"Raja Suna yang baru dilantik, Sabaku Gaara urung melakukan perjalanan diplomatik di Tokyo. Spekulasi menyatakan bahwa Kerajaan Suna sedang menghindari skandal yang diciptakan oleh artis terkenal Yamanaka Ino."
Hiashi mematikan televisi. Hinata mendesah. Neji menggelengkan kepala. "Bagaimana bisa dia kau jadikan brand ambasador produk stick golf-ku?" Protesnya pada Hinata.
Sekali lagi, Hinata mendesah,"Kakak memproduksi stick golf bersama pangeran Suna itu. Dia yang merekomendasikan Ino."
"Nama produk tenggelam pada skandal," komentar Hiashi. "Aku rasa Yamanaka Ino tidak memperhitungkannya."
"Lalu, Bagaimana, Ayah? Untuk memberi penalti Ino, aku juga tidak tega." Kata Hinata.
"Stick golf itu adalah produk yang kita gadang-gadang mampu mendongkrak usaha kita yang hampir bangkrut, Hinata. Aku rasa kau harus tega." Kata Neji.
"Ya, kau benar, Neji," Hiashi ikut menimpali. Jika itu berat untuknya, setidaknya suruh dia membayar segala hal yang dia buat sia-sia. Biaya operasional promosi produk. Ya, bebankan itu padanya."
Hinata hanya mampu mengangguk. Mau tak mau menuruti kehendak Ayah dan Kakaknya. Sepeninggal Ayah dan Kakaknya, Hinata masih memikirkan itu.
"Bagaimana menurutmu, Kyoko?"
Sekretaris pribadinya itu mendesah,"Saya kira..., keberuntungan tidak memihak Nona Yamanaka saat ini. Tapi, apa yang dikatakan oleh tuan Hiashi dan Tuan Neji benar."
"Apakah kau ada saran ? Kira-kira siapa pengganti Ino?"
"Saya rasa seseorang yang tahu tentang golf."
"Pe-golf profesional?"
"Tidak harus."
"Siapa?"
"Tuan Hyuga Neji."
"Apa? Kakakku?" Hinata jadi terkekeh.
"Siapa lagi? Dia yang memproduksi. Dia juga yang mengiklankan."
"Oke... usul yang bagus."
Kyoko jadi ikut-ikutan geli.
"Lalu... Bagaimana aku mengatakannya pada Ino?"
"Entahlah... tapi, akan lebih baik jika anda yang mengatakannya daripada Tuan Hiashi atau Tuan Neji."
Hinata mendesah,"Ya..., kau benar."
Hinata sebenarnya benci dengan kondisi ini. Dia tidak mau memperpuruk kondisi Ino. Tapi, mau bagaimana lagi?
Hinata memencet bel apartemen Ino. Sebenarnya dia tak yakin apakah Ino ada di rumah. Tapi, manajernya bilang dia tidak ada jadwal. Kemungkinan dia ada di rumah besar.
Hinata lega saat dia mendengar langkah kaki dari dalam rumah. Lalu suara interkom berkata,"Siapa?"
"Ino, ini aku Hinata."
Pintu apartemen terbuka. Dan Ino muncul dengan rambut tergerai berdaster motif hello kity dan memakai sandal rumah berbulu. Hinata tertawa geli melihat penampilan Ino. "Kau terlihat epik."
"Oh..., Hinata... sahabat baikku." Ino merentangkan tangannya minta dipeluk.
Hinata menyambut pelukan Ino. Perut Ino yang menonjol menekan perut Hinata sehingga Hinata bisa merasakan tendangan janin Ino. "Wah, Bayimu menendang."
Ino melerai pelukan,"Kau juga merasakannya?"
Hinata mengangguk,"Baiklah, apakah aku tidak boleh masuk?"
"Tentu saja boleh. Mari!"
Ino menarik tangan Hinata. Pintu tertutup dan ino mempersilahkan Hinata duduk di atas tatami.
"Tidak perlu repot," kata Hinata saat dia tahu bahwa Ino akan menyajikan teh.
"Aku tidak repot. Aku sendiri memang pengen Ocha. Tunggu di sini, ya?"
"Oke!"
Ino menuju dapur yang memang dekat di situ dan Hinata melihat sekeliling. Apartemen ini lebih sempit dari pada apartemen lama Ino. Apartemen ini hanyalah studio kecil dengan ranjang, area memasak dan kamar mandi. Di dekat ranjang, sudah ada box bayi dengan kelambu warna biru.
Hinata tersenyum. Dia berdiri, mendekati box bayi lalu meraba ornamennya.
Ino duduk dengan hati-hati di atas tatami dan mulai menata alat membuat ocha di atas meja makan rendah.
"Apartemen lamamu kosong kalau begitu?" Tanya Hinata
"Hem," ino mengangguk. Tangannya sudah mulai meracik ocha. "Aku ogah kembali ke sana setelah diobrak-abrik orang asing. Lagipula, sewanya mahal. Aku harus hemat demi Gaa In."
"Gaa In?" Hinata menoleh pada ino.
"Gaara dan Ino. Gaa In.. Lucu, bukan?" Ino merasa geli sendiri.
"Jadi... Gaara memang benar-benar tidak perduli?"
Ino mendesah,"Ya... seperti itulah." Dia merasakan gerakan. Bayinya minta perhatian dan dia mengelus perutnya. "Tapi biarlah. Aku bisa mengusahakannya sendiri." Ino menuangkan air panas mengaduk Ocha.
Hinata mendekat dan duduk lagi di tatami. Dia melihat Ino yang berusaha tabah. Dia jadi teringat saat mengandung Menma dulu.
"Ino... sebelum ini, apakah kau sudah memberitahukan kehamilanmu pada Gaara?. Jika kau sama sekali tidak memberitahu dia dan langsung melakukan confrensi pers, bisa saja kau dituntut pencemaran nama baik."
Ino menempatkan satu gelas Ocha di depan Hinata,"Aku sudah memberitahukan padanya. Aku mengirimkan foto USG, rekaman denyut jantung, dan dia hanya diam.
"Kau menelponenya?"
Ino mengangguk,"Tidak pernah diangkat."
Hinata menggenggam tangan Ino. "Apakah ada yang perlu kubantu? Bilang saja, hem.."
Air mata Ino menetes. Nafasnya mulai parau. Dia menangis kemudian. Hinata menenangkannya. "Sabarlah, Ino."
Ino menyeka air mata,"Ya, hanya sabar yang bisa kulakukan. Sabar dan berusaha sehat untuk bayiku."
"Ya..., aku bisa lihat itu. Kau bahkan sudah beli box bayi."
Ino tertawa,"Bayaran dari sitcom yang aku bintangi dengan Kak Kiba lumayan. Aku bisa beli box bayi itu. Lalu, uang dari Sai, bisa aku pakai buat beli popok. Oh, ya... Hinata... apakah aku perlu susu formula untuk bayi? Aku kawatir ASi-ku kurang lancar nanti. Tapi, aku harus beli merk yang mana, ya?"
"Ino, Hanya ASI segalanya bagi bayi."
"Ya, hanya ASI."
"Apakah kau sudah mempersiapkan payudaramu untuk menyusui?"
"Mempersiapkan? Maksudnya?"
Hinata mengambil Handphone dari tas, lalu membuka video yang dia simpan. "Ini caranya... ini membantu ASI mengalir deras."
Ino manggut-manggut.
"Nyonya Kushina Namikaze yang mengajarkanku. Oh, ya.. ada lagi pijat oksitosin. Ehm.. sebentar.., aku juga punya videonya."
Ino tersenyum. Hinata mulai memperlihatkan video cara pijat oksitosin. "Dengan ini, kau tidak perlu memikirkan susu formula untuk bayi. Fokus saja dengan kesehatanmu. Oh, ya... kau sudah ikut kelas senam hamil?"
Ino menggeleng,"Aku pasti tidak punya pasangan."
"Itu penting. Tidak ada pasangan tidak masalah. Yang penting kau latihan pernafasan waktu melahirkan."
"Tapi, melihat yang lain punya pasangan, aku pasti nelangsa sendiri. Kau dulu, pasanganmu siapa?"
Hinata mendesah,"Nyonya Kushina dan juga.. anak laki-lakinya. Dia sekarang kuliah di luar negeri. Ah, dia pasti menikmati kuliahnya. Atau.. kau mau aku temani?"
Ino menggeleng. "Kau pasti sibuk. Baiklah, kalau itu penting, aku mau ikut. Hinata, sebenarnya ada apa kau kemari?"
Hinata menelan ludah..agak tidak enak bicara dengan Ino, tapi dia harus melakukannya. Hinata mengambil satu amplop uang di tas, lalu menyodorkannya pada Ino.
"Apa ini?"
"Gajimu untuk pemotretan."
"Tapi, MoU bilang akan dibayar setelah proyek selesai." Ino memikirkan sesuatu. "Hinata...," Suara Ino semakin lirih. "Kau tidak..."
Hinata mengangguk,"Maafkan aku, Ino."
Air mata Ino seketika bercucuran. Ino menangis tersedu-sedu dengan hati yang perih. Hinata jadi tidak tega. Dia memeluk sahabatnya itu erat. "Maafkan aku. Aku berjanji akan selalu membantumu. Ini bukan akhir segalanya, Ino. Hem?"
"Hiks! Aku... aku tidak ada uang..... penalti..., hu hu hu."
"Tidak usah kawatirkan itu. Biar aku yang bayar."
"Hinata, maafkan aku... hiks...Aku... aku membuatmu kecewa. Maaf..."
"Tidak apa, Ino."
Hinata menepuk-nepuk punggung Ino. Dia menunggui Ino menangis sepuasnya. Lalu, saat wanita itu mulai tenang, Hinata menyodorkan tissue. Ino membersihkan ingus di hidungnya. Lalu mereka berdua tertawa.
"Hinata... kenapa Gaara begitu kejam? Dia begitu hangat sebelumnya. Tapi...saat ini dia bahkan tidak perduli pada anaknya."
Hinata mendesah,"Hanya ada satu jawaban. Dia sudah mendapatkanmu. Sudah tidak seru lagi."
"Jika dia melihat anak kami nantinya... akankah dia mengakuinya?"
Hinata menggenggam kedua tangan Ino. "Fokus saja dengan kesehatanmu, hem?"
Ino mengangguk. Dia membuka amplop yang diberikan Hinata lalu menghitungnya. Dia tersenyum, lalu mengibaskan uang itu di depan perutnya. "Nak, Bibi Hinata membawakan uang biaya bersalin untuk kita. Kau sehat-sehat ya... biar uang ini cukup."
Hinata merangkul Ino,"Jangan sungkan menemuiku jika kau perlu sesuatu, Ino."
"Ehm," Ino mengangguk lemah.
---*---
Wartawan sedang sibuk memotret raja Suna, permaisuri dan bayi mereka. Hari ini, Gaara dan Nezumi memperkenalkan Isinki pada dunia. Putra mahkota yang masih bayi itu sedang menyusu di pangkuan Nezumi. Gaara merangkul Nezumi, sambil sesekali mengelus pipi Ishinki.
Setiap momen yang bahagia itu diabadikan oleh para wartawan. Beberapa stasiun televisi menayangkan secara langsung. Keduanya tampak bahagia dengan bayi mereka. Apalagi saat Ishinki selesai menyusui. Nezumi menutup kerah bajunya. Gaara mengangkat Ishinki dari pangkuan Nezumi, menyampirkannya di pundak dan menepuk ringan punggungnya. Ishinki bisa bersendawa dan semua wartawan tertawa. Ishinki pun dipangku Gaara kemudian.
"Anda sangat terampil merawat bayi, yang mulia raja."
"Hanya membantu istri saya saja." Jawab Gaara.
"Yang Mulia memang sangat perhatian. Beliau melihat tutor saya melakukan itu sekali dan langsung bisa membuat putra mahkota bersendawa." Nezumi menimpali.
"Kami mendengar bahwa anda mempromosikan sekretaris pribadi anda menjadi duta besar Amegakure di Suna," tanya wartawan lain.
"Ya, Reezia mempunyai kemampuan untuk itu. Jadi, apa salahnya?"
"Putri Reezia memiliki profesionalitas tinggi. Jabatan itu cocok untuknya," penjelasan Nezumi.
"Apakah confrensi press ini sebagai ganti kunjungan diplomatik yang gagal? Oh, ya... apa pendapat anda tentang yamanaka Ino?" Wartawan jahil, mengukur dalamnya air.
Suasana hening seketika. Gaara masih mengelus kepala Ishinki. Nezumi menatap wajah suaminya. Merasa Gaara terpojok, Nezumi menjawab,"Tidak ada pendapat. Kami keluarga kerajaan. Banyak yang berusaha menjatuhkan kami. Mencemarkan nama baik kami."
Nezumi tidak tahu bahwa tangan Gaara sudah terkepal.
"Jika anda merasa bahwa ini mencemarkan nama baik, kenapa tidak memperkarakannya saja."
"Ya, kami akan lakukan itu. Tunggu saja untuk itu."
Jawaban Nezumi membuat para wartawan berseri-seri. Berita baru telah mereka dapatkan. Berita bahwa keluarga kerajaan akan melawan balik.
Namun, Gaara sangat murka. Dia memberikan kata-kata tegas pada Nezumi saat para wartawan sudah bubar.
"Lain kali, anda tidak perlu menjawab pertanyaan tentang Ino Yamanaka."
Nemuzi mengangguk,"Saya minta maaf, yang mulia Raja."
Gaara menghela nafas,"Masalah Ino.. biarkan aku yang mengatasinya sendiri."
Namun, wacana telah bergulir. Netizen telah terbentuk dua kubu. Kubu artis penuh skandal, Ino Yamanaka dan kubu permaisuri sekaligus istri syah Gaara yaitu Nezumi. Dua kubu bertengkar di sosmed. Dan akhirnya, kubu Nezumi menunduh Ino mencemarkan nama baik Suna.
Ino yang sedang hamil tua, akhirnya harus memenuhi panggilan polisi. Hinata yang tahu kondisinya, menyewa pengacara yang dulu membelanya di sidang perceraian dengan Itachi, untuk membela Ino.
Ino dengan tegar mendatangi kantor polisi. Pengacara memberikan pembelaan yang maksimal. Ino urung ditahan karena polisi masih memperhatikan kondisinya. Dan dia berjalan melalui kerumunam yang ingin mengejar berita. Hingga dia merasakan ada sesuatu yang keras menimpa perutnya.
Ino meringis kesakitan dan membungkuk. Rupanya ada yang melemparinya dengan batu dan itu mengenai perutnya. Pengacaranya langsung menggiringnya ke mobil. Ino masuk ke dalam mobil diikuti pengacaranya. Ino merasa ketakutan jika bayinya kenapa-napa dan dia pun menangis,"Antarkan saya ke rumah sakit. Dokter Sakura Haruno. Tolong."
---*----
"Yamanaka Ino terkena lemparan batu saat keluar dari kantor polisi. Pengacaranya langsung melarikannya ke rumah sakit. Belum diketahui lebih lanjut kondisinya hingga hari ini. Namun, dari sumber yang dipercaya, lemparan batu itu memang ditujukan pada Ino. Para pengagum Monarkhi Suna semakin beringas. Kita tunggu perkembangan selanjutnya."
"Bayimu sehat. Batu itu tidak mempengaruhinya."
"Syukurlah," kata Ino.
Sakura berdehem. "Ino. "
"Ya?"
'Sampai kapan kau akan meladeni mereka?"
"Aku tidak tahu. "
"Ino, bagaimana jika aku mengadop bayimu saja. Aku dan Sasuke akan merawatnya dan kau bisa berkarier di film dengan tenang."
Ino tersenyum,"Aku tetap bisa berkarier walau anak ini ada bersamaku."
"Ino... kau tidak sedang memakai kehamilanmu untuk merampok Suna, kan?"
"Tidak. Aku bukanlah wanita naif, Sakura. Apakah pemeriksaanku sudah selesai?"
"Ya,"
Ino menurunkan gaunnya. Dia bangkit perlahan dan menurunkan kakinya dari ranjang. "Tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku yatim piatu sejak aku junior high school. Justru kehadiran anak ini, adalah teman untukku."
Sakura tersenyum. "Ya, kau benar."
Ino mengangguk. "Doakan aku kuat, ya."
Sakura menyentuh pundak Ino. "Jika ada apa-apa. segera hubungi aku, ya?"
Ino mengangguk sekali lagi. Dia keluar dari kamar periksa. Pengacaranya langsung menggandeng tangannya. Dia dan pengacara pulang ke apartemennya.
"Bersiaplah untuk besok."
Ino mengangguk. "Tapi, biaya tes dna nya... aku belum punya uang untuk itu."
Pengacara mendesah,"Hanya itu satu-satunya cara."
"Baiklah, aku usahakan."
Pengacara itu mengangguk. Ino berpikir sebentar. Hanya ada satu nama yang mungkin bisa membantunya. Dia mengetik pesan di handphone-nya. Dan dia menunggu sebentar, lalu berjalan menuju mobilnya saat orang yang dihubunginya membalas pesannya.
Orang itu adalah Sai. Dia tidak tahu apakah dia bisa mendapatkan uang itu dari Sai, tapi dia akan melakukan apa saja untuk itu. Dan pria itu ramah seperti biasanya, menyambutnya di galeri dengan mencium punggung tangannya serta mempersilahkan duduk.
"Apa yang bisa kubantu?"
Ino tersenyum gugup,"Sai... aku...apakah kau membutuhkan model sekarang? Aku sedang butuh uang. "
Sai menatap Ino. Ino jadi serba salah. Air matanya mulai mengalir. "Sai... kau... jadi kau.. sedang tidak butuh model? Aku... aku butuh tiga ribu yen saat ini... aku mohon...aku akan lakukan apa saja."
"Apa saja?"
Ino mengangguk.
Sai menyanggupi. Lagipula, Ino akan melakukan apa saja yang diinginkannya. Dia menyuruh Ino bersiap-siap. Dia duduk di sofa, menatap ranjang. Sementara Ino mandi di kamar mandi.
Sai jadi berpikir ulang. Ino... wanita itu sedang kalut. Uang membuatnya kalap. Berbuat apa pun untuk mendapatkannya. Dan wanita itu menemuinya. Wanita yang dikaguminya dalam diam itu akhirnya berada di genggamannya. Namun, kenapa dia merasa sangat jahat?
Sai menatap Ino dengan instens saat wanita hamil itu keluar dari kamar mandi. Ino berdiri dan gemetaran. Ini pertama kalinya dia melacurkan diri, demi harga sebuah tes dna. Dan Sai mendekatinya, melepaskan handuk yang meliliti tubuhnya. Hingga tampaklah badan bugilnya yang bengkak karena hamil.
Sai menatap tubuh yang menggemuk itu. Dia sudah pernah melihat Ino telanjang sebelumnya, namun, Sai nelihat bahwa ada beberapa bagian tubuh Ino yang berubah. Sai memegang payudara Ino lali membelai putingnya dengan jempol tangannya.
Ino memalingkan muka. Air mata mengaliri pipinya. Dia memejamkan mata saat Sai mengulum dadanya. Jemari Sai mulai memasuki miliknya. Wajahnya mengernyit saat Sai menyentil bagian yang membuatnya agak perih. Lalu dia merasakan bahwa Sai telah menggendongnya.
Ino tahu bahwa Sai telah meletakkannya di ranjang saat pumggungnya menyentuh sesuatu yang empuk. Dia tetap menutup matanya. Sementara pria di atasnya melakukan apa pun pada tubuhnya.
Lalu, saat Sai akhirnya memasukinya. Dia tersentak. Sai memuaskan diri di dalam sana. Dan hatinya semakin perih.
Sai akhirnya memuaskan diri dengan tubuh hamil Ino. Pria itu menuliskan cek dengan nominal yang diinginkan Ino sementara wanita itu sedang mandi di kamar mandi. Dia menyesal karena wanita yang dicintainya menjadi seperti ini hanya karena mencintai pria yang salah.
Namun, Sai juga bersyukur. Ino datang padanya di saat seperti ini. Apa jadinya jika Ino datang pada pria lain dalam kondisi hamil begitu.
Lalu, saat wanita itu akhirnya keluar kamar mandi dan sudah berpakaian lengkap, Sai mengatungkan lembar cek itu padanya,"Nominal yang kau inginkan."
"Terima kasih."
"Kau harus datang padaku jika butuh bantuan. Jangan sampai urusanmu runyam karena pria lain. Berurusan dengan keluarga kerajaan kecil itu perlu kehati-hatian."
"Iya, terima kasih. "
Ino memasukkan cek itu ke dalam tas
"Apakah tidak sebaiknya kau istirahat dulu di sini?"
Ino menggeleng, "Aku harus segera mentransfer ini pada pengacaraku."
Sai mengangguk,"Hati-hati di jalan."
"Ehm," Ino berjoji lalu meninggalkan Galeri Milik Sai.
TbC