Haappyy reaadingg guyss hihi <3
–––
"Entah karena ego yang tinggi atau memang ada sosok yang berdiri dibelakangnya menemani bagaikan bayangan hingga ia memilih untuk menolak uluran tangan dari siapapun yang hendak menolongnya untuk bangkit kembali."
–––
Sudah selama beberapa hari ini Gerhana dibuat frustasi oleh masalah yang menimpa Luna. Tak biasanya Gerhana ingin ikut campur soal urusan orang lain selain sosok yang ia anggap dan penting dalam hidupnya.
Mungkin itu semua karena Gerhana merasa adanya kejanggalan yang begitu besar hingga mengganggu ketenangannya. Seharusnya ini sudah tidak lagi menjadi misinya.
Bisa dibilang masalah ini sudah dianggap selesai. Sebetulnya menemukan pelaku yang melaporkan Junar dan Ara itu sudah lebih dari cukup. Perihal kunci jawaban tugas dan ujian sudah tentu bukan menjadi bagian dari masalahnya lagi. Tak seharusnya ia mulai turun tangan mencampuri urusan itu.
Namun Gerhana tak bisa tinggal diam. Ia tidak bisa melanjutkan hidupnya dengan keresahan yang harus ia hadapi setiap malamnya.
Hanya ada satu solusi yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan rasa penasarannya. Ya, sudah pasti Aksara jawabannya. Kalau bisnis ilegal ini juga sudah ada sejak lama menjadi suatu rahasia, seharusnya Aksara mengetahuinya.
Gerhana terdiam menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Tak disangka-sangka ternyata Aksara pun tidak mengetahui akan hal itu. Rupanya ini adalah suatu hal yang baru yang bahkan sang sesepuh dari Nusa Bangsa pun baru saja mengetahuinya.
–––
Bersamaan dengan ketiga temannya, Gerhana melangkahkan kakinya memasuki ruang kelas 10 IPA 1. Cowok itu langsung menyisir pandangannya mencari sang target dengan tatapan penuh ancamannya.
"Gue minta semuanya keluar dari ruangan ini," pinta Gerhana dengan tegasnya.
Tanpa bersuara sama sekali, semua orang yang ada di ruangan itu bangkit dan pergi mengikuti arahan dari Gerhana. Begitu pun dengan Luna yang sedang duduk di pojok ruangan.
"Kecuali lo," cegat Gerhana sembari menunjuk ke arah Luna saat gadis itu hendak bangkit mengikuti teman-teman lainnya.
"Lo tetep diem di situ."
Seketika seluruh siswa dari kelas 10 IPA 1 mulai berbisik pada satu sama lain, berusaha untuk menebak-nebak apa yang menjadi permasalahan Gerhana dengan gadis itu hingga cowok itu harus membuat kericuhan seperti ini.
"Kalau sampenya lo pada nguping obrolan gue sama dia, siap-siap aja besok gue temuin kalian satu-satu," ancam Gerhana sebagai peringatan keras.
Beberapa siswa yang sudah memiliki niatan seperti itu kembali mengurungkannya. Mereka kembali mempercepat langkahnya untuk meninggalkan ruangan itu. Begitupun dengan Adrian, Gangga dan Junar. Ketiga cowok itu segera keluar dan memposisikan dirinya tepat di depan kelas itu agar tak ada satu orang pun yang mencoba-coba untuk menguping percakapan di dalam sana.
"Urusan gue sama lo belum kelar ya Lun walaupun cewek gue udah seratus persen maafin lo," tukas Gerhana ketika cowok itu sudah berada tepat dihadapan Luna.
Gerhana kembali melanjutkan ucapannya, "Lo harusnya bersyukur punya temen sebaik Ila, jangan malah dimanfaatin goblok."
"Bisa gak sih gak usah bangga-banggain cewek lo di depan gue? Gue beneran gak tertarik buat dengernya," protes Luna yang sudah mulai merasa risih.
"Sekalian juga biar orang pada tau hubungan lo berdua itu sebenernya apa. Banggain aja tuh di akun sosmed lo biar semua orang tau sifat malaikatnya dia yang lo liat selama ini," tambah Luna.
Gerhana menyunggingkan senyumnya sembari menggeleng pelan, "Gue tau banget nih bakal kaya gini, makanya gue gak pernah suka liat lo deket sama dia."
Gerhana menghela napasnya berusaha untuk tetap sabar. "Oke gini, gue kasih satu kesempatan lagi buat lo."
"Gak tertarik kak, makasih," tolak Luna secara langsung.
"Bisa gak sih gak usah nantangin kaya gini? Ini sekarang gue lagi ngomong baik-baik sama lo," Gerhana kembali memperingatinya.
Luna kembali terbungkam. Kedua bibirnya terkatup dengan rapat. Peringatan yang baru saja Gerhana berikan padanya berhasil membuat keberaniannya sedikit menciut.
"Kunjaw tugas sama ujian. Lo dapet dari mana?" Tanya Gerhana langsung to the point.
Luna masih saja terdiam. Gadis itu mengalihkan pandangannya menghindar dari tatapan tajam yang saat ini Gerhana berikan padanya.
Tanpa permisi, Gerhana segera menggerakkan dagu gadis itu agar kedua pasang mata yang sempat beradu tatap itu kembali bertemu.
"Gue lagi ngomong sama lo ya sekarang," Gerhana mulai mendesaknya.
"Buat apa lo tau gituan? Mau narik konsumen gue?" Tanya Luna.
"Sorry, gak tertarik gue bisnis gituan. Kalo pun gue orang susah gue gak mungkin pilih jalan yang sama kaya lo sekarang," balas Gerhana sembari tersenyum miring.
Dada Luna terasa sesak. Perkataan Gerhana barusan berhasil menjatuhkan harga dirinya. Namun ia tahu itu lah yang justru menjadi tujuan Gerhana mengatakan itu semua. Cowok itu ingin menjatuhkannya melalui tutur katanya sebab ia tidak mungkin menyakitinya secara fisik.
"Oke nice info, terus buat apa?" Tanya Luna yang terdengar seperti sebuah tantangan.
"Gue penasaran aja ordalnya siapa yang selama ini bisa backup lo sampe segininya. Penasaran aja orangnya sekuat apa sampe lo berani ambil resiko sebesar ini," balas Gerhana dengan sangat jujur.
Luna menautkan keningnya, "Jadi dengan cara kaya gini Kak Gerhana pikir bakal berhasil? Aku bakal mau ngaku-ngaku aja?"
"Gini ya, kak Gerhana maksa aku minta maaf sama Ila aja ga berhasil kemarin, harusnya udah tau dong aku gak akan mungkin jawab pertanyaan kak Gerhana yang barusan," lanjut Luna sebelum Gerhana kembali bersuara.
"Kalo pun kak Gerhana mau sampe ngancem bunuh gue juga gue bakal tetep mulut, jadi ya silahkan aja laporin gue kak. Kalo perlu bikin thread aha sekalian di twitter biar se–Indonesia raya tau sama kelakuan gue."
Rahang Gerhana mengeras. Tangannya sudah terkepal dengan erat. Andai saja sosok yang ada di hadapannya saat ini bukanlah seorang wanita dan seorang teman dari kekasihnya, mungkin saat ini ia sudah memberikan beberapa hantaman.
"Kalau bukan gara-gara Ila udah gue abisin lo dari awal sumpah."
Luna tersenyum miris. Sifat membangkangnya ternyata tetap tidak disukai oleh gerhana. Berbeda dengan Ila, apapun yang gadis itu lakukan selalu memikat perhatiannya. Ila selalu mempunyai caranya sendiri untuk mendapatkan perhatian Gerhana.
Luna benci pada faktanya bahwa kali ini nyawanya kembali terselamatkan karena sahabatnya sendiri. Ia bergantung pada orang lain.
"Ada yang ngasih kunjawnya ke lo? Dia ngancem apa sampe lo bungkam kaya gini?" Gerhana mencoba untuk menebaknya.
Luna tetap terdiam. Kepalanya kembali tertunduk berusaha untuk mempertahankan pendiriannya. Sekeras apapun Gerhana mencoba untuk mendesaknya ia tetap memilih untuk mengatupkan mulutnya. Sekalipun ia bisa mendapatkan cowok itu dengan cara seperti ini, ia tetap tidak akan melakukannya.
"Tenang kalo orangnya ngapa-ngapain lo gue siap lindungin lo," tukas Gerhana kembali bersuara.
"Lo sahabatnya Ila, udah pasti gue bakal lindungin lo kaya gue lindungin dia."
Hati Luna semakin terasa tersayat-sayat setiap kali ia mendengar kata-kata romantis yang keluar dari mulut Gerhana. Membuat hatinya merasa bersalah dan sedih dalam satu waktu.
"Lo mau apa Lun? Kalo lo bisa jawab lo dapet kunjaw itu dari mana, gue janji bakal kabulin apapun yang jadi keinginan lo."
Namun sayangnya, rencana Gerhana tetap gagal. Dengan cara halus seperti ini pun Luna tidak mau mengungkapkannya.
"Lo mau bujuk gue pake apapun juga gak akan mempan Kak, jangan buang-buang tenaga."
Gerhana lagi-lagi menghembuskan napas beratnya. "Gue tanya sekali lagi, ini bener-bener kesempatan terakhir lo. Kalo dalam hitungan ketiga lo gak jawab, gue bakal mundur. Tawaran itu udah gak akan berlaku lagi buat lo."
"Satu," Gerhana mulai berhitung.
"Dua."
Gerhana terdiam lebih dari satu detik. Ia sengaja menundanya lebih lama kali ini dengan harap-harap gadis itu akan berubah pikiran di detik terakhir yang menjadi satu-satunya kesempatan.
Namun nyatanya bibirnya masih terkatup dengan rapat seolah ia tidak berencana untuk menjawab pertanyaan dari Gerhana. Menunjukkan seakan-akan pendiriannya tidak tergoyahkan sama sekali.
"Tiga. Oke gue cabut sekarang."
Benar saja, tepat pada hitungan ketiga, Gerhana segera pergi keluar dari ruang kelas itu meninggalkannya kembali sendirian.
Kali ini Gerhana benar-benar angkat tangan. Cowok itu sudah berada di tepi jalan yang buntu. Sudah tak ada lagi jalan lain selain memilih untuk berputar balik.
Mulai dari sekarang ia tidak melanjutkan misi pencariannya itu meski tak bisa dipungkiri juga kalau ia masih penasaran dengan sosok yang ada di belakang Luna saat ini. Sosok yang menjadi tameng gadis itu hingga uluran tangannya pun ia sia-siakan begitu saja.
–––
Sudah berhari-hari Ila merasa ada yang berubah dari Gerhana. Cowok itu selalu terlihat menyendiri seakan-akan ia baru saja kehilangan motivasi hidupnya.
Tanpa Gerhana katakan sebetulnya Ila sudah bisa menebak apa yang membuatnya tampak sedih dan kebingungan seperti itu. Gadis itu dapat memahami itu semua dan itulah sebabnya Ila memilih untuk tidak bertanya.
Bertepatan saat Ila baru saja keluar dari kamar mandi, kerabat dekat dari sosok yang sedang ia pikirkan saat ini baru saja melewatinya. Ila mengamati suasana di sekitarnya sebelum akhirnya ia memberanikan diri untuk memanggil pria itu karena keadaan lorong ini yang benar-benar kosong.
"Kak Junar!!" Panggil Ila nyaris berteriak.
Sang pemilik nama itu segera melirik ke arahnya. Rupanya pendengarannya masih cukup baik hingga pada jarak yang sejauh ini pun panggilannya tetap terdengar oleh cowok itu.
Junar segera berjalan cepat menghampiri Ila, "Oitt!! Pasti mau nanyain Gerhana ya dia lagi–"
Ila menggeleng pelan, "Enggak kok bukan itu, gue mau tanya sesuatu tapi lo jangan bilang-bilang ke Gerhana ya?"
"Wah ada apa nih? Kok gue jadi deg-degan gini ya hahaha," tukas Junar sembari mengelus dadanya yang sedikit merasa berdebar. Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa takut.
"Bukan hal yang serius kok kak tenang aja."
"Mau nanya apa emangnya?" Tanya Junar yang seketika turut merasa
"Makanan atau minuman favoritnya Gerhana apa yaa kak?" Ila segera mengajukan pertanyaannya.
Junar mengerutkan keningnya. "Eh buat apa deh nanya ginian?"
"Gapapa mau ngasih aja biar dia semangat lagi hehe," cengir Ila.
"Abisnya akhir-akhir ini keliatan kaya yang stress cape gitu," lanjut Ila.
Junar berdeham pelan, "Hmm dua emang lagi pusing mikirin temen lo sih akhir-akhir ini."
"EH MAKSUD GUE BUKAN MIKIRIN YANG GIMANA-GIMANA YA," Junar cepat-cepat meralatnya untuk menghindari kesalahpahaman.
"Hahaha iya kak santai aja," balas Ila seraya menenangkannya.
"Dia tuh bingung gitu si Luna dapet itu kunjaw dari mana, terakhir dia ngomong ke gue sih dia mau cari sampe dapet orangnya," jelas Junar secara singkat.
Ila mengangguk pelan, rupanya apa yang menjadi dugaannya benar-benar tepat pada sasaran. Cowok itu sedikit pusing menghadapi permasalahan yang masih berhubungan dengan sahabatnya sendiri. "Oh gitu yah kak, okedeh kalo gitu."
"Eh sumpah lo baik banget dah anjir jadi pengen deh jadi pacar lo juga," puji Junar sekaligus bercanda dalam satu waktu.
Ila melotot kaget. "Heh! awas ada yang denger. Gue gak mau ya gara-gara omongan lo barusan disangka gimana-gimana sama yang lain!"
"Jangan sampe gue musuhan juga sama Ara, masa iya gue harus kehilangan dia juga?" lanjut Ila.
Junar sontak tertawa keras, n"HAHAHA BECANDA SUMPAH."
"Ara sayang atau siapapun yang nguping ini dan udah berniat mau cepu gue barusan cuma bercanda kok, gue sayangnya cuma sama lo doang beneran deh," lanjut Junar sedikit berteriak.
"Mending lo sampein langsung aja dah ke si Ara dari pada harus perantara gue kaya gini," usul Ila yang sedikit terganggu dengan kebucinan Junar terhadap sahabatnya.
"Oke maaf ya."
"Gimana nih kak? Gerhana sukanya apa?" Tanya Ila kembali pada topik utama.
"Katanya sukanya sama lo pake banget," balas Junar asal.
Ila menghela napasnya. Ia tidak menduga kalau ternyata akan sesulit ini untuk mengajak cowok itu berbicara serius. "Eh serius dulu dong kak.."
Junar kembali terkekeh, "Hahaha sorry sorryy."
"Hmm apa yahh.. OOHH GUE TAUU!!" Junar otomatis mengacungkan jari telunjuknya menandakan bahwa
"Susu ultra," jawabnya singkat sebelum Ila kembali bersuara.
Junar kembali menambahkan, "Tapi harus yang rasa stroberi."
Ila menghela napasnya panjang, "Dikira gue bakal langsung percaya gitu?"
"ASTAGA ILA GUE SERIUS!!" Junar berusaha untuk meyakinkannya.
"Tiap abis istirahat gue pasti suka liat tu susu kotak ultra rasa stroberi nangkring di mejanya," lanjutnya.
"Percaya sama gue, sumpah ga boong kali ini," Junar mengacungkan tangannya membentuk simbol peace.
"Awas aja yah sampenya boong gue aduin nih ke Gerhana," ancam Ila.
"Idihh idihh udah jadi pasutri mah ngadu-ngadu gini euyy takut," Junar bergidik ngeri sembari tertawa pelan.
"Gue juga mau ngadu ke Ara ahh lo ga pernah percaya sama omongan gue!" Lanjut Junar ikut-ikutan.
"Ya lagian becanda mulu."
"Sekarang mah lagi ga becanda la sumpah si Gerhana emang beneran suka susu ultra yang stroberi."
"Coba aja kasih sedus pasti full senyum tuh sebulan," usul Junar.
Ila terdiam sejenak hingga akhirnya ia memilih untuk mengikuti saran darinya meskipun sebetulnya ia sendiri tidak yakin sepenuhnya. "Yaudah deh gue coba, makasi ya kak."
"Yoww, moga sukses ya La!"
–––
Pagi ini Gerhana datang jauh lebih pagi dari biasanya. Kondisi rumah sedang tidak kondusif saat ini. Entah mengapa kakak perempuannya semakin rese dan sensitif membuatnya sesekali terkena semprot oleh gadis itu.
Seperti biasa, sebelum ia memasuki ruang kelasnya Gerhana selalu membuka lokernya terlebih dahulu untuk mengambil beberapa buku paketnya yang sengaja ia tinggalkan di sekolah. Ia terkejut kala ia mendapati satu kotak susu ultra strawberry yang mengisi lokernya itu.
Satu post it notes bewarna pink yang tertempel pada dus itu berhasil menyita perhatiannya. Cowok itu segera melepaskannya dan membaca isi notes itu yang sudah pasti menjadi petunjuk sang pengirim.
Susu Vanila,
Susu strawberry,
Buat kesayangan Ila,
Apapun 'kan kuberi <3
hehe
Gerhana menyunggingkan senyumnya. Sesekali ia terkekeh pelan sembari membaca berulang-ulang kali isi dari sticky notes itu. Sungguh, ia tidak pernah menyangka akan menerima satu dus penuh berisi susu favoritnya dari kekasihnya. Entah dari mana ia tahu kalau dirinya sangat menyukai susu ultra varian strawberry.
Bertepatan saat Gerhana menutup pintu lokernya, sosok yang ia anggap sebagai kesayangannya itu tiba-tiba saja muncul berjalan ke arahnya.
Ila sedikit terkejut kala ia mendapati sosok itu ada di sana. Gadis itu meringis pelan sebab ia tidak menduga kalau Gerhana akan datang se–pagi ini sama seperti dirinya.
Ila segera mengalihkan tatapannya dari cowok itu, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya hendak melewatinya seakan tidak ada apa-apa diantara mereka. Namun sayangnya, Gerhana tentu tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Cowok itu langsung menahan kepergiannya dengan mencekal pergelangan tangan yang mungil itu.
"Dalam rangka apa nih kamu ngasih aku sedus susu ultra stroberi, hm?" Tanya Gerhana sengaja menggodanya.
"Lepasin ih kak nanti ada yang liat!!" Gerutu Ila sembari berusaha untuk melepaskan genggaman itu dari lengannya namun tenaganya memang tak sekuat itu untuk menyingkirkannya.
Wajahnya sudah bersemu merah sejak tadi. Jantungnya sudah mulai berdegup dengan cepat. Sungguh Ila menyesali keputusannya untuk melewati lorong ini.
"Kamu tau kan ini jam berapa? Gak mungkin ada orang yang dateng sepagi ini kalo gak ada niatan lain kaya gini," tukas Gerhana.
"Ya siapa tau kan, jaga-jaga mah harus," balas Ila tetap membela dirinya.
"Jawab dulu ih pertanyaan aku yang barusan," pinta Gerhana.
"Yang mana?" Tanya Ila pura-pura tidak tahu apa yang Gerhana inginkan.
"Yakin mau aku ulangin, hm?"
Ila terdiam sejenak menghela napas panjangnya, "Biar kak Gerhana gak cemberut terus di sekolah, puas?!"
Gerhana mengerjapkan matanya. Perlahan senyumnya mengembang semakin lebar. Ternyata gini ya rasanya mendapatkan perhatian yang sama besarnya dari sosok yang ia sayangi.
Cowok itu langsung mencegat kepergian Ila dengan menahan lengannya seraya tertawa samar, "Hahaha iya deh nih ga cemberut lagi."
"Makasi yaaa."
"Kesayangan Gerhana," Gerhana kembali melanjuti kalimat yang sebenarnya menggantung.
"KAKKKK!!" Teriak Ila sebagai bentuk protesnya.
"Eh itu kamu ya yang mulai," tukas Gerhana seraya menunjukkan post it yang tertempel pada dus itu pada sang pengirim.
"Yaudah gak usah di bales juga napa!! Malu ih!" Gerutu Ila. Wajahnya semakin bersemu merah. Ila bahkan kesulitan untuk bersikap biasa aja seakan tak terjadi apa-apa setelah digoda seperti ini.
"Hahaha sayang sama aku tuh bukan suatu hal yang memalukan kok," tukas Gerhana sembari mengacak-acak rambutnya dengan gemas.
"Bisa stop gak?!" Protes Ila dengan kedua matanya yang telah membulat.
Gerhana segera mengeluarkan dompetnya dari saku belakang celananya, "Ini post it bakalan aku simpen terus ah di dompet biar gak ilang."
"Eh awas aja sampe ada yang liat, kan biasanya cowok suka mainin dompet satu sama lain," Tukas Ila mewanti-wantinya.
Gerhana menautkan keningnya, "Emang kenapa? Kalo ada yang liat juga kan tetep aja perasaan aku mah gaakan berubah buat kamu."
"UDAHAAN AAHHH!!"
"Jangan gombal mulu cape akuu," keluh Ila dengan jujurnya.
Gerhana tertawa samar. Melihat Ila salah tingkah seperti ini selalu membuat moodnya membaik. Ia cukup terhibur dengan semua ekspresinya setiap kali ia menggodanya. "Lah emang iya kok, aku ga gombal barusan."
"Terserah, udah ah aku balik dulu," pamit Ila pasrah.
Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya tanpa melirik sama s
Kali ini Gerhana tak berniat untuk mengejarnya. Gerhanya yakin, hanya dengan satu kalimat yang ia hendak ucapkan sebentar lagi. "Kamu juga harus senyum terus ya, semangat uasnyaa–"
"Cantiknya Gerhana."
Ila mematung di tempat. Jantungnya kembali melompat-lompat tak karuan. Rasanya ia benar-benar diterbangkan setinggi mungkin di atas langit. Tanpa ia sadari wajahnya sudah terasa memanas.
Alih-alih melirik kembali ke arahnya, Ila memilih untuk melanjutkan langkahnya menuju ruang kelasnya yang ada di lantai bawah. Posisinya saat ini menguntungkan untuknya hingga ia dengan mudahnya bisa menyembunyikan ekspresi salah tingkahnya dari Gerhana.
Gerhana yang saat ini hanya bisa melihat punggung gadis itu hanya bisa terkekeh pelan melihat punggung Ila dari kejauhan. Tanpa melihat wajahnya pun Gerhana yakin ia berhasil membuatnya salah tingkah untuk kesekian kalinya dari pergerakan tubuhnya.
Kehadiran Ila yang tak diduga beserta satu dus susu ultra strawberry yang diberikannya berhasil membuat suasana hatinya di pagi hari menjadi jauh-jauh lebih baik dari sebelumnya.
Kalau ia tak pernah gagal membuat jantung Ila berdegup tak karuan, Ila juga tidak pernah gagal membuatnya tersenyum setiap saat.
–––
SPAM COMMENT SEBANYAKNYAA DISINI BIAR MAKIN CEPET UPNYAA!!
Vote dan Comment buat next part!
✨LINK AU GANJIL GENAP✨
https://twitter.com/ceritapucai/status/1594576586711658496