.
//
Seorang pria yang memakai baju serba hitam, masuk ke dalam ruangan yang nampak kosong. Hanya ada beberapa barang di sana. Dan tampaknya, itu semua lukisan.
Pria yang baru saja masuk itu pun, berjalan melihat satu per satu lukisan yang berjajar di sana. Sampai akhirnya ia berhenti tepat di sebuah lukisan. Lukisan yang tampak tidak asing. Dengan cepat ia mengambil kanvas berisi lukisan itu, dan membawanya pergi entah kemana.
//
"ARGH!" Renjun membuka matanya tiba-tiba dan langsung bangun dengan posisi duduk. Nafasnya memburu, keringat dingin membasahi wajahnya.
"ANJIR KAMPRET! Kaget gue!" omel Haechan yang entah sejak kapan sudah berada di kamar Renjun.
"Heh, Jun? Lo kenapa? Anjir gue bukan maling Jun, napa lo sampe keringetan gitu??" tanya Haechan khawatir setelah sadar dengan kondisi Renjun.
"Gue mimpi. Aneh banget..." ucap Renjun, lalu tiba-tiba ia terdiam. Renjun seperti sedang mengingat sesuatu.
Sampai akhirnya, dengan terburu-buru Renjun membuka tirai kamarnya. Dan dugaannya benar, dia melihatnya. Dreamer, Renjun melihatnya. Burung itu langsung terbang menjauh saat Renjun membuka tirai.
"Kenapa?" Haechan bertanya bingung sambil menghampiri Renjun dan ikut melihat keluar jendela.
"Apaan? Ada apa?" tanya Haechan lagi.
"Gue mimpi, Chan"
"Mimpi apa?"
"Lukisan gue sengaja dihilangin!"
"Hah?! Dihilangin begimana maksud lo?"
"Gue yakin itu mimpi yang Dreamer bawa"
"Maksud lo, kayak mimpi anak-anak yang lain?"
"Iya! Gue yakin Chan"
"Ya udah ayok!" ajakan Haechan itu pun membuat Renjun bingung. "Ke mana?" tanyanya.
"Cari pelakunya lah! Gimana sih"
"Sekarang?"
"Bulan depan, Jun!"
_____
Renjun, Jeno dan Haechan kini sedang berjalan menuju ruang cctv. Mereka benar-benar berharap, cctv di aula sekolah hari itu tidak hilang.
Setibanya di sana, mereka meminta kepada penjaga untuk mencari cctv di hari lomba melukis dilaksanakan. Cctv itu ada. Namun, ketika lomba itu sudah selesai, tiba-tiba saja cctv itu menjadi hitam. Tidak terlihat apa pun di sana.
"Gue yakin tu orang udah bener-bener rencanain ini" ucap Jeno.
"Gini deh, lo inget ga ciri-ciri orang di mimpi lo? Postur tubuhnya, atau apaan kek?" tanya Haechan. Renjun pun berusaha mengingat-ingat.
"Kalo dari proporsi badannya sih, ga jauh kayak kita lah" jawab Renjun.
"Berarti bisa jadi anak sekolah?" tanya Haechan lagi, ia merasa sudah jadi detektif dadakan seperti Upin dan Ipin.
"Iyaa"
"Terus-terus, apa lagi?"
Renjun pun kembali berpikir keras. Beberapa menit Renjun setia dengan posisinya, dan beberapa menit itu juga Jeno dan Haechan mulai pegal menunggu Renjun selesai berpikir.
"HA!!!" tiba-tiba saja Renjun berteriak di keheningan itu. Membuat Haechan dan Jeno terlonjak kaget.
"Monyetlah si Renjun, kaget gue!" Haechan sedikit membentak sembari memegangi dadanya yang terasa berdenyut kencang. Ia pun menoleh ke arah Jeno, ternyata kondisinya lebih parah. Jeno seperti sedang nge-bug, tubuhnya tegap sempurna dengan pandangan lurus.
"Anjir Jeno! Nyebut Jen!" ucap Haechan berusaha menyadarkan. Renjun pun mendekati Jeno lalu tiba-tiba mencubit perutnya.
"ANJIR! APAAN TUH?" Jeno terkejut lalu memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Jangan ngelucu lo!"
"Siapa yang ngelucu woi? Bebek tuh lucu!" ucap Jeno ketus.
"Udah udah! Nah, jadi apa jun?" tanya Haechan.
"Itu... Lah? Apa ya? Lupa!"
"RENJUNNNNN" Haechan dan Jeno berteriak kesal.
"Ehh, tapi..." Renjun tiba-tiba menggantungkan ucapannya. "Kita harus cek satu cctv lagi" sambungnya.
"Hah?"
_____
"Yang bener aja lo Jun, kita nyari sepatu yang lebih dari 10 orang pake sepatu ini?" kini Dream bersaudara sedang berdiri di kantin. Mereka menatap satu persatu orang yang memakai sepatu seperti di dalam mimpi Renjun.
"Gimana cara kita nyari tau nya?" tanya Jisung. Jangankan si bungsu, para abangnya pun kini sedang memasang wajah cengo. Malahan Haechan kini sedang mengupil sembari bengong.
"Bang mark satu-satunya solusi" ucap Jaemin tiba-tiba. Mereka semua pun menoleh ke arah Mark. Mark yang ditatap pun kebingungan.
"A-apa? Kenapa gue?" tanya Mark, ia sedikit gugup melihat tatapan adik-adiknya.
"Cuma lo yang bisa"
"Caranya?" Jaemin pun tersenyum miring, membuat saudara-saudaranya menatap heran sekaligus ngeri.
_____
Keesokan harinya, di sore hari sepulang sekolah, sudah ada 16 orang laki-laki dari kelas 10-12 yang Mark kumpulkan. Caranya? Tentu saja menggunakan koneksinya, meskipun ia harus merelakan beberapa lembar uang berwarna merah melayang.
"Ngapain ngumpulin kita di sini, Mark?" tanya teman satu angkatan Mark.
"Iya, ada kepentingan apa bang?" tanya adik kelasnya.
"Hehehehhh, sorry ya dadakan banget. Gue cuma mau nunjukin sesuatu, dan kalian tinggal jawab aja"
"Harus ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Kalo kalian semua bantu, gue sama saudara-saudara gue bakalan berterima kasih banget" Jeno kini yang berbicara.
"Oke deh"
"Nah, kalian tinggal masuk aja ke kelas, seorang-seorang, ntar baliknya ada konsum, belum pada makan kan?" mereka semua pun mengangguk.
Lalu, satu per satu dari mereka mulai masuk ke kelas seperti yang Mark ucapkan. Sudah sampai orang ke sepuluh, namun Mark, Jeno, Chenle dan Jisung yang menunggu di luar belum mendapati tanda-tanda dari Renjun, Haechan maupun Jaemin.
Orang ke-11 pun mulai masuk. Ia melihat di dalam kelas itu ada orang-orang yang tidak terlalu ia kenali, kecuali satu orang.
"Hallo bro, sorry yaa lo harus repot-repot kayak gini. Jadi, gue mau nanya soal ini" setelah mengucapkan itu, Haechan langsung membalikan benda berwarna putih itu. Setelah dibalik, ternyata itu adalah kanvas yang berisikan lukisan yang Renjun lukis saat lomba.
Jaemin dan Renjun menatap lekat mata dan gerak-gerik laki-laki itu. Jaemin melihat tubuh laki-laki itu sedikit menegang, dan Renjun merasa aneh ketikan bertatapan dengan laki-laki yang terlihat di seragam, namanya adalah Daniel. Daniel langsung mengalihkan pandangannya.
"Bukan gue" ucap Daniel tiba-tiba, membuat Haechan, Jaemin dan khususnya Renjun terkejut.
"Apanya yang bukan gue? Kita belum nanya apa-apa" tanya Jaemin.
"H-hah? Emang kalian mau nanya apa?"
Haechan pun tersenyum. Ia berjalan menuju pintu lalu memanggil Mark dan Jeno. "Selesai guys" ucapnya. Daniel pun sedikit panik, dan berusaha menutupinya. Namun percuma saja, Jaemin sudah bisa membaca gerak-geriknya.
Haechan pun masuk diikuti Mark dan Jeno. Sementara Chenle dan Jisung sedang membagikan konsumsi dan mempersilahkan orang-orang yang tersisa di luar untuk pulang. Setelah selesai, mereka ikut masuk ke dalam kelas.
"Kita langsung perjelas aja. Lo yang hilangin kan?" tanya Haechan.
"Ngga, itu lukisannya ada" jawab Daniel, membuat Haechan lagi-lagi tersenyum.
"Emang gue bilang lo hilangin lukisan? Ngga kan? So, lo bisa jujur aja tentang semuanya sekarang. Kita udah tau kok" ucap Haechan dengan nada yang santai.
"Lo semua mau apa sih?!" tiba-tiba saja Daniel mengubah nada bicaranya.
"Lo kayak gitu, bikin kita yakin lo pelakunya Daniel. Maksud lo apa ngambil lukisan Renjun? Lo sengaja kan? Atas dasar apa? Kalo lo disuruh, siapa orangnya?" deretan pertanyaan itu langsung Jaemin lontarkan.
"Kalian mau nuduh gue? Gue bisa laporin kalian sekarang juga kalo kalian ga lepasin gue!" Daniel kini malah mengancan, membuat Haechan jengah.
"Woi! Gue tanya dah! Lo mau ketimpa hukuman gara-gara keserakahan orang lain? Justru gue heran kenapa lo mau disuruh-suruh kayak begitu. Kalo lo jujur sekarang, lo ga akan dapet hukuman seberat orang yang nyuruh lo, jadi mending lo jujur aja" tegas Haechan dengan panjang lebar.
Daniel pun terdiam. Ia menundukkan kepalanya, berusaha berpikir apa yang sebaiknya dia lakukan sekarang. Yang lain juga ikut terdiam, menunggu apa yang akan diucapkan oleh Daniel.
"Kalian janji?" tanya Daniel memastikan.
"Kita janji, khususnya gue" jawab Renjun.
Daniel pun menghela nafas sebelum akhirnya ia menyebutkan satu nama yang sudah menjadi kandidat pelaku dipikiran Renjun. Seseorang yang membuatnya merasa trauma. Bahkan Dream yang lainnya pun sudah memikirkan nama itu.
"Hyunjin"
"Hyunjin yang nyuruh gue buang lukisan Renjun"
-tbc.
Next...