Deduksi Astral - [On Hold]

By gunungkaira

3.9K 88 5

Sebuah petualangan seorang detektif untuk mengungkap misteri 20 tahun silam. --- Seorang detektif polisi (Mag... More

Prolog
1 - Reuni
2 - Absen
3 - The Flashes
4 - Khayalan Tentangmu
5 - The Carnivalé
6 - Pentas Seni
7 - Golongan Ke-Dua
8 - Merajuk
9 - Distorsi Maut
10 - Adjusting
11 - After Kiss
12 - Gastari
13 - Musicophile
14 - Teta
15 - Kejuaraan
16 - Bad Influence
17 - Ada Melodia
18 - Filosofi Hobi
19 - Sisi Lain
20 - Telaga Pembuka
21 - Telaga Pemicu [Explicit]
22 - Pengakuan
23 - Sayang [Explicit]
24 - Penjelasan [Explicit]
25 - Segitiga Sembarang [Explicit]
26 - Astral [Explicit]
28 - The Play [Explicit]
29 - The Collector
30 - Accidental Affair [Explicit]
31 - Peep [Explicit]
32 - Seronok! [Explicit]
33 - Glitch
34 - Kecewa
35 - Original Crush, Original Plan

27 - Epigraph [Explicit]

139 0 0
By gunungkaira

Aku tidak terburu-buru, aku menunggu waktu yang tepat. Aku duduk di samping Sasti yang sedang sangat malu dan canggung.

"Ya ampun ... aku malu banget, Gi. Sumpah .... Sorry ya, Gi?"

Aku merangkulnya. "Kenapa mesti say sorry? Santai aja, Ti,"

"Tapi aku malu, tau ...,"

"Iyalah malu. Salah ngasih celana dalem, ya jelas malu. Hehehehe. Aduh!"

Sasti mencubit pahaku dengan kencang. "Ih!"

Aku tak dapat menghilangkan pikiran tentang Sasti yang saat ini tidak memakai celana dalam. Kemaluannya tanpa pelapis di bawah sana ..., fuck!

"Kamu ... emang beneran ada rasa sama aku?" tanya Sasti tiba-tiba. Lirikan matanya malu-malu.

Nah! Ini kesempatanku! Ini yang kutunggu!

Aku tidak menjawabnya, hanya menatap wajah Sasti dengan fokus. Silent is better. Aku menunggu ia menoleh, agar segera bisa kucaplok bibirnya. Aku menunggu seperti sniper yang sabar.

Begitu Sasti menoleh, langsung kusambar bibirnya. Ia terkejut, tapi tidak menolak. Ia juga membiarkan lidahku menjulur masuk ke mulutnya. Sensasi percumbuan ini luar biasa, terasa lebih hebat dari ketika dengan Gadis kemarin malam. Mungkin kejadian celana dalam tadi yang menjadi faktor tambahannya.

Tanganku dengan cepat meremas selangkangannya tepat di area kemaluannya, yang ... memang benar sudah tak berbalut kain celana dalam lagi.

Sasti bereaksi mendorong tanganku. "Heh ...! Ngapain ...???"

"Gak tau, ketarik sendiri. Kayak ada magnetnya ...!" sahutku. "Kamu ... bener-bener cantik sekali, Sasti." Aku merayunya dengan pujian gombal receh khas pria.

Kini malah Sasti yang menciumku lebih dulu, kemudian kumanfaatkan nafsunya yang lepas itu untuk kembali meraih kemaluannya dengan tanganku. Bulunya banyak seperti milik Kianti.

"Mmh ... mmh ...." Sasti mendesah di sela-sela ciuman kami. Ia menikmatinya.

Kubantu Sasti melepas kameja kotak-kotaknya. Ketika kaosnya juga ingin kulepas, ia menghentikanku. Ia menatap ke arah pintu.

"Kenapa?"

"Takut ada yang masuk," jawabnya.

Aku buru-buru bangkit kemudian mengunci pintunya. Aku tak ingin kehilangan momen langka ini. Setelah itu kulepaskan kaos putih Sasti.

"Semuanya?" tanya Sasti ketika aku juga ingin melepaskan bra-nya.

Aku mengutip kata-katanya waktu baru keluar bioskop tadi. "Aku mau lihat bagian yang tidak terlihat .... Aku mau lihat kamu seutuhnya .... Aku ... mau liat kamu telanjang ...."

Absurd gak, sih? Tapi ... namanya juga lagi sange. Ya, kan?

Kulepaskan bra-nya, dan menyembullah sepasang payudara yang cukup besar -tidak sebesar Tari. Dan ... putingnya mendelep -melipat kedalam. Betapa beruntungnya aku, ini jenis puting favoritku!

Meskipun ia sudah tidak memakai celana dalam yang membuat roknya hanya sekedar formalitas saja kini, aku tetap melucutinya. Aku sangat ingin melihatnya telanjang bulat tanpa sehelai benangpun.

Dan Sasti memang benar-benar memiliki fisik wanita idamanku! Semuanya sempurna!

Ia sama sekali tak berusaha menolak ketika kedua kakinya kulebarkan, aku ingin melumat kemaluannya. Pipinya merona, aku tahu ia malu, tapi nampaknya ia sudah mempersiapkan diri. Sasti tidak berusaha menutupi kemaluannya dengan tangannya. Ia menyajikan lubang tembam imut menggemaskan itu dengan sukarela. Ternyata bulu jembut Sasti sangat rapi, seolah baru habis disisir. Bulu lebat panjang itu tersusun rapi ke tengah, menutupi bibir vaginanya. Benar-benar lucu sekali.

Kuhirup aroma selangkangannya dalam-dalam ketika bibirku menempel di bibir vaginanya, menyempurnakan aroma celana dalam yang daritadi kuhirup saat di dalam bioskop. Baunya sangat sedap sempurna, wangi daun sirih yang bercampur keringat dan bau khas kelamin wanita.

Aku berencana untuk memulainya perlahan-lahan. Namun ketika lidahku merasakan kekencangan pipi vaginanya yang tembam, mendadak aku lepas kendali dan tak mampu menahannya. Kulumat zona terlarang itu dengan penuh nafsu dan perasaan yang sangat gemas. Tak kuhiraukan selipan beberapa helai jembutnya yang masuk ke mulutku, saking gemasnya.

Aku yakin pasti lubangnya sangat sempit dan kencang, tapi aku tak mau mencoloknya dengan jariku. Terlalu sayang jika vagina sesempurna ini dimainkan dengan jari, ini hanya pantas disodok dengan sesuatu yang lembut seperti lidah, atau penisku.

Meskipun kondisi ruangan gelap, tapi aku bisa melihat vagina Sasti yang kini terlihat licin berkilau karena campuran liurku dan cairan vaginanya. Sasti baru saja orgasme, perutnya terlihat sedikit gemetar. Kemudian kubuka celanaku, dan menempelkan kepala penis yang sudah tegang tepat di bibir kemaluan Sasti.

"Eh eh, kamu ngapain ...?!" Sasti bertanya dengan suara panik.

"Ya masuk, lah," jawabku.

Ia bergerak mundur sedikit, menjauhkan vaginanya dari penisku. "Aku belum pernah ..., masih virgin ...,"

"Ya udah, biar aku jadi yang pertama ...." Kata-kata tidak bijak itu keluar begitu saja. Birahiku sudah di ubun-ubun. "Aku janji, gak akan sakit. Aku bakal pelan-pelan aja," kataku coba meyakinkan Sasti.

Aku pun lalu membungkuk di atas tubuh telanjangnya yang sedang berposisi terlentang. Kuusap pipinya, sambil kutatap wajahnya dengan tatapan yang penuh hasrat untuk memberikan keyakinan dan rasa aman pada dirinya begitu kutancapkan batang kelaminku.

Sasti mengerang pelan ketika aku mulai penetrasi dengan perlahan. Kami saling bertatapan, aku bisa melihat reaksi wajah cantiknya. Ekspresi kesakitan karena baru pertama kalinya yang bercampur padu dengan kenikmatan seks yang alami dan naluriah. Alisnya bergerak tidak beraturan; matanya merem-melek; bibirnya gemetar. Sasti terlihat imut dan lucu sekali.

Ketika vaginanya berhasil kuterobos, kurasakan lubang lembut itu seketika menghisap penisku seperti vacum. Terasa juga ganjalan ringan saat selaput dara keperawanannya sobek.

Sasti memekik, "ENGH! ... Aahh ... sshhss ...." Lalu diikuti desisan karena usahanya untuk mengontrol dan menahan sakit yang dirasakannya.

Tangannya sedang kutahan dengan tanganku sambil saling merangkul dengan posisi tergeletak ke atas. Bahkan ketiaknya pun sangat mulus seperti pada boneka porselen. Saking kencangnya payudara Sasti, mereka tetap terlihat besar membusung dengan posisi tangan terangkat ke atas kepalanya seperti ini, tak lekas membuatnya jadi melebar atau terkesan kempes.

"Sasti ..., kamu lucu banget ...," kataku gemas.

"Pelan-pelan ...!"

"Iya, ini pelan-pelan, kok," sahutku. "Enak ...?"

Walau tersendat-sendat, Sasti mengangguk mengiyakan. "Hm-mh, enak ...," katanya.

"Sakit, gak?"

"Ng ..., sedikit ...," jawabnya.

Kemudian kukecup bibirnya dengan mesra berkali-kali. Seketika birahiku memuncak tak terbendung, membuatku menjadi tidak sabar. Seolah ribuan hasrat yang kelewat antusias menghujam tubuhku -terutama pada batang penisku.

Tiba-tiba aku keluar hebat di dalam lubang kencing yang selaput daranya baru saja sobek ini. Jangankan untuk menahan atau memberi peringatan pada Sasti, bahkan diriku pun tak sempat menyadarinya. Penisku muncrat begitu saja tanpa permisi.

"NG...AHHH!!!" Suaraku sempat menggelegar sepersekian detik.

Yang disambut oleh pekikan Sasti. "NG...AHG!-"

Otot perutnya menyentak-nyentak; otot vaginanya berkedut-kedut mengencang dan mengendur tak beraturan. Ronde seks yang pertama kali di hidupnya berlangsung tak sampai satu menit saja.

"Ng...argh ..., kamu enak banget, Sasti. Punya kamu enak banget ..., ENGH!" Kata-kata itu keluar dari mulutku entah sekedar reaksi atau justifikasi -untuk keluar di dalam, saat penisku menyemprot-nyemprot di dalam kemaluannya.

"Kamu keluar di dalem???" Sasti panik. "Magi ...?"

Aku tidak menjawab, konsentrasiku berpusat pada enaknya ejakulasi yang sedang kualami ini.

"Astagaaa ...," katanya dengan wajah lucu yang khawatir.

Setelah selesai ejakulasi, aku berbaring telungkup di atas tubuhnya -masih menahan dengan topangan kedua siku tanganku. Kubenamkan wajahku di sofa, di sebelah wajahnya.

"Heh ..., Gi ..., kamu keluarin di dalem??? Ya ampuuun, sumpah bego banget kamu ...," katanya merengek, ia seperti mau menangis.

Kemudian kuangkat kepalaku, kini wajah kami saling bertatapan. "Jangan takut, Sayang. Gak apa-apa," kataku sambil mengusap-usap pipinya.

"Tapi kan-"

"Kalo kenapa-kenapa, aku pasti tanggung jawab, kok. Jangan takut ...,"

"Tapi-"

"Sumpah, aku gak bohong," janjiku untuk meyakinkannya.

Kucium bibirnya, dan Sasti pun masih membalasnya. Kekhawatiran itu mungkin mereda.

"Nanti dulu, ya? Aku masih mau lagi, masih belum puas," ucapku berbisik.

"Hah? Lagi ...???"

Aku tersenyum mesem-mesem padanya, yang membuatnya jadi ikut tersenyum. Lalu kulihat puting Sasti yang mendelep, membuatnya terlihat seperti bibir wanita yang sedang mingkem. Kukunyal tepat di bagian luar areola-nya sambil dipijat dengan lembut dan secara perlahan-lahan oleh telunjuk dan jempolku. Agak kutekan ke bawah agar putingnya yang tersembunyi dapat muncul dan mencuat.

"Mmmhh ... mmmhh ...." Sasti bereaksi dengan desahan-desahan imut. Ia memperhatikan putingnya yang sedang ku-treatment dengan jari-jemariku.

Terkadang Sasti sampai membusungkan dadanya, tangannya tak berusaha untuk menghentikanku, tetap terlentang di atas kepalanya. Usahaku tak sia-sia, akhirnya puting Sasti pun mulai muncul. Warnanya lebih terang dari areola-nya karena lebih sering tersembunyi. Bentuk permukaan putingnya garis memutar seperti pusaran pada angin topan.

Anjing! Imut banget pentil nih cewek! Parah!

Kumainkan jari telunjukku di kedua sisi puting Sasti. Dapat kurasakan puting lucu itu mengencang dan semakin mencuat. Kini putingnya membumbung seperti sanggul. Ketika kupencet dengan gemas, Sasti memekik seraya dadanya naik dan kepalanya mendongak ke atas, membuat tubuhnya melengkung. Bersamaan dengan itu kurasakan otot bagian dalam vaginanya memijat-mijat penisku.

"Ngh ...! Enak banget, Sasti ... cantik ...," kataku.

"Engh ... ssshhh ... fuuuhhh ...." Ia mendesis; pinggulnya naik-turun. "Apanya yang enak ...? Kan aku yang ngerasa enak," tanyanya ingin tahu kenapa justru aku yang bilang enak banget di saat dirinya yang sebenarnya sedang merasa keenakan.

"Aku juga. Punya kamu ngedut-ngedut gitu, cuut ... cuut ..., enak bangeeet ...!" sahutku sambil mencoba menirukan kedutan vaginanya dengan suaraku.

"Ih ..., dasar mesum ...," ucap Sasti cemberut. Cemberut yang menggemaskan.

"Seriuuus, enak banget. Aku jadi bangun lagi,"

"Mmhh ... iya ..., kerasa. Jadi penuh lagi," ujarnya sambil menggigit bagian bawah bibirnya. Ia menjadi gemas.

"Sasti ..., kamu cantik banget, sih? Sumpah ..., imut banget, ngegemesin banget. Tau, gak ...?" Aku meracau sambil mulai kembali menyodok lubang kencingnya.

"Engh ..., aahh .... Masa, sih? Mmhh ...." Wajah Sasti menjadi seperti orang yang sedang mabuk. Pipinya merah merona, matanya setengah terpejam, bibirnya buka-tutup. Ia tidak lagi ragu-ragu; telah sepenuhnya menikmati persetubuhan ini.

"Sumpah ..., kamu enak banget ...!" sahutku, kemudian kubenamkan wajahku di lehernya sambil terus memompa penisku di dalam kemaluannya.

"Ughhh ..., emangnya aku kue ...? Mmhh ...,"

"Enggak ..., bukan ..., jauh. Kamu jauh lebih enak daripada sekedar kue, ngh ...,"

"Aahh ... Magi ...,"

"Hmh? Enak ...?"

"~ngh ..., enak ..., nikmat banget! Emmhhh ...!"

Dalam pergumulan erotis ini, jempol dan telunjukku tidak berhenti, tetap memilin puting Sasti seperti sedang memutar-mutar channel radio. Bulu jembutnya yang panjang kadang tersangkut bulu jembutku, menimbulkan sensasi cubitan ringan di area kemaluanku yang justru terasa semakin menggairahkan.

"Sasti ... Cantik ..., aku mau keluar lagi ...!" kataku yang terdengar redup karena aku bicara sambil menciumi lehernya.

"Nghh ... hhhaaahhh ... hhaahh ... hah ...." Ia tak bergeming, desahannya semakin cepat.

"Aku keluar- AARRGHH ...!!!" Aku menggeram begitu penisku meledak kedua kalinya, sambil kupencet kuat-kuat puting Sasti yang menjadi sangat kencang.

"EHG!- ... ... ... NGGHHHH ...! Haaahhhh ...!" Sasti memekik, nafasnya tertahan sesaat sebelum akhirnya kembali dilepaskan lewat desahan yang indah didengar.

Ia berpegangan erat pada ujung gagang sofa di atas kepalanya. Kelaminnya mengejut-ngejut penisku, yang menjadikan ejakulasiku ini semakin nikmat sekali. Tubuhnya gemetar tidak beraturan, ia kubawa terbang ke langit ke tujuh.

Tak lama kemudian otot-otot tegang kami mulai mengendur, mulai melemas. Sasti lalu merangkul dan memelukku, ia berbisik, "Aku sayang kamu, Gi ...."

Belum sempat kurespon Sasti, tiba-tiba kudengar suara gagang pintu yang berusaha di buka. Gawat!

"MAGIIII!" Suara teriakan wanita memanggil namaku. Apa itu pelayan mini theater? Nampaknya bukan, karena seingatku pelayannya tadi laki-laki. "Gi, buka pintunya, udah sore!!!"

Astagaaa, itu suara Ibuku! Begitu kubuka mata, aku sedang terbaring di kasurku sambil menggenggam celana dalam hipster putih yang seamless. Berarti ... ML sama Sasti cuma mimpi! Segera buru-buru kurapikan celana dalam wanita yang berantakan di atas kasur; menyembunyikannya ke dalam lemari.

"Iya, Ma. Sebentar," jawabku pada Ibu.

"Bangun, dooong. Kamu seharian dari tadi tidur aja, udah mau maghrib. Bangun!" Suara Ibu yang mengomel semakin terdengar mengecil dan menjauh. Ia nampaknya kembali turun bawah ketika sudah mendengarku bangun.

Jadi ... sex sembunyi-sembunyi di ruangan mini theater dengan Sasti barusan ternyata hanya sekedar proyeksi khayalanku yang tingkat tinggi, karena tertidur sambil memegang celana dalamnya. Tapi ... itu tidak sepenuhnya buruk, karena ... berarti setidaknya aku akan meniduri 8 wanita nantinya, mengingat jumlah celana dalam yang kubawa dari gudang di masa depanku berjumlah 8 buah. Dari astral hari ini aku sudah tau dua wanita, yaitu Vero dan Sasti. Tinggal 6 sisanya, kira-kira siapa lagi?

***

[Jangan lupa untuk vote dan berikan komentar kalian, ya? Dukungan kalian akan sangat membantu semangat penulis untuk terus berkarya... Cheers!]

Continue Reading

You'll Also Like

396K 18.5K 41
[tahap revisi] "eh masak mati sih cuman kesedak jajan belum ketemu ayang yoongi elah" batin Aileen. Bukannya ke alam baka menemui kedua orang tuany...
98K 14.8K 34
"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari t...
1.5M 84K 50
WARNING ⚠ (21+) 🔞 seorang Ceo perempuan yg masuk kedalam novel kerajaan. Semua unsur yg ada di cerita ini hanya karangan penulis, tidak berhubungan...
76.7K 10K 20
Demi membantu kesulitan ibunya, Hanina-gadis yang belum lulus SMA itu terpaksa mengikuti saran sang ibu untuk bekerja di sebuah club. Lalu sebuah kec...