Dekh Lena [END] (SEGERA TERBI...

By Caramello2121

338 64 15

Juara 1 Wrileto Penerbit CMG Bekasi 03 [ROMANCE || RELIGI] *** Aarvi tidak pernah berhenti mengejar cinta Ab... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15

Part 5

11 4 0
By Caramello2121

Bendera putih berkibar jika sudah berurusan dengan wanita. Terpaksa, Satya mengiyakan apa yang ingin mereka lakukan kepada teman barunya itu. Satya tidak dapat berbuat apa-apa saat Abhi yang baru masuk ke dalam rumah dikalungi rangkaian bunga kertas, sebab tidak ada waktu untuk membeli bunga asli. Abhi juga ditaburi kelopak bunga mawar merah yang dipetik dari halaman depan oleh kedua adik Aarvi.

Sedangkan Aarvi? Dia menunggu di ujung dengan senyum tersipu. Keduanya bertemu, Abhi yang sudah lelah hanya bisa menggeleng-geleng pasrah.

“Kau senang?”

Mein bohoot bohoot khush.” (Sangat-sangat senang) Aarvi menekan setiap kata yang diucapkan.

Anita menghampiri keduanya, memberikan kotak kecil merah pada Abhi. Pria itu tidak langsung menerimanya, dia menoleh ke Satya yang mendesah pasrah sembari bersandar tembok. Satya menggeleng dan langsung diserang tatapan sengit oleh istrinya.

Tak ada pilihan lain, Abhi main menerima kotak kecil merah pemberian Anita. Dia membuka kotak tersebut, mencari tahu apa isinya. Sebuah cincin berdiam diri di dalam sana. Abhi menutup lagi kotak merah di tangannya.

“Maukah kau menjadi menantuku, Nak?” Anita memohon dengan sangat.

Meskipun, dia tidak begitu paham apa yang dikatakan para wanita itu, cincin ditangannya sudah cukup membuatnya paham.

“Maaf, Bibi. Lekin, mein nahin kar sakata.” ( ... Tapi, saya tidak bisa) ujarnya. “I'm, sorry.”

“Apa yang dia katakan?” tanya Anita kepada semua orang. Meera dan Tina menggelengkan kepala, tanda tak tahu. 

“Sepertinya dia tidak mau, Ibu.”

“Aku kira juga begitu.” Tambah Tina.

Senyuman di wajah Anita padam, dia menjadi lesu karena lamarannya untuk sang putri sulung ditolak oleh pria itu. Anita yang lemas memilih duduk, diikuti Meera dan Tina yang memberi dukungan untuk sang ibu.

“Astaga, kapan kalian menyelesaikan drama India ini, ha? Aku sudah muak melihatnya,” celetuk Satya di ujung tembok. Sontak, tatapan sengit dia dapat lagi dari Meera.

“Sudahlah Ibu. Jangan bersedih, pasti Kak Aarvi akan bertemu pangeran India lainnya.” Hibur Meera pada ibunya yang berpura-pura menangis.

Anita mengusap air mata yang bahkan tidak keluar. “Mengapa nasib percintaan putriku seburuk ini, Tuhan? Saat menantu yang sangat aku idamkan datang, justru putriku ditolak mentah-mentah. Aku sangat sakit hati,” ujarnya diiringi sesenggukan tangis palsu.

Sekarang, waktunya Aarvi bermain. Dia menunjuk ketiga wanita yang tengah duduk meratapi nasib buruknya. “Dekho! Aapane sabhee ko niraash kiya. Apa kau tidak kasihan melihat Ibuku menangis karena lamarannya ditolak olehmu, ha?” (Lihat! Kau mengecewakan semua orang....) Setidaknya, Aarvi mengangkat suara.

“Ta-tapi. Dengar, ini sungguh konyol. Bagaimana bisa Ibumu melamar pria yang tidak dia kenal  untuk putrinya? Aku baru saja datang ke rumah ini, Aarvi.” Dia membela diri.

“Lalu, apa masalahnya? Itu sah-sah saja bukan?”

“Nahin!”Abhi menggeleng tegas. Dia mencopot kalung bunga yang bertengger di leher, menghampiri Satya.

Abhi mengatakan, dia tidak bisa tinggal di rumah ini bila harus menerima lamaran ibu mertua Satya. Dia juga menegaskan telah memiliki kekasih yang akan dia nikahi dalam waktu dekat. Saat Abhi bersikukuh ingin pergi, Satya tidak bisa menahan. Dia hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Abhi.

Melihat pria itu hendak hengkang, dua gadis kecil yang merupakan putri dari Satya menutup pintu.

“Paman. Tolong menikahlah dengan Bibi Aarvi. Dia sangat baik, Paman. Bibi Aarvi sering membelikan kami es krim, mainan, dam mengajak kami jalan-kalan,” kata gadis kecil berjaket biru.

Gadis kecil lain yang setahun lebih tua dari adiknya ikut bersuara. “Iya, Paman. Paman tahu, Bibi Aarvi sering menangis karena semua orang mengejeknya perawan tua. Paman, menikahlah dengan Bibi Aarvi, Paman. Aku mohon.”

Keduanya merengek, mengayun-ayunkan kedua lengan Abhi. Abhi menoleh ke Satya yang masih berada di posisi sama, lalu kembali menemui tatapan memohon dua gadis kecil itu. Biarpun, dia tidak memahami ucapan mereka, tapi Abhi tahu, mereka berbicara dengan ketulusan hati. Abhi jadi tidak enak hati membuat mereka kecewa.

Abhi berbalik bersama kedua putri kecil Satya dan langsung disambut tatapan memohon dari semua orang. Meminta maaf sekaligus meminta pria itu untuk tetap tinggal di rumah ini.

I will stay.”

Sedetik kemudian, wajah sumringah membahana di ruang tamu.

“Tapi dengan satu syarat.”

Kya hai?” Aarvi maju selangkah untuk bertanya.

I'm so so sorry, Aarvi. Aku tidak bisa menerima lamaran ibumu. Kau harus tahu, aku sudah memiliki perempuan lain yang aku cintai. Dan perempuan itulah alasan kenapa aku berada di negara ini.”

Pernyataan Abhi cukup menundukkan harapan Aarvi. Tapi, dia tidak akan berkecil hati untuk menaklukan pria India itu.

“Kita lihat saja nanti siapa yang akan menjadi pengantin wanitamu. Gadis itu atau aku,” tukas Aarvi diikuti senyum menggoda.

***

Sepulang menunaikan salat subuh, Abhi berniat ke atap rumah, menikmati sajian matahari terbit dan semilir angin pagi. Tiba di tangga teratas, dia berhenti melangkah, berdiri menatap gadis yang dengan lihai menari diiringi lagu India. Gadis itu begitu lihai dan tampak menikmati setiap gerakan yang disambut semilir angin. Helai demi helai rambutnya berkibar disapu angin. Nampak selendang yang bertengger di leher ikut berseliweran mengikuti gerakan gadis itu. Senyuman tidak lekang dari bibirnya.

Tanpa disadari, Abhi ikut tersenyum menyaksikan tarian Aarvi yang sudah seperti penari profesional.

Kepakan sinar matahari mulai menyala di ufuk timur. Semburat cahayanya ikut menyiram wajah manis Aarvi yang tentu menambah aura kecantikannya. Abhi yang terhukum oleh pesona Aarvi itu pun tanpa sadar mendekatinya.

Aarvi yang tengah melakukan gerakan memutar, hampir saja menabrak Abhi yang mendatanginya. Lagu masih mengiringi dengan manis. Abhi mengambil tangan Aarvi. Lalu mereka menari bersama di tengah sorot matahari yang mulai menyihir dua insan itu dalam bait-bait lagu.

Jentikan jari mengagetkan Abhi. Sontak, dia kelabakan menyadari kehadiran Aarvi.

“Ck, apa yang kau pikirkan, Abhi?”

“Kau hampir saja jatuh dari tangga. Kau sedang tidur sambil berjalan atau bagaimana, ha?”

Abhi mendekati kursi panjang tanpa sandaran yang menghadap langsung ke lanskap kota. Aarvi ikut duduk serta.

“Bagaimana kau melakukan semua itu?” tanya Abhi tanpa melihat Aarvi.

“Menari maksudnya?”

Akhirnya, Abhi menoleh. “Bukan hanya itu. Kau pandai berbicara  India, memasak makanan India, memakai pakaian India, menari India, bahkan ... rumahmu seperti rumah-rumah di India. Apa jangan-jangan, sebenarnya kau ini orang India?”

Pernyataan Abhi dibalas dengan cekikan.

“Ke-kenapa kau malah tertawa?”

Aarvi menggeleng, mengerem tawanya sejenak. “Semua orang juga berkata begitu.” Dia berdiri, menghadap Abhi yang masih setia duduk. “Apa aku sudah cocok menjadi pasangan orang India, ha?” tanyanya memajukan sedikit dagu, berkacak pinggang, membuat pose menawan.

“Aarvi. Tolong, jangan mulai lagi, kita sudah membahas hal ini berapa kali?”

Aarvi sigap duduk menghadap Abhi. “Apa yang sudah kita bahas? Sepertinya belum ada yang kita bahas. Beberapa hari ini aku hanya bertanya, maukah kau menikah denganku, lalu kau akan menjawab, aku sudah memiliki kekasih. Itu bukan sebuah pembahasan, tapi bertukar tanya jawab.”

“Baiklah, baiklah. Mari kita bahas.” Giliran Abhi yang berdiri, melihat lanskap kota yang mulai berisik oleh suara lalu lintas. Kemudian, dia berbalik, membiarkan punggungnya bersandar pagar rooftop. “Mengapa kau ingin sekali menikah denganku?”

“Kau sudah tahu jawabannya. Aku mencintaimu,” jawab Aarvi tanpa beban.

“Tapi aku mencintai perempuan lain.”

“Itu hakmu, mencintaimu adalah hakku.” Aarvi mendekati Abhi. “Sekarang, aku akan balik bertanya, mengapa kau ingin menikahi perempuan itu?”

“Karena ... aku mencintainya,” jawab Abhi.

“Apa perempuan itu juga mencintaimu?”

Entah kenapa, pertanyaan Aarvi membuat pria itu kalang-kabut. Aarvi menemukan jawaban. Dia menjentikkan jari di samping telinga Abhi.

“Dugaanku benar. Ah ... cinta sebelah pihak. Hei, sebenarnya, kita memiliki kisah  percintaan yang sama. Kau mengejar perempuan yang tidak mencintaimu. Dan aku mengejar pria yang tidak mencintaiku. Lebih tepatnya, belum mencintaiku. Jadi Tuan Tampan dari India.” Aarvi menjeda sebentar, mengambil napas panjang. “Mengapa kita tidak mencoba memahami nasib yang payah ini satu sama lain. Daripada kau mengejar perempuan yang belum tentu mencintaimu.”

“Itu tidak benar!” Sanggah Abhi.

“Bangunlah dari mimpi indahmu dan terima kenyataan yang ada. Jika benar perempuan itu mencintaimu, sekarang pasti kau telah bersamanya. Tapi kenyataannya? Kau menghabiskan waktu pagi, siang dan malam untuk berbicara hal yang tidak penting denganku. Memangnya, perempuan macam apa yang membiarkan pria yang dia cintai luntang-lantung di jalanan, barang-barangnya hilang, ha?” Aarvi mengalihkan sorot  mata ke Abhi.

“Apa kau mencoba berbohong soal perempuan yang kau cintai itu? Bahkan, dia tidak pernah kemari sekadar menjengukmu atau say hay.

Dikeluarkan ponsel yang tenggelam di saku celana. Abhi mencari foto Nisha di galeri ponsel, lalu memperlihatkannya ke Aarvi. “Namanya, Nisha Irani. Aku mengenalnya tiga tahun yang lalu lewat media sosial.” Aarvi mengambil ponselnya yang masih menampilkan sosok Nisha. “Aku yang mengajaknya berkenalan terlebih dahulu, dia merespon kenalan itu, lalu, obrolan kami berlanjut sampai aku menemukan rasa nyaman. Sebenarnya ....” Abhi menunduk kecut.

“Apa yang kau katakan semua benar, Aarvi. Cinta ini hanyalah cinta sepihak yang begitu besar. Karena cinta itu pula membulatkan tekadku untuk menemuinya, melamarnya, dan menikahinya. Seperti impian yang telah kubangun setahun yang lalu. Hanya saja.” Mendadak, Abhi bungkam. Menyadari impiannya hanya seutas tali yang kapan saja bisa putus di tengah jalan, dia berkecil hati.

Aarvi menepuk-nepuk punggung Abhi. “Astaga, aku sampai tak enak hati membuatmu sedih begini. Sorry.” Dia memegang kedua ujung telinga sebagai tanda permintaan maaf.

Pria itu berusaha tegar dengan seutas senyum. “Tidak apa. Memang kenyataannya begini. Beberapa hari ini, aku sudah berusaha menghubungi Nisha. Tetapi, dia bahkan tidak membalas satu pesanku atau mengupload foto-fotonya lagi. Kemarin, aku mendatangi rumahnya bersama Satya, rumahnya masih kosong. Satya sempat bertanya kepada penjaga rumah itu, dia bilang, Nisha dan keluarganya kembali ke kampung halaman karena akan dijodohkan dengan seorang pria. Pernikahan mereka akan digelar dua minggu lagi.”

Malang sekali nasib pria itu. Aarvi yang tidak tega melihat Abhi berusaha menahan tangis memikirkan cara agar tidak ada celah agar kesedihan masuk. Aarvi memegang kedua pundak Abhi.

“Begini saja. Bagaimana jika aku membantumu menemui Nisha. Aku juga akan membantumu dekat dengan Nisha, kau tahu, walaupun percintaanku hampir semua gagal, aku ini seorang pakar cinta. Jika berhasil,  tidak masalah kau menikah dengan perempuan yang kau cintai itu. Tapi kalau tidak berhasil ... kau harus menikah denganku. Kau setuju?” Aarvi mengulurkan tangan sebagai tanda kesepatakan.

“Aku tidak yakin kau mau membantuku. Bisa saja, kau melakukan sebaliknya, menjauhkanku dari Nisha,” ujarnya curiga.

Aarvi mencubit lehernya sendiri. “Sanam tere kasam. Aku tidak sejahat itu di dalam kisah cintamu.” (Cintaku, aku bersumpah ...)

Karena Aarvi sudah mengambil sumpah, Abhi menjabat tangan Aarvi, menyetujui.

Deal!” Serempak keduanya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 16 1
Salah satu film yang dibuat mahasiswa Indonesia mencoreng nama baik masisir (mahasiswa Indonesia di Mesir). Melati berniat untuk membuat film untuk m...
186K 4.7K 12
My coming soon baby, Instead of wishing away nine months of pregnancy, I'd have cherished every moment and realized that the wonderment growing insid...
1M 30.1K 34
Dax, bangun di sebuah kamar hotel dalam keadaan telanjang bersama dengan seorang wanita yang bukan pacarnya. Setelah mengetahui wanita itu ternyata...
857 77 11
Hari Jumat adalah jadwal Renata menghabiskan waktu di perpustakaan. Awalnya tidak ada yang lebih spesial daripada buku-buku itu sendiri, hingga ia be...