul cuma beberapa detik setelah matahari tenggelam saja.” Beezel memberi tahu.

Mendengar hal itu membuat Arcello sedikit kecewa. Bibirnya tampak cemberut.

Melihat pria mungil di sebelahnya merasa sedih, Beezel berusaha menghiburnya. “Sudah-sudah. Besok kita coba lagi lihat di sini. Siapa tahu kamu kembali beruntung, Cell.”

Arcello lamat-lamat tersenyum. Kesedihannya berganti bahagia penuh asa.

Pada saat Arcello dan Beezel sedang bercengkerama, tidak jauh dari mereka, Gabriel yang membawa dua botol minuman di tangannya berdiri dalam luka. Luka melihat orang yang ia cinta berbahagia melepas senja berdua. Tapi bukan bersama dirinya.

* * * *

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong berikan bintang sebagai bukti kasih sayangmu ⭐

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

19.7K 958 12
Book kedua setelah 3 tahun kemudian "Kamu udah balik lagi sama aku jadi jangan harap kamu akan lepas untuk keduanya kalinya guya ku" Suara deep ters...
24.4K 1.4K 10
bagaimana mungkin aku seorang CEO menjadi baby boy mu bodoh-Ditto Tuan Semua itu karena takdir sayang -Dyo wang
63K 8.4K 22
Riize Series season 1 ft. Sungchan Riize and Winter Aespa __________________________________________________ Kisah tentang ketidakjelasan percintaan...
181K 10.4K 20
BADBOY STRAIGHT DI BELOKAN OLEH PRIA MANIS? story themed gay~