Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu istirahat telah tiba. Gadis yang bernama Jeon (Name) itu bergegas merapihkan bukunya dan mengeluarkan buku untuk pelajaran selanjutnya.
Belum sempat ia mengeluarkan buku pelajaran selanjutnya, temannya datang menghampirinya. "(Name)! Kamu berjanji padaku kemarin kalau kamu akan traktir aku!" Ucap temannya itu, Lim Chae-Rin.
(Name) yang mendengar itu melihat ke arah Chaerin dengan tatapan 'seriusan?'. "Iya, iya. Bentar." Ucapnya. Tak lama kemudian, kedua sejoli itu pergi ke kantin dengan ocehan Chaerin yang membahas film yang 2 hari lalu mereka tonton bersama.
Setelah sampai di kantin, mereka mengambil makan siang dan membeli sekotak susu dan beberapa makanan ringan, lalu mereka mencari tempat duduk yang masih kosong.
"Sumpah, (Name). Aku masih gamon sama Jangsoo. Mana dia langsung ditembak pas buka pintu. Arghh! Youngsoo saekkiya!" Ucap Chaerin mengacak-acak rambut pirang yang tergerainya itu. (Name) yang mendengar itu tertawa.
Perempuan itu pun memberi temannya choco pie. "Yah, gitulah. Aku juga ga terima Bora mati. Tapi mau gimana lagi. Tapi kasiian juga sih letnan lee, udah lindungin mereka, merekanya malah mati ketembak temen sendiri." Ucap (Name) tersenyum miring pada Chaerin.
Chaerin yang melihat choco pie yang ditawarkan (Name) menerimanya dengan muka cemberut. "Gomawo. Kalau aku ada di dunia itu, aku mungkin sudah berpikiran untuk menembak youngsoo sejak awal!" Ujar Chaerin, memakan makan siangnya masih dengan wajah cemberut. Ia memasukkan sendok penuh lauk itu dengan kasar ke dalam mulutnya.
(Name) yang mendengar itu berhenti makan. Ia lalu menatap Chaerin yang berada dihadapannya. "Kalau ada di dunia itu ..." Gumamnya pelan dan menundukkan kepala ke arah samping.
Chaerin yang masih bisa mendengar itu menatap (Name) sembari memiringkan kepala, "Wae?". (Name) mendongak dan menggeleng.
Setelah mereka menghabiskan makan mereka, mereka pun bergegas pergi ke kelas untuk pelajaran selanjutnya, sejarah.
╾╼
'Kenapa aku jadi ngantuk begini ...' Batin (Name) saat kelas berlangsung.
Ia ingin tidur di kelas. Tapi ia tak mau tidurnya di ganggu lalu ditegur. Namun kelopak matanya terasa berat, seolah memaksanya tidur.
Meski (Name) berusaha tegar dan mendengar penjelasan guru, kepalanya pun tak sanggup menahan kantuk. Hingga akhirnya, ia pun jatuh tertidur.
Sesuatu hal yang tak terduga selalu terjadi. Apa yang terjadi padanya?
╾╼
'(-me),'
'(Name)! Bangun!'
Sang empu yang dipanggil namanya pun terbangun dari tidurnya. Ia menatap ke arah atap rumahnya. Sebentar, bukankah ia sedang bersekolah?
Mengingat itu, ia beranjak untuk duduk. (Name) melihat ke arah wanita dihadapannya yang menggunakan baju militer.
Ia mengernyit. Ingin mengatakan sesuatu, namun wanita dihadapannya itu sudah menyangkalnya duluan.
"Yak, Kenapa kamu membuat muka seperti itu? Cepat, bersiap-siaplah untuk sekolah. Ibu akan mengantarmu kali ini." Ucap wanita itu yang ternyata adalah ibunya. Ibunya pun pergi keluar dari kamar.
(Name) pun bergerak ke ujung kasur, namun berpikir. Itu tadi ibunya? Wajahnya beda sekali. Terutama ibunya tadi menggunakan baju militer. Ibunya seorang militer?
Merasa ada yang aneh, (Name) beranjak dari kasurnya dan melihat ke arah jendela. Disana, ia dapat melihat banyak bola-bola raksasa berwarna ungu yang melayang di langit.
Sama persis seperti yang ada di film yang ia tonton. Duty After School.
Barulah ia sadar, jika ia terlempar ke drama yang ia tonton itu. Menyadari hal itu, (Name) sedikit membelalakkan matanya.
"Aishh, Shibal ..." Ucap (Name) pelan. Ia pun membalikkan badannya untuk melihat kamarnya itu. Kamar yang cukup luas namun agak sempit karena properti lainnya. Kamarnya itu di modifikasi dengan warna serba abu dan putih yang cukup elegan.
Kamarnya cukup mewah, namun (Name) tidak peduli. Ini adalah masalah kehidupannya. Bagaimana ia bisa ke dunia ini? Bagaimana kondisi dirinya di dunia aslinya? Bukankah seharusnya Duty after school itu dimainkan para aktor dan aktris? Apakah ia bisa bertahan hidup di dunia itu? Atau justru dia yang akan dijadikan tumbal pertama sebelum Younghoon?
Namun (Name) menyingkirkan semua pertanyaannya itu. Ia pun segera mandi dan memakai seragam yang sudah disiapkan ibunya.
╾╼
'Ini seragam SMA Sungjin. Berarti seharusnya aku satu sekolah dengan Kimchi.'
Perjalanan menuju SMA Sungjin tak sejauh itu, hanya memakan waktu sekitar 12 menitan.
"Yak, sejak tadi malam kamu jadi banyak diam. Mikirin cowok?" Tanya ibunya yang menyetir di depan. (Name) yang mendengar itu menengok pada ibunya dengan alis mengkerut. "Aku ga tertarik suka suka sama cowok, bu ..."
Bohong. Pasalnya ia mau modus dengan Taeman kalau ia di kelas 3-2. Ah, kalau bisa semuanya, kenapa cuma Taeman?
Tapi (Name) juga bingung. Ia ingin mendekatkan dirinya dengan para karakter DAS, tetapi ia juga harus memikirkan masa depannya nanti. Waktu seolah tidak memperbolehkannya jatuh hati dan menjalin hubungan dulu.
Ibunya terdiam. Tak lama sebelum sampai di sekolahnya, ibunya berkata, "(Name), kamu tahu, Ayah meninggal 4 minggu yang lalu?". (Name) yang mendengar itu menolehkan kepalanya ke arah ibunya.
"4 minggu yang lalu? Kalau tidak salah bola ungu itu jatuh 4 minggu yang lalu bukan?" Tanya (Name), mencondongkan badannya ke depan untuk mendengar jawaban ibunya.
Ibunya yang mendengar itu semakin terdiam. Barulah ketika mereka sampai di gerbang sekolah, ibunya menjawab sembari menghadap ke belakang. "Darimana kamu tahu soal itu? Kamu tahu? Kejatuhan bola ungu itu dirahasiakan sekali."
(Name) yang mendengar itu menjadi terdiam. "Ehmm, hanya menebak saja sih .. hehe .." Ucapnya canggung. Masalahnya, ibunya menatap (Name) dengan tatapan intimidasi.
Ibunya pun menghela napas. "(Name) dengar. Hari ini, kalian akan dibagikan kertas penyetujuan untuk ikut militer di setiap sekolah. Ibu dari hari ini tak akan ada di rumah karena urusan militer juga. Jadi, saat kamu dapat kertasnya, bilang saja pada Park-Ssaem kalau ibumu sudah menyetujuinya. Jika ditanya temanmu, bilang saja, kamu tidak tahu karena ibu yang menyuruhmu. Bagaimana?" Ujar ibunya. Tatapan yang tadi mengintimidasi itu berubah menjadi kekhawatiran.
Sang empu yang meminta untuk menjawab itu terdiam. "Jadi aku langsung serahkan saja tanpa tanda tangan?" Tanya (Name).
"Tidak usah. Cukup serahkan kembali kepada Park-Ssaem. Ne?"
"Ne."
Waktunya berpamitan. Ibunya itu tak tahu, apakah dirinya bisa kembali dari militer dengan selamat dan bertemu dengan putri kesayangannya itu?
Begitu berpamitan, ibunya memeluk (Name) dengan erat, berharap anaknya itu akan baik-baik saja dan bisa selamat. Bahkan ibunya memberikan kecupan di hampir seluruh muka (Name).
"Ibu duluan!"
"Ne, Eomma!"
(Name) pun menurunkan lambaian tangannya ketika mobil itu berjalan. Melihat arah mobil itu yang berjalan menuju kota, lalu melihat ke arah langit-langit yang dipenuhi bola-bola ungu itu. Bola ungu itu terlihat lebih banyak di daerah perkotaan. Bahkan bola itu kini sudah hampir sejajar dengan gedung gedung tinggi.
Gadis itu sedikit merenung sembari berjalan menuju gedung sekolah. Ia baru saja hidup di dunia ini satu hari, yakni hari ini. Bahkan itu tidak cukup dibilang satu hari. Tapi esoknya sudah disiksa dengan pelatihan militer.
Terutama esok malam adalah kematian Younghoon. Mengingat itu, (Name) menjadi frustasi.
Ah, iya. Ayahnya meninggal 4 minggu yang lalu, bertepatan dengan waktu bola ungu itu terjatuh ke lapangan militer. Bukankah itu berarti, ayahnya juga ikut militer? Mungkinkah ayahnya salah satu orang yang berada di lapangan itu? Keluarga ini benar benar paket komplit full militer semua, pikirnya.
"(Name), Annyeong!"
Mendengar namanya dipanggil, (Name) menoleh ke samping. Ia tak kenal siapa gadis itu, tapi yang pasti ia adalah teman (Name) di dunia itu yang berasal dari kelas lain. Gadis itu menyapanya sembari berlari ke sekolah.
"Annyeong." Balas (Name) tersenyum yang disapa senyum balik oleh yang disapa. Kalau (Name) lihat, sepertinya gadis itu mengejar temannya.
Sampai di gedung sekolah, ia mencari kelasnya. Karena tadi ibunya bilang tentang Park-Ssaem, berarti ia masuk di kelas 3-2. Sebelum ia sampai di pintu kelasnya, ia melihat di pintu kelasnya yang berada di sisi lain, ada Taeman yang menjahili Youngshin. (Name) yang melihat itu geleng-geleng kepala.
Apakah ia siap untuk menghadapi bau kentut dari Taeman?
Karena masuk dari pintu belakang, jadi ia tak berhadapan langsung dengan teman-temannya. Ya, sekarang ia sedang kebingungan dimana ia seharusnya duduk.
Melihat Aeseol yang sedang menulis, (Name) pun menyapanya. "Annyeong, Aeseol-a!". Aeseol yang mendengar itu menoleh. "A-annyeong, (Name)." ucapnya.
"Aeseol-a, kamu tau ga, tempat duduk aku dimana?"
Aeseol yang mendapat pertanyaan itu sedikit bingung. Apa orang didepannya ini hilang ingatan? "I-itu. Di depan Inhye." Jawabnya. (Name) pun membalas, "Gomawo, Aeseol-a!".
(Name) pun segera duduk dan menaruh tasnya di tempat duduknya. "(Name)! Sini-sini!" Panggil Soonyi yang sedang berkumpul dengan Yeonju, Soyoon, dan Junhee di mejanya Soyoon. (Name) yang mendengar itu tersenyum senang dan pergi ke arah mereka.
"Wae? Ada apa hari ini?" Tanya (Name) pada mereka. Hitung hitung agar semakin dekat dengan anak kelasnya.
Baru saja Junhee ingin menjawab, tamu tak diundang pun datang. "Ada apa? Ada apa?" Ucap orang itu, yakni Taeman. Mereka berlima pun menatap Taeman dengan tatapan aneh. "Astaga."
"Selamat pagi."
"Ah, ayolah .."
"Ini, fotoku saat di malam hari. Keren bukan?" Ucap Soonyi memperlihatkan fotonya pada (Name). Melihat bola di belakang Soonyi yang mengeluarkan cahaya ungu di malam hari itu, membuat (Name) terpana dengan keindahannya.
"Itu cantik .." ucap (Name). Meski dalam hatinya, ia menolak dengan isi dari bola itu. Soonyi yang mendengar itu tertawa malu.
"Itu terlihat seperti Luminaire."
"Benar sekali!"
"Benar kan?"
Soonyi yang mendengar itu bingung. "Lumi? Apa itu?" Tanyanya. "Kamu tidak tahu Lumi?" Tanya Soyoon balik. "Tidak."
(Name) yang melihat itu hanya tersenyum. Ia melihat sekitar kelasnya yang damai itu, sebelum adanya pelatihan militer. Sayang sekali, (Name) menikmati kedamaian ini hanya sehari saja.
(Name) pun melihat ke arah Younghoon yang belajar sendiri. Senyum (Name) pun menjadi lebar. Jika memang takdir drama ini bisa diubah, maka percobaan pertamanya adalah menyelamatkan Younghoon esok malam.
Junhee yang awalnya asik berbincang dengan ketiga orang lainnya mencolek (Name), tetapi (Name) tidak menggubris hal itu karena terlalu fokus pada Younghoon dan pikirannya. Junhee yang menyadari itu melihat ke arah yang (Name) lihat, lalu berucap, "Yak, (Name)! kamu suka Younghoon, ya?!" Ucap Junhee dengan suara yang agak keras.
(Name) yang mendengar itu membuat pikirannya buyar. Ia lalu menatap ke arah empat perempuan dihadapannya dan ke arah Younghoon dengan linglung.
"Hah? Wae? Wae?" Bingung (Name). Pasalnya kini ia ditatap Younghoon. Bagaimana hatinya tak gemetar melihatnya.
Soyoon yang mendengar itu semakin menggoda (Name) bersama yang lainnya. "Yak! (Name) salah tingkah! (Name) suka dengan Younghoon!"
(Name) yang mendengar itu panik. Ia melihat ke arah teman-teman lainnya yang sedikit menertawakannya karena ia salting. (Name) pun melihat ke arah Younghoon, namun responnya itu sedikit tidak terduga.
Younghoon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan belajarnya, namun sedikit tersenyum tipis. Melihat hal itu, (Name) sedikit salting dan berjongkok. Menutupi wajahnya di belakang meja Soyoon.
"Wah, ternyata (Name) benar-benar suka sama Younghoon, ya?" Ucap Yeonju dan melihat ke arah (Name) yang sedang salting. Soonyi yang mendengar itu menjawab, "Aku kira kamu suka sama Youngsoo karena kalian teman sesama SMP. Ya kan?" Tanya Soonyi.
(Name) yang mendengar itu langsung berdiri. Gadis itu terkejut bahwa ia teman masa SMP-nya Youngsoo si Maniak CSAT yang sangat Shibal Saekkiya bagi penonton drama itu. (Name) pun mencodongkan badannya pada mereka, guna berbisik. "Memangnya kalian tahu darimana aku temen SMP-nya?"
Mendengar itu, mereka semua saling bertatapan dengan alis mengkerut. "Yak! Kamu sendiri yang bilang saat kita masih kelas 11!" Bisik mereka semua. Soyoon pun memukul pelan kepala (Name) yang berada di depannya. Rasanya seperti menjadi Taeman.
"Sumpah? Maniak belajar itu? Temanku dari SMP?" Tanya (Name) lagi. Masih tak percaya. Yang lainnya hanya mendengus mendengarnya. Yah, bagaimana tidak. Melupakan teman yang sudah lama bersama itu terasa aneh. Apalagi kemarin, mereka melihat (Name) mengobrol santai dengan Youngsoo.
Nah, (Name) disini bukanlah (Name) yang dulu.
Namun, tak lama kemudian, terdengar suara gebrakan meja di belakang Soyoon. Sudah pasti kalian tahu siapa pelakunya.
"Kenapa kamu melakukan itu?!"
"Yak, Wang Taeman!"
"Berhentilah mencari perhatian!"
"Dasar pencari perhatian."
Oceh anak kelas pada Taeman karena terkejut. "Yak, Wang Taeman, kami tahu kamu gila, tapi setidaknya beritahu kami jika ingin melakukannya." Ujar Youngshin yang berada di depan papan tulis.
Taeman mendongakkan kepalanya."Aku sudah memberi tahu kalian."
Mengingat scene ini, (Name) segera kabur ke jendela yang ditempati Nara agar tidak berdempetan dengan yang lain. Ia juga tak mau mencium sebau apa kentut dari Taeman.
Di belakang sana, (Name) bisa mendengar komentar dari anak kelasnya itu. Ia sedikit tertawa karena ujaran mereka semua seperti tersiksa akan bau itu. Nara pun ikut membuang nafas akan hirupan bau kentut itu di samping (Name).
"Annyeong, Nara! Kamu terlihat semakin cantik hari ini!" Puji (Name) pada Nara, yang dibalas sedikit canggung oleh Nara. "Gomawo, kamu juga semakin cantik." Ucap Nara, sedikit menyembunyikan salah tingkahnya.
(Name) tertawa kecil. Pujian itu memang ia katakan dari hatinya. Nara terlihat semakin cantik dari dekat. Ia pun melihat ke arah jendela di sebelah kanannya.
"Yak, banjang! Lakukan sesuatu padanya!"
"Buang angin itu fungsi biologis. Ottoke?"
"Ahh, tetap saja.."
"Astaga, anak itu."
"Tunggu saja baunya hilang."
"Hee, kau pikir kita akan bertahan dengan bau busuk ini?!"
(Name) yang mendengar semua komentar itu tertawa. Ini adalah scene favoritnya setelah scene dimana mereka akan berfoto wisuda dan saat mereka nge-rap.
'Seharusnya frik kayak Taeman gini hidupnya panjang ...' Pikir (Name). Masih sedih akan kematian mereka di masa depan nanti.
Tapi tenang saja. Jika ada (Name), anak kelasnya tak diperbolehkan untuk mati satu pun. Itu kewajiban dari (Name) untuk dirinya sendiri.
Tetapi ia tetap harus mengikuti alur cerita agar tak ada kegaduhan. Semuanya harus tersusun rapih. Mungkin sedikit berantakan karena misi penyelamatan yang akan dilakukan (Name).
Tak lama kemudian, Ilha dan Heerak datang di bawah menggunakan motor. "Yak, apa yang kalian lakukan?"
Youngshin menjawab, "menjauh dari Wang Taeman." Kedua sejoli yang naik motor itu sedikit tertawa. "Lagi?"
"Yak, Kwon Ilha! Memangnya anak SMA boleh mengendarai sepeda motor?" Tanya Yeonju pada Ilha dibawah. Sedangkan yang ditanya hanya menjawab tidak dan tersenyum tak bersalah.
Setelah Heerak melihat ada guru mengejarnya, ia menepuk-nepuk pundak Ilha, memberi tahu bahwa mereka dikejar dan kembali menyalakan motornya. "Ayo!"
"Yak! Dasar berandal! Tamat riwayat kalian begitu aku menangkap kalian!" Teriak guru laki-laki yang mengejar dua berandalan tadi.
Lalu mereka melihat bahwa rambut dari guru yang mengejar dua berandalan itu terbang, membuat mereka terkejut.
"Astaga!"
"Apakah itu wig?"
"Itu wig!"
"Ahahaha!"
(Name) yang melihat itu juga tertawa. Karena di dramanya, tidak ditunjukkan bagaimana guru itu bisa kehilangan wignya, membuatnya tertawa terbahak-bahak. Nara yang mendengar tawaan (Name) tersenyum tipis. Mungkin sedikit tertekan dengan tawaan orang disebelahnya?
"Ya, ya, ya, ya, ya. Ajigdo Naemsaega?" Tanya Soyeon. [Apa masih bau di dalam?]
Jangsoo pun segera masuk ke kelas untuk memastikan. Setelah merasa baunya sudah hilang, ia pun berkata kepada mereka semua bahwa baunya sudah hilang.
(Name) lega. Lagi-lagi ia mengingat scene ini, dimana Kimchi dan Soocheol memandangi Nara, jadi ia segera menyingkir. Ia menepuk pelan bahu Nara seolah mengatakan 'aku duluan'.
Gadis itu pun kembali ke tempat duduknya dan mengeluarkan buku jam pelajaran pertamanya. Barulah saat bel kelas berbunyi, semua murid masuk ke kelasnya masing-masing.
Park-Ssaem pun datang ke kelas dengan membawa setumpuk kertas yang tak begitu besar di genggamannya.
"Perhatian! Aku punya hadiah untuk kalian," Satu kelas pun bersorak. "Rapor untuk ujian percobaan dari bulan September." Satu kelas pun mendesah kecewa.
"Ada satu hal lagi, aku akan memanggil nama kalian sesuai peringkat kalian." Lanjut Park-Ssaem. Satu kelas pun tak terima. (Name) yang duduk di ujung pintu menegang. (Name) disini itu pintar tidak ya?
Park-Ssaem pun mulai memanggil. Younghoon, crush pertama kita di drama itu tentu menjadi peringkat pertama seangkatan dan sekelas. Dilanjut peringkat kedua oleh Youngsoo, Ketiga Yojung, keempat Yeongshin, Kelima Yeonju, dan keenam Jangsoo, ketujuh Nara, dan kedelapan baru (Name).
'yah, bukankah itu berarti aku lumayan pintar disini?'
Setelah menerima kertas itu, (Name) segera duduk kembali ke tempat duduknya dan membacanya. Yah, nilainya diatas rata-rata semua. (Name) yang melihat itu sedikit bangga karena ia lebih pintar di dunia itu.
Giliran Ilha dan Heerak yang maju. Duo berandalan itu tertawa bercanda dan menerima kertas itu dari Park-Ssaem. Namun saat Ilha akan duduk kembali, ia memberi tatapan sinisnya itu kepada Younghoon dan menendang tasnya.
Park-Ssaem yang melihat itu segera mengehentikan mereka. Tiba-tiba, speaker sekolah berbunyi,
'Bisakah semua guru segera datang ke ruang guru? Sekali lagi, bisakah semua guru datang ke ruang guru?'
Mendengar itu, (Name) terkejut. Ia jadi melupakan bahwa hari ini, kertas penyetujuan ikut militer itu dibagikan. Jantungnya berdegup kencang. Ia tak bisa memikirkan bagaimana nanti saat mereka pulang dari latihan menembak itu.
"Sekian, bersiaplah untuk pelajaran selanjutnya. Serahkan ponsel kalian!"
Yojung segera ke depan kelas, mengambil keranjang untuk ponsel mereka. "Ayo serahkan ponsel kalian!"
(Name) masih terdiam kaku menatap ke arah papan tulis. Apakah ia siap menghadapi bola-bola itu? Bisakah ia tetap hidup untuk menyelamatkan mereka?
"(Name), sudah mengumpulkan ponsel?"
(Name) terkejut dan menoleh ke arah Yojung yang di depan mejanya. "B-belum. Sebentar." Ujar gadis itu, lalu menyerahkan ponselnya.
Sebelum Yojung kembali ke depan kelas, ia berucap pada (Name), "Kalau kamu sakit, bilang saja kepadaku ya?"
(Name) yang mendengar itu menganggukkan kepalanya. Pasalnya ia sedikit panik dan frustasi. Haruskah ia memberitahu seseorang tentang apa yang akan terjadi? Tapi bukankah itu menambah kecurigaan anak kelas padanya?
Di belakang, (Name) mendengar Ilha yang meminta Kimchi untuk mendengar pembicaraan yang guru bicarakan nanti. Saat Kimchi ingin pergi keluar kelas, (Name) memanggilnya yang membuat Kimchi berhenti.
(Name) pun berjalan ke arah Kimchi dengan tatapan panik. Kimchi yang melihat itu sedikit khawatir. "(N-name)? Kamu kenapa?" Tanyanya, melihat lawan bicaranya itu menaikturunkan dadanya seolah sesak napas.
Tiba tiba, Ilha menyahut dari kursinya. "Yak, Kimchi. Bukankah aku memintamu untuk pergi ke ruang guru?!" (Name) yang mendengar itu menaruh jari telunjuknya di bibir. Mengatakan kepadanya untuk diam.
Tetapi Ilha adalah Ilha, dan akan tetap Ilha.
"Yak, Nenek tua, biarkan dia pergi ke ruang guru!" Sahutnya mengernyitkan alisnya. (Name) yang mendengar itu melongo.
'Anjir? Bisa-bisanya gw dipanggil nenek tua?'
(Name) yang mendengar itu ingin komentar, namun Kimchi menghentikannya. "Kenapa ia memanggilku 'nenek tua', sialan?" Tanya (Name) pada Kimchi. "I-itu karena kamu paling tua diantara kita semua .." Jawab Kimchi.
Lawan bicaranya yang mendengar itu kembali mengernyit. "Apa?"
╾╼
2917 Words
23/06/2023, Friday