Hi, ada yang kangen Author?
Seberapa antusias kalian nunggu cerita ini? Coba komen di bawah!
Satu kata untuk Figuran Wife!
Happy reading <3
Enjoy!
***
Chapter 12. Pemulung dan Pemilik barang bekas
Jam 5 sore sudah menjadi kebiasaan Sagara pulang dari kantornya. Sejak hubungannya membaik dengan Ziva, Sagara selalu tidak sabar untuk cepat-cepat pulang. Terkadang dia pulang lebih awal dari jam pulang yang di tentukan. Namun, kali ini Sagara pulang lebih lambat karena banyak pekerjaan. Sekitar pukul 9 malam Sagara baru sampai rumah.
Dia berjalan memasuki rumah, mendapati Ziva yang sedang menonton TV dengan ekspresi tidak minat, seperti merasa bosan. Di dekapannya ada boneka Brontosaurus yang berapa hari lalu Ziva beli. Ziva terlihat menyayangi boneka itu sampai memberinya nama. Brontosagara, katanya karena Boneka Brontosaurus itu Ziva anggap kembaran Sagara.
Ziva membeli Boneka itu dengan alasan agar Ziva selalu ingat pada Sagara dan bisa menemaninya di rumah saat siang hari. Membuat Sagara merasa kesal saat mendengarnya. Bisa-bisanya Ziva menyamakan Sagara dengan dinosaurus itu. Namun, meski terkesan clingy, Sagara menyukainya.
Say hello to Brontosagara!
Menolehkan kepala saat merasa ada yang berjalan mendekatinya, Ziva langsung berdiri sebelum merentangkan tangannya sambil berjalan ke arah Sagara untuk memeluk cowok itu dengan ekspresi senang.
Sagara membalas pelukan Ziva sesekali mengecup pucuk kepala Ziva sebelum mengeratkan pelukannya. Rasa lelahnya berangsur membaik ketika memeluk Ziva.
“Nunggu gue?” tanya Sagara.
Ziva mengangguk. “Pasti kali ini lo capek banget 'kan? Nggak biasanya pulang jam segini, paling telat jam 7.”
“Hm. Maaf buat lo nunggu,”
“Nggak masalah, gue ngerti kok.” Ziva melepaskan pelukannya. Dia mendongak untuk menatap Sagara. “Mau langsung makan? Atau mau gue buatin minuman?”
Sagara menggeleng. “Nanti aja,” jawabnya sebelum duduk di sofa panjang. Dia menarik Ziva untuk duduk disebelahnya.
Setelahnya, Sagara langsung merebahkan tubuhnya di sofa dengan paha Ziva sebagai bantalan. Sagara menatap Ziva yang terseyum kearahnya dari bawah. “Udah makan?”
Ziva menggeleng. “Belum.”
“Kenapa?”
“Nunggu lo biar makan bareng,”
Sagara menghela napas. “Kalau mau makan, makan aja. Nggak usah nunggu gue,”
Ziva menggeleng lagi. “Nggak apa-apa.”
Sagara mengangguk. “Lain kali nggak usah nunggu gue,”
“Iya, tapi nggak janji. Makan bareng lo lebih enak soalnya,” balas Ziva kemudian cengengesan.
“Terserah lo.”
Sagara kemudian memejamkan mata sesekali saat Ziva mengelus rambutnya dengan lembut. Sagara memperhatikan Ziva dengan senyum kecil, membuat Ziva yang juga menunduk menatapnya tersenyum malu karena terus di perhatikan Sagara.
“Gue cantik banget ya, sampe lo perhatiin terus?” tanya Ziva dengan nada narsis.
“Iya,” Sagara menjawab langsung.
“Gue perempuan yang paling cantik di dunia bukan?” tanya Ziva lagi.
“Iya,” Sagara menjawab langsung lagi, kali ini membuat Ziva merona.
“Terus menurut lo, lebih cantik gue, atau Jisoo Blackpink?” Ziva bertanya random.
Sagara mengerutkan keningnya. Jisoo Blackpink? Siapa itu? Dia kemudian menggelengkan kepala, membuat Ziva menatapnya terkejut.
Ziva meraih ponselnya yang ada di meja ruang tamu. Mencari si Jisoo Blackpink itu di internet kemudian menunjukkan fotonya pada Sagara, membuat Sagara memperhatikannya.
“Jadi menurut lo, lebih cantik gue atau Jisoo Blackpink?” tanya Ziva seraya menjauhkan ponselnya dari Sagara.
“Jisoo Blackpink, maybe?” jawab Sagara membuat Ziva mendengus kesal.
“Katanya gue yang paling cantik di dunia ini!” katanya sebal.
Sagara tertawa singkat melihat Ziva kesal. “Lo emang yang paling cantik di dunia, tapi di dunia nya gue. Kalau di dunia nya orang lain, mungkin si Jisoo Blackpink.”
Seketika wajah kesal Ziva langsung di gantikan dengan senyum malu. “Jadi artinya, gue yang paling cantik menurut lo?”
Sagara mengangguk sambil mengusap kepala Ziva pelan. “Lo perempuan paling cantik di hidup gue setelah Bunda dan Syakira.”
Ziva tersenyum dengan pipi yang merona, membuat Sagara merasa lucu. Tangannya kini beralih mencubit pipi Ziva. Cowok itu kemudian membalikkan posisinya sehingga wajahnya berhadapan langsung dengan perut Ziva.
Ah, perut. Sagara terdiam sebelum tangannya kembali terangkat untuk mengelus perut Ziva lembut, membuat Ziva tersentak halus. Dia kemudian menatap Sagara yang kini juga tengah menatapnya tanpa menghentikan elusan nya di perut perempuan itu.
“Baby pasti lucu banget 'kan kalo udah lahir?” tanya Sagara membuat Ziva mengangguk dengan tawa ringan.
“Iya, tapi masih perlu 7 bulan lagi buat lahir,” balas Ziva.
Sagara mengangguk. Dengan mata yang menatap perut Ziva, Sagara mulai berbicara seolah di hadapannya kini ada seorang bayi. “Baby, ini Papa.” katanya polos, membuat Ziva tertawa.
“Belum jadi baby, Ga. Dia baru jadi janin,” beritahu Ziva.
Sagara mengerjap pelan sambil menatap Ziva, sadar kalau dirinya telah berlakon seperti orang bodoh. Tapi jujur saja, Sagara memang tidak tahu. Dia kira di dalam perut Ziva sudah jadi bayi yang sudah lahir. Eh, Kalian jangan ketawain Sagara ya!
Ziva kemudian mencubit pipi Sagara gemas. “Lucu banget sih, suami gue.” katanya nya membuat Sagara mendengus.
“Tapi panggilan Papa bagus buat lo. Terus gue di panggil Mama, pasti gemes banget,” ujar Ziva sambil menahan senyum.
Sementara Sagara, tersenyum tipis. Sorot matanya kini terlihat sendu saat menatap Ziva. “Ziva.” panggil Sagara.
“Hm?”
“Thank you for sticking around for you and also the fetus. I'm really proud that you can fight alone to get through all of this.”
Ziva tersenyum menanggapinya. “Of course, and now that I'm not alone anymore, there will always be you by my side. So, want to accompany me to fight?”
“Sure. We will fight together,”
***
Beberapa hari ini –– Sejak pertemuannya dengan Altair hari itu –– Altair jadi sering mengganggunya lewat pesan-pesan singkat. Meski Ziva tidak pernah membalasnya, tetap saja Ziva jadi gelisah. Bagaimana jika nanti Sagara membuka ponselnya dan membaca pesan Altair? Dinosaurus itu pasti akan marah. Tak hanya itu, Altair terkadang mengirimnya sekotak donat dan juga buket bunga Daisy lewat kurir yang mengantar. Membuat Ziva merasa kesal saja.
Altair bersikap padanya seolah seorang cowok yang telah melakukan kesalahan dan tengah membujuk pacarnya lewat hadiah-hadiah yang dia berikan agar dirinya dimaafkan. Tapi masalahnya, Ziva bukan pacar apalagi istrinya! Ziva memang menerimanya meski merasa tidak pantas, namun setelah itu dia berikan donat pemberian Altair pada pembantu dan juga satpam di rumahnya.
Ziva belum sempat memberitahu Sagara karena selalu lupa. Lagipula, dia juga takut. Takut Sagara mengira Ziva masih memendam perasaan pada Altair. Namun, itu tak mengurungkan niat Ziva untuk memberitahu cowok itu nanti saat dia pulang. Ziva ingin selalu terbuka pada cowok itu, mengingat Sagara pun selalu memberitahunya dan selalu izin padanya jika ingin melakukan sesuatu.
Ziva juga sempat membalas pesan Altair, memberitahu cowok itu untuk tidak terus-terusan mengirimnya donat dan juga bunga sebab hubungannya dengan Altair kini tak sebaik dulu. Ziva tidak ingin terjadi apapun pada rumah tangga Altair jika Aurora mengetahuinya apalagi sampai rumah tangganya dengan Sagara yang terusik karena cowok itu. Ziva akan mengirim bom atom ke rumah Altair jika saja itu sampai terjadi!
Ziva mengira, Altair akan berhenti setelah Ziva memintanya untuk tidak bersikap lancang mengirimnya donat dan juga bunga, namun dugaannya salah besar. Altair dengan beraninya, datang ke rumah Ziva siang ini.
Perempuan itu mengintip dari jendela rumah sambil menggerutu kesal. Ziva sudah menyuruh ART di rumahnya untuk menghampiri Altair. Namun, Altair terlihat tidak akan pergi jika bukan Ziva yang datang menghampirinya.
Jadi, dengan perasaan begitu dongkol, Ziva keluar, menghampiri Altair dengan wajah datar. Berusaha memberitahu cowok itu bahwa Ziva tidak suka Altair datang ke rumahnya.
Meski tahu Ziva tidak akan suka dengan kedatangannya, Altair tetap tersenyum pada perempuan itu. Kendati demikian, hati Altair cukup tersentil karena kini Ziva tak lagi seperti dulu padanya.
“Ngapain?” Ziva membuka pembicaraan. Agar Altair bisa cepat-cepat pergi dari rumahnya.
“Gue bawain makanan buat lo,” Altair menyodorkan paper bag berwarna baby blue pada Ziva.
Ziva menatapnya sebentar sebelum menatap Altair, terlihat tidak berminat menerima pemberian cowok itu. “Nggak, gue udah masak, jadi––”
“Tolong jangan nolak. Ini pemberian Mama gue,” sela Altair dengan nada lembut, tidak masalah dengan Ziva yang jutek padanya.
Ziva memincingkan mata menatap paper bag dan Altair bergantian dengan curiga. “Nggak percaya gue. Bisa aja 'kan, itu makanan dari lo yang udah di kasih jampi-jampi, biar gue mohon-mohon lagi sama lo kayak dulu.”
Altair tertawa. “Kalo gue jawab iya, lo mau?”
“Ogah!” Ziva menjawab cepat dengan delikan sinis.
“Gue bercanda,” jelas Altair. Meskipun gue mau lo kayak dulu lagi. Selalu jadiin gue pusat perhatian lo, lanjutnya dalam hati.
“Nih, jangan nolak rezeki. Nggak baik,” kata Altair membuat Ziva merebut kasar paper bag di tangannya.
“Gue terima, tapi ini yang terakhir.” ujar Ziva datar. “Gue minta tolong sama lo, berhenti buat kirim-kirim gue makanan. Kalau cuma donat doang suami gue juga bisa beliin, bahkan toko donatnya sekalian. Jadi lo nggak perlu repot-repot.”
Ziva tidak bodoh untuk menyadari kenapa Altair bersikap demikian selama ini padanya. Jadi, sebelum cowok itu berbuat lebih jauh, Ziva memperingatinya dari sekarang.
Sementara Altair, menatap Ziva dengan senyum kecut. Kata-kata Ziva, berhasil membuat ego Altair terluka. “Ziva––”
“Gue mohon banget sama lo, Altair.” Ziva memandang Altair serius. “Sikap lo yang kayak gini, bisa buat gue dan Sagara jadi salah paham nantinya. Gue nggak mau sampe dia marah sama gue.”
Mendengar ucapan Ziva, Altair berdesis lirih, seperti merasa tak terima. Dia maju mendekati Ziva, membuat Ziva melangkah mundur dengan tatapan terkejut.
“Udah seberapa jauh kedekatan lo sama dia? Sejak kapan?”
“Gue nggak tau semua itu. Yang pasti, berkat Sagara semuanya jadi membaik. Dan mungkin, gue berada di fase nggak akan bisa kalo Sagara nggak ada di samping gue. Jadi gue mohon sekali lagi sama lo, Altair. Tolong bersikap kayak dulu lagi, benci gue. Karena sikap lo yang kayak gini, bakal buat luka gue yang udah Sagara obati, kembali basah. Lo juga nggak akan cuma nyakitin gue, lo juga bisa ngelukain Aurora dengan sikap lo yang sekarang. Dan gue harap dengan sangat, lo bener-bener ngerti kali ini,”
“Maaf kalo ucapan gue terkesan menyalahkan lo sepenuhnya. Gue cuma pengen kita bahagia di jalan yang kita pilih masing-masing. Gue bahagia sama Sagara, begitupun lo sama Aurora.”
Setelah mengatakan itu, Ziva berbalik untuk masuk dan menutup pintu. Meninggalkan Altair yang menunduk sambil mengepalkan kedua tangannya. Kata-kata Ziva berhasil membuat hati Altair terluka. Namun, Altair seolah tidak mau sadar dengan apa yang Ziva katakan. Dia malah semakin ingin membuat Ziva kembali padanya.
Altair berbalik menuju mobilnya. Dia masuk dengan rahang yang mengeras dan juga dada yang bergemuruh sesak. Ketika hendak keluar dari halaman rumah Ziva, mobil Altair terpaksa berhenti sebab ada sebuah mobil hitam mengkilap menghalangi jalannya.
Altair mengerutkan keningnya, sebelum akhirnya mendengus saat melihat sosok Sagara yang turun dari sana sebelum berjalan menghampirinya. Altair turun dari mobil, menghampiri Sagara yang berdiri di sisi mobilnya dengan wajah datar namun sorot matanya dingin sekali saat menatapnya.
“Selain brengsek, lo juga nggak tau malu ya.” Sagara membuka percakapan dengan senyum dingin seperti mengejek Altair.
Altair terkekeh. Seperti merasa sudah tahu kenapa Sagara berkata demikian. “Kenapa? Cemburu lo liat Ziva masih nerima kehadiran gue dengan baik?”
Agaknya Altair berniat sekali membuat hubungan Ziva dan Sagara merenggang dengan mengatakan demikian. Mendengar pengakuan Ziva yang mengatakan dia tidak akan bisa tanpa Sagara, benar-benar membuat Altair diliputi rasa cemburu.
Sagara mendengkus. Terlihat tak tersinggung dengan ucapan Altair meski yang Altair katakan memang benar adanya. Sagara kembali untuk mengambil flashdisk nya yang ketinggalan, dan malah menemukan Altair dengan tidak tahu malunya menemui Ziva, bahkan memberi istrinya makanan.
Sagara kemudian berdecih. Meski tak kentara, Sagara kini menatap Altair dengan raut jijik. Benar-benar merasa tidak habis pikir dengan cowok di hadapannya. “Ada ya, orang senggak tahu malu kayak lo. Setan aja minder kayaknya liat kelakuan lo,”
Altair tertawa. “Jangan sombong karena bisa dapetin primadona kampus, Ga. Lo bisa dapat Ziva juga karena gue.”
Altair tersenyum miring dalam hati saat Sagara kini menatapnya seperti menahan emosi. Terlihat dari rahangnya yang mengeras saat menatapnya. “Kalau aja gue saat itu tanggung jawab, mungkin lo nggak akan sama Ziva sekarang.”
Sagara terkekeh sinis mendengarnya. Dengan rahang yang sudah mengeras, Sagara melayangkan satu pukulan pada Altair hingga membuat cowok itu terhayung dengan wajah yang tergoleh ke samping.
Altair tertawa pelan dengan kepala menunduk. Dia mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah sebab pukulan Sagara tidak main-main. Tubuh Altair tertarik kedepan karena Sagara meraih kerah kemejanya dengan kasar.
Sagara menatap Altair begitu marah dengan dada yang terasa sesak mendengar ucapan Altair hingga membuat tenggorokannya tercekat perih. Bisa-bisanya Altair mengatakan demikian seolah Ziva adalah sampah yang telah Altair buang sebab dia sudah bosan menggunakannya. Ziva pasti akan sangat terluka jika saja mendengarnya.
“Ziva bukan barang yang bisa seenaknya lo buang hanya karena nemuin barang baru yang menurut lo lebih bagus dari dia. Ziva juga bukan barang bekas yang lo buang, terus lo pungut lagi karena nyesel udah ngebuang dia. Lo, bersikap kayak gini, seolah Ziva perempuan hina, dan itu benar-benar buat gue muak.” Sagara melepaskan cengkeramannya di kerah Altair dengan kasar.
“Liat aja, gue bakal buat lo nyesel karena udah berani-beraninya nyakitin perempuan sebaik Ziva. Gue nggak akan biarin Ziva jatuh ke tangan bajingan sampah kayak lo,”
Altair mendengkus. Tak seperti tadi, sorot matanya yang santai kini berubah tajam. Merasa tidak terima Sagara benar-benar mempertahankan Ziva. Cowok itu kemudian mengangguk, berusaha untuk tidak merasa terancam dengan kata-kata Sagara.
“Ya, kita liat aja nanti. Karena sebenarnya, lo cuma pemulung yang kebetulan dapet barang bagus yang nggak sengaja kebuang pemiliknya.”
“Gue yakin, perasaan Ziva masih sama buat gue. Dan lo, cuma dijadiin tempat Ziva singgah buat nunggu pemiliknya datang ngambil barang bekas itu lagi. Yang artinya, Ziva bakal ninggalin lo sebentar lagi, sebab si pemilik udah nemuin keberadaan barang bekas itu,”
Altair menyunggingkan senyum miring melihat Sagara nampak terdiam di tempatnya.
***
Sagara berjalan memasuki rumah dengan pikiran yang terus tertuju pada kata-kata Altair. Sial! Seharusnya ia tidak perlu terusik, Sagara yakin Ziva tidak sebajingan Altair untuk berniat meninggalkannya nanti. Sagara tahu, Ziva adalah perempuan baik yang tidak akan melakukan hal itu.
Namun, tetap saja. Sagara masih merasa gelisah. Dia juga takut. Sagara tidak ingin di tinggalkan Ziva karena dia begitu mencintai perempuan itu. Bahkan jika benar Ziva meninggalkannya, rasanya Sagara tidak akan bisa menerima perempuan lain di hati dan hidupnya sebab Sagara sudah menyerahkan semua cintanya untuk Ziva.
Ziva yang baru saja berjalan keluar dapur, menatap Sagara terkejut. Dengan wajah cerah, Ziva berlari ke arah Sagara sambil menyerukan nama cowok itu keras-keras.
“Sagaraaaaaa!” Ziva menerjang Sagara dengan pelukan erat, membuat Sagara perlahan tersenyum sambil membalas pelukannya.
Ziva mendongak menatap Sagara tanpa melepaskan pelukannya di pinggang cowok itu. “Kok udah pulang? Kenapa?”
“Flashdisk gue ketinggalan.” jawab Sagara sambil mengelus rambut Ziva lembut.
“Oh, gitu. Mau gue ambilin?”
Sagara menggeleng. “Gue aja,”
Ziva mengangguk. “Oke, deh. Tapi sebelum itu, gue mau kasih tau lo sesuatu.” beritahu Ziva membuat Sagara menatapnya serius.
Ziva meneguk ludah melihat Sagara begitu serius saat menatapnya. Membuat Ziva merasa takut sekarang. Ziva menghembuskan napasnya, sebelum berbicara untuk menjelaskan.
“Tapi lo jangan nyela, ya? Dengerin semua penjelasan gue.” ujar Ziva membuat Sagara mengangguk.
“Akhir-akhir ini, Altair sering kirim gue donat sama buket bunga Daisy. Gue emang terima, tapi nggak gue makan kok, semuanya gue kasih ke ART sama satpam. Maaf, baru kasih tau sekarang. Gue bener-bener lupa Sagara, maaf.” katanya dengan wajah menyesal.
“It's okay, can you continue??” Ziva tersenyum ketika Sagara terlihat tidak menyela apalagi marah. Dia kemudian mengangguk.
“Terus tadi, Altair ngasih gue makanan. Katanya dari Tante Gina. Gue nolak tapi Altair maksa. Gue juga udah ngusir dia dan bilang buat jangan ganggu gue lagi. Dan gue bisa buang makanannya sekarang kalo lo keberatan,” ujar Ziva dengan tatapan sungguh-sungguh.
Sagara menghela napas. Ada perasaan lega di hatinya karena Ziva mau jujur padanya. Dia juga mendengus dalam hati mengingat tentang ucapan Altair yang dengan percaya dirinya mengatakan kalau Ziva bisa menerimanya dengan baik. Jadi seharusnya, Sagara tidak usah khawatir lagi kan, tentang Ziva yang akan meninggalkan demi kembali pada Altair? Mengingat Ziva sendiri yang secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaanya pada Altair.
“Jangan di buang, mubazir. Kasih aja ke tetangga. Tapi gue boleh minta sesuatu sama lo?” tanya Sagara membuat Ziva langsung mengangguk cepat. “Mulai sekarang, jangan terima apapun yang dia kasih. Gue nggak suka ada laki-laki lain yang deketin lo, apalagi sampe berniat rebut lo dari gue. Paham?”
Ziva mengangguk seraya melepaskan pelukannya. “Iya, paham, Sagara.”
“Kalo gitu gue mau ngasih makanannya dulu ke tetangga,” katanya sebelum berjalan kembali ke arah dapur mengambil makanan pemberian Altair.
Sagara tersenyum tipis sambil menatap punggung sempit Ziva. Ya, Sagara sekarang benar-benar merasa lega, sebab dia percaya bahwa Ziva tidak akan meninggalkannya. Ya, Ziva tidak akan pernah meninggalkannya. Sagara yakin itu.
Semoga.
--- To Be Continued ---
Baru selesai bgt ngetik, jadi up malem. Kira-kira rame gak ya...
Bagaimana chapter ini? Jangan lupa tinggalkan jejak ya!
Thank you yang udah selalu setia nunggu cerita ini up!
Aku sayang kalian bgt! <3
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN WATTPAD DAN INSTAGRAM KU! @bubblescintillate ya! di sana aku bikin highlight yang nggak ku ceritain di wattpad tentang sagara - ziva! kalo kalian kepo boleh mampir ke igku!
SPAM EMOT "🍩" KUY! RAMEIN SETIAP PARAGRAF JUGA!
TERIMAKASIH ATAS DUKUNGANNYA!
ADA PESAN UNTUK SAGARA?
ADA PESAN UNTUK ZIVA?
ADA PESAN UNTUK ALTAIR?
ADA PESAN UNTUK AUTHOR?
SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA!
11 Juni 2023