LILY

By haluka_00

75 21 1

[USAHAKAN FOLLOW SEBELUM BACA] Start: 3 Juni 2023 End : - [ Jika ada kesamaan alur cerita, nama tokoh, latar... More

- PROLOG
- dunia
- OCD?
- Tertarik
- Teman
- Respon
- ken

- ada apa dengan nya?

6 2 0
By haluka_00

Lily menatap jalan raya yang amat ramai, Sekarang ia duduk di halte menunggu ayah nya menjemput. ia melihat ke kiri dan ke kana, tidak ada satupun orang yang ada di sekitar sini.

Lily kembali memandangi jalan raya, ia jadi kembali teringat dengan kejadian di kelas tadi.

Saat ia menumpahkan air di meja tidak ada sama sekali reaksi dari Haickal, tapi ia melihat mata Haickal yang saat itu memerah seperti ingin menangis. Yang ia bingung malah Albert yang memberikan reaksi yang sangat tidak bisa ia cerna. Saat itu Albert segera mengeluarkan sapu tangan dari tas nya lalu mengelap buku Haickal yang basah, bahkan saat itu ia menyuruh Haickal keluar kelas, dan terakhir dia yang mengizinkan Haickal pada guru yang sedang mengajar.

Haickal nampak seperti tidak bisa memberikan reaksi apapun. Bahkan ia seperti orang yang... bisu. Apakah benar Haickal bisu? Tapi tidak mungkin bukan, jika ia bisu bagaimana ia bisa bersekolah ataupun berkomunikasi dengan orang lain. Jika hanya dengan Lim, Albert, Dion dan Dior itu mungkin bisa di maklumi, Lim bilang mereka sudah berteman sejak kecil, dan mungkin saja mereka berempat bisa bicara bahasa isyarat. Tapi bagaimana dengan yang lain? Tidak mungkin bukan selama tiga tahun bersekolah ia benar benar tidak berkomunikasi dengan yang lain kecuali yang bisa bahasa isyarat? Itu terlalu sulit.

'TINN!'

Suara klakson mobil membuat Lily terkejut, ia melihat sekarang di depan nya ada terparkir sebuah mobil hitam. Ya, itu mobil ayah nya. Lily segera berjalan ke arah mobil itu, membuka pintu depan mobil, masuk ke dalam mobil, lalu kembali menutup pintu mobil.

"Jangan kebanyakan bengong, nanti kesurupan." Ujar pria paruh baya yang duduk di kursi supir, itu adalah ayah Lily.

"Iya.." jawab Lily pelan.

"Gimana sekolah nya?" Tanya ayah Lily. Ayah Lily mulai menjalankan mobil nya, meninggalkan area halte sekolah.

Lily menghela nafas nya, menurut nya ini hari yang melelahkan, "Capek.." jawab Lily. Lily menyandarkan tubuh nya ke sandaran kursi mobil, ia menatap keluar, melihat banyak kendaraan lain yang berlalu lalang.

"Ada yang jahat sama kamu? Sini kasih tau ayah," Tanya ayah nya.

Lily menatap ayah nya. Pria yang sudah menginjak kepala tiga itu masih terlihat kuat, pria yang selalu ada di samping nya, pria yang selalu menjadi semangat nya, pria itu juga adalah pelindung nya. Tidak bisa ia gambar kak seberapa besar sayang nya pada sang ayah. Selama satu tahun ia menjalani masa yang buruk, hanya ayahlah yang selalu berada di samping nya. Ia tau ayah nya selalu sibuk bekerja, tapi yang ia tau ayah nya tidak pernah membiarkan nya makan sendiri, ayah nya pasti menyempatkan diri untuk pulang dan makan bersama. Entah itu sarapan, makan siang, dan makan malam, walaupun setelah itu ayah nya akan kembali pergi bekerja.

"Bener ada yang jahat sama kamu? Coba kasih tau ayah. Atau guru di sana gak baik sama kamu?" Tanya ayah.

Lily segera menggeleng, "Lily punya banyak temen, bahkan tadi Lily punya enam temen sekaligus. Padahal baru hari pertama." Jawab Lily dengan antusias.

"Wah... Mereka baik sama Lily?" Tanya ayah nya ikut senang.

Lily menunjukan tangan kanan nya yang di perban, "tadi Lily luka, terus yang ngobatin temen Lily."

"Temen nya baik dong. Coba kasih tau siapa aja nama temen nya." Pinta sang ayah.

"Ada yang nama nya Lim. Orang nya asik, baik lagi. Yang pertama kali ngajak Lily temenan dia. Yang beliin Lily minum juga dia," yang pertama Lily ingat ialah Lim.

"Ada juga Dion sama Dior. Mereka kembar loh, mereka juga baik, soal nya mereka mau temenan sama Lily."

"Ada juga yang nama nya Albert, orang nya pendiem. Tapi dia baik, ini yang ngobatin tangan Lily dia. Terus Lily ada satu temen cewek, nama nya Mei. Dia imut yah, Lily jadi pengen deh cantik kayak gitu." Cerita Lily.

"Anak ayah itu udah cantik, siapa yang bilang anak ayah gak cantik. Buat apa mau jadi cantik kayak orang lain? Kan anak ayah punya versi cantik nya sendiri." Ujar ayah Lily. Lily yang mendengar nya tersenyum manis, perempuan mana yang tidak cantik bagi ayah nya? Semua perempuan pasti cantik di mata ayah.

"Oh iya, katanya ada enam, satu nya siapa?" Tanya ayah Lily. Lily berpikir sejenak, apakah Haickal sudah termasuk jadi teman nya? Bahkan tadi mereka sedikit pun tidak melakukan interaksi.

"Lily gak tau sih udah temenan apa belum sama dia... Lily tau nama dia, dia Haickal. Tapi dia pendiem plus cuek lebih dari Albert, bahkan kita gak ada saling sapa ataupun yang lain nya, suara nya aja Lily gak tau. Tadi Lily juga buat salah sama dia, Lily numpahin air minum ke buku Haickal... Sekarang jangan langsung pulang ya, mampir ke toko buku dulu, Lily kau ganti buku dia yang basah."

Ayah Lily tersenyum kecil, "gak harus sekarang, mungkin nanti. Yang pasti Lily harus jadi anak baik, yang paling penting jangan temenan sama anak nakal oke?"

Lily tersenyum, ayah nya memang selalu menjadi orang pertama yang paling menghawatirkan nya. Tidak tau lagi bagaimana ia mendeskripsikan sehebat apa ayah nya.

°°°

Empat pemuda duduk di sebuah koridor rumah sakit, wajah mereka semua terlihat memelas, seperti sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.

"Dia gak ngamuk?" Tanya Dior pada Lim. Lim mengangguk pasti, Haickal benar tidak mengamuk tadi saat di kelas, bahkan ia menurut saja saat Albert menyuruh nya keluar dari kelas.

"Ck, Makin lama makin horor si asu." Dion berdecak.

"Tapi dia tadi mau nangis." Albert berujar. Mereka semua kompak melihat Albert yang duduk paling ujung kursi tunggu.

"Gue gak liat tadi," sahut Lim.

"Gue nyuruh dia keluar karna dia mau nangis. Kalo gak gitu bodo amat dia mau ngamuk apa gimana." Balas Albert sewot.

"Dia gitu biasa nya karna nahan diri kan?" Tanya Dion.

"Iya. Yang jadi pertanyaan, kenapa dia gak ngamuk? Sedangkan sama pak Rakhmat aja dia berani ngamuk?" Tanya Dion heran. Pak Rakhmat ialah guru killer di sekolah.

"Udah lama dia gak gitu, terakhir kali mungkin... Sekitar satu tahun lalu?" Tebak Dior.

Pintu ruangan yang sedari tadi mereka tunggu akhirnya terbuka. Haickal keluar dari ruangan itu dengan memegang kepala nya, terlihat juga seorang dokter perempuan yang mengiring dari belakang.

"Untuk kamu Haickal, jangan terlalu tegang jika dalam kondisi yang tidak kamu inginkan. Menghindari boleh, tapi jangan membuat diri kamu sendiri overthinking dengan kecemasan kamu yang berlebihan.di saat kamu berpikir berlebihan dan ternyata yang kamu takuti itu terjadi Itu akan memicu otak kamu mendadak fokus hanya untuk satu masalah itu tanpa mempedulikan hal lain di sekitar kamu, paham?" Tanya dokter itu.

Haickal menghembuskan nafas nya pelan, ia mengangguk paham. Lalu ia menatap keempat teman nya yang duduk anteng di kursi tunggu.

Dokter itu beralih menatap empat teman Haickal yang sedang duduk, "untuk kalian, jika hal ini terulang dan kalian sedang bersama Haickal. Cobalah untuk membuyarkan fokus nya tentang kesalahan itu, benar seperti yang Albert lakukan, meminta Haickal menjauh dari hal yang tidak dia inginkan."

"Iya dok," sahut Lim, Dion dan Dior. Sedangkan Albert sekarang memasang wajah sengak nya karna merasa bangga sudah melakukan hal yang benar.

"Tapi Albert, kamu juga salah. Jangan lupa Haickal juga mengidap enam puluh persen BPD, dalam kondisi dia yang tidak ingin melawan ataupun meluapkan emosi nya, dia akan semakin tertekan dan menjadi sensitif. Hal kecil yang bisa membuat nya terganggu itu bisa membuat dirinya tersulut emosi yang berlebihan, jadi baik nya jika dalam kondisi seperti itu salah satu dari kalian menemaninya untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan." Jelas dokter itu saat melihat wajah sengak Albert. Sedangkan cowok itu hanya menyengir karna merasa ia juga salah.

"Oh iya, keran di WC tadi lepas, sama kaca nya juga pecah?" Tanya Lim.

"Iya," bukan nya Haickal malah Dior yang menjawab.

"Kok iso?" Tanya Dion pada kembaran nya.

"Tadi pas dia abis cuci tangan kan mau matiin keran, kalian tau kan keran wastafel barisan kanan banyak yang macet, nah itu keran kaga mau mati. Emang dasar gak berotak, dia tarik keran nya Sampek lepas karna kesel, ya air yang seharusnya ngalir dari wastafel muncrat ke dia lah. Abis itu dia lempar itu keran ke kaca." Jelas Dior panjang lebar.

"Kok lo tau?" Tanya Lim.

"Kebetulan gue di toilet tadi."

"Gak lo tolong gitu?" Tanya Albert.

"Gak, males. Entar gue yang di lempar keran," Jawab Dior enteng.

Lim terkekeh, "emang dasar dua duanya gak punya otak." Maki Lim.

Dokter kontrol Haickal itupun hanya tertawa menyimak percakapan mereka. Mereka memang tidak ada habisnya saling memaki dan mengatai, tapi walau bagaimanapun mereka tetap berteman sampai sekarang. Ia sudah mengenal sekelompok pemuda ini sejak mereka berusia 6 tahun, pemuda pemuda ini saling melengkapi dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing masing. Ia harap pertemanan mereka akan baik baik saja sampai kapan pun.

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 178K 49
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
367K 9.9K 49
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
Say My Name By floè

Teen Fiction

937K 54.6K 32
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
297K 3.1K 52
WARNING! Area 21+ ⛔🔞 Cerita ini mengandung banyak adegan dewasa, kekerasan seksual, kekerasan verbal, kekerasan nonverbal jadi bijaklah dalam memili...