Duren Mateng

By cimolum

399K 21.7K 588

"Saya perhatikan kalian sangat dekat, Cleva juga sepertinya menyukai kamu." "Ohiya, pak. Kita mah udah kaya b... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
31
32
33
35
34

30

8.6K 425 13
By cimolum


"Ayo, mas!" Seru Mira yang sudah siap mengendarai motornya.

"Yakin nggak mau pake mobil aja?" Tanya Ibrahim sembari mengaitkan tali helmnya.

"Enakan naik motor tau! Apalagi malem-malem gini, sejuk!" Ucap Mira.

Tentu, malam ini adalah malam minggu. Mira ingin mengajak Ibrahim berkeliling kota menaiki motor matic-nya, salah satu kencan impiannya sejak remaja dulu.

Yah, meskipun mungkin ini tidak akan begitu romantis mengingat dirinyalah yang akan menyetir, bukan Ibrahim.

"Kamu sengaja mau bikin saya keliatan payah karena nggak bisa nyetir motor?"

"Ih negatif banget pikirannya? Orang saya emang pengen motoran kok! Lagian mas Ibrahim juga udah tua nggak bisa nyetir motor, kalah sama bocil-bocil SMP!"

Pria itu memutar kedua bola matanya.

Mau bagaimanapun, yang Mira katakan memang benar. Ia bahkan tak tahu harus marah atau malu.

"Yaudah." Ucapnya kemudian mendudukkan dirinya di belakang Mira.

"Nah gitu dong!" Puji Mira. "Siap?" Lanjutnya.

"Hm." Sahut Ibrahim singkat, padat, dan jelas.

Mira segera menyalakan mesin motornya dan langsung melaju menuju kota.

Sepanjang perjalanan Mira terus mengajak Ibrahim mengobrol, meski beberapa kali pria itu mengomeli istrinya agar tetap fokus menyetir.

"Kalo mas Ibrahim udah pernah-" ucapan Mira terpotong.

"Itu di depan ada tanjakan!" Potong Ibrahim.

"Hehe iyaiya liat. Pegangan, mas!" Perintahnya.

Dengan ragu, Ibrahim melingkarkan tangannya di pinggang Mira.

Bukan kenapa, ia hanya merasa ini tidak benar. Harusnya ia yang berada di posisi Mira saat ini, membiarkan wanita itu memeluknya seperti posisi dirinya sekarang ini.

"Yang kenceng pegangannya, mas! Ini tanjakannya lumayan tinggi, takutnya jatuh." Mira memperingatkan suaminya.

Alhasil mau tak mau, Ibrahim harus menurunkan sedikit harga dirinya. Ia kemudian mengeratkan pelukkannya pada pinggang Mira, menghilangkan jarak mereka.

"Hati-hati!" Sahut Ibrahim ketika motor mereka mulai menaiki tanjakan curam itu.

Dalam hatinya, Mira tertawa keras. Wanita itu pun mulai menaikan gas guna menambah laju motornya.

Semakin naik mereka, semakin erat pula pelukan Ibrahim pada istrinya.

Nguengggg

Suara mesin motor mereka terdengar cukup keras, menandakan motor itu berusaha sekuat tenaga membawa mereka naik ke atas.

"Pegangan yang kenceng, mas! Takut merosot!" Seru Mira.

Tentu itu hanya modus.

Ibrahim yang tak tahu menahu hanya menurut saja. Lagipula ia memang sangat jarang menaiki motor sepanjang hidupnya, mungkin bisa dihitung dengan hitungan jari.

"Haha mau amat dimodusin!" Kekeh Mira dalam batinnya.

***

"Udah ini kita muter-muter aja?" Tanya Ibrahim setelah membuka kaca helmnya.

Sudah hampir dua jam Mira membawanya berkeliling kota Jogja tanpa henti. Ia sendiri mulai merasa tak nyaman.

"Yaiya, kan kemarin-kemarin saya bilangnya mau motoran aja keliling kota," jawab Mira.

Pria itu berdecak, "Terus mau sampe kapan?"

"Ya nggak tau, secapeknya aja." Jelas Mira. "Kenapa? Masuk angin ya?" Lanjutnya dengan nada mengejek.

Ibrahim hanya terdiam.

Sejujurnya ia memang mulai merasa tak enak badan dan sedikit pusing karena terus terkena angin malam.

Biasalah, orang tua.

"Kok diem?"

"Nggak apa-apa,"

"Masuk angin beneran?"

Sedetik...

Dua detik...

Tiga detik...

"Huwekk!"

Seketika Ibrahim merasakan mual yang tak tertahankan sehingga mulutnya mengeluarkan suara seakan ingin muntah.

"Ih beneran masuk angin? Ya ampun, bentar kita berhenti dulu!" Tukas Mira yang mulai panik.

Ia tak menyangka candaannya menjadi kenyataan. Lagipula harusnya ia sadar jika suaminya sudah bukan anak muda yang masih kuat untuk berlama-lama terkena angin di tengah dingin malam.

Klek!

Suara standar motor mereka menyentuh tanah.

Mira akhirnya membawa Ibrahim ke sebuah angkringan yang berdiri persis di pinggiran jalan yang sedang mereka lewati.

"Duduk, mas!" Tuntun Mira membantu suaminya untuk duduk.

Ibrahim pun mendudukkan dirinya di atas sebuah kursi kayu yang memanjang di depan meja angkringan.

"Minum jahe ya?"

"Nggak, pedes."

"Ih dah nurut aja biar mendingan!"

Mira pun segera memesan segelas wedhang jahe pada seorang penjual angkringan itu.

"Kok bisa masuk angin sih?" Tanya Mira.

Ibrahim mengencangkan jaket kulitnya, "Kan saya udah bilang, pake mobil aja."

"Apa hubungannya?"

"Saya nggak biasa kena angin malem."

Mira memutar kedua matanya, menyadari bahwa suaminya ini memang benar-benar tipikal anak orang kaya yang sejak kecil selalu dimanjakan dan memiliki banyak keterbatasan dalam kekebalan tubuhnya.

"Monggo, mbak." Ujar penjual angkringan sembari memberikan segelas wedhang jahe pada Mira

(Silakan, mbak.)

"Suwun, mas!" Respon Mira menerima segelas wedhang jahe itu.

(Makasih, mas!)

Wanita itu kemudian menyendok sedikit wedhang jahenya.

"Fyuhhh..." ia meniup pelan sesendok yang berisi wedhang jahe.

"Minum, pelan-pelan." Ucap Mira kemudian, menyuapi suaminya dengan penuh perhatian.

"Aishh.. panas!" Keluh Ibrahim saat sesendok wedhang jahe yang ia terima masih cukup panas. "Saya minum sendiri aja." Lanjutnya.

"Yaudah, nih!" Pasrah Mira.

Pria itu kemudian mulai menyeruput wedhang jahenya secara perlahan sembari beberapa kali memejamkan matanya, menikmati hangat cairan itu dalam tubuhnya.

Sedangkan Mira sedaritadi hanya memandangi suaminya.

Jujur, ia merasakan penyesalan karena sudah memaksa Ibrahim berkendara dengan motor malam-malam begini.

"Nggak pesen?"

Mira menggeleng, "Mas Ibrahim aja."

"Bener? Mau nggak?" Ibrahim menawarkan jahenya.

Lagi, Mira kembali menggeleng.

"Maaf ya, mas?" Lirih Mira.

"Hm?" Ibrahim menoleh menatapnya.

"Maaf udah maksain pake motor."

"Nggak apa-apa. Cuma masuk angin, nggak masalah."

Mira mendengus, ia belum begitu terbiasa dengan sifat keras kepala Ibrahim.

"Jangan keras kepala gini, kalo sakit ya bilang sakit, jangan bilang nggak apa-apa!" Nada bicara Mira kali ini penuh penyesalan.

"Beneran nggak apa-apa, Mira." Sahut Ibrahim singkat.

"Tapi nanti ya jalannya? Istirahat dulu." Ujar Ibrahim melanjutkan kalimat sebelumnya.

Ia takut jika dengan "nggak apa-apa" yang ia lontarkan membuat Mira berpikir suaminya sudah bisa melanjutkan perjalanan.

"Iya, istirahat dulu." Kekeh Mira.

Sekitar 30 menit berlalu, angkringan itu kini mulai ramai. Beberapa orang bahkan memilih duduk di samping mereka.

"Eh, Mira?" Ujar seorang lelaki dari samping Mira.

Seketika Mira dan Ibrahim pun menoleh ke sumber suara itu.

"Mas Wisnu?" Lirih Mira ketika mendapati pria bernama Wisnu itu.

Wisnu Bhaskara, sosok yang dulu pernah mewarnai hati Mira.

"Lho piye kabarmu? Tambah ayu ae!" Seru Wisnu sembari menjabat tangan Mira yang masih nampak shock.

"E-eh iya Alhamdulillah baik. K-kamu gimana, mas?" Sahut Mira gugup.

"Aku juga baik," Jawab Wisnu tersenyum. "Ini siapa?" Lanjutnya.

Mira pun meletakkan tangannya di bahu Ibrahim, bermaksud mengenalkan suaminya.

"K-kenalin ini mas Ibrahim, suamiku." Kata Mira.

"Mas Ibrahim, ini mas Wisnu. Temen saya." Sambungnya berpindah pada Ibrahim.

Wisnu terdiam.

Sedang Ibrahim menjabat tangan Wisnu dengan datar.

"Ibrahim," ujar Ibrahim ketika berjabat tangan dengan Wisnu.

"Wisnu." Balas pria itu.

"Eh kalo gitu aku ke temenku dulu ya, Mir?" Pamit Wisnu nampak kikuk.

"Sekali-kali mampirlah ke meubelku, baru buka itu di deket SMA kita." Ujar Wisnu lagi dengan ramah sebelum akhirnya berlalu.

"Meubel?" Batin Ibrahim.

Ia seketika teringat dengan cerita bapak tentang pria yang pernah dekat dengan Mira.

"Dia siapa?"

"Temen, mas."

"Yakin temen?"

Mira menoleh menatap suaminya.

"Beneran temen."

"Oh, bukan orang spesial?"

DEG!

Kedua manik hitam itu membulat sempurna.

Bagaimana bisa Ibrahim mengatakan itu?

"U-udahlah nggak usah dibahas." Tukas Mira.

Ia bahkan enggan mengingat masa lalunya bersama Wisnu.

Sedang Ibrahim hanya terdiam, ia sendiri tak mau memaksa Mira untuk bercerita sekarang juga mengingat ekspresi tidak nyaman yang wanita itu tunjukkan.

***

Wisnu Bhaskara

aka Mas Wisnu

HALO
MAKASIH BANGET YAA BUAT KALIAN YANG SETIA TABURIN BINTANG DI SETIAP CHAPTERNYA HUHU GAK NYANGKA DUREN MATENG UDAH 10K VOTES 😭😭😭
SEKALI LAGI MAKASIH BUAT VOTES DAN KOMEN DARI KALIAN YANG SELALU BIKIN AKU SEMANGAT BUAT NGELANJUTIN CERITA INII 😭😭
Jujur gak nyangka banget bisa nyampe 10k votes mengingat sebenernya ini aku nulis iseng-iseng aja huhu makasih ya temen-temennn udah support teruss 🩷🩷🩷

Semoga kalian suka chapter ini yaa, maaf kalo kurang gregettt hehe 😁🙏🏼

Btw wow kayanya mas Aim punya saingan nih wkwk

Thank you dan selamat bermalam minggu! 🩷

-n

Continue Reading

You'll Also Like

5.1M 164K 51
"Akhirnya, setelah sekian lama saya menemukan kamu, sweety." Tubuh Agatha seketika menegang ketika mendengar suara yang sangat dia kenal. Suara yang...
1.7M 8.7K 13
Hts dengan om-om? bukan hanya sekedar chatan pada malam hari, namun mereka sampai tinggal bersama tanpa ada hubungan yang jelas. 🔛🔝 my storys by m...
591K 452 18
Cerita seks ewean bebas di mana mana
2.9M 271K 62
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...